• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENDAHULUAN

Beberapa penelitian sistem pemadam kebakaran telah banyak diuraikan oleh para peneliti baik nasional maupun international dan juga tentang regulasinya (Alan Johston, 2011). Mengutamakan betapa pentingnya akan kebutuhan air hydrant agar pemadam kebakaran dapat berfungsi dan mencapai hasil optimal (Global Asset Protection Servises LLC, 2015), mengutamakan perhitungan system automatic sprinkler dengan seksama seperti perhitungan hydraulic yaitu density based minimum flow, Q dari sprinkler (Flenging, 2007).

Dalam tugas akhir ini penulis menganalisa dan menghitung perencanaan sistem intalasi pemipaan fire fighting proyek XX. Disini penulis melakukan penganalisaan dan perhitungan system fire sprinkler yaitu menentukan faktor k (the discharge coefficient of the sprinkler k-faktor) tekanan dan aliran fluida yang diperlukan dari sprinkler pertama. Selanjutnya dengan menggunakan formula presure loss dari Hazen-Williams untuk menghitung pressure drop pipa diantara spingkler, juga dilakukan perhitungan kebutuhan air dengan mengacu pada Azas Bernoulli dari Teori Continuitas

Evaluasi dan validasi hasil penganalisaan dan perhitungan dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan National Fire Protection Association (NFPA).

(2)

2.2 TEORI FLUIDA

Fluida merupakan suatu zat yang dalam keadaan setimbang tak dapat menahan gaya teganggan geser (shear force). Definisi dari fluida adalah zat yang dapat mengalir yang mempunya partikel yang mudah bergerak dan berubah bentuk tanpa pemisahan massa (Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2007. p.141). Ketahanan fluida terhadap perubahan bentuk sangat kecil sehingga fluida dapat dengan mudah mengikuti ruang.

Berdasarkan wujudnya, fluida dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

 Fluida gas, merupakan fluida dengan partikel yang renggang dimana gaya tarik antara molekul sejenis relatif lemah dan sangat ringan sehingga dapat melayang dengan bebas serta volumenya tidak menentu.

 Fluida cair, merupakan fluida dengan partikel yang rapat dimana gaya tarik molekul sejenisnya sangat kuat dan mempunyai permukaan bebas serta cenderung untuk memepertahankan volumenya.

Untuk memahami segala hal tentang aliran fluida maka terlebih dahulu harus mengetahui beberapa sifat dasar fluida.

2.2.1 Berat Jenis

Berat jenis (specific weight) dari suatu fluida, dilambangkan dengan 𝛾 (gamma), didefinisikan sebagai berat tiap satuan volume. Dirumuskan sebagai berikut :

(2.1) Dimana : 𝛾 = berat jenis (N/m3) W = berat (N) m = massa (kg) ∀ = volume (m3)

= kerapatan zat (kg/m3) g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2

g

g

mg

W

(3)

2.2.2 Kerapatan

Kerapatan suatu fluida didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume pada suatu temperatur dan tekanan tertentu (Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2007. p.142). Kerapatan dinyatakan dengan 𝜌 (rho) dan dirumuskan sebagai berikut :

(2.2) Dimana :

𝜌 = kerapatan (kg/m3)

m = massa (kg) ∀ = volume (m3)

Kerapatan fluida bervariasi tergantung jenis fluidanya. Untuk fluida gas, perubahan temperatur dan tekanan sangat mempengaruhi kerapatan gas. Untuk fluida cairan pengaruh keduanya adalah kecil. Jika kerapatan fluida tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur maupun tekanan dinamakan fluida incompresible atau fluida tak mampu mampat.

2.2.3 Kerapatan Relatif

Kerapatan relatif merupakan perbandingan antara kerapatan fluida tertentu terhadap kerapatan fluida standard, biasanya air pada 4˚C (untuk cairan) dan udara (untuk gas). Kerapatan relatif (spesific gravity disingkat SG) adalah besaran murni tanpa dimensi maupun satuan, dinyatakan pada persamaan sebagai berikut :

Untuk fluida gas: 𝑆𝐺𝑔𝑎𝑠= 𝜌𝑔𝑎𝑠

𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎=

𝜌𝑔𝑎𝑠

1205 𝑘𝑔/𝑚3 (2.3)

Untuk fluida cairan : 𝑆𝐺𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 = 𝜌𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛𝜌 𝑎𝑖𝑟 = 𝜌𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 1000 𝑘𝑔/𝑚3 (2.4) Dimana : 𝑆𝐺 = Spesific gravity    m volume massa

(4)

2.2.4 Tekanan

Tekanan didefinisikan sebagai besarnya gaya (F) tiap satuan luas bidang yang dikenainya (A). Apabila suatu zat (padat, cair, dan gas) menerima gaya yang bekerja secara tegak lurus terhadap luas permukaan zat tersebut (Saripudin, Rustiawan, & Suganda, 2007, p.143), maka dapat dirumuskan :

(2.5) Dimana :

P = tekanan (N/m2)

F = Gaya (N)

A = Luas Penampang (m2)

Satuan SI (Satuan Internasional) untuk tekanan adalah Pa (Pascal) turunan dari Newton/m2. Dalam teknik memang lebih banyak digunakan satuan tekanan lain seperti

psi (pound per square inch), bar, atm, kgf/m2 atau dalam ketinggian kolom zat cair

seperti cmHg.

