• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH REAKSI ELIMINASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH REAKSI ELIMINASI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

REAKS ELIMINASI

Oleh

KELOMPOK 2

ANDI FILDAH YAKUB

HASNAWATI

RENY

MUTHMAINNAH SALAM

MUTHMAINNAH SYAM

NASHRAH SURYANY

ANDI RATNA KHAERATI A.

DIRSYAH DEDI NUGRAHA

ZUHRAH ADMINIRA R.

SRY ASTUTI

LAYLAH FIAMANILLAH A

AYU RAHAYU

SANTI HASMARANI

PENDIDIKAN KIMIA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu menghasilkan senyawa kimia. Senyawa ataupun senyawa-senyawa awal yang terlibat dalam reaksi disebut sebagai reaktan. Reaksi kimia biasanya dikarakterisasikan dengan perubahan kimiawi, dan akan menghasilkan satu atau lebih produk yang biasanya memiliki ciri-ciri yang berbeda dari reaktan. Secara klasik, reaksi kimia melibatkan perubahan yang melibatkan pergerakan elektron dalam pembentukan dan pemutusan ikatan kimia, walaupun pada dasarnya konsep umum reaksi kimia juga dapat diterapkan pada transformasi partikel-partikel elementer seperti pada reaksi nuklir. Reaksi-reaksi kimia yang berbeda digunakan bersama dalam sintesis kimia untuk menghasilkan produk senyawa yang diinginkan.Dalam biokimia, sederet reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim membentuk lintasan metabolisme, di mana sintesis dan dekomposisi yang biasanya tidak mungkin terjadi di dalam sel dilakukan. Reaksi kimia seperti pembakaran, fermentasi, dan reduksi dari bijih menjadi logam sudah diketahui sejak dahulu kala.

Suatu reaksi terjadi karena satu molekul atau lebih memiliki energi yang cukup (energi aktivasi) untuk memutuskan Ikatan. Misalnya yoghourt yang kita temui di kehidupan sehari- hari menjadi salah satu contoh dimana reaksi eliminasi terjadi. Karena itu , untuk lebih mengetahui jalannya proses reaksi eliminasi, saya akan membahas didalam makalah ini

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan reaksi eliminasi? 2. Bagaimana mekanisme reaksi eliminasi?

3. Faktor-faktor apa saja yang menentukan produk dari reaksi eliminasi?

C. Tujuan

1. Mampu mendefenisikan pengertian reaksi eliminasi’

2. Memahami mekanisme-mekanisme yang terjadi pada reaksi eliminasi 3. Mengetahui faktor-faktor yang menentukan produk dari reaksi eliminasi.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Reaksi Eliminasi

Reaksi Eliminasi adalah reaksi pelepasan/pengeluaran molekul dari substrat. Eliminasi dapat dianggap kebalikan dari reaksi adisi. Pada reaksi eliminasi terjadi perubahan ikatan, ikatan tunggal menjadi ikatan rangkap. Eliminasi merupakan reaksi yang mengubah jumlah subtituent dalam atom karbon, dan membentuk ikatan kovalen. Pada reaksi ini, dua atom atau gugus yang masing-masing terikat pada dua buah atom C yang letaknya berdampingan dilepaskan oleh suatu pereaksi sehingga menghasilkan ikatan rangkap. Reaksi ini hanya dapat berlangsung bila ada zat yang menarik molekul yang akan dieliminasi. Reaksi eliminasi digunakan untuk membuat senyawa-senyawa alkena dan alkuna. Sebaga contoh adalah reaksi pembuatan etena dari etanol.

Jika alkil halida mempunyai atom hidrogennya pada atom karbon yang bersebelahan dengan karbon pembawa halogen akan bereaksi dengan nukleofil, maka terdapat dua kemungkinan reaksi yang bersaing, yaitu substitusi dan eliminasi (Firdaus, 2016).

Pada reaksi substitusi, nukleofil menggantikan halogen. Sedangkan, pada reaksi eliminasi, halogen X dan hidrogen dari atom karbon yang bersebelahan dieliminasi dan ikatan baru (ikatan π) terbentuk di antara karbon-karbon yang pada mulanya membawa X dan H. Dalam reaksi ini terjadi penghilangan 2 atom atau gugus untuk membentuk ikatan rangkap atau struktur siklis. Kebanyakan reaksi eliminasi menyangkut kehilangan atom bukan karbon. Reaksi eliminasi dapat terjadi pada senyawa organik yang memiliki gugus pergi (leaving group).

Reaksi Eliminasi Alkil Halida mengikuti aturan Zaytsev yaitu Eliminasi adalah jalur alternatif ke substitusi, Eliminasi berlawanan dengan reaksi adisi, menghasilkan alkena, dapat berkompetisi dengan substitusi dan menurunkan jumlah produk, khususnya untuk SN1.

(4)

Aturan Zaitsev untuk reaksi eliminasi, ada eliminasi HX dari alkil halida, produk alkena yang lebih tersubstitusi adalah produk yang dominan

B. Jenis-Jenis Reaksi Eliminasi

1. Reaksi eliminasi berdasarkan letak gugus tereliminasi

Berdasarkan kedudukan H yang tereliminasi, reaksi eliminasi terbagi atas : a. Reaksi α eliminasi

Reaksi α eliminasi adalah reaksi gugus H yang tereliminasi terletak vertikal dengan gugus lepasnya.

b. Reaksi β eliminasi

Reaksi β eliminasi adalah reaksi gugus H yang tereliminasi terletak horizontal tepat bersebelahan dengan gugus lepasnya.

c. Reaksi γ eliminasi

Reaksi γ eliminasi adalah reaksi gugus H yang tereliminasi terletak horizontal dengan gugus lepasnya, namun tidak tepat bersebelahan langsung.

(5)

2. Reaksi eliminasi berdasarkan jenis molekul yang dilepaskan

Berdasarkan jenis molekul yang dilepaskan, reaksi eliminasi terbagi atas: a. Dehidrohalogenasi

Dehidrohalogenasi berasal dari awalan de- yang berarti “minus: atau “hilangnya”. Dehidrohalogenasi yaitu molekul HX yang lepas dari senyawa alkil halida (RX). Menurut Fessenden (1986:171), bila suatu alkil halide diolah dengan suatu basa kuat, dapat terjadi suatu reaksi eliminasi. Dalam reaksi ini, sebuah molekul kehilangan atom-atom atau ion-ion dari dalam strukturnya. Dalam tipe reaksi eliminasi ini, unsure H dan X keluar dari dalam alkil halida.

b. Dehidrasi

Dehidrasi yaitu lepasnya molekul air dari senyawa alcohol

c. Dekarboksilasi

Dekarboksilasi yaitu lepasnya molekul CO2 dari senyawa

dikarboksilat.

d. Deasetilasi

Deasetilasi yaitu Molekul COCH3 lepas dari senyawa yang mengandung

(6)

3. Berdasarkan Kinetika

a. Reaksi eliminasi unimolekuler (E1) a. r = k [R-X]

b. r = k [(CH3)3C-Cl]

b. Reaksi eliminasi bimolekuler (E2) a. r = k [R-X].[:B-]

b. r = k [CH3CHBrCH3].[C2H5O-] C. Mekanisme Reaksi Eliminasi

Mekanisme reaksi eliminasi adalah tahap-tahap yang dilalui oleh reaksi eliminasi. Seringkali reaksi substitusi dan eliminasi terjadi secara bersamaan pada pasangan pereaksi nukleofil dan substrat yang sama. Reaksi mana yang dominan, bergantung pada kekuatan nukleofil, struktur substrat, dan kondisi reaksi. Seperti halnya dengan reaksi substitusi, reaksi elimanasi juga mempunyai mekanisme, yaitu mekanisme E1, E1cB dan E2 (Firdaus, 2016).

1. Reaksi Eliminasi E1 (Unimolekuler)

Suatu karbokation adalah suatu zat-antara yang tak stabil dan berenergi tinggi, yang dengan segera bereaksi lebih lanjut. Salah satu cara karbokation mencapai produk yang stabil ialah dengan bereaksi dengan sebuah nukleofil dalam reaksi SN1. Namun terdapat suatu alternative lain yaitu dengan mekanisme

E1 (Fessenden, 1986:196).

Mekanisme E1 merupakan reaksi eliminasi unimolekuler. Reaksi eliminasi

unimolekuler adalah reaksi eliminasi dimana karbokation memberikan sebuah proton kepada suatu basa dalam suatu reaksi eliminasi sehingga akan menghasilkan suatu produk alkena.

Reaksi mekanisme E1 biasanya terjadi pada alkil halida tersier. Reaksi ini

berlangsung tanpa basa kuat, melainkan dengan basa lemah (dalam suasana asam dan suhu tinggi). E1 terdiri dari dua tahap mekanisme yaitu tahap ionisasi dan

tahap deprotonasi. Mekanisme eliminasi unimolekuler (E1) memberikan arti

bahwa keadaan transisi penentu lajunya melibatkan suatu molekul tunggal (Male, 2012).

Mekanisme E1 mempunyai tahap awal yang sama dengan mekanisme SN1,

karena sama-sama menggunakan reaksi intermediet karbokation. Pada tahap ini adalah tahap lambat dan merupakan tahap penentu laju dari reaksi keseluruhan. Yaitu tahap ionisasi dari substrat yang menghasilkan ion karbonium yaitu ionisasi putusnya ikatan hidrogen-halogen membentuk intermediet karbokation (Firdaus,

(7)

2016). Suatu reaksi E1 yang khas menunjukkan kinetika order-pertama, dengan laju reaksi hanya bergantung pada konsentrasi alkil halida saja.

Pada tahap kedua yaitu tahap cepat, suatu basa menarik sebuah proton pada sebuah atom karbon yang terletak berdampingan dengan karbon positif. Elektron ikatan sigma karbon-hidrogen ini bergeser kearah muatan positif, karbon tersebut mengalami rehibridasi dari keadaan sp3 ke keadaan sp2, dan terbentuklah sebuah alkena (Fessenden, 1986: 196). Mekanisme umum reaksi E1 adalah

sebagai berikut :

Tahap 1 : Ionisasi (penentu Laju) Reaksi E1 berjalan lambat

Tahap 2 : Penarikan proton oleh Basa (cepat) Reaksi E1 berjalan cepat.

Mekanisme reaksi E1 ini hampir selalu bersama dengan reaksi SN1. Pada

saat karbokation membentuk, ada dua kemungkinan eliminasi atau substitusi, dan campuran produk akan dihasilkan. Reaksi mana yang dominan, bergantung pada kekuatan nukleofil, struktur substrat, dan kondisi reaksi (Firdaus, 2016).

Karena suatu reaksi E1, seperti reaksi SN1, berlangsung lewat zat-antara

karbokation, maka tak mengherankan bahwa alkil halida tersier bereaksi lebih cepat dibandingkan alkil halida yang lain. Reaksi E1 dari alkil halida berlangsung

pada kondisi yang sama seperti SN1 yang dipengaruhi dari pelarut yang polar,

(8)

Sebagai contoh, bila 2-kloro-2-metil propana dipanaskan pada 65oC dalam 80% larutan etanol, maka akan memperoleh campuran 2-metil-2-propanol (SN1)

dan 2-metilpropena (E1). Pada produk kedua, 2-metil propena merupakan proses

hilangnya atom hidrogen dan atom klorin. Pada kondisi dibawah orde pertama (tidak adanya suatu basa kuat), dehidrohalogenasi berlangsung melalui mekanisme E1, yaitu ionisasi alkil halida menghasilkan intermediet karbokation

yang akan melepaskan hidrogen dan membentuk alkena. Karbokation yang terbentuk dapat bereaksi dengan suatu nukleofil untuk menghasilkan suatu produk substitusi, atau dapat kehilangan sebuah proton pada suatu basa membentuk ikatan pi dan menghasilkan produk eliminasi. Etanol adalah pelarut yang dapat bersikap sebagai nukleofil ataupun suatu basa dalam reaksi ini (Male, 2012).

a. Diagram perubahan energi reaksi E1

Sebagaimana diharapkan, reaksi E1 menunjukkan kinetika orde pertama yang

(9)

b. Stereokimia produk reaksi E1

Pada mekanisme E1 keterlibatan stereokimianya tidak seperti mekanisme

E2. Pada reaksi E2 geometri periplanar diperlukan, tetapi pada reaksi E1 tidak ada

syarat geometri. Intermediet karbokation dapat melepaskan proton manapun dari posisi tetangganya yang tersedia. Pada reaksi ini juga dapat diharapkan produk yang terbentuk adalah produk yang lebih stabil (Male, 2012).

c. Reaski Eliminasi E1 cB

Reaksi E1cB adalah reaksi yang berlangsung melalui intermediet

karbanion. Reaksi eliminasi ini terjadi dalam makhluk hidup dan sangat umum. (Male, 2012).

 Mekanisme tahapan reaksi eliminasi E1 cB

Mekanisme E1cb atau biasa disebut mekanisme karbanion karena

intermediet yang terbentuk adalah suatu karbanion. Mekanisme ini, melalui proses dua tahap yang berdasarkan urutan pelepasan terbalik: proton dieliminasi terlebih dahulu (Male. 2012).

Dalam mekanisme ini keterlibatan suatu basa harus ada. Reaksi dalam eliminasi E1 maupun E1cb selalu bersaing dengan substitusi SN1 karena memiliki

(10)

Berdasarkan kedua tahap eliminasi ini dapat dibedakan jalur mekanisme yang terjadi (Male, 2012) yaitu:

Pertama, karbanion kembali ke substrat awal lebih cepat daripada membentuk

produk. Jadi tahap pertama reversible, sedangkan tahap kedua lambat

Kedua, tahap pertama adalah tahap lambat secara esensial irreversible. Dan Ketiga, tahap pertama cepat, dan karbanion secara pelan-pelan menjadi produk.

Pada mekanisme ketigaini terjadi hanya dengan karbanion stabil. Dalam hal ini, tahap pertama adalah irreversible.

Mekanisme E1cB secara umum didapatkan pada substrat yang memiliki gugus

pergi lemah dan hidrogen bersifat asam.

2. Reaksi Eliminasi E2 (Alkil Halida)

Reaksi E2 (eliminasi bimolekular) ialah reaksi eliminasi alkil halida yang paling berguna. Reaksi E2 alkil halida cenderung dominan bila digunakan basa kuat, seperti –OH dan –OR, dan temperatur tinggi. Secara khas reaksi E2 dilaksanakan dengan memanaskan alkil halida dengan K+ -OH / Na+ -OCH2CH3

dalam etanol (Yulliya, 2016).

Menurut Muliani (2016), reaksi E2 berjalan tidak lewat suatu karbokation sebagai zat-antara, melainkan berupa reaksi serempak (concerted reaction) yakni terjadi pada satu tahap, sama seperti reaksi SN2.

1. Basa membentuk ikatan dengan hidrogen 2. Elektron-elektron C-H membentuk ikatan pi

3. Brom bersama sepasang elektronnya meninggalkan ikatan sigma C-Br.

.. _ ..: .. .. fast .. _ 1) 2) .. _ slow + Br _ C O C O C O C O C C Br C C Br H H O C C Br H O H C C

(11)

Persamaan diatas menunjukkan mekanisme, dengan anak panah bengkok menyatakan “pendorongan elektron” (electron-pushing). Struktur keadaan transisi dalam reaksi satu tahap ini adalah dalam reaksi E2, seperti dalam reaksi E1, alkil halida tersier bereaksi paling cepat dan alkil halida primer paling lambat. (Bila diolah dengan suatu basa, alkil halida primer biasanya begitu mudah bereaksi substitusi, sehingga sedikit alkena terbentuk) (Ektosimsoliku, 2016).

Konfigurasi yang terbaik untuk reaksi E2 adalah konfigurasi dimana hidrogen yang akan tereliminasi dalam posisi anti dengan gugus pergi. Alasannya ialah bahwa pada posisi tersebut orbital ikatan C-H dan C-X tersusun sempurna yang memudahkan pertumpang tindihan orbital dalam pembentukan ikatan  baru (Thomton, 2002).

(12)

a. Efek isotop kinetik

Sekelumit bukti eksperimen yang membantu orang memahami mekanisme E2 ialah perbedaan dalam laju eliminasi antara alkil halida berdeuterium dan tak berdeuterium. Perbedaan dalam laju reaksi antara senyawa yang mengandung isotop yang berbeda disebut efek isotop kinetik.

Deuterium (H atau D) ialah isotop hidrogen yang intinya terdiri dari satu proton dan satu neutron. Ikatan C-D lebih kuat daripada ikatan C-H sebanyak 1,2 kkal/mol. Telah dipostulatkan bahwa pemutusan ikatan C-H adalah bagian integral (dari) tahap penentu laju (satu-satunya tahap) dari suatu reaksi E2. Apa yang terjadi bila H yang akan tereliminasikan digantikan oleh D? Pemutusan ikatan CD yang lebih kuat itu meminta lebih banyak energi. Jadi, Eakt harus lebih

tinggi dan laju reaksi eliminasi akan lebih rendah. Bila 2-bromopropana berikut ini dibiarkan bereaksi E2 dengan CH3CH2O- sebagai basa, dijumpai bahwa

senyawa berdeuterasi hanya dengan 1/7 laju senyawa 2-bromopropana (Fessenden, 1982).

b. Campuran alkena

Seringkali reaksi E1 dan E2 dirujuk sebagai eliminasi beta (β). Istilah ini mencerminkan hidrogen mana yang dibuang dalam reaksi ini. berbagai macam atom karbon dan hidrogen dalam sebuah molekul dapat ditandai dengan α, β, dan seterusnya, menurut alphabet Yunani. Atom karbon yang mengikat gugus

fungsional utama dalam sebuah molekul disebut karbon alfa (α), dan karbon

berikutnya karbon beta (β). Hidrogen yang terikat pada karbon α disebut hidrogen α, sementara yang terikat pada karbon β adalah hidrogen-hidrogen β. Dalam suatu reaksi eliminasi β, sebuah atom hidrogen-hidrogen β dibuang bila terbentuk alkena. (Tentu saja, alkil halida yang tak mengandung hidrogen β tak dapat melangsungkan eliminasi β).

(13)

Jika 2-bromopropana atau t-butil bromida mengalami eliminasi, hanya akan diperoleh satu macam produk alkena yang mungkin. Namun bila gugus alkil disekitar karbon α berlainan terhadap lebih dari satu macam hidrogen β, maka akan diperoleh lebih dari satu alkena. Reaksi E2 dari 2-bromobutana menghasilkan dua alkena karena dapat dieliminasi dua macam atom hidrogen: sebuah hidrogen dari satu gugus CH3 atau sebuah hidrogen dari sebuah gugus

CH2.

c. Alkena mana yang terbentuk?

Dalam tahun 1875 seorang ahli kimia Rusia, Alexander Saytseff, merumuskan aturan berikut, yang sekarang disebut aturan Saytseff: Alkena yang

memiliki gugus alkil terbanyak pada atom-atom karbon ikatan rangkapnya, terdapat dalam jumlah terbesar dalam campuran produk reaksi eliminasi. Alkena

ini dirujuk sebagai Alkena tersubstitusi lebih-tinggi. Aturan Saytseff meramalkan 2-butena akan terdapat lebih banyak daripada 1-butena sebagai produk dalam reaksi E2 dari 2-bromobutana. Hal ini memang terbukti. Dalam reaksi berikut, campuran alkena terdiri 80% 2-butena dan hanya 20% 1-butena (Fessenden, 1982).

Telah ditetapkan bahwa alkena tersubstitusi-lebih-tinggi lebih stabil

daripada alkena yang tersubstitusi-kurang-tinggi. oleh karena itu eliminasi E2

(14)

Untuk memahami mengapa alkena yang lebih stabil (2-butena) lebih disukai daripada alkena yang kurang stabil (1-butena), hendaknya keadaan transisi yang menghasilkan kedua butena ini diperhatikan. Dalam masing-masing keadaan transisi basa sedang merebut proton dan suatu ikatan rangkap sedang terbentuk. Dikatakan bahwa keadaan transisi memiliki karakter ikatan rangkap, yang dinyatakan oleh garis titik-titik dalam rumusnya.

Karena kedua keadaan transisi yang menghasilkan alkena ini memiliki karakter ikatan-rangkap, maka keadaan transisi yang menghasilkan alkena yang lebih stabil, juga lebih distabilkan dan memiliki energy yang lebih rendah. Reaksi yang keadaan transisinya berenergi lebih rendah, akan berlangsung dengan lebih cepat; oleh karena itu alkena yang lebih stabil merupakan produk yang lebih berlimpah. Alkena-alkena trans lebih melimpah sebagai produk reaksi E2, karena lebih stabilnya keadaan transisi (Ningsih, 2016).

d. Stereokimia suatu reaksi E2

Stereokimia E2 adalah konfigurasi dari suatu senyawa stereocenter (R vs S) yang menghasilkan ikatan rangkap dengan produk E atau Z. Pada stereokimia dalam keadaan transisi suatu reaksi eliminasi E2, basa yang menyerang dan gugus yang pergi umumnya sejauh meungkin, atau anti. Karena inilah maka eliminasi E2 seringkali dirujuk sebagai anti-eliminasi.

Salah satu struktur konformasi yang biasa digunakan pada stereokimia E2

adalah proyeksi Newman. Berikut terdapat contoh proyeksi Newman untuk menggambarkan stereokimia dari reaksi E2 (2-kloro-3-metilpentana) yang

direaksikan dengan basa kuat (Klein, 2008):

C2H5O: -CH3-CH C Br CH2 H CH3 H A B A B CH3CH2C CH2 CH3 2-METIL-1-BUTENA CH3CH C CH3 CH3 2-METIL-2-BUTENA 2-BROMO-2-METILBUTANA (31%) (69%)   

(15)

Selanjutnya kita menggambarkan notasi konformasi yang akan mengambil atom C dari depan membentuk posisi anti:

Konformasi reaksi kemudian berubah menjadi ikatan rangkap seiring lepasnya gugus H dan Cl secara bersamaan serta berada di depan dan belakang atom karbon membentuk posisi trans:

Reaksi ini menghasilkan trans (E) dan tidak akan membentuk cis (Z) karena reaksi E2 adalah reaksi yang stereospesifik (suatu reaksi dimana

stereoisomer yang berlainan dari pereaksi menghasilkan produk yang secara stereoisomerik berlainan).

Ciri yang menarik mengenai anti-eliminasi ialah bahwa peletakan-anti dari H dan Br yang akan dibuang menentukan stereokimia alkena sebagai produk. Untuk memahami terjadinya hal ini, perhatikan reaksi E2 dari beberapa halida stereoisomerik. Senyawa 1-bromo-1,2-difenilpropana mempunyai dua atom karbon kiral (karbon 1 dan 2) dan empat stereoisomer (Ifadly, 2016).

(16)

Karena terdapat hanya satu hidrogen β dalam halida awal, maka stereoisomer yang manapun akan menghasilkan C6H5(CH3)C CHC6H5. Namun

dalam produk ini dapat terjadi keisomeran geometrik.

Bila atau (1R,2R)-1-bromo-1,2-difenilpropana ataupun

(1S,2S)-enantiomernya menjalani reaksi E2, akan terbentuk (Z)-alkena secara eksklusif; tak akan terbentuk (E)-alkena.

Mengapa hanya terbentuk produk (Z) dan tak ada produk (E)? Karena hanya ada satu konformasi dari masing-masing enantiomer inti di mana Br dan hidrogen β berposisi anti, baik dari enantiomer (1R,2R) maupun dari enantiomer

(1S,2S). Dalam masing-masing enantiomer ini pelurusan anti- antara H dan Br

akan menaruh gugus-gugus fenil pada satu sisi dari molekul, sehingga dihasilkan

(Z)-alkena. Seandainya eliminasi dapat terjadi tanpa memperdulikan konformasi

enantiomer- enantiomer ini, pastilah akan dijumpai pula (E)-alkena.

Keadaan tepat terbalik pada enantiomer-enantiomer (1R,2S) atau (1S,2R). Masing-masing enentiomer ini justru menghasilkan (E)-alkena, dan tak ada (Z)-alkena. Alasannya sekali lagi, ialah hanya ada satu konformasi dalam mana Br dan satu-satunya H β itu berposisi anti satu terhadap yang lain. Dalam konformasi ini gugus-gugus fenil berada dalam sisi-sisi yang berlawanan (Fessenden, 1982)

Halosikloalkana seperti klorosikloheksana dapat juga bereaksi E2. Dalam kasus-kasus ini, konformasi cincin memainkan peranan penting dalam jalannya reaksi. Agar berposisi anti dalam suatu cincin sikloheksana, gugus pergi (seperti klor) dan suatu H β, haruslah 1,2-trans dan diaksial. Tak ada konformasi lain yang meletakkan H dan Cl ini anti satu terhadap yang lain. Meskipun konformasi ini bukan konformasi favorit, beberapa persen molekul halosikloalkana berada dalam konformasi ini pada suatu saat dan dengan demikian dapat menjalani eliminasi (Yulliya, 2016).

e. Produk Hofmann

Kebanyakan dehidrohalogenasi tunduk pada aturan Saytseff dan alkena yang lebih tersubstitusi lebih melimpah. Tetapi dalam suatu keadaan, produk utama dari suatu dehidrohalogenasi justru alkena yang kurang stabil dan kurang

(17)

melimpah, dikatakan reaksi itu menghasilkan produk Hofmann (Fessenden, 1982).

Kapan alkena yang kurang tersubstitusi mungkin merupakan produk yang lebih melimpah? Suatu gejala biasa yang menghasilkan alkena yang kurang tersubstitusi ialah rintangan sterik (steric hindrance) dalam keadaan transisi yang seharusnya menghasilkan alkena yang paling tersubstitusi. Rintangan sterik ini dapat meningkatkan energi keadaan transisi itu sedemikian banyak sehingga reaksi mengikuti jalan lain dan menghasilkan alkena yang kurang tersubstitusi. Rintangan sterik ini dapat disebabkan oleh salah satu dari tiga faktor berikut. Pertama, ukuran basa yang menyerang merupakan satu sebab. Dalam reaksi eliminasi 2-bromobutana dengan ion etoksida yang kecil itu, alkena yang lebih tersubstitusi akan melimpah. Dengan ion t-butoksida yang lebih besar 1- dan 2-butena terbentuk sama banyak.

Kedua, rintangan sterik mungkin disebabkan oleh meruahnya

gugus-gugus yang mengelilingi gugus-gugus pergi dalam alkil halida itu.

2-bromo-2,4,4-trimetilpentana yang terintangi itu menghasilkan alkena yang kurang tersubstitusi dalam suatu reaksi E2, bahkan dengan suatu basa kecil sekalipun, seperti ion etoksida (Ifadly, 2016).

Ketiga, jika gugus pergi itu sendiri besar dan meruah, produk Hofmann dapat lebih melimpah. Contoh reaksi yang menghasilkan produk Hoffman sebagai berikut: CH3-C-O: -CH3-CH C Br CH2 H CH3 H A B A B CH3CH2C CH2 CH3 2-METIL-1-BUTENA CH3CH2 C CH3 CH3 2-METIL-2-BUTENA 2-BROMO-2-METILBUTANA (72,5%) (27,5%) H3C H3C

(18)

f. Eliminasi Hofmann (Amina)

Amonium kuarterner hidroksida (R4N+ OH-) adalah derivat amina yang

digunakan dalam studi penentuan struktur, karena senyawa ini bereaksi eliminasi untuk menghasilkan alkena dan amina. Secara singkat akan diperhatikan bagaimana membuatnya, kemudian reaksi eliminasinya dan akhirnya penggunaan senyawa ini dalam studi struktur.

1) Pembentukan amonium kuaterner hidroksida

Bila suatu amonium kuaterner halida direaksikan dengan peak oksida dalam air, akan diperoleh ammonium kuaterner hidroksida.

Suatu ammonium kuaterner hidroksida tak dapat diperoleh oleh reaksi ion antara R4N+ X- dengan NaOH dalam air, karena pereaksi dan produknya

merupakan senyawa ion yang larut dalam air. Jika reaksi semacam itu dicoba, diperoleh campuran R4N+ Cl- dan R4N+ OH- (bersama dengan NaOH dan NaCl).

Namun perak hidroksida, yang dibuat insitu dari perak oksida lembab (Ag2O +

H2O 2AgOH), akan mengikat ion halida sebagai endapan AgX, AgX dipisah

dengan penyaringan, disusul dengan penguapan airnya, sehingga diperoleh ammonium kuaterner hidroksida murni.

2) Eliminasi

Bila suatu ammonium kuaterner hidroksida (padat) dipanaskan, terjadi suatu reaksi eliminasi yang disebut eliminasi Hofmann. Reaksi ini adalah suatu reaksi E2 dalam mana amina merupakan gugus pergi.

Eliminasi ini biasanya menghasilkan produk Hofmann, alkena dengan gugus

alkil yang lebih sedikit pada karbon berikatan pi. Terbentuknya alkena yang

kurang stabil, kurang tersubstitusi dapat dianggap akibat halangan sterik dalam keadaan transisi.

3) Metilasi tuntas

Banyak senyawa-senyawa dalam alam mengandung cincin heterosiklik. Suatu ammonium kuaterner hidroksida dari suatu cincin heterosiklik menjalani eliminasi dengan cara yang sama seperti amina rantai terbuka. Bila atom nitrogen merupakan bagian dari suatu cincin, tidak terjadi fragmentasi. Sebagai gantinya,

(19)

gugus amino dan gugus alkenil (yang merupakan produk) keduanya tetap dalam satu molekul.

Dalam penentuan struktur suatu senyawa, seringkali tujuannya berupa memecah senyawa tersebut menjadi pecahan-pecahan kecil yang dapat diidentifikasi. Untuk menunjukkan bagaimana eliminasi Hofmann dapat melakukan hal ini, diambil system cincin piperidina yang sederhana itu. Ammonium kuaterner hidroksidanya dibuat dengan pengolahan dengan CH3I

(reaksi SN2), disusul oleh reaksi dengan Ag2O. pemanasan menghasilkan

eliminasi, yang menghasilkan suatu alkenilamina, seperti ditunjukkan oleh persamaan diatas.

Karena produk eliminasi ini masih mengandung suatu gugus amino, maka senyawa ini masih dapat bereaksi lagi dengan CH3I dan Ag2O untuk

menghasilkan amonium kuaterner hidroksida yang baru. Pemanasan produk ini akan menghasilkan alkena baru, sedangkan nitrogennya akan terusir (habis) dari molekul itu dalam bentuk trimetilamina. Deret reaksi ini disebut metilasi tuntas (habis-habisan, exhaustive).

Piperidina awal telah mengalami dua babak metilasi tuntas (dua babak yang terdiri dari rentetan CH3I, Ag2O, pemanasan) sebelum nitrogen itu lepas dari

senyawa induk. Dua babak ini khas untuk heterosikel nitrogen. Seandainya nitrogen itu terikat pada cincin, bukannya berada dalam cincin, satu babak saja sudah cukup untuk mengusir nitrogen (Yulliya. 2016).

D. Reaksi Eliminasi Alkohol

Alkohol, seperti halnya alkil halida, bereaksi eliminasi dan menghasilkan alkena. Reaksi ini juga disebut reaksi dehidrasi, karena dalam reaksi ini juga mengalami pelepasan air.

CH3-CH2-CH2-OH H2SO4 PKT 170oC

CH3-CH CH2

PROPIL ALKOHOL PROPENA

OH 85% H3PO4 170oC + H2O SIKLOHEKSANOL SIKLOHEKSENA (80%) + H2O CH3 H3C C CH3 OH 20% H2SO4 85oC + H2O H3C C CH3 CH2 t-BUTIL ALKOHOL 2-METILPROPENA (84%)

(20)

Untuk alkohol primer mengalami reaksi E2, sedang untuk alkohol sekunder dan tersier, dehidrasi mengikuti jalur E1. Gugus hidroksil diprotonkan, sebuah karbokation terbentuk dengan lepasnya sebuah molekul air, dan kemudian sebuah proton dilepaskan untuk menghasilkan alkena (Ektosimsoliku. 2016).

Adapun tahapannya yaitu :

Dalam tahap kedua, karbokation kehilangan H+ karena diberikan kepada H2O, HSO4, atau molekul lain. Dalam tahap kedua ini, dalam keadaan transisi

terbentuk ikatan rangkap sebagian. Jika dapat terbentuk lebih dari satu alkena, maka suatu reaksi E1 yang khas akan menghasilakan secara lebih melimpah (Yulliya. 2016).

E. Faktor-Faktor Yang Menentukan Produk Reaksi Eliminasi 1. Jenis Substrat

 Substrate primer : untuk substