• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 Hasil Belajar

2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar atau belajar” Tri Anni (2006:7) Hasil belajar dapat berupa pengetahuan (kognitif), tingkah laku atau sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor), yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa hasil belajar merupakan perolehan seseorang dari suatu perbuatan belajar, atau hasil belajar merupakan kecakapan nyata yang dicapai siswa dalam waktu tertentu.

Hasil belajar pada aspek kognetif dari hasil test dianalisis dengan teknik analisis evaluasi untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Caranya adalah dengan menganalisis hasil test formatif dengan menggunakan kriteria ketuntasan belajar. Secam Aswirda individu, siswa dianggap telah belajar tuntas apabila daya serapnya mencapai 65 %, Secara kelompok dianggap tuntas jika telah belajar apabila mencapai 85 % dari jumlah siswa yang mencapai daya serap minimal 65 % (Dedikbud 2000 dalam Aswirda 2007)

Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat yang diperoleh oleh setiap siswa setelah proses belajar. Di dalam proses belajar siswa mengerjakan hal-hal yang akan dipelajari sesuai dengan tujuan dan maksud belajar. “Hasil belajar akan dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan sikap dan nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi” (Tabrani Rusyan, 1989;8).

Dari beberapa pendapat tentang hasil belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami interaksi proses pembelajaran melalui evaluasi belajar matematika yang dilakukan dengan tes yang dijadwalkan. Kemajuan yang diperoleh siswa tidak hanya berupa ilmu pengetahuan, tetapi juga berupa sikap dan kecakapan atau keterampilan khususnya dalam mata pelajaran matematika.

(2)

2.1.1.2 Hakekat Hasil Belajar

Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan pada PP.Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa pedinilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

1). Penilaian hasil belajar oleh pendidik;

2). Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; 3). Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

Setiap satuan pendidikan selain melakukan perencanaan dan proses pembelajaran, juga melakukan penilaian hasil pembelajaran sebagai upaya terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 64 ayat (1) dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Selanjutnya, ayat (2) menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik; (b) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan (c) memperbaiki proses pembelajaran.

Dalam rangka penilaian hasil belajar (rapor) pada semester satu penilaian dapat dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan dilengkapi dengan tugastugas lain seperti pekerjaan rumah (PR), proyek, pengamatan dan produk. Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor semester satu. Pada semester dua penilaian dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan kenaikan kelas dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti PR, proyek, pengamatan dan produk. Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor pada semester dua.

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto (1991: 768), hasil belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini hasil belajar

(3)

merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.

Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.

Sedangkan menurut Tri Anni (2006:7) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.

Benyamin S. Bloom dalam Tri Anni (2006:7) menyebutkan tiga hasil belajar, yaitu:

1). Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi.yang meliputi 6 tingkatan :

(1). Pengetahuan (Knowledge)

Menekan pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah siswa peroleh secara tepat sesuai dengan apa yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang dimaksud berkaitan dengan simbol-simbol matematika, terminologi dan peristilahan, fakta-fakta, keterampilan dan prinsip-prinsip (2). Pemahaman (Comprehension)

Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan segala implikasinya. (3). Penerapan (Aplication)

(4)

Kemampuan kognisi yang mengharapkan siswa mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan sebuah abstraksi matematika melalui penggunaannya secara tepat ketika mereka diminta untuk itu.

(4). Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk memilah sebuah informasi ke dalam komponen - komponen sedemikan hingga hirarki dan keterkaitan antar ide dalam informasi tersebut menjadi tampak dan jelas.

(5). Sintesis (Synthesis)

Kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur yang unik dan system. Dalam matematika, sintesis melibatkan pengkombinasian dan pengorganisasian konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk mengkreasikannya menjadi struktur matematika yang lain dan berbeda dari yang sebelumnya.

(6). Evaluasi

Kegiatan membuat penilaian berkenaan dengan nilai sebuah ide, kreasi, cara, atau metode. Evaluasi dapat memandu seseorang untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru dan cara baru yang unik dalam analisis atau sisntesis.

