PENDIDIKAN SPIRITUAL DALAM NOVEL
CENTHINI,
MALAM MENGINTIP SANG PENGANTIN
KARYA SUNARDIAN WIRODONO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh :
AZZA NURUL LAILA
NIM:
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda-tangan, di bawah ini:
Nama : Azza Nurul Laila
NIM : - -
Fakultas : TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Program Studi : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, September Yang Menyatakan,
Azza Nurul Laila
iv
Drs. Juz’an, M.Hum Dosen IAIN Salatiga Nota Pembimbing Lamp : eksemplar
Hal : Naskah skripsi
Saudari Azza Nurul Laila
Kepada
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga
Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini,
kami kirimkan naskah skripsi saudari :
Nama : Azza Nurul Laila
NIM : - -
Fakultas / Progdi :Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul :PENDIDIKAN SPIRITUAL DALAM NOVEL
CENTHINI, MALAM MENGINTIP SANG
PENGANTIN KARYA SUNARDIAN WIRODONO
Dengan ini kami mohon skripsi Saudari tersebut di atas supaya segera
dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu'alaikum, Wr, Wb.
Salatiga, September Pembimbing
Drs. Juz’an, M.Hum.
v SKRIPSI
PENDIDIKAN SPIRITUAL DALAM NOVEL
CENTHINI, MALAM MENGINTIP SANG PENGANTIN KARYA SUNARDIAN WIRODONO
DISUSUN OLEH: AZZA NURUL LAILA
- -
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga, pada tanggal September
dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S Kependidikan.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Mufiq, S.Ag., M. Phil.
Sekretaris Penguji : Drs. Juz’an, M. Hum. Penguji I : Drs. Bahroni, M. Pd.
Penguji II : Drs. A. Bahrudin, M. Ag
Salatiga, September Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan (FTIK)
Suwardi, M. Pd.
NIP. KEMENTERIAN AGAMA
vi MOTTO
“Didiklah anak-anak kamu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk menghadapi
zaman yang berbeda dengan zaman kamu ini”
(H.R. Bukhari)
“Our parents are the greatest gift in a life”
(orang tua kita adalah anugerah terbesar di dalam sebuah kehidupan)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap
mempunyai peran penting dalam hidupnya
. Teruntuk Ayahanda dan Ibunda tercinta Surmanto dan Siti Muawanah tersayang
yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh cinta dan kesabaran serta
ikhlas-tulus memberikan dukungan dan doa restunya kepada penulis.
. Kepada adiku yang paling cerewet yang sedang sibuk belajar di Purworejo Ainaa
Salsabila.
. Keluarga besarku, nenek, kakek, dan semuanya.
. Keluarga Getar dan Ldk tercinta yang memberikan banyak pengalaman dalam
perkuliahan maupun proses kehidupan.
. Kepada Pak Wus yang telah memperkenalkan dengan buku Serat Centhini karya
Elizabeth D. Inandiak yang menginspirasi untuk menjadikan skripsi.
. Teman-teman tercinta dari Mb Yani, Laily, Dita, Pak de, Pak Ndut yang sudah
memberi semangat serta dukungan dalam penulisan skripsi sehingga bisa selesai
viii
KATA PENGANTAR ِميح ّرلا ِنمحّرلا الله مسِب
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang telah meberikan
kekuatan dan pertolongan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita
Nabi agung Muhammad saw yang telah menuntun umatnya kejalan kebenaran
dan keadilan, serta kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar S Sarjana Pendidikan (S.Pd) di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Pendidikan Spiritual dalam Novel Centhini, Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono”. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Dengan penuh kerendahan
hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK).
. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
. Bpk Drs. Juz’an, M.Hum., selaku pembimbing skripsi, yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan dukungan kepada
ix
. Bapak Dr. Adang Kuswaya M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan selama masa kuliah.
. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian skripsi
ini.
. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan
serta bantuan.
. Kedua orang tuaku, Bapak Surmanto dan Ibu Siti Muawanah, yang
senantiasa membimbing, mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang,
serta doa yang tak pernah luput untuk penulis.
. Untuk Sofyan Ashari atau Pak Wus yang telah memperkenalkan dengan Serat
Centhini sehingga menjadi inspirasi untuk penulisan skripsi.
. Untuk Pak De dan Pak Ndut yang memberikan nasehat dalam penulisan
skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
. Rekan-rekan seperjuangan di Teater Getar dan LDK IAIN Salatiga yang
telah memberi banyak pengalaman penulis.
. Sahabat-sahabat yang telah banyak melakukan hal terbaik kepada
penulis, sebagai teman dalam susah maupun senang, yang tidak akan
pernah bisa terbalaskan baik budinya untuk
Semoga amal mereka diterima oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis menyadari dan mengakui bahwa
x
keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis
sendiri maupun pembaca pada umumnya serta bermanfaat bagi dunia pendidikan,
bagi agama, nusa dan bangsa.
Amin – amin yarobbal 'alamin.
Salatiga, September Penulis
Azza Nurul Laila
xi
ABSTRAK
Laila, Azza Nurul. . Pendidikan Spiritual dalam Novel Centhini: Malam Mengintip Sang Pengantin. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Drs. Juz’an, M.Hum.
Kata Kunci: Pendidikan Spiritual. Novel Centhini.
Pendidikan adalah komponen penting dalam dunia pendidikan karena pendidikan dibutuhkan untuk membentuk manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam dan memiliki pengetahuan luas serta karakter yang kuat. Pada dasarnya pendidikan spiritual sangatlah penting dalam kehidupan, karena dengan pendidikan spiritual yang tertanam pada diri manusia akan menumbuhkan jati diri manusia yang berbeda dan karakter berlandaskan syariat Islam. Mengetahui bahwa pendidikan adalah komponen inti dalam dunia untuk mendapatkan berbagai macam pengetahuan untuk bekal kehidupannya, betapa pentingnya pendidikan karena seseorang akan mampu menjalani kehidupan dengan memiliki etika yang luhur dan budi pekerti yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ) Konsep spiritual yang terdapat dalam novel Chentini, Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono, ) Pendidikan spiritual yang terdapat dalam novel Chentini, Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono, dan ) Implikasi pendidikan spiritual yang terdapat dalam novel Chentini, Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono pada kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan metode kepustakaan (library
research) sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumenter
(bibliograpfi), analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan analisis isi (content analiysis).
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: ) Konsep spiritual yang terkandung dalam novel adalah konsep religius karena memberikan keterangan prilaku dan cara pendekatan-pendekatan dengan Tuhan Yang Maha Esa dan lingkunganya sesuai dengan ajaran agama Islam. ) Pendidikan spiritual yang terdapat dalam novel
centhini ini antara lain: tenggang rasa, qona’ah, kesabaran, kejujuran, kerjasam,
integritas, rasa syukur, keadilan, keberania, rasa percaya, kesederhanaan, kedamaian, tanggung jawab, kemurnian hati, ketekunan, cinta. ) Implikasi pendidikan spiritual dalam kehidupan sehaari-hari adalah memahami bagaimana kepribadian anak dan mulai mempraktekan pendidikan spiritualita yang terdapat dalam novel Centhini,
Malam Mengintip Sang Pengantin seperti tenggang rasa, qona’ah, kesabaran,
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...