Apabila suatu titik (benda) berada pada kedalaman h tertentu di bawah permukaan cairan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1, maka berat benda membuat cairan tersebut mengeluarkan tekanan. Tekanan yang dipengaruhi oleh kedalaman zat cair ini disebut dengan tekanan hidrostatis. Tekanan ini terjadi karena adanya berat air yang membuat cairan tersebut mengeluarkan tekanan.

Gambar 2.1 Tekanan pada kedalaman h dalam cairan (Sumber: Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2007) A

F P

(5)

Gaya yang bekerja pada luasan tersebut adalah F = mg = ρAhg, dengan Ah adalah volume benda tersebut, ρ adalah kerapatan cairan (diasumsikan konstan), dan g adalah percepatan gravitasi (Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2007, p.143). Kemudian tekanan hidrostatis Ph adalah

(2.5) Dimana : 𝑃 = Tekanan hidrostatis (N/m2) m = Massa (kg) g = Percepatan gravitasi ( m/s2) h = Kedalaman (m) 𝜌 = Kerapatan/densitas (kg/m3)

Pemahaman tekanan hidrostatis dengan melakukan percobaan yang menggunakan kaleng bekas tanpa tutup yang diberi lubang berbeda pada ketinggian, tetapi terletak pada satu garis vertikal, maka seluruh lubang akan memancarkan air. Tetapi, masing-masing lubang memancarkan air dengan jarak yang berbeda. Lubang paling dasarlah yang memancarkan air paling deras. Jadi, gaya gravitasi menyebabkan zat cair dalam wadah selalu tertarik kebawah. Semakin tinggi zat cair dalam wadah, maka akan semakin besar tekanan zat cair itu, sehingga makin besar juga tekanan zat cair pada dasar wadahnya.

Tekanan Gauge adalah selisih antara tekanan yang tidak diketahui dengan tekanan atmosfer (tekanan udara luar). Nilai tekanan yang diukur oleh alat pengukur tekanan adalah tekanan gauge. Adapun tekanan sesungguhnya disebut dengan tekanan mutlak.

𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 = 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑢𝑔𝑒 + 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑚𝑜𝑠𝑓𝑒𝑟

𝑃 = 𝑃𝑔𝑎𝑢𝑔𝑒 + 𝑃𝑎𝑡𝑚 (2.6)

Dimana :

P = Tekanan (Pa)

𝑃𝑔𝑎𝑢𝑔𝑒 = Tekanan gauge (Pa) 𝑃𝑎𝑡𝑚 = Tekanan Atmosfer (Pa)

gh A Ahg A mg Ph

 

(6)

Alat ukur tekanan dan beberapa jenis alat lainnya telah diciptakan untuk mengukur tekanan, diantaranya yang paling sederhana adalah manometer tabung terbuka, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2. Manometer tersebut digunakan untuk mengukur tekanan yang terdiri dari sebuah tabung yang berbentuk U yang berisi cairan, umumnya mercury (air raksa) atau air.

Gambar 2.2 Monometer U

(Sumber: Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2007)

2.2.5 Temperatur

Temperatur berkaitan dengan tingkat energi internal dari suatu fluida. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi temperatur benda tersebut. Temperatur diukur dengan alat termometer. Empat macam termometer yang paling dikenal adalah Celsius, Reamur, Fahrenheit dan Kelvin.

2.3 PERSAMAAN KONTINUITAS

Persamaan kontinuitas adalah persamaan yang menghubungkan kecepatan fluida dalam dari suatu tempat ke tempat lain. Fluida yang mengalir melalui suatu penampang saluran akan selalu memenuhi hukum kontinuitas yaitu laju massa fluida yang masuk 𝑚̇1 akan

(7)

selalu sama dengan laju massa fluida yang keluar 𝑚̇2 (Saripudin, Rustiawan, &

Suganda, 2007, p.159), persamaan kontinuitas adalah sebagai berikut : 𝑚1 ̇ = 𝑚̇2

(𝜌𝐴1𝑉1) = (𝜌𝐴2𝑉2) (2.10)

Untuk fluida inkompresibel : 𝜌 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 Sehingga,

(𝐴𝑉)1 = (𝐴𝑉)2 (2.11)

𝑄1 = 𝑄2

Dimana :

𝑚̇ = laju massa fluida (kg/s) 𝑄 = debit aliran (m3/s)

𝜌 = Kerapatan/densitas (kg/m3)

𝑉 = kecepatan aliran fluida (m/s) 𝐴 = luas penampang dalam pipa (m2)

Gambar 2.3 Penampang saluran silinder membuktikan persamaan kontinuitas (Sumber: Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2007)