2). Ranah Afektif

Hasil pembelajaran ini berhubungan dengan perasaan, sikap, minat dan nilai. Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa, sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya. Bila seseorang memiliki penguasaan kognitif yang tinggi, ciri-ciri belajar efektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Misalnya perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.

Ada beberapa kategori dalam ranah afektif sebagai hasil belajar: Receiving (menerima), Responding (menanggapi), Valuing (penilaian), Organization (Organisasi), dan Characterization by a value or value complex (karakteristik nilai atau internalisasi nilai), Receiving (menerima) adalah semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan

(5)

lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. Receiving juga diartikan sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka mempunyai kemauan menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu. Responding/ menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif atau kemampuan menanggapi, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. Valuing/ penilaian, menilai atau menghargai artinya memeberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu idak dikerjakan kan memebrikan suatu penyesalan.

Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena baik atau buruk. Organization/ Organisasi yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain. Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi nilai adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

Proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam hierarki nilai. Bentuk-bentuk aktivitas dalam pembelajaran matematika:

(1). Menerima: Siswa menanyakan perbandingan perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.

(2). Menanggapi: Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru tentang perbandingan senilai.

(3). Menilai: Siswa melengkapi jawaban temannya yang di tampilkan di depan kelas. (4). Mengelola: Siswa dapat mengubah bilangan persen ke bentuk decimal.

(6)

diberikan guru.

3). Ranah Psikomotorik

Hasil pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti kemampuan motorik dan syaraf. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Tri Anni (2006:7) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil.

Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk rnengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.

2.1.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal :

(7)

1). Faktor Internal :

(1). Faktor Biologis

Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indra, anggota tubuh. Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olahraga serta cukup tidur.

(2). Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Faktor psikologis ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatakan factor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Ketiga, bakat. Bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam satu bidang.

2). Faktor Eksternal :

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya diluar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya. Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu. Faktor – faktor tersebut antara lain

(1). Keadaan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Slameto bahwa :”Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, Negara dan dunia”. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk

(8)

belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar.

Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal ke lembaga-lembaga formal memerlukan kerjasama yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak. Jalan kerjasama yang perlu ditingkatkan, dimana orang tua harus menaruh perhatian yang serius tentang cara belajar anak di rumah. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar.

(2). Keadaan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil pelajaran. (3). Keadaan Lingkungan Masyarakat

Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada.

2.1.1.4 Dimensi Hasil Belajar

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar kognitif digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru yang diiringi dengan perubahan nilai belajar matematika yang lebih baik lagi.

Sejalan dengan hasil belajar, maka dapat diartikan bahwa hasil belajar matematika adalah nilai yang diperoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif

(9)

seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar Matematika.

2.1.1.5Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika di SD merupakan sesuatu yang abstrak, oleh karena itu tugas guru adalah menolong siswa mengembangkan kemampuan intelektualnya sesuai dengan karakteristik siswa. Selain karakteristik, kemampuan berfikir anak pada setiap tahapan berbeda-beda. Kita sebagai guru menyadari bahwa setiap anak merupakan individu yang berbeda pula. Setiap individu akan berbeda dalam hal minat, bakat, kemampuan, kepribadian dan pengalaman.

Guru matematika SD harus melakukan usaha untuk melaksanakan pendidikan terhadap kelompok anak, harus memperhatikan dengan sungguh keadaan dasar anak tersebut. Berbagai strategi dan teori-teori pembelajaran matematika harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi tersebut. Kesesuaian akan memungkinkan keefektifan dan kesesuaian dalam pembelajaran matematika di SD.

Menurut Jean Peaget yang dikutip Diyana Fitriyah (2007) “Kita akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berfikir anak tersebut”. Jean Peaget membagi kemampuan berfikir anak menjadi 4 tahapan yaitu :

1). sensori motor ( 0 – 2 tahun ) 2). operasional awal ( 2 – 7 tahun ) 3). operasional konkret ( 7 – 11 tahun ) 4). operasional format ( 11 tahun ke atas )

Anak usia SD berada pada tahapan berfikir operasional konkret. Pada usia ini anak belum bisa berfikir secara deduktif. Jadi agar pelajaran matematika di SD itu dapat dimengerti oleh para siswa dengan baik, maka seyogyanya mengajarkan sesuatu bahasan harus diberikan kepada siswa yang sudah siap untuk menerimanya.