B. Rumusan Masalah ...
C. Tujuan Penelitian ...
D. Manfaat Penelitian ...
E. Metode Penelitian ...
F. Penegasan Istilah ...
G. Sistematika Penulisan ... BAB II KAJIAN PUSAKA
xiii
. Macam-macam Sastra dan Tujuan Sastra ... . Karakter Novel Centhini ... . Tujuan Penulisan ... B. Konsep Pendidikan Spiritual ... . Konsep Pendidikan Spiritual ... . Tujuan ... . Cara/Metode ... . Hasil ... BAB III KONSEP PENDIDIKAN SPIRITUAL DALAM NOVEL
A. Latar Belakang Penulisan Novel... B. Pokok Bahasan Pendidikan Spiritual dalam Novel ... BAB IV ANALISIS DATA
A. Pendidikan Spiritual ... B. Karakter Tokoh Utama Pendidik Spiritual ... C. Implikasi Pendidikan Spiritual dalam Kehidupan
Sehari-hari ... BAB V PENUTUP
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Daftar Riwayat Hidup
Lampiran Surat Pembimbingan dan Asisten Pembimbingan Skripsi
Lampiran Daftar SKK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki makna usaha manusia untuk menumbuh
kembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rokhani sesuai
dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Dimana
pendidikan bertujuan untuk memajukan bangsa, memberikan pengertian
pandangan, dan pemahaman, yang dapat menyebabkan ia tumbuh dan
berkembang.
Ihsan mengemukakan bahwa dengan pendidikan manusia akan
mendapatkan berbagai macam pengetahuan untuk bekal kehidupannya, karena
pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang
hayat (Ihsan, : ).
Pendidikan Islam adalah salah satu komponen inti dalam dunia
pendidikan. Karena manusia membutuhkan tidak hanya pengetahuan saja akan
tetapi dibutuhkan pula kekuatan spiritual keagamaan agar terbentuk manusia
yang memiliki ketinggian akhlak dan moral dalam hidup yang dijalaninya
sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.
Betapa pentingnya pendidikan Islam karena seseorang akan mampu
menjalani kehidupan dengan memiliki etika yang luhur dan budi pekerti yang
baik pula. Sehingga tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja, tetapi
juga memiliki kecerdasan emosional dan spiritual. Proses pengembangan
dari bahasa latin spiritus, yang berarti napas. Dalam dunia modern kata ini
merujuk ke energi hidup dan ke suatu dalam diri yang “bukan fisik”, termasuk
emosi dan karakter juga mencakup kualitas-kualitas vital seperti energi,
semangat, keberanian, dan tekad. Kecerdasan spiritual berkembang secara
alami dari kecerdasan personal (pengetahuan, penghayatan, dan pemahaman
tentang diri sendiri), melalui kecerdasan sosial, sampai ke penghayatan dan
pemahaman berbagai bentuk kehidupan lain dan jagat raya sendiri (Buzan,
:xix).
Proses pengembangan potensi dalam pendidikan Islam salah satunya
adalah spiritual. Spiritulisasi dari segi bahasa berarti aksi spiritualitas, kondisi
spiritualitas, atau karakter spiritual jiwa manusia. Dalam psikologi,
spiritualisasi berarti pembentukan kualitas keribadian yang akan menuntun
seseorang menuju kekhusyukan (kedewasaan, kematangan) dirinya dengan
isu-isu moral dan agama serta jauh dari sifat keduniaan dan sensual (Jaya,
: ).
Sejarah sendiri telah memberikan gambaran yang jelas bahwa
spiritulisasi adalah tugas pokok dan terpenting dari para nabi dan rasul Allah
Artinya: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.”
Dewasa ini pendidikan tidak hanya bisa didapat di sekolah atau
lembaga pendidikan formal saja. Tidak harus antara murid dengan guru.
Pendidikan bisa didapat dari mana saja bahkan bisa dengan siapa saja yang
ditemuinya dalam kehidupan. Berbagai media kini telah dapat dijadikan
sumber belajar untuk menambah wawasan seseorang dalam meningkatkan
taraf hidupnya.
Salah satunya adalah melalui karya-karya sastra yang bermutu dan
berkualitas. Sastra memiliki arti alat untuk mendidik. Menelisik lebih jauh
sastra yang berkualitas tentang pesan dan muatanya maka hampir secara
keseluruhan karya-karya sastra adalah sarana-sarana etika dalam kehidupan
sehari-hari. Memahami karya sastra pada giliranya merupakan pemahaman
terhadap nasihat dan peraturan, larangan dan anjuran, kebenaran yang harus
diteladani, serta berbagai jenis kejahatan dan kebaikan yang harus ditiru
ataupun dihindari dalam kehidupan (Ratna, : ).
Karya sastra berkualitas kini dapat ditemui dalam berbagai hal,
mengingat ini adalah era modern dan sangat pesat akan teknologi. Salah satu
karya sastra yang yang bernilai dan berkualitas adalah novel Centhini karya
Sunardian Wirodono yang berisikan tentang pengalaman panjang orang Jawa,
keseharian. Novel Centhini sendiri memuat tentang teks-teks agama Islam,
dengan digambarkan melalui kehidupan tokoh-tokoh didalamnya.
Novel Centhini adalah karya sastra gubahan dari Serat Centhini, di
mana Serat Centhini berasal dari kitab Jatiswara sehingga sebagian besar
nama tokoh-tokoh dengan berbagai perwatakanya berasal dari kitab Jatiswara.
Kitab Jatiswara ditulis semasa Sunan Pakubuwono III bertahta, akan tetapi
tidak diketahui secara jelas siapa yang menuliskan kitab tersebut.
Serat Centhini adalah karya sastra Jawa yang amat sangat megah serta
banyak diburu dan dikaji oleh berbagai kalangan. Serat Centhini sendiri
menjadi karya sastra yang banyak orang menterjemahkan kedalam bahasa
asing sehingga ada begitu banyak bermunculan tafsiran dari Serat Centhini.
Buku ini menyajikan kisah tentang perjalanan spiritual dari para tokoh
yang dapat diambil manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran yang
akan dikaji adalah pendidikan spiritual yang dialami oleh para tokoh. Contoh
petikan dialog tentang ajaran pendidikan spiritual Islam yang diucapkan Syekh
Amongraga terhadap Niken Tambangraras:
”Adapun rukun Islam itu ada lima perkara,” Syekh Amongraga pun kemudian berujar, “dua kalimat syahadat, shalat, zakat, puasa, dan naik
haji bagi yang kuasa…”
Itulah petikan dialog yang terdapat dalam Novel Centhini. Dengan
melihat isi dari novel Centhini yang penuh dengan pelajaran tentang
pendidikan spiritual Islam. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah penelitian ini dapat
dirumuskan, sebagai berikut:
. Bagaimanakah konsep spiritual yang terdapat dalam novel Chentini,
Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono?
. Pendidikan spiritual apa saja yang terdapat dalam novel Chentini,
Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono?
. Bagaimanakah implikasi pendidikan spiritual yang terdapat dalam novel
Chentini, Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono
pada kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian berjudul “Pendidikan Spiritual dalam Novel Centhini,
Malam Mengintip Sang Pengantin Karya Sunardian Wirodono” bertujuan untuk:
. Mengetahui konsep spiritual yang terdapat dalam novel Chentini,
Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono?
. Mengetahui pendidikan spiritual apa saja yang terdapat dalam novel
Chentini, Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian
Wirodono?