2.4 PERSAMAAN DASAR BERNOULLI

Fluida tak termampatkan (inkompresible) yang mengalir melalui suatu penampang sebuah pipa dan saluran apabila aliran bersifat tunak (steady state) dan tanpa gesekan (insviscid) akan memenuhi hukum yang dirumuskan oleh Bernoulli. Perumusan tersebut dapat dijabarkan dari persamaan energi pada aliran fluida melalui sebuah penampang pipa silinder penampang pipa silinder sebagai berikut :

(8)

Energi masuk = Energi keluar (𝐸𝑝+ 𝐸𝑘+ 𝑃∀)1 = (𝐸𝑝+ 𝐸𝑘+ 𝑃∀)2 (2.12) Dimana : Ep = Energi potensial (J) Ek = Energi kinetik (J) 𝑃∀ = Energi Tekanan (J) Kemudian dapat dijabarkan menjadi :

(𝑚𝑔ℎ + 𝑚𝑉22+ 𝑃∀)

1 = (𝑚𝑔ℎ + 𝑚𝑉2

2 + 𝑃∀)2 (2.13)

Dibagi dengan “m” menjadi bentuk energi spesifik Y (J/kg) : (𝑔ℎ + 𝑉22+ 𝑃∀𝑚) 1 = (𝑔ℎ + 𝑉2 2 + 𝑃∀ 𝑚)2 (2.14) dengan 𝑚∀ = 1𝜌 (𝑔ℎ + 𝑉22+ 𝑃𝜌) 1= (𝑔ℎ + 𝑉2 2 + 𝑃 𝜌)2 (2.15)

Dibagi dengan “g” menjadi bentuk persamaan “head” (m): (ℎ + 2𝑔𝑉2+ 𝑃𝛾) 1 = (ℎ + 𝑉2 2𝑔+ 𝑃 𝛾)2 (2.16)

Gambar 2.4 Profil saluran Bernoulli

(9)

Apabila penampang pipa diatas bukan permukaan sempurna sehingga terjadi gesekan antara aliran fluida dengan permukaan pipa maka persamaan energi menjadi :

(ℎ + 𝑉2𝑔2+ 𝑃𝛾) 1 = (ℎ + 𝑉2 2𝑔+ 𝑃 𝛾)2+ ℎ𝑙 (2.17)

𝑙 = kerugian aliran karena gesekan (friction)

Apabila pada penampang saluran ditambahkan energi seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.4 maka pompa akan memberikan energi tambahan pada aliran fluida sebesar H, persamaan menjadi :

(ℎ + 𝑉2𝑔2+ 𝑃𝛾) 1+ 𝐻 = (ℎ + 𝑉2 2𝑔+ 𝑃 𝛾)2+ ℎ𝑙 (2.18) dimana : H = Hpompa

Gambar 2.5 Perubahan energi pada pompa (Sumber: Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2007)

2.5 SISTEM SPRINKLER OTOMATIS

Sistem sprinkler adalah suatu sistem yang bekerja secara otomatis dengan memancarkan air bertekanan ke segala arah untuk memadamkan kebakaran atau setidak-tidaknya mencegah meluasnya kebakaran (NFPA 13, 1999). Instalasi sprinkler ini dipasang secara tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di tempat mula terjadi kebakaran.

Sistem sprinkler secara otomatis dianggap cara yang paling efektif dan ekonomis untuk manerapkan air bagi pemadaman api. Sistem sprinkler ini akan bekerja bila segelnya pecah akibat adanya panas dari api kebakaran. Sistem sprinkler terdiri dari beberapa jenis, yaitu (NFPA 13,1999):

(10)

1. Sistem basah (wet pipe system)

Sistem sprinkler basah bekerja secara otomatis terhubung dengan sistem pipa yang berisi air. Peralatan yang digunakan pada sistem sprinkler jenis ini terdiri dari sumber air, bak penampungan, kepala sprinkler, tangki tekanan dan pipa air dimana dalam keadaan normal, seluruh jalur pipa penuh dengan air. Sistem ini paling sedikit menimbulkan masalah.

2. Sistem kering (dry pipe system)

Sistem sprinkler kering merupakan suatu instalasi sprinkler otomatis yang disambungkan dengan sistem perpipaannya yang mengandung udara atau nitrogen bertekanan. Pelepasan udara tersebut akibat adanya panas mengakibatkan api bertekanan membuka dry pipe valve.