Menurut Bruner. Bruner yang dikutip Diyana Fitriyah (2007) membagi proses pembelajaran menjadi 3 tahapan yaitu :

1). Tahap enaktif atau tahap kegiatan

Pada tahap ini anak masih dalam gerak reflek dan coba-coba belum harmonis. 2). Tahap ikonik atau gambar bayangan

(10)

Pada tahap ini anak mulai mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental.

3). Tahap simbolik

Pada tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental dalam bentuk simbol. Agar mudah dalam pemahaman dan keberhasilan anak pada pembelajaran matematika di SD maka harus disampaikan secara bertahap dari yang paling mudah ke yang paling rumit.

Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika di SD adalah mempelajari konsep secara bertahap untuk mendapatkan pengertian, hubungan-hubungan, simbol-simbol, kemudian mengaplikasinya ke situasi baru.

2.1.2 Metode Discovery

2.1.2.1 Pengertian Metode Discovery

Salah satu metode mengajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery, hal itu disebabkan karena metode

discovery ini: (a) Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, (b) Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa, (c) Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain, (d) Dengan menggunakan strategi penemuan, anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkannya sendiri, (e) dengan metode penemuan ini juga, anak belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan probela yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan demikian diharapkan metode discovery ini lebih dikenal dan digunakan di dalam berbagai kesempatan proses belajar mengajar yang memungkinkan. Metode

Discovery menurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi.

Metode Discovery merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses,

(11)

mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan ketrampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.

2.1.2.2 Hakekat Metode Discovery

Suryosubroto (2002:193) mengutip pendapat Sund (1975) bahwa discovery

adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong - golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Sedang yang dimaksud dengan prisnsip antara lain ialah: siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Metode Discovery menurut Rohani (2004:39) adalah metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai obyek pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peranan guru hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis, sehingga diharapkan peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru.

Ada lima tahap yang harus ditempuh dalam metode discovery menurut Rohani(2004:39) yaitu: (a) Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik, (b) Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis, (c) Peserta didik mencari informasi , data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis, (d) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi, (e) Aplikasi kesimpulan atau generalisasidalam situasi baru.

(12)

Metode Discovery menurut Roestiyah (2001:20) adalah metode mengajar mempergunakan teknik penemuan. Metode discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Pada metode discovery, situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan pembelajaran menggunakan metode discovery, maka cara mengajar melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

Penggunaan metode discovery ini guru berusaha untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga metode discovery menurut Roestiyah (2001:20) memiliki keunggulan sebagai berikut: (a) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta panguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/ pengenalan siswa, (b) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi / individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut, (c) Dapat meningkatkan kegairahan belajar para siswa.

2.1.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Metode Discovery

Dalam penggunaan metode discovery ini diusahakan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Maka teknik ini memiliki keuntungan sebagai berikut :

1). Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.

2). Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.

3). Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengankernampuannya masing-masing.

4). Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

(13)

5). Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

2.1.2.4 Dimensi Metode Discovery

Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Walalupun demikian baiknya, teknik ini toh masih ada pula kelemahan yang perlu diperhatikan ialah :

1). Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik. 2). Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil.

3). Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan.

4). Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.

5). Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara kreatif.

2.1.2.5 Kelebihan dan Kelemahan Metode Discovery 1). Kelebihan Metode Discovery

Metode discovery memiliki kebaikan-kebaikan seperti diungkapkan oleh Suryosubroto (2002:200) yaitu:

(1) Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu,

(2) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi dan transfer,

(3) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan,

(4) metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri,

(14)

(5) metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus,

(6) Metode discovery dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan,

(7) Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada siswa dan guru berpartisispasi sebagai sesame dalam situasi penemuan yang jawaban nya belum diketahui sebelumnya,

(8) Membantu perkembangan siswa menuju skeptisssisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.