. Mengetahui implikasi pendidikan spiritual yang terdapat dalam novel
Chentini, Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat antara lain:
. Secara teoritis
a. Menambah wawasan bagi pembaca tentang keberadaan karya-karya
sastra.
b. Menambah dan memperkaya keilmuan media sebagai sarana
pendidikan
c. Bagi peminat sastra pada umumnya diharapkan akan lebih mudah
dalam memahami nilai-nilai atau pesan-pesan yang terkandung dalam
sebuah karya sastra
. Secara praktis
a. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui pendidikan
spiritualitas yang terkandung dalam novel Chentini, Malam
Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono.
b. Memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi
penulis sendiri
E. Metode Penelitian
Pengertian metode, berasal dari kata mothodos (Yunani) yang
dimaksud adalah cara atau suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah
yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu
dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya
(Ruslan, : ). . Jenis penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan
(library research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis
(descriptive of analyze research). Deskriptif analisis ini mengenai
blibliografi yaitu pencarian fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang
melalui cara mencari, menganalisis, membuat interprestasi serta
melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian yang di lakukan
(Moleong, : ). Prosedur dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa data tertulis setelah dilakukan
analisis pemikiran (content analyze) dari suatu teks (Robert B & Steven J,
dalam Moleong, : ). . Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode
dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, :
).
Penelusuran dokumentasi ini penting untuk mengumpulkan data guna
menjadi referensi dalam penyusunan skripsi ini. Melalui dokumentasi ini
juga dapat ditemukan teori-teori yang bisa dijadikan bahan pertimbangan
. Sumber data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh (Arikunto, : ). a. Data primer
Sebagai sumber data primer merupakan sumber data utama
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Novel Chentini: Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono yang
diterbitkan oleh Diva press.
b. Data sekunder
Sumber data sekunder, yaitu berbagai literatur yang
berhubungan dan relevan dengan objek penelitian, baik itu berupa
transkip, wawancara, buku, artikel di surat kabar, majalah, tabloid,
website, multiplay, dan blog di internet yang berupa jurnal.
. Teknik analisis data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis isi (content analys). Penelitian dengan metode analisis isi
digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi, yang
disampaikan dalam bentuk lambang yang terdokumentasi atau dapat
didokumentasikan. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis semua
bentuk komunikasi, seperti pada surat kabar, buku, puisi, film, cerita
rakyat, peraturan perundang-undangan, dan sebagainya (Hadi, : ). Dengan menggunakan analisis isi, peneliti dimungkinkan untuk
sendiri yang dipilih oleh peneliti. Prosedur penggunaannya pun tidak
terlalu rumit. Setidaknya ada tiga macam alasan mengenai perlunya suatu
metode penelitian analisis isi terhadap pernyataan seseorang, buku, media
massa, atau yang lain (Hadi, : ). Dengan menggunakan metode analisis isi, akan diperoleh suatu hasil atau pemahaman terhadap berbagai
isi pesan.
Selain itu penulis juga menggunakan metode deskriptif analisis
yang terdiri dari tiga kegiatan, diantaranya adalah reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Milles & Huberman, : ). Pertama setelah pengumpulan data selesai, maka tahap selanjutnya
mereduksi data yang telah diperoleh, yaitu dengan menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data,
dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan.
F. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah pembaca memperoleh pemahaman dan gambaran
yang pasti terhadap istilah tersebut, maka penulis akan menjabarkan terlebih
dahulu yaitu:
. Pendidikan Spiritual
Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk tingkah lakunya dalam masyarakat dimana
dia hidup. Dengan pendidikan manusia akan mendapatkan berbagai
merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat (Ihsan,
: ).
Spiritual merupakan konsep keseluruhan tentang spirit, berasal dari
bahasa latin spiritus, yang berarti napas. Pada saat ini, spiritual lebih
merujuk ke energi hidup dan ke sesuatu dalam diri kita yang “bukan fisik”
termasuk emosi dan karakter. Ini mencakup kualitas-kualitas vital seperti
energi, semangat, keberanian, dan tekad (Buzan, : xix). Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), spiritual merupakan rohani, batin,
kejiwaan, mental, moril jasmani, fisik, materil (Poerwadarminta: ). Hasan Al-Bana mengatakan bahwa pendidikan spiritual adalah
tarbiyah ruhiyah yang bertujuan untuk memperkuat barisan cara ta‟aruf.
Maksudnya ialah memperkuat jiwa dan ruh, mengantisipasi adat, tradisi,
terus menerus dalam hubungan baik dengan Allah, dan senantiasa
memohon pertolongan dari-Nya. Tanpa mengesampingkan aktifitasnya
dalam kehidupan didunia, dengan kata lain, senantiasa menjaga
keseimbangan kebutuhan dunia dan akhirat (Fuat Fa’uzi, : ). . Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif.
Biasanya dalam bentuk cerita (Maslikhah, : ). Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), novel adalah karangan prosa yang panjang
mengandung rangkaian ceritakehidupan seseorang dengan orang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Novel merupakan salah satu karya sastra prosa fiksi, mengandung
penyampaian isi berupa bahasa, dan elemen-elemen fiksional atau
unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi
suatu wacana. Pada sisi lain, dalam rangka memaparkan isi, pengarang
akan memaparkanya melalui penjelasan ataupun komentar, dialog maupun
monolog, serta melalui perbuatan atau action (Aminuddin, : ). Dalam penelitian kali ini penulis akan meneliti isi dari novel
Centhini, Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono
yang diterbitkan oleh Diva Press sebagai bahan penelitian yang
mengandung muatan pendidikan, dengan meneliti isi dan juga unsur-unsur
intrinsik pada novelnya.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian,
yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari
sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing,
halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman
motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman
daftar isi, halaman daftar lampiran.
Bagian inti atau isi dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam
lima bab yang rinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, fokus penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan tentang paparan novel itu sendiri dan
konsep pendidikan spiritual.
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil temuan pendidikan
spiritual yang ada dalam Novel Chentini: Malam Mengintip Sang Pengantin karya Sunardian Wirodono.
BAB IV ANALISIS DATA
Dalam bab ini akan disajikan analisis mengenai pendidikan
spiritual, karakter tokoh utama, dan implikasi pendidikan spiritual
dalam novel Novel Chentini: Malam Mengintip Sang Pengantin di kehidupan sehari-hari.
BAB V PENUTUP
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Novel Centhini . Serat Centhini
Serat Centhini adalah buku atau kitab kasustraan Jawa yang aslinya
ditulis dalam bahasa Jawa dalam bentuk tembang Macapat dan mulai
ditulis pada tahun dan selesai pada tahun . Tembang Macapat adalah sejumlah tembang Jawa dengan irama tertentu, jumlah suku kata
tertentu, akhir kata tertentu dalam satu bait tembang, Serat Centhini
sangat populer di masyarakat Jawa untuk refleksi peristiwa tertentu
menggunakan tembang yang pas dengan suasana yang ingin ditimbulkan.
Sejumlah nama tembang macapat: Maskumambang, Gambuh,
Dhandanggula, Durma, Pangkur, Pocung, Megatruh, Jurumedung,
Wirangrong, Balabak, Girisa.
Kandungan isinya pun sangat beragam, meliputi: sejarah,
pendidikan, geografis, arsitektur, pengetahuan, alam, falsafah, agama,
tasawuf, mistik, ramalan, sulapan, ilmu magi (ilmu kekebalan, sirep, dan
ilmu penjahat), perlambang, adat istiadat, tata cara (tata cara perkawinan,
tata cara pindah rumah, berganti nama, meruwat, menerima tamu, dan tata
cara selamatan dari hidup), etika, pengetahuan sifat manusia (psikologi),
pengetahuan dunia fauna (hewan-hewan), pengetahuan dunia flora
(tumbuh-umbuhan)/botani, obat-obatan tradisional, makanan tradisional,
dan bahkan sampai pada hal-hal sanggama yang di anggap "porno" atau
"tabu" pun juga diuraikan dalam naskah ini. Karena kandungan isinya
yang demikian, Serat Centhini sering disebut dengan "Ensiklopedi
Kebudayaan Jawa", yaitu tentang segala apa yang terdapat di bumi Pulau
Jawa, dan bahkan hingga apa yang ada di benua lain (Tim Penyadur,
: V).
Tim penulis dipimpin/diprakarsai oleh Adipati Anom
Amangkunegara II, Putera Mahkota Kerajaan Surakarta, kemudian
menjadi raja dengan gelar Sunan Paku Buwana V ( - ). Anggota tim terdiri dari tiga orang, yaitu: ) Kyai Ngabehi Ranggasutrasna, )
Kyai Ngabehi Yasadipura II, dan ) Kyai Ngabehi Sastradipura. Ketiga
anggota tim merupakan pegawai kepujanggaan di Kerajaan Surakarta.
Sebelum menulis, ketiga pujangga diperintahkan mempersiapkan sesuai
dengan tugasnya masing-masing.
Kyai Ngabehi Ranggasustrasna, ahli bahasa dan sastra Jawa, diberi
tugas menjelajahi separo Pulau Jawa sebelah timur, mulai Surakarta
sampai Banyuwangi. Ia berangkat lewat Jawa Tengah sebelah Utara
kembali melalui Jawa Timur sebelah Selatan. Kyai Ngabehi Yasadipura II
(Putera Punjangga Yasadipura I) diberi tugas menjelajahi separo Pulau
Jawa sebelah Barat, mulai dari Surakarta sampai Anyer. Ia berangkat
lewat Jawa Tengah sebelah Utara melalui Jawa Barat sebelah Selatan.
Segala yang mereka berdua lihat dan dengar harus dicatat, diingat-ingat,
agama, dan tasawuf diberi tugas naik haji ke Mekkah dan tinggal
beberapa lama untuk mmperdalam pengetahuan agama Islam. Ia setelah
kembali berganti nama menjadi Kyai Haji Muhammad Ilhar. Setelah
selesai penjelajahan mereka bertiga bertemu kembali di Kadipaten Putra
Mahkota, di Surakarta. Barulah penulisan dimulai dengan dibantu oleh
banyak nara sumber sesuai dengan topiknya.(Tim Penyadur, : - ). Serat Centhini terdiri dari jilid dengan pupuh tembang (jenis puisi Jawa). Satu pupuh embang bisa mepcapai ratusan kuplet atau
bait, bahkan ada yang mencapai kuplet, dan masing-masing kuplet terdiri antara hingga baris, dan seluruhnya kurang lebih . halaman folio tulis tangan.
Serat Centhini menceritakan tentang pelarian tiga anak kasunan
Giri yang melarikan diri karena tidak mau sujud terhadap Sultan Agung,
dan akhirnya raja Mataram itu memerintahkan kepada Pangeran Pekik
dari Surabaya untuk menyerang kekhalifahan Giri. Perang dipimpin oleh
Endrasena itupun terjadi dan ketiga anak kesunanan Giri melakukan
pelarian (Elizabeth, : - ). Tiga anak kesunanan Giri itu adalah Jayengresmi, Jayengsari dan Rancangkapti. Diceritakan bahwa Jayengsari
terlepas dari kedua adiknya, Jayengsari mencoba untuk mencari kedua
adiknya di dalam istana bermaksud mengajak mereka berdua dalam
pelarianya, namun ia tidak menemukan mereka di istana yang telah
menjadi kobaran api.
Jayengresmi, dengan diikuti oleh dua santri bernama Gathak dan
Jawa sekitar keraton Majapahit, Blitar, Gamprang, hutan Lodhaya, Tuban,
Bojonegoro, hutan Bagor, Gambirlaya, Gunung Padham, desa Dhandher,
Kasanga, Sela, Gubug Merapi, Gunung Prawata, Demak, Gunung Muria,
Pekalongan, Gunung Panegaran, Gunung Mandhalawangi, Tanah
Pasundan, Bogor, bekas keraton Pajajaran, Gunung Salak, dan kemudian
tiba di Karang.
Dalam perjalanan itu, mereka memperolah pengetahuan mengenai
adat-istiadat tanah Jawi, syariat para nabi, pengetahuan mengenai wudlu,
shalat, pengetahuan dzat Allah, sifat dua puluh, Hadis Markum, hingga
perhitungan selamatan orang meninggal dunia, serta perwatakan Kurawa
dan Pandawa.
Dalam perjalanan ini, Jayengresmi mengalami "pendewasaan
spiritual", karena bertemu dengan sejumlah guru, tokoh- tokoh gaib dalam
mitos Jawa kuno, dan sejumlah juru kunci makam-makam keramat di
tanah Jawa. Dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh itu, dia belajar
mengenai segala macam pengetahuan dalam khazanah kebudayaan Jawa,
mulai dari candi, makna suara burung gagak dan prenjak, khasiat burung
pelatuk, petunjuk pembuatan kain lurik, pilihan waktu berhubungan
seksual, perhitungan tanggal, hingga ke kisah Syekh Siti Jenar.
Pengalaman dan peningkatan kebijaksanaannya ini membuatnya dikenal
dengan sebutan Syekh Amongraga. Dalam perjalanan tersebut, Syekh
Amongraga berjumpa dengan Ni Ken Tambangraras yang menjadi
istrinya, serta pembantunya Centhini, yang juga turut serta mendengarkan
Pelarian Jayengsari dan Rancangkapti diiringi santri bernama
Buras, berkelana ke Sidacerma, Pasuruan, Ranu Grati, Banyubiru, kaki
Gunung Tengger, Malang, Baung, Singhasari, Sanggariti, Tumpang,
Kidhal, Pasrepan, Tasari, Gunung Bromo, Ngadisari, Klakah,
Kandhangan, Argopuro, Gunung Raung, Banyuwangi, Pekalongan,
Gunung Perau, Dieng, sampai ke Sokayasa di kaki Gunung Bisma
Banyumas.
Dalam perjalanan itu mereka berdua mendapatkan pengetahuan
mengenai adat-istiadat tanah Jawa, syariat para nabi, kisah Sri Sadana,
pengetahuan wudhu, shalat, pengetahuan dzat Allah, sifat dan asma-Nya
(sifat dua puluh), Hadist Markum, perhitungan slametan orang meninggal,
serta perwatakan Pandawa dan Kurawa.
Setelah melalui perkelanaan yang memakan waktu bertahun-tahun,
akhirnya ketiga keturunan Sunan Giri tersebut dapat bertemu kembali dan
berkumpul bersama para keluarga dan kawulanya, meskipun hal itu tidak
berlangsung terlalu lama karena Syekh Amongraga (Jayengresmi)
kemudian melanjutkan perjalanan spiritualnya menuju tingkat yang lebih
tinggi lagi, yaitu berpulang dari muka bumi.