3. Sistem curah (deluge system)

Sistem curah biasanya untuk proteksi kebakaran pada trafo-trafo pembangkit tenaga listrik atau gudang-gudang bahan kimia tertentu. Sistem ini menyediakan air secara cepat untuk seluruh area dengan memakai kepala sprinkler terbuka yang dihubungkan ke suplai air melalui satu valve. Valve ini dibuka dengan cara mengoperasikan sistem deteksi yang dipasang di area yang sama dengan sprinkler. Ketika valve dibuka air akan mengalir ke dalam sistem pepipaan dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler yang ada. 4. Sistem pra aksi (preaction system)

Komponen sistem pra aksi memiliki alat deteksi dan katup kendali tertutup, instalasi perpipaan kosong berisi udara biasa (tidak bertekanan) dan seluruh kepala sprinkler tertutup. Valve untuk persediaan air dibuka oleh suatu sistem operasi detector otomatis yang dengan segera mengalirkan air dalam pipa. Penggerak sistem deteksi membuka katup yang membuat air dapat mengalir ke sistem pipa sprinkler dan air akan dikeluarkan melalui beberapa sprinkler yang terbuka. Kepekaan alat deteksi pada sistem pra aksi ini diatur berbeda dan akan lebih peka, maka dari itu disebut sistem pra aksi karena ada aksi pendahuluan sebelum kepala sprinkler pecah.

(11)

5. Sistem kombinasi (combined system)

Sistem sprinkler kombinasi bekerja secara otomatis dan terhubung dengan sistem yang mengandung air di bawah tekanan yang dilengkapi dengan sistem deteksi yang terhubung pada satu area dengan sprinkler. Sistem operasi deteksi menemukan sesuatu yang janggal yag dapat membuka pipa kering tanpa adanya kekurangan tekanan air di dalam sistem tersebut.

2.6 ANALISA SPRINKLER OTOMATIS

Sebelum penulis menganalisa secara keseluruhan sistem pemadam kebakaran fire fighting ini terlebih dahulu penulis mengkaji sistem sprinkler sederhana pada 3 batang pipa dengan 3 head sprinkler dengan metoda “Step By Step” seperti terlihat pada sistem sprinkler gambar 2.6 panjang l dan diamter pipa Ø masing-masing. Serta posisi sprinkler head masing-masing diperlihatkan pada gambar 2.6 Pada posisi gambar diambil posisi area 1 yang penulis asumsikan sebagai area yang sangat terpencil (Most Remote Area), sedangkan posisi sprinkler n terletak di ujung pipa yang sangat terpencil (Most Remote Head) atau penulis definisikan sebgai MRH.

Gambar 2.6 Sistem Sprinkler (Sumber: Johston.A, 2011)

Bila design density dan head area (area per sprinkler) telah diketahui mengacu pada NFPA 13. Maka kecepatan aliran fluida yang dibutuhkan di posisi MRH node n dapat dihitung dengan persamaan seperti dibawah ini:

𝑞 = (𝑑𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦)𝑥 (𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑝𝑟𝑖𝑛𝑘𝑙𝑒𝑟)

(12)

Dimana:

𝑞 = Kecepatan aliaran fluida / debit aliran (liter/menit) 𝜌𝐷 = design density (mm/min)

𝐴𝑠 = head area (area per sprinkler) (m2)

Selanjutnya hasil perhitungan kecepatan aliran fluida pada persamaan 2.19 diatas penulis bandingkan dengan kebutuhan kecepatan minimum aliran fluida hasil perhitungan dengan menggunakan K faktor dan minimum pressure head pada persamaan 2.20 seperti dibawah ini.

𝑞 = 𝑘𝜌0.5 (2.20)

Dimana:

𝑞 = Kecepatan aliaran fluida / debit aliran (liter/menit) k = k-factor koefisien discharge sprinkler

𝜌 = tekanan yang dibutuhkan atau required pressure (N/m2)

Hasil perhitungan dari persamaan 2.19 dan persamaan 2.20 penulis ambil dimana dari kedua persamaan tersebut mempunyai hasil nilai yang tertinggi. Bagaimanapun asumsi tekanan p (required pressure) pada persamaan 2.20 diatas masih perlu dikaji ulang lagi dengan membandingkan hasil dari persamaan 2.21 dibawah ini:

𝑝 = ( 𝑞𝑘)2 (2.21)

Dimana:

𝑞 = kecepatan aliran fluida dengan nilai tertinggi dari kajian pers. 2.19 dan 2.20 (l/min)

k = k-faktor koefisien discharge sprinkler

Dengan didapatkannya hasil perhitungan aliran minimum pressure dan aliran (flow) di posisi sprinkler head MRH head n, maka perlu dikaji atau dihitung pressure drop dalam pipa antara node (n) dan node (n-1), dengan menggunakan persamaan pressure loss Hazen-Williams seperti yang tertulis dibawah ini:

𝑝 = 6.05 (𝑐1.85𝑄1.854.87) 𝑥 105𝑥𝐿 (2.22)

(13)

𝑝 = Kehilangan tekanan dalam 10-3 bar/m panjang pipa.

𝑄 = kecepatan aliran fluida dengan nilai tertinggi dari persamaan 2.19 dan 2.20 (liter/min)

Ø = diameter pipa (mm) C = koefisien friction loss

Tabel 2.1 Hazen williams C values (NFPA 14,1999)

Pipe or Tube C Value

Unlined cast or ductile iron 100 Black steel (dry systems including preaction) 100 Black steel (wet systems including deluge) 120

Galvanized (all) 120

Plastic (listed) all 150

Cement-lined cast or ductile iron 140 Copper tube or stainless steel 150

Asbestos cement 140

Concrete 140

Tabel 2.2 Equivalent panjang pipa for C=120 (NFPA 14,1999)

Dengan menambahkan pressure loss pipa (persamaan 2.22) dengan tekanan dari sprinkler head pada node n persamaan 2.21 maka dapat ditentukan tekanan pada node n-1.

Langkah berikutnya adalah menetukan aliran dari sprinkler head pada node (n-1), untuk melakukan hal ini penulis menggunakan rumus K-faktor yang diturunkan dari persamaan 2.21 sebagai berikut:

𝑞 = 𝑘𝜌0.5 (2.23)

Semua format perhitungan dari MRH node (n) sampai dengan aliran fluida dalam pipa antara node (n-1) dan node (n-2) penulis ilustrasikan seperti pada gambar 2.7.

(14)

Gambar 2.7 Ilustrasi format perhitungan sistem sprinkler dari MRH node (n) sampai pipa (n-1)

(Sumber: Johston, 2011)

Dan untuk menghitung pressure di node (n-2) penulis gunakan persamaan 2.22 yang ditambhakan dengan tekanan di node (n-1) seperti yang terilustrasi pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Ilustrasi format perhitungan tekanan di node (n-2) (Sumber: Johston, 2011)

Kemudian aliran (flow) di pipa (n-2) didapat dengan menambahkan hasil hitungan dari persamaan 2.23 dari sprinkler head (n-2) oleh aliran antara node (n-1) dan node (n-2) seperti yang terilustrasi pada gambar 2.9.

(15)

Gambar 2.9 Ilustrasi format perhitungan tekanan dan flow pada pipa antara node (n-2) dan node (n-3)

(Sumber: Johston, 2011)

Step atau langkah terakhir adalah menetukan pressure loss dalam pipa ketiga antara node (n-2) dan node (n-3) yaitu dengan menggunakan pressure loss formula Hazen Williams persamaan 2.22.

Kajian dengan metoda “Step By Step” diatas tersebut dapat disusun sebagai berikut :

1. Hitunglah aliran minimum dari MRH (Most Remote Head) dengan tekanan minimum sprinkler dan k-faktor.

2. Hitunglah aliran minimum pada sistim dengan density design dan head sprinkler area yang diberikan.

3. Jika perhitungan pada langkah 2 didapat dan adalah permintaan aliran tertinggi, kemudian hitunglah head pressure yang diperlukan, jika tidak didapat menggunakan tekanan sprinkler minimum pada langkah 1.

4. Hitunglah pressure loss di pipa.

5. Tambahkan head pressure ke pressure loss pada langkah 4 untuk menentukan tekanan pada sprinkler berikutnya.

6. Gunakan rumus k-faktor untuk menentukan aliran dari head sprinkler.

7. Ulangi langkah 4 sampai 6 sampai tidak ada lagi sprinkler ataupun pipa yang tersisa.

(16)

2.7 DASAR PERENCANAAN 2.7.1 Klasifikasi Sistem

Sistem sprinkler terdiri dari 3 kalsifikasi sesuai dengan klasifikasi hunian bahaya kebakaran (SNI 03-3989-2000), yaitu:

1. Sistem bahaya kebakaran ringan 2. Sistem bahaya kebakaran sedang 3. Sistem bahaya kebakaran berat

Jaringan pipa untuk dua sistem bahaya kebakaran atau lebih yang berbeda boleh dihubungkan pada satu katup kendali dengan ketentuan jumlah kepala sprinkler yang dilayani tidak melampaui jumlah maksimum.

2.7.2 Perhitungan Hidrolik

Perhitungan hidrolik tiap sistem harus direncanakan berdasarkan kepadatan pancaran pada daerah kerja maksimum yang diperkirakan (banyaknya kepala sprinkler yang dianggap bekerja) dibagian hidrolik tertinggi dan terjauh dari gedung yang dilindungi.

2.7.3 Kepadatan Pancaran

Kepadatan pancaran yang direncanakan dan daerah kerja maksimum yang diperkirakan untuk ketiga klasifikasi tersebut diatas tercantum dibawah ini:

a) Sistem bahaya kebakaran ringan

Kepadatan pancaran yang direncanakan 2,23 mm/menit. Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 84 m2.

b) Sistem bahaya kebakaran sedang

Kepadatan pancaran yang direncanakan 5 mm/menit. Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 72-360 m3.

c) Sistem bahaya kebakaran berat

Kepadatan pancaran yang direncanakan 7.5-12.5 mm/men. Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 260 m2.

(17)

2.8 PELETAKAN SISTEM SPRINKLER 2.8.1 Letak Kepala Sprinkler

Jarak antara dinding dan kepala sprinkler dalam hal sistem kebakaran ringan tidak boleh melebihi 2,3 m dan dalam hal sistem bahaya kebakaran sedang atau sistem bahaya kebakaran berat tidak boleh melebihi dari 2 m. Apabila gedung tidak dilengkapi langit-langit, maka jarak kepala sprinkler dan dinding tidak boleh melebihi 1,5 m. Gedung yang mempunyai sisi terbuka, jarak kepala sprinkler sampai sisi terbuka tidak boleh lebih dari 1,5 m (SNI 03-3989-2000).

Gambar 2.10 Penempatan kepala sprinkler (Sumber: SNI 03-3989-2000) 1. Kolom

Pada umumnya kepala sprinkler harus ditempatkan bebas dari kolom. Apabila hal tersebut tidak dapat dihindari dan jarak kepala sprinkler terhadap kolom kurang dai 0,6 m, maka harus ditempatkan sebuah kepala sprinkler tambahan dalam jarak 2 m dari sisi kolom yang berlawanan.

2. Balok

Kepala sprinkler harus ditempatkan dengan jarak sekurang-kurangnya 1,2 m dari balok. Apabila balok mempunyai flens sebelah atas dengan lebar kurang dari 200 mm, maka kepala sprinkler boleh dipasang disebalah atas gelagar dengan catatan bahwa deflektor kepala sprinkler harus berjarak lebih besar dari 150 mm diatas balok.

(18)

Gambar 2.11 Jarak kepala sprinkler terhadap balok (Sumber: SNI 03-3989-2000)

3. Kuda-kuda

Pada umumnya kepala sprinkler harus selalu dipasang pada jarak mendatar sejauh minimum 0,3 m dari balok kuda-luda yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 100 mm, dan minimum 0,6 m apabila balok kuda-kuda yang lebarnya lebih besar dari 100 mm.

Apabila pipa cabang ditempatkan menyilang terhadap balok kuda-kuda, maka kepala sprinkler boleh ditempatkan disebelah atas sumbu valok kuda-kuda yang lebarnya lebih kecil atau sam dengan 200 mm dengan ketentuan bahwa deflektor kepala sprinkler berjarak lebih besar dari 150 mm dari balok kuda-kuda. Apabila pipa cabang dipasang sejajar dengan balok kuda-kuda, maka jarak kepala sprinkler terhadap balok kuda-kuda ditentukan sesuai dengan tabel 2.3

Tabel 2.3 Jarak Kepala sprinkler terhadap balok kuda-kuda

4. Penempatan kepala sprinkler dinding

Penempatan deflektor kepala sprinkler dinding tidak boleh dari 150 mm atau kurang dari 100 mm dari langit-langit. Sumbu kepala sprinkler tidak boleh lebih

(19)

dari 150 mm atau kurang dari 50 mm dari dinding tempat kepala sprinkler dipasang sepanjang dinding.

Sistem bahaya kebakaran ringan 4,6 n. Sistem bahaya kebakaran sedang 2,4 m (langit-langit tidak tahan api), 3,7 m (langit-langit tahan api). Dari ujung dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan 2,3m, sistem bahaya kebakaran sedang 1,8 m.

5. Jumlah deretan kepala sprinkler

 Untuk ruangan yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 3,7 m, cukup dilengkapi dengan sederet sprinkler sepanjang ruangan. Untuk ruangan yang lebarnya antara 3,7 m sampai 7,4 m harus dilengkapi dengan deretan sprinkler.

 Untuk ruangan yang panjangnya lebih dari 9,2 m (bahaya kebakaran ringan) atau lebih dari 7,4 m (bahaya kebakaran sedang) dretan sprinkler harus dipasang selang-seling, sehingga setiap kepala sprinkler terletak pada garis tengah antara dua kepala sprinkler yang berhadapan.

Untuk ruangan yang lebarnya lebih dari 7,4 m deretan kepala sprinkler jenis konvensional (dipasang pada langit-langit) harus dipasang pada langit-langit di tengah-tengah antara dua deret kepala sprinkler sebagai tambahan sepanjang ruangan pada tiap sisinya.

Berdasarkan NFPA 13 jarak maksimum antar sprinkler 3,7 meter sehingga jari-jari jangkauannya adalah 1,85 meter. Kemudian dapat dihitung jumlah kepala sprinkler tiap luas bangun yaitu:

(20)

Luas sprinkler = R2 Luas bangunan = PxL Jumlah sprinkler = ler LuasSprink an LuasBangun = 2 R PxL  Keterangan: R = Jari-jari sprinkler (1,85m) P = Panjang bangunan (m) L = Lebar bangunan (m)

2.8.2 Spesifikasi Kepala Sprinkler

Kepala sprinkler yang digunakan harus kepala sprinkler standar. Kepala sprinkler yang boleh digunakan hanya kepala sprinkler yang terdaftar.

1. Ukuran lubang kepala sprinkler

Ukuran nominal lubang kepala sprinkler yang dibenarkan untuk masing-masing sistem bahaya kebakaran adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler

2. Konstanta “k”

Konstanta “k” untuk ketiga ukuran lubang kepala sprinkler tersebut diatas adalah sebagai berikut:

(21)

3. Tingkat suhu kepala sprinkler

Tingkat suhu kepala sprinkler otomatis ditunjukan dalam tabel dibawah ini: Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala sprinkler

4. Jumlah maksimum kepala sprinkler

Jumlah maksimum kepala sprinkler yang dapat dipasang pada satu katup kendali bisa dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler Kalasifikasi bahaya kebakaran Jumlah kepala sprinkler (buah) Sistem bahaya kebakaran ringan 500

Sistem bahaya kebakaran sedang 1000 Sistem bahaya kebakaran berat 1000 5. Persediaan kepala sprinkler cadangan

Persediaan kepala sprinkler cadangan dan kunci kepala sprinkler harus disimpan dalam satu kotak khusus yang ditempatkan dalam ruangan yang setiap suhunya tidak lebih dari 38˚C

Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan

2.8.3 Sistem Perpipaan

Pipa utama air pemadam kebakaran biasanya 8 inchi, sambungan cabangnya 6 inchi. Katup-katup harus didalam pada interval dijalur pipa utama, sehingga apabila ada

No Kalasifikasi bahaya kebakaran Persediaan kepala sprinkler cadangan 1 Sistem bahaya kebakaran ringan 6

2 Sistem bahaya kebakaran sedang 24 3 Sistem bahaya kebakaran berat 36

(22)

perbaikan sambungan baru dapat dilakukan tanpa membuat sistem berhenti. Katup-katup yang disediakan tidak akan menghentikan perbaikan dibawah 100 ft dari sistem. Pipa utama pemadam air pemadaman kebakaran harus dibuat loop (ring atau O). Dimana untuk mendukung proses dari sistem kerja sprinkler, maka diperlukan sistem distribusi pipa yang terhubung dengan sumber air hingga ke titik sprinkler. Sistem ini memberikan beberapa keunggulan seperti:

a. Air tetap dapat distribusikan ke titik sprinkler walaupun salah satu area pipa mengalami kerusakan.

b. Sambungan air sprinkler lebih stabil, meskipun seluruh titik sprinkler dibuka. Berdasarkan NFPA 14 -2000 tentang “Standard for the installation of standpipe, private hydrant and hose system” menjelaskan mengenai kelas sistem pipa tegak diantaranya:

1. Sistem kelas I

Sistem harus menyediakan sambungan slang ukuran 63,5 m (2,5 inchi) untuk pasokan air yang digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih.

2. Sistem kelas II

Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1,5 inchi) untuk memasok air yang digunakan terutama oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam.

3. Sistem kelas III

Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1,5 inchi) untuk memasok air yang digunakan oleh penghuni banguna sambungan slang ukuran 63,5 mm untuk memasok air dengan volume lebih besar untuk digunakan oleh petugas pemadam kebakaran atau mereka yang terlatih.

2.9 SISTEM PERSEDIAN AIR SPRINKLER

Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya satu jenis sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas cukup, serta dapat diandalkan setiap saat. Sistem penyediaan air harus dibawah

(23)

penguasaan pemilik gedung. Apabila pemilik tidak dapat mengendalikannya harus ditunjuk badan lain yang diberikan kuasa penuh untuk maksud tersebut.

Air yang digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain yang dapat menganggu bekerjanya sprinkler. Pemakaian air asin tidak diijinkan kecuali bila tidak ada penyediaan air lain pada waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas dengan air bersih. Berdasarkan SNI 03-3989-2000 tentang “Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem sprinkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan” dan berdasarkan NFPA 13-1999 tentang “Standard for the installation of sprinkler systems”.

a) Jaringan kota

Sambungan pada sistem jaringan kota dapat diterima apabila kapasitas dan tekanannya mencukupi. Kapasitas dan tekanan sistem jaringan kota dapat diketahui dengan mengadakan pengukuran langsung pada jaringan distribusi ditempat penyambungan yang direncakan atas izin perusahaan daerah air minum. Ukuran pipa sekurang-kurangnya harus sama dengan pipa tegak yang disambungkan dengan ukuran minimum 4 inchi.

Gambar 2.13 Jaringan kota (Sumber: SNI 03-3989-2000) b) Tangki Gravitasi

Tangki yang diletakkan pada ketinggian tertentu dan direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Kapasitas dan letak ketinggian tangki harus memberikan aliran dan tekanan yang cukup.

(24)

Gambar 2.14 Tangki Gravitasi (Sumber: SNI 03-3989-2000)

Tangki gravitasi yang melayani keperluan rumah tangga, kran kebakaran dan sistem sprinkler otomatis harus:

 Direncanakan dan dipasang sedemikian rupa, sehingga dapat menyalurkan air dalam kuantitas dan tekanan yang cukup untuk sistem tersebut.

 Mempunyai lubang aliran keluar untuk keperluan rumah tangga pada ketinggian tertentu dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk pemadaman kebakaran dapat dipertahankan.

 Mempunyai lubang aliran keluar untuk kran kebakaran pada ketinggian tertentu dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk sistem sprinkler otomatis dapat dipertahankan.

Gambar 2.15 Sambungan pipa yang melayani keperluan rumah tangga kran kebakaran, sprinkler otomatis pada tangki gravitasi

(25)

c) Tangki bertekanan

Tangki bertekanan yang direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Tangki bertekanan harus dilengkapi dengan suatu cara yang dibenarkan agar tekanan udara dapat diatur secara otomatis. Apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem penyedian air, sistem tersebut harus dilengkapi dengan alat tanda bahaya yang memberikan peringatan apabila tekanan dan atau tinggi permukaan air dalam tangki turun melampaui batas yang ditentukan. Tanda bahaya harus dihubungkan dengan jaringan listrik yang melayani kompresor udara.

Tangki bertekanan hanya boleh digunakan untuk melayani sistem sprinkler dan sistem sistem slang kebakaran yang dihubungkan pada pemipaan sprinkler, tangki bertekanan harus selalu terisi air 2/3 penuh, dan diberi tekanan udara ditambah 3x tekanan yang disebabkan oleh berat air pada perpipaan sistem sprinkler diatas tangki kecuali di tetapkan lain oleh pejabat yang berwenang (SNI03-3989-2000).

Gambar 2.16 Tangki bertekanan (Sumber: SNI 03-3989-2000) d) Sambungan Pemadam Kebakaran

Apabila disyaratkan harus disediakan sebuah sambungan yang memungkinkan petugas pemadam kebakaran memompakan air kedalam sistem sprinkler, ukuran pipa minimum adalah 4 inch. Pipa berukuran 3 inch dapat digunakan apabila dihubungkan dengan pipa tegak berukuran 3 inch juga. Sambungan pemadaman kebakaran harus ditempatkann pada bagian sistem sprinkler didekat katup balik.

(26)

2.10 POMPA YANG DIGUNAKAN PADA SISTEM SPRINKLER OTOMATIS

Untuk sistem keamanan perlindungan kebakaran yang mekanisme kerjanya menggunakan sistem pompa air dengan tekanan cukup tinggi yang dapat bekerja secara otomatis apabila terjadi kebakaran pada ruang atau bagian utama dari suatu bangunan. Pompa yang dipakai untuk sistem hydrant ini adalah sebuah rangkaian pompa yang terpasang secara bersamaan yang terdiri dari pompa utama (Main Electric Pump), Jockey Pump dan Diesel Pump:

1. Main Electric Pump, Disebut juga sebagai pompa utama yang berfungsi memadamkan api bila terjadi kebakaran dan bekerja secara otomatis apabila hydrant atau sprinkler digunakan.

2. Jockey Pump, Pompa ini berfungsi untuk menjaga atau mempertahankan tekanan dalam pipa agar tetap berada pada batas yang ditentukan. Penurunan tekanan bisa diakibatkan oleh kebocoran pada instalasi pipa, seperti pada sambungan pipa. Pompa ini mempunyai head yang tinggi dengan kapasitas kecil. Pengaturan tekanan dilakukan dengan manometer tekanan yang dipasang pada tiap rangkaian pada masing-masing lantai.

3. Diesel Pump, Pompa ini digunakan apabila terjadi kebakaran dalam keadaan seluruh aliran listrik mati dan juga sebagai cadangan apabila keadaan pompa utam rusak, pompa ini memiliki kapasitas yang sama besar dengan kapasitas Main Electric Pump.

Gambar

Gambar 2.1 Tekanan pada kedalaman h dalam cairan  (Sumber: Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2007) A
Gambar 2.2 Monometer U
Gambar 2.3 Penampang saluran silinder membuktikan persamaan kontinuitas  (Sumber: Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2007)
Gambar 2.4 Profil saluran Bernoulli
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini data diperoleh dari kuisioner online yang diberikan kepada pengguna youtube yang pernah melihat iklan shopee yang berisi pernyataan yang mengarah pada

Pengaruh dosis inokulum dan lama fermentasi campuran dedak padi dan darah dengan Bacillus amyloliquefaciens terhadap kandungan serat kasar, kecernaan serat kasar dan

Sumber kesalahan (error) terletak pada alat / instrumen yang digunakan dalam proses evaluasi. Penyusunan alat evaluasi tidak mudah, lebih- Iebih bila aspek yang diukur

Hasil perhitungan analisis statistik pada variabel financial distress dari total sampel menunjukkan bahwa terdapat 9 dari 64 sampel perusahaan yang memiliki nilai EPS negatif

Sistem penyiraman otomatis menggunakan web server Node-RED yang dapat mengontrol penyiraman secara jarak jauh dan otomatis menggunakan metode fuzzy logic Sugeno yang memiliki 2

Beberapa karakteristik yang teridentifikasi pada lapangan diberikan pendekatan penilaian agar dapat masuk pada kelas yang diberikan, akan tetapi penilaian tidak baku terhadap jumlah

Menanggapi ketidakpuasan masyarakat dengan pengaturan standar oleh badan akuntansi profesional, pemerintah di banyak negara telah menyiapkan pembuat standar independen dalam

Secara umum persepsi pengunjung dari seluruh responden dianalisis berdasarkan karakteristik pengunjung yang terdiri atas kelompok umur, jenis kelamin, dan tingkat