2). Kelemahan Metode Discovery

Kelemahan metode discovery menurut Suryosubroto (2002:2001) adalah:

(1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subyek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain,

(2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.

(3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudahy biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional,

(4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan. Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan,

(5) dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin tidak ada,

(15)

(6) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.

2.1.2.6 Langkah – Langkah Pembelajaran Metode Discovery

Menurut Soli Abimanyu (2008 : 7.12) Pembelajaran dengan menggunakan metode

discovery (penemuan) dapat ditempuh dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut : 1. Kegiatan Persiapan :

a. Mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa b. Merumuskan tujuan pembelajaran

c. Menyiapkan problem yang akan dipecahkan dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan tentang konsep atau prinsip yang akan ditemukan

d. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan 2. Kegiatan Pelaksanaan Penemuan :

(1) Kegiatan Pembukaan :

a. Melakukan apersepsi yaitu mengajukan pertanyaan mengenai materi pelajaran yang telah diajarkan.

b. Memotivasi siswa dengan cerita pendek yang ada kaitannya dengan materi yang diajarkan.

c. Mengemukakan tujuan pembelajaran dan kegiatan/tugas yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran itu.

(2) Kegiatan Inti

a. Mengemukakan problema yang akan dicari jawabnya melalui kegiatan penemuan b. Diskusi pengarahan tentang pelaksanaan penemuan/pemecahan problema yang telah ditetapkan

c. Pelaksanaan penemuan berupa kegiatan menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan

d. Membantu siswa dengan informasi atau data, jika diperlukan siswa e. Membantu siswa melakukan analisis data hasil temuan, jika diperlukan f. Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa

(16)

h. Memberi kesempatan siswa melaporkan hasil penemuannya (3). Kegiatan Penutup :

a. Meminta siswa membuat rangkuman hasil penemuannya b. Melakukan evaluasi hasil dari proses penemuan

c. Melakukan tindak lanjut yaitu melakukan perbaikan dan pengayaan .

2.1.3 Lembar Kerja Siswa ( LKS ) 2.1.3.1 Pengertian Lembar Kerja Siswa

“LKS” merupakan lembar kerja bagi siswa baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kokurikuler untuk mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran yang didapat (Azhar, 1993 : 78). LKS (lembar kerja siswa) adalah materi ajar yang dikemas secara integrasi sehingga memungkinkan siswa mempelajari materi tersebut secara mandiri

LKS merupakan salah satu sarana untuk membantu dan mempermudah dalam kegiatan belajar mengajar sehingga akan terbentuk interaksi yang efektif antara siswa dengan guru, sehingga dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam peningkatan prestasi belajar. Dalam lembar kerja siswa (LKS) siswa akan mendapatkan uraian materi, tugas, dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diberikan.

2.1.3.2 Hakekat Lembar Kerja Siswa

Dengan menggunakan LKS dalam pengajaran akan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian guru bertanggung jawab penuh dalam memantau siswa dalam proses belajar mengajar.

Penggunaan LKS sebagai alat bantu pengajaran akan dapat mengaktifkan siswa. Dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Tim Instruktur Pemantapan Kerja Guru (PKG) dalam Sudiati (2003 : 11), menyatakan secara tegas “salah satu cara membuat siswa aktif adalah dengan menggunakan LKS”.

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran kertas yang intinya berisi informasi dan instruksi dari guru kepada siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu kegiatan belajar melalui praktek atau mengerjakan tugas dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan untuk mencapai tujuan pengajaran”.

(17)

2.1.3.3 Dimensi Lembar Kerja Siswa

Azhar (1993) : 78) mengatakan bahwa “LKS dibuat bertujuan untuk menuntun siswa akan berbagai kegiatan yang perlu diberikan serta mempertimbangkan proses berpikir yang akan ditumbuhkan pada diri siswa. LKS mempunyai fungsi sebagai urutan kerja yang diberikan dalam kegiatan baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler terhadap pemahaman materi yang telah diberikan”.

Tujuan Lembar Kerja Siswa (LKS), antara lain:

1). Sebagai alternatif guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu.

2). Dapat mempercepat proses belajar mengajar dan hemat waktu mengajar. 3). Dapat mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas karena siswa dapat menggunakan alat bantu secara bergantian.

4). Melatih siswa berfikir lebih mantap dalam kegiatan belajar mengajar.

5). Memperbaiki minat siswa untuk belajar, misalnya guru membuat LKS lebih sistematis, berwarna serta bergambar untuk menarik perhatian dalam mempelajari LKS tersebut.

2.1.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Lembar Kerja Siswa

Menurut Hamalik (1986) Lembar Kerja Siswa memiliki keunggulan dan tujuan sebagai berikut:

1). Merangsang anak didik aktif belajar, baik ketika dekat dengan guru maupun jauh dari guru di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

2). Membina kebiasaan peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi.

3). Menbuat peserta didik bergairah belajar karena dapat dilakukan dengan bervariasi.. 4). Pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar, eksperimen, atau pendidikan yang banyak berhubungan dengan hidup metemaka dapat lebih mudah dan lama diingat. 5). Mengembangkan strategi kognitif para siswa yaitu dengan pemecahan masalah yang dilakukan.

Lebih lanjut, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Lembar Kerja Siswa adalah:

1). Pertimbangkanlah tujuan yang dirumuskan dalam standar isi.

(18)

sampai mereka benarbenar memahami apa yang harus mereka kerjakan. 3). Sesuaikan kadar kesukaran dengan kemampuan siswa.

4). Tidak ada salahnya bila guru memberitahukan tentang bahan-bahan rujukan yang dapat dijadikan acuan bagi siswa.

5). Pikirkan waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan tugas, janngan terlalu singkat atau sebaliknya (Hamalik,1986).

2.1.3.5 Langkah-Langkah Penggunaan Lembar Kerja Siswa

Urutan kerja yang diberikan dalam kegiatan Lembar Kerja Siswa menurut Hamalik (1986) adalah sebagai berikut.

1).Melakukan analisis kurikulum; standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pembelajaran.

2). Menyusun peta kebutuhan Lembar Kerja Siswa 3). Menentukan judul Lembar Kerja Siswa

4). Menulis Lembar Kerja Siswa 5). Menentukan alat penilaian

2.1.4 Langkah – Langkah Pembelajaran Metode Discovery berbantukan Lembar Kerja Siswa.

Langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode discovery berbantukan lembar kerja siswa adalah penggabungan dari langkah-langkah metode discovery menurut Soli Abimanyu (2008 : 7.12)dan langkah-langkah penggunaan lembar kerja siswa menurut Hamalik (1986). Adapun cara kerja langkah-langkah metode discovery berbantukan lembar kerja siswa adalah sebagai berikut.

1). Perencanaan Sebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan persiapan. Kegiatan pada tahap ini adalah :

(1).Melakukan analisis kurikulum; standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pembelajaran.

(2). Mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa (3). Merumuskan tujuan pembelajaran

(4). Menyusun peta kebutuhan Lembar Kerja Siswa

(5). Menyiapkan problem yang akan dipecahkan dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan tentang konsep atau prinsip yang akan ditemukan

(19)

(6). Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan 2). Pelaksanaan Tindakan

Pembukaan :

(1). Melakukan apersepsi yaitu mengajukan pertanyaan mengenai materi pelajaran yang telah diajarkan.

(2). Memotivasi siswa dengan cerita pendek yang ada kaitannya dengan materi yang diajarkan.

(3). Mengemukakan tujuan pembelajaran dan kegiatan/tugas yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran itu.

Pelaksanaan :

(1)). Menentukan judul Lembar Kerja Siswa (eksplorasi)

(2). Mengemukakan problema yang akan dicari jawabnya melalui kegiatan penemuan (eksplorasi)

(3). Menulis Lembar Kerja Siswa (elaborasi)

(4). Diskusi pengarahan tentang pelaksanaan penemuan/pemecahan problema yang telah ditetapkan (elaborasi)

(5). Pelaksanaan penemuan berupa kegiatan menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan lewat Lembar Kerja Siswa (elaborasi)

(6). Membantu siswa dengan informasi atau data, jika diperlukan siswa (elaborasi) (7). Membantu siswa melakukan analisis data hasil temuan, jika diperlukan (elaborasi) (8). Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa (elaborasi)

(9). Memuji siswa yang giat dalam melaksanakan penemuan (konfirmasi) (10). Memberi kesempatan siswa melaporkan hasil penemuannya (konfirmasi) (11). Menentukan alat penilaian (konfirmasi)

Penutup :

(1). Siswa di bawah bimbingan guru membuat kesimpulan/rangkuman materi. (2). Siswa mengerjakan evaluasi.

(3). Penilaian hasil evaluasi

(4). Guru memberikan tindak lanjut yang sesuai dengan hasil evaluasi. (5). Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

(20)

2.2. Penelitian Yang Relevan

Menurut Retno Dwi Astuti (2007) dalam penerapan model discovery pada mata pelajaran IPS untuk meningkatkan motivasi, aktivitas, dan hasil belajar siswa kelas 4 SDN Oro-Oro Dowo Kecamatan Klojen kota Malang, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Discovery pada pembelajaran IPS telah berhasil meningkatkan motivasi, aktivitas dan hasil belajar siswa kelas 4 SDN Oro-Oro Dowo. Hal ini dilihat dari perolehan observasi tentang motivasi dan aktivitas siswa serta rata-rata postes yang terus meningkat. Berdasarkan hasil observasi, motivasi siswa mengalami peningkatan pada siklus II. Begitu juga dengan aktivitas siswa, yang paling tampak yaitu sebagian besar siswa sudah berani bertanya/menjawab serta melaporkan hasil diskusi. Hasil belajar siswa terus meningkat mulai dari rata-rata sebelumnya (63,55) mengalami peningkatan pada siklus I dengan rata-rata kelas sebesar (74,48) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya yaitu (55,17%) meningkat pada siklus II dengan rata-rata kelasnya sebesar (83,21) dan prosentase ketuntasan belajar kelasnya sebesar (82,76%). Disarankan untuk penelitian selanjutnya hendaknya dapat memperbaiki kelemahan- kelemahan yang ada sehingga pembelajaran diharapkan berjalan seoptimal mungkin.

Menurut Diyana Fitriyah (2007) dalam pembelajaran matematika realistic berbasis

discovery untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan luas bangun datar siswa kelas 3 SDN Kalisat 1 Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan tahun pelajaran 2007/2008, hasil penelitian ditemukan bahwa sebelum pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Discovery diperoleh hasil belajar siswa pada pokok bahasan Luas Bangun Datar di kelas 3 dengan rata-rata 30 dengan jumlah siswa yang mendapat nilai kurang dari 75 sebanyak 19 siswa (100%). Hasil penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Discovery dapat dikemukakan sebagai berikut; a). Siklus I; rata-rata nilai post tes siswa adalah 78,1 dimana 15 siswa (83,3%) mendapat nilai di atas rata-rata dan mengalami ketuntasan belajar individu yaitu 75. Sedangkan siswa di bawah rata-rata sejumlah 3 siswa (16,7 %) dan belum mengalami ketuntasan belajar. b). Siklus II;. Dari 19 siswa yang mendapat nilai antara 75-100 sebanyak 19 siswa (100 %) dan yang mendapat nilai di bawah 60 tidak ada atau 0 % dengan rata rata kelas sebesar 94.2 %. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

(21)

Berbasis Discovery sudah berhasil dengan persentase banyaknya siswa yang tuntas belajar 89,5 %, sedangkan prosentase banyaknya siswa yang belum tuntas belajar 10,5 %.

Dari hasil ke dua penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode discovery dalam pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar yang ingin dicapai. Oleh karena itu disarankan agar guru selalu menggunakan metode discovery pada setiap pembelajaran.

2.3. Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian pustaka tersebut di atas, maka dapat diambil pokok-pokok pikiran sebagai berikut : Bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah mempelajari setiap konsp secara bertahap untuk mendapatka pengertian kemudian mengaplikasikannya konsep-konsep ke situasi yang nyata. Oleh karena itu diperlukan suatu pembelajaran yang melibatkan anak secara aktif, kreatif, dan inovatif. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan sekaligus hasil belajar siswa kelas 6 SDN 1 Katekan adalah melalui penggunaan metode Discovery berbantukan lembar kerja siswa. Karena melalui penggunaan metode ini anak akan semakin besar dan senang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga makin besar pula baginya untuk mengalami proses belajar.

Dalam proses belajar penemuan, pembelajar tidak hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri, pengendalian diri, tanggungjawab, dan komunikasi sosial secara terpadu. Melalui penggunaan metode

Discovery ini pembelajar dimotivasi untuk aktif berpikir, melibatkan diri dalam kegiatan dan mampu menyelesaikan tugas sendiri. Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas 6 SD Negeri 1 Katekan semester gasal tahun pelajaran 2013 / 2014 yang ingin dicapai.

Adapun kerangka berfikir penggunaan metode discovery berbantukan lembar kerja siswa dijabarkan sebagai berikut :

(22)

BAGAN KERANGKA BERFIKIR

Gambar 2.1

Bagan kerangka berfikir penggunaan metode discovery berbantukan lembar kerja siswa

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka pikir, maka diduga

dengan menggunakan metode discovery berbantukan lembar kerja siswa dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas 6 SD Negeri 1 Katekan Kecamatan Brati Kabupaten Grobogan, semester gasal tahun pelajaran 2013 / 2014.

(1). Menentukan judul Lembar Kerja Siswa (2). Mengemukakan problema yang akan dicari jawabnya melalui kegiatan penemuan (3). Menulis Lembar Kerja Siswa

(4). Diskusi pengarahan tentang pelaksanaan penemuan/pemecahan problema yang telah ditetapkan

(5). Pelaksanaan penemuan berupa kegiatan menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan lewat Lembar Kerja Siswa (6). Membantu siswa dengan informasi atau data, jika diperlukan siswa

(7). Membantu siswa melakukan analisis data hasil temuan, jika diperlukan

(8). Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa

(9). Memuji siswa yang giat dalam melaksanakan penemuan

(10). Memberi kesempatan siswa melaporkan hasil penemuannya

(11). Menentukan alat penilaian

Diduga melalui penerapan Metode Discovery berbantukan Lembar Kerja Siswa dapat meningkatkan Hasil belajar Matematika pokok bahasan melakukan operasi hitung pecahan dalam pemecahan masalah

( pencapaian KKM terpenuhi )

Hasil belajar matematika rendah Pembelajaran menggunakan

metode yang tak sesuai karakter siswa

Diberikan metode discovery berbantukan lembar Kerja Siswa

1.Menbuat peserta didik bergairah belajar karena dapat dilakukan dengan bervariasi. 2. Mengembangkan strategi kognitif para siswa yaitu dengan pemecahan masalah yang dilakukan. 3.Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan Kondisi Awal

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga saat suatu gambar atau tulisan yang memiliki hyperlink di klik, maka akan menuju ke sumber lain sesuai alamat tujuan dari link tersebut.. Bagaimana cara memberi label

Layanan penyelidikan pelanggaran pegawai pada Polri yang dituangkan dalam komponen kegiatan Dukungan Operasional dan Pertahanan Keamanan (003). e) Penegakkan tata

Putar tombol pemutar searah jarum jam (atau berlawanan arah jaruh jam untuk model dengan dial sub-detik) hingga Anda memperoleh waktu yang tepat... Putar keluar tombol pemutar

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian alkohol (vodka) terhadap gerak motorik mencit (  Mus musculus).. 8

Pollen dan madu juga mengandung unsur-unsur makanan yang luar biasa walaupun kadarnya kecil, sehingga bisa digunakan sebagai tonik alami diantaranya vitamin B 1 ,

Dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.97 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Amino Gondohutomo dan

Senyawa yang diisolasi dari tumbuhan terpilih Michelia champaca L., yaitu liriodenin memiliki aktivitas inhibitor topoisomerase I dan II yang merupakan salah satu

Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya satu jenis sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas cukup,