Perjalanan Amongraga dalam kitab Jatsiwara menceritakan bahwa
Syekh Amongraga menikah berkali-kali, Syekh Amongraga menikah dan
hari kemudian pergi untuk melanjutkan pengembaraanya. . Macam-macam Sastra dan Tujuan Sastra
Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan,
kreatif tersebut akan senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman. Pada satu sisi sastra merupakan bentuk refleksi sikap seseorang
terhadap gejala yang muncul dari lingkungan alam sekitarnya yang
dituangkan dalam bentuk kesenian, disisi lain sastra juga menjadi bentuk
hiburan yang tiada lain merupakan sebuah kebutuhan untuk memenuhi
kepuasan emosi. Sastra adalah implikasi dari perpaduan perasaan
seseorang dengan bermediakan bahasa serta tersusun dalam sebuah karya.
a. Teori Sastra
Teori sastra berisi konsep atau uraian hukum-hukum umum suatu
objek ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Suatu teori dapat
didedukasi secara logis dan dicek kebenaranya atau dibantah
kesahihanya pada objek atau gejala yang diamati tersebut. Menurut
Wellek dan Warren dalam buku karya Alfian ( : - ) sastra terbagi tiga bidang, yaitu ) teori sastra, ) sejarah sastra, ) kritik sastra. Teori
sastra adalah studi tentang prinsip, kategori, dan kriteria karya sastra
yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang
sastra. Sejarah sastra merupakan studi tentang kelahiran dan
perkembangan karya sastra. Sedangkan kritik sastra adalah studi
tentang karya-karya sastra secara konkret yakni penilaian atas suatu
karya sastra.
b. Ruang Lingkup
Ruang lingkup sastra (literature) adalah kreativitas penciptaan,
sedangkan rung lingkup studi sastra (literary studies) adalah ilmu
sedangkan studi sastra berfokus pada ilmu. Karena ruang lingkup
sastra adalah kreativitas penciptaan, maka karya sastra (puisi. Drama,
novel, cerpen) adalah sastra (Yusuf, : - ) c. Ciri-ciri sastra dan fungsi sastra
Menurut Wellek dan Warren dalam tulisan Rokhmansyah ( : ) karya sastra memiliki ciri utama, yaitu ) fiksionalitas, ) ciptaan, )
imajinasi, ) penggunaan bahasa khas. Fiksionalitas berarti fiksi,
rekaan, direka-reka, bukan sesuatu yang nyata, sesuatu yang
dikonstruksikan. Ciptaan berarti diadakan oleh pengarang, sengaja
diciptakan oleh pengarang tentang sesuatu. Penggunaan bahasa khas
berarti penggunaan bahas yang berbeda dengan bahasa ilmiah, bahasa
percakapan sehari-hari dan mengandung konotasi atau gaya bahasa.
Adapun fungsi sastra dalam kehidupan masyarakat yaitu:
. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang
menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
. Fungsi didaktif, yiatu sastra mampu mengarahkan atau mendidik
pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang
terkandung di dalamnya.
. Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi
penikmat atau pembacanya karena sifat keindahanya.
. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan
kepada pembacanya sehingga tahu moral yang baik dan buruk
. Fungsi religius, yaitu sastra yang mengandung ajaran agama yang
dapat diteladani para pembacanya.
d. Jenis-jenis sastra
. Sastra Non-imaginatif adalah sastra yang faktualnya lebih
menonjol daripada khayalinya dan sastra ini terbagi menjadi
beberapa bagian yaitu: ) Esei, ) Kritik, ) Biografi, )
Otobiografi, ) Sejarah, ) Memoar, ) Catatan Harian, )
Surat-surat.
. Sastra Imaginatif adalah sastra yang berupaya menerangkan,
menjelaskan, memahami, membuka pandangan baru, dan
memberikan makna realitas kehidupan agar manusia lebih mengerti
dan bersikap yang semestinya terhadap realitas kehidupan. Dengan
kata lain sastra imaginatif berupaya menyempurnakan realitas
kehidupan walaupun sebenarnya fakta relaita kehidupan sehari-hari
tidak begitu penting dalam sastra imajinatif. Jenis-jenis sastra
imajinatif anatara lain: puisi, prosa, fiksi, dan drama. Fiksi sendiri
terbagi menjadi tiga genre yakni novel atau roman, cerita pendek,
dan novelet. Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan
cerita melalui dialog-dialog para tokoh
(alfianrokhmansyah.blogspot.com).
Jadi kesimpulan yang bisa ditarik tentang karya sastra yang dibuat
oleh Sunardian Wirodono adalah sastra ini berupa novel yang
mengaitkan tentang sejarah zaman dahulu dan bersifat imajinatif
kehidupan pada zaman dahulu, mengajak para pembacanya untuk ikut
menikmati dan ikut masuk dalam karyanya. Sastra ini juga
mengandung berbagai muatan estetsi, moral dan religius. Karena
memiliki keindahan, muatan makna, dan mengandung ajaran-ajaran
agama yang dapat diteladani oleh pembacanya ataupun penikmat
sastra.
Jadi jelas tujuan yang ingin dicapai dari penulisan karya sastra
novel milik Sunardian adalah mengajak para pembacanya untuk dapat
menikmati keindahan penulisan yang dabakan Sunardian sehingga
mampu mengalir masuk dan mampu menelaah kandungan atau muatan
yang terkandung didalamnya serta mengajak untuk meneladani ajaran
agama yang di tuliskan didalamnya.
. Karakteristik Novel Centhini
Novel Centhini, Malam Mengintip Sang Pengantin adalah
tafsiran yang bersumber dari Serat Centhini jilid V, VI, VII. Novel karya
Sunardian Wirodono ini dikemas dengan penuh humor dan santai untuk
dibaca. Sunardian dalam menuliskan novel berkeinginan untuk ikut
menyemarakkan bagaimana pola sinkretisme Jawa-Islam dengan
penggambaran praktik kehidupan masyarakat Jawa yang memahami
kehidupan sekuler yang berdamping aman dengan kehidupan religi.
Sunardian Wirodono berusaha keras untuk menafsirkan Serat
Centhini dengan dijadikan buku untuk memberikan pengajaran bagaimana
a. Unsur Intrinsik Novel Centhini
Unsur intrinsik novel ini adalah unsur-unsur yang membangun
karya sastra dari dalam. Adapun unsur-unsur intrinsik dalam novel
Centhini, Malam Mengintip Sang Pengantin adalah sebagai berikut:
) Tema
Tema yang terdapat dalam novel ini adalah menceritakan
tentang upacara ritual pengantin Jawa pada jaman dulu serta
tentang ajaran agama Islam mulai dari syari’at, makrifat, tarikat,
dan terakhir makrifat. Pengajaran yang selalu dilakukan dimanapun
oleh Syekh Amongraga.
) Penokohan
Berikut adalah tokoh-tokoh yang terdapat dalam Novel
Centhini, Malam Mengintip Sang Pengantin:
a) Centhini
Centhini dalam novel ini adalah seorang abdi atau bisa
dikatakan pelayan setia Tambangraras dimana Centhini telah
dijadikan tangan kanan oleh Tambangaras. Centhini adalah
sosok yang dapat dipercaya, telaten, sabar, dan setia terhadap
ndoro putrinya.
b) Syekh Amongraga
Syekh Amongraga adalah keturunan dari Kesunan Giri,
nama sebenarnya adalah Jayengraga tetapi diganti menjadi
Amongraga adalah orang yang tinggi derajatnya, memiliki
pengetahuan yang sangat luas, pengetahuan tentang agama,
ilmu hidup, ilmu dalam, luar, ilmu agal dan alus. Dia juga
adalah seorang pengelana, manusia pilihan yang santun, terpuji,
suka berlaku lemah lembut, dan tak suka dengan keramaian.
Kutipan Novel:
“ Kamu adalah perempuan yang mendapatkan berkah dan
anugerah itu, Centhini.” Ujar Ni Mbok Daya. “Syekh Amongraga adalah seorang manusia pilihan. Ia bukan hanya santun dan terpuji, melainkan ia juga seorang yang shalih. Seorang yang berbeda dari kebanyakan orang-orang di Wanamarta. Ia lebih menyukai sunyi dan sendiri. Menyingkiri keramaian dan menemukan cahaya Tuhan…” c) Tambangraras
Tambangraras adalah istri dari Syekh Amongraga dan
seorang anak dari Ki Bayi Panurta dan Nyi Malarsih.
Tambangararas adalah sosok yang lembut dan penuh
kesabaran. Ia juga manusia yang suka memilih untuk
mendapatkan yang terbaik dalam kehidupanya. Ia memiliki
sifat sabar, penyayang, lemah lembut, dan juga sangat penurut.
Tambangraras selalu mengikuti atau sendiko dawuh dengan apa
yang dikatakan ibundanya dan selalu mematuhi apa yang
dikatakan suaminya Syekh Amongraga.
d) Ki Bayi Panurta
Ki Bayi Panurta adalah seorang ayah dan suami. Suami
sulung, kemudian Jayengwesthi yang beristri Turida, dan si
bungsu Jayengraga yang beristri Rarasati. Ki Bayi Panurta
adalah sosok yang menjadi panutan bagi penduduk Wanamarta,
ia adalah guru besar dari semua bupati di Bang Wetan,
memiliki ilmu olah batin yang cukup tinggi dan sebagai guru
besar olah batin serta menjadi jiwa para pembesar negara di
Bang Wetan. Ki Bayi Panurta adalah seseorang yang
terpandang di Desa Wanamarta. Ia memiliki pesantren dengan
banyak murid yang belajar olah jiwa dan batin.
e) Nyi Malarsih
Nyi Malarsih adalah seorang istri dari Ki Bayi Panurta dan
seorang ibu bagi Tambangraras, Jayengwesthi, dan Jayengraga.
Nyi Malarsih adalah sosok istri yang berbakti kepada suaminya
dan ibu yang sangat gemati kepada anak-anaknya. Nyi
Malarsih sering sekali memberikan wejangan atau nasihat
kepada putrinya Niken Tambangraras agar berbakti, mengabdi
setulus hati kepada suaminya.
Petikan Novel:
“Agar semuanya selamat sejahtera” Nyi Malarsih menjelaskan padaku. “Agar seluruh keturunan kita
terhindar dari bencana, agar kedua pengantin itu diberkahi
kebahagiaan dunia dan akhirat…”
f) Ni Mbok Daya
Ni Mbok Daya adalah salah seorang magersari paling tua
memiliki pengetahuan yang luas dan sering menjadi tempat
bertanya. Ia adalah ahlinya, untuk mengurus segala ubarampe
ritual-ritual desa. Dari ritual pengantin, sunatan, dan menata
sajian. Ia juga tahu cara merias pengantin serta makna dari
semua riasan itu.
g) Jamal dan Jamil
Nama Jamal dan Jamil sebenarnya adalah Gathak dan
Gathuk akan tetapi diganti menjadi Jamal dan Jamil setelah
masuk Islam sekian lama dan mencerminkan lebih Islami,
beradab, lebih manis dan tidak mengesankan animis lagi. Jamal
dan Jamil adalah abdi setia Syekh Amongraga, kemanapun
Syekh Amongraga pergi maka kedua saudara kembar itu akan
terus mengikutinya sembari belajar agama pada Syekh
Amongraga.
Jamal dan jamil selalu menemani kemanapun Syekh
Amongraga pergi, mereka berdua suka melucu dan sesingiran,
mereka juga suka terbangan, solawatan, pandai bermain sulap
bahkan dapat menari gambyongan.
) Alur
Alur dalam cerita novel ini adalah alur maju (progesi) yaitu
apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan
yaitu apa yang terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang
berlangsung. Jadi alur dalam novel ini adalah alur campuran.
Kutipan novel:
“Dulu, betapa Den Ayu selalu menjadi bahan omongan,
adakah ia akan menjadi perawan seumuran hidup. (flashback) Sekarang, semua orang sibuk berkata-kata, betapa bahagianya hidup Den Ayu. Mendapatkan suami, bakal mendapatkan seorang anak…”
) Sudut Pandang
Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang orang
pertama. Hal ini karena tokoh utama selalu menyebut dirinya
dengan kata “aku”.
Kutipan novel:
“Sebagai murid gelap Syekh Amongraga, aku merasa
beruntung. Karena setiap malam, setidaknya aku bisa mendengarkan ketika Syekh Amongraga mewejang istrinya. Tentang manusia hidup, tentang lelaki dan perempuan. Dan, sependengaranku, Syekh Amongraga selalu berkata, lelaki dan perempuan sama saja. Ia adalah pribadi yang bebas dan tunduk karena dirinya sendiri, perbuatanya sendiri. Tidak ada
yang bisa mewakili, kecuali amal perbuatanya sendiri.”
) Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan penulis dalam novel ini sederhana,
inspiratif, dan sarat dengan makna serta selalu diselingi dengan
humor. Sehingga dari tiap-tiap kata, pembaca dapat merasakan
kekuatan pandangan hidup yang dapat memotivasi dan
membangkitkan semangat serta pembaca tidak melulu kaku dalam
membaca sehingga cerita ini akan terasa mengalir dan begitu enak
Kutian novel:
“Aku berharap, kau senantiasa bisa menikmati hidup ini,” Syekh Amongraga melanjutkan. “Menikmti hidup dengan
benar, dengan cara memuliakan apa yang kita lakukan setiap harinya. Tidak ada yang lain, kecuali semuanya itu untuk memuliakan hayuning buwana, memelihara keindahan
dunia…”
Sepanjang jalan, penuh tanaman dan buah-buahan. Bahkan, begitu banyak kolam perikanan dengan aneka jenis ikan. Suara kicau burung, kemilau musik gamelan sayup di
kejauhan.”
) Amanat
Amanat yang ingin disampaikan dalam Novel Centhini: Malam Mengintip Sang Pengantin ini adalah wejangan-wejangan
ilmu kasampurnaan, makna hidup serta bagaimana cara manusia
dapat bermakrifat keadaan dan adanya dzat Yang Maha Besar.
b. Sinopsis Novel Centhini
Berikut adalah sinopsis dari novel Centhini, Malam Mengintip
Sang Pengantin:
Novel ini berkisah tentang pengabdian Centhini kepada Den Ayu
Tambangraras, dimana Centhini adalah abdi kinasihnya. Dan Centhini
mendapat kepercayaan untuk menunggui malam pengantin karena
Tambangararas Sendiri tidak mau Centhini jauh darinya.
Kisah dalam novel ini bermula dari pelarian Seykh Amongraga
dari kejaran pasukan Mataram karena kekalahan kesunanan Giri.
Syekh Amongraga terus melangkah mengikuti hatinya ke arah Barat
sembari mencari kedua adiknya yang terpisah saat pelarian yaitu,
Jayengwesthi dan Racangkapti. Dalam perjalananya Syekh
Amongraga diikuti dua lelaki gembul Jamal dan Jamil dan bertemu
beberapa guru diperjalanan dan akhirnya terdampar di Desa
Wanamarta.
Di Desa Wanamarta Syekh Amongraga bertemu dengan Ki Bayi
Panurta dan dinikahkan dengan Den Ayu Tambangraras putrinya. Di
sinilah peran Centhini dimulai.
Kisah sang Centhini diawali ketika Den Ayu Tambangraras akan
dinikahkan dengan Syekh Amongraga, Den Ayu meminta kepada
Centhini untuk tidak boleh jauh dari dirinya. Mau tidak mau, suka
tidak suka Centhini tidak dapat menolak permintaan sang bendara
Tambangraras dimanapun Tambangraras berada bahkan tatkala
diriaspun Centhini ikut dirias dan dipajang didekat Tambangraras.
Centhinipun akan selalu menunggui malam pengantin Tambangraras.
Setiap malam Centhini berada didekat kamar pengantin,
terkadang didepan, disamping, yang pasti berada tak jauh dari kamar
pengantin, sehingga sewaktu-waktu tatkala Den Ayu Tambangraras
membutuhkan sesuatu, dirinya akan selalu siap sedia untuk melayani
maupun membantunya.
Manusia pilihan atau manusia terpilih begitu kata kebanyakan
orang karena hanya Centhinilah yang boleh menunggui malam
pengantin Den Ayu Tambangraras. Seperti mendapatkan tugas yang
sangat besar, karena harus selalu siap siaga setiap malam. Mencari tau
apa gerangan yang terjadi di kamar pengantin untuk diberitahukan
kepada ibunda Den Ayu Tambangraras, Nyi Malarsih. Seperti
memberikan laporan secara resmi kepada sang bendara besar.
Memberikan laporan apakah sudah saresmi sang putrinya itu.
Setiap malam Centhinipun selalu siap siaga mencuri dengar yang
terjadi di kamar pengantin. Padahal saat awal-awal menunggui
pengantin Centhini tidak tau apa itu saresmi sehingga sedikit membuat
Centhini kebingungan saat mendapatkan pertanyaan dari Nyi Malarsih
tapi selang hari Centhinipun akhirnya paham juga karena abdi lain
yang bertugas di dapur atau bisa di sebut juga pasukan dapur selalu
Apa yang diharapkan banyak orang tentang saresmi itu tak
kunjung juga mendapat jawaban, karena yang didengar oleh Centhini
nyatanya tak seperti yang diceritakan banyak orang seperti apa saresmi
sebenarnya dan hanya membuatnya bingung. Apa yang selalu didengar
Centhini senyatanya adalah khotbah Syekh Amongraga. Syekh
Amongraga yang selalu cerewet dimanapun itu.
Acara ngunduh pengantinpun dilaksanakan bergantian oleh sanak
saudara Ki Bayi Panurta dan Syekh Amongraga tetap saja masih
cerewet soal agama. Jadi tiap ada kesempatan maka Syekh Amongraga
akan berkhotbah. Dan dimanapun itu Centhini ada disana ikut
mendengarkan sebab tak boleh jauh dari Den Ayunya. Setiap malam
pula yang didengar Centhini hanyalah khotbah kepada Den Ayu
Tambangraras. Tak ayal Centhinipun seperti menjadi murid gelap dari
Syekh Amongraga.
Syekh Amongraga menuturkan tentang agama, hakikat, makrifat,
dan segala macam tentang agama dan kehidupan. Keberadaan Syekh
Amongraga seperti mengubah kehidupan di Wanamarta, seperti ada
roh kehidupan yang baru dan menjadikan orang-orang di desa
Wanamarta menjadi suka datang kemasjid dan belajar agama.
Dalam Novel inipun juga menceritakan tentang bagaimana adat
pernikahan dulu, seperti ngunduh pengantin, mendirikan rumah, dan
boyongan. Bagaimana kemeriahan pernikahan Syekh Amongraga dan
. Tujuan Penulisan
Sunardian Wirodono mulai mengenal Serat Centhini sebenarnya
sudah sejak kecil karena lingkup kehidupanya telah bergelimang dengan
berbagai buku sebab sang ayah membuka perpustakaan untuk umum.
Akan tetapi pengenalan secara intensif itu belum terjadi, hanya sebatas
tahu semata, selain bahasa yang sulit dimengerti juga masih menggunakan
Bahasa Jawa Aslinya (Jawa Klasik dan dalam bentuk tembang pula).
Hingga kemudian Sunardian menjumpainya kembali ketika dewasa
dan bertemu dengan berbagai orang dimana mereka adalah penulis dari
berbagai buku yang pernah ia baca, akan tetapi masih saja Serat Centhini
dimatanya belum menarik. Bahkan, ketika Linus menawari untuk
mengindonesiakan Serat Centhini pun belum menggerakkan hatinya untuk
mulai menulis. Hingga pada suatu waktu Sunardian terlibat dalam
berbagai hal dan mulai intensif berkenalan dengan Serat Centhini dan
mendapatkan tantangan dengan tawaran Saudara Edi AH, Direktur
Penerbit Diva Press untuk segera menyelesaikan penulisan novel hingga
novel Centhini akhirnya terselesaikan tahun .
Sunardian menyelesaikan novel Centhini dalam bentuk tafsiran bebas,
sebisanya, dan semampunya. Novel tafsir Centhini ini berjudul: Centhini:
Malam Mengintip Sang Pengantin. Penulisan novel Centhini sendiri
adalah bentuk rasa hormat dari Sunardian kepada Karkono, K.R.M.TM
Sukmahatmanta, Daru Suprapto, dan Elizbeth D. Inandiak yang telah
novel adalah mimpi untuk turut mengindonesiakan Serat Centhini, dan
mencairkanya dari kebekuan ekslusivitas tembang (puisi) Jawa.
Sunardian dalam menuliskan novel ini bertekad bahwa ini adalah
upaya bagi semua orang, karena semua orang boleh menafsirkan atas
apapun yang terpetakan di atas dunia. Apalagi Sunardian sendiri tidak
mempercayai terhadap otoritas-otoritas tunggal, ataupun
kemutlakan-kemutlakan yang hanya menjebak seseorang untuk menilai ini lebih baik,
ini lebih buruk. Dalam dunia kreatif, ia percaya aneka rupa tafsir itu
mampu mengembangkan peradaban manusia.
B. Pendidikan Spiritual . Pendidikan Spiritual
Istilah dari pendidikan berasal dari kata “didik”, yang mendapat
awalan “pe”dan akhiran “an” yang mengandung arti perbuatan (hal, cara,
dan sebagainya). Istilah pendidikan sendiri berasal dari bahasa Yunani,
yaitu Paedagogie, yang memiliki arti bimbingan kepada anak didik. Istilah
inipun diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan istilah education yang
berarti pengembangan atau bimbingan.
Pendidikan dalam pengertian umum dan sederhana menurut
Djumransjah adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun
rokhani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan
Kemudian pendidikan dalam arti sempit, ialah bimbingan yang
diberikan kepada anak didik sampai ia dewasa. Pendidikan dalam arti luas,
ialah bimbingan yang diberikan sampai mencapai suatu tujuan hidupnya;
sampai terbentuk suatu kepribadian yang diharapkan.
Dalam Undang-undang Sitem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU RI, : ).
Sedangkan pengertian spiritual menurut KBBI spiritual secara bahasa
berasal dari kata spirit yang berarti semangat, jiwa, sukma, ruh. Sedangkan
spiritual diartikan sebagai hal yang berhubungan atau bersifat kejiwaan
(rohani batin). M. Dahlan al-Barry menuliskan dalama bukunya yaitu,
spiritual merupakan kegiatan yang mencakup nilai-nilai kemanusiaan yang
non material, seperti kebenaran, kebaikan, keindahan, kesucian dan cinta,
rohani, kejiwaan dan intelektual ( : ).
Hawari mengemukakan spiritualitas adalah keyakinan dalam
hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai
contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau
sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan
manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium)
Menurut Hendrawan spiritual merupakan kata sifat dari kata benda
spirit yang diambil dari kata latin spiritus yang artinya bernapas. Dalam
bentuk kata sifat, spiritual mengandung arti yang berhubungan dengan
spirit, berhubungan dengan yang suci, yang berhubungan dengan
fenomena atau makhluk supernatural. Dalam bahasa Arab dan Parsi,
istilah yang digunakan adalah ruhaniyah (Arab) dan ma‟nawiyah (Parsi).
Istilah pertama diambil dari kata ruh, sedangkan istilah kedua diambil dari
kata ma‟na, yang mengandung konotasi kebatinan, (yang hakiki) sebagai
lawan dari (yang kasat mata). Hendrawan menambahkan bahwa kedua
istilah tersebut berkaitan dengan tataran realitas lebih tinggi daripada yang
materi dan kejiwaan (Sismanto, : ).
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial
dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti
kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan
seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spiritualitas sebagai konsep
dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang
Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi
horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain
dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua
dimensi tersebut (kebutuhan spiritualitas.pdf : - ).
. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang dikehendaki, baik individu maupun
kelompok. Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi
Menurut UU RI Tahun pasal tentang pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Danah Zohar mengemukakan tujuan dari spiritual adalah kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan masalah, menghadapi situasi dan
menyelesaikanya, menjadikan seseorang memaknai kehidupan serta
menjadikanya berbeda dari sebelumnya ( : - ). Danah Zohar juga menuliskan dalam bukunya tentang Spiritual Quotient (SQ) yang dapat
menjadikan seseorang menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam
beragama. SQ membawa seseorang ke jantung segala sesuatu ke kesatuan
di balik perbedaan, ke potensi di balik ekspresi nyata, menghubungkan
makna dan ruh esensial di belakang semua agama besar ( : ).
Menurut Al-Ghazali yang ditulis oleh Yahya Jaya ( : - ) tentang tujuan spiritualisasi mengutip dari Ihya „Ulum al-Din yaitu
pembentukan keharmonisan hubungan jiwa manusia dengan Allah, dengan
sesama manusia dan makhluk-Nya, dan dengan diri manusia sendiri.
Tujuan khusus dipaparkan pula oleh Al-Ghazali tentang pendidikan
spiritual ialah pembentukan jiwa manusia yang alim (berilmu), mukmin,
beramal, berdo’a, berdzikir, sadar akan keterbatasan umurnya, menjadikan
Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya, dan berkemampuan untuk
mejalankan seluruh aktifitas hidupnya bernilai ibadat kepada Allah.
Dari Rub‟u al-„addat tujuan khusus dari pendidikan spiritual adalah
membentuk manusia yang berakhlak dan beradab dalam bermuamalah
(bergaul) dengan sesamanya, yang sadar akan hak dan kewajibanya, sadar
akan tugas dan tanggung jawabnya, baik dalam hubungan dengan
kehidupan pribadi.
. Cara/metode
Metode adalah jalan atau cara dalam meraih sesuatu yang diinginkan,
untuk mengetahui cara dalam meraih tujuan dari pendidikan spiritual
adalah dengan memahami serta memadukan antara IQ (Intelligence
Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient).
Danah Johar menuliskan bahwa SQ sebenarnya adalah kecerdasan
tertinggi dimana SQ merupakan sebuah landasan yang diperlukan untuk
mengfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ sendiri adalah sebuah proses
yang menyatukan, mengintegrasikan, dan berpotensi mengubah materi
yang timbul dari dua proses lainya (IQ dan EQ). SQ menfasilitasi suatu
dialog antara akal dan emosi, antara pikiran dan tubuh. SQ menyediakan
sebagai titik tumpu bagi pertumbuhan dan perubahan. SQ juga
menyediakan sebagai pusat pemberi makna yang aktif dan menyatu bagi
Dengan memahami IQ maka akan mengetahui kemampuan seseorang,
tingkat kecerdasanya sehingga akan memudahkan dalam mengarahkan dan
mengembangkan kecerdasan tersebut, selanjutnya EQ menjadi persyaratan
dasar untuk menggunakana IQ secara efektif. EQ adalah kecerdasan emosi
dimana seseorang akan memiliki kesadaran akan perasaan milik sendiri
dan milik orang lain.
Hernowo memaparkan dalam buku karya Maurice bahwa EQ
seseorang akan memperkuat ingatan yang ia alami serta mengaitkanya
menjadi informasi, EQ sendiri adalah kecerdasan yang melatih seseorang
untuk mengontrol emosi dan memorinya ( : - ). Dengan kata lain EQ adalah serangkaian kecakapan untuk melapangkan jalan di dunia yang
penuh liku-liku permasalahan sosial (Agustian, : ).
Sedangkan SQ akan menjadikan EQ dan IQ lebih bermakna. Jadi
menjadikan setiap pengalaman yang dilalui oleh seseorang tersebut
menjadi lebih bermakna (Danah Zohar, : ).
Beberapa metode untuk meningkatkan kecerdasan Spiritual adalah
dengan meningkatkan kecerdasan emosional itu sendiri. Beberapa cara
meningkatkan kecerdasan itu antara lain:
a. Menanamkan kedisiplinan, tanggung jawab, dan kesehatan emosi.
b. Melatih untuk saling berbagi, saling peduli, dan mau memecahkan
masalah.
c. Melatih agar berfikir, bersabar, terus gigih dan tekun dalam berusaha.
e. Melatih untuk bersikap tenang
f. Memberikan kasih sayang, perhatian dan cinta (Maurice, :
).
Menurut Danah Zohar dan Marshaal ( : - ) ada jalan untuk menuju kecerdasan spiritual antara lain:
a. Jalan tugas
Dengan patuh terhadap tugas yang diembankan kepada dirinya
dan berkaitan dengan rasa memiliki dan kerja sama dengan orang lain.
b. Jalan pengasuhan
Jalan ini berkaitan dengan kasih sayang (cinta), pengasuhan,
perlindungan, dan penyuburan.
c. Jalan pengetahuan
Jalan pengetahuan adalah dengan memahami, mengetahui,
menjelajah. Jadi jalan ini akan mencari filosofis yang paling dalam
akan kebenaran, hingga pencarian spiritual akan pengetahuan
mengenai Tuhan dan seluruh cara-Nya, terakhir penyatuan
dengan-Nya.
d. Jalan perubahan pribadi
e. Jalan persaudaraan
Jalan yang membangun persaudaraan, kewarganegaraan,
kerelaan berkorban, serta keadilan.
Jalan dimana seseorang menjadi pemimpin, penguasa yang
menjadi teladan masyarakat dan mengabdi penuh kesetiaan kepada
masyarakat.
. Hasil
Hasil adalah sesuatu yang diperoleh atau didapatkan dari usaha yang
telah dilakukan. Hasil dari pendidikan spiritual yang diperoleh adalah
mampu untuk menghadapi berbagai masalah kehidupan yang dihadapi dan
menjadikan segala sesuatu yang terjadi menjadi lebih bermakna atau
memiliki makna yang berbeda dari yang lain. Fikiran menjadi terlatih
untuk terus mencari tau tentang kebenaran serta terlatih untuk bertanggung
jawab dengan segala tindakan yang dilakukan.
Menjadikan seseorang mampu untuk bermasyarakat ataupun bergaul.
Mampu untuk bekerjasama, menciptakan kedamaian dalam lingkunganya
dimanapun ia berada, memiliki tenggang rasa terhadap orang lain,
memiliki keteguhan/kegigihan serta integritas yang tinggi dalam dirinya.
Terbiasa untuk bersikap sabar, berkata jujur, serta memiliki welas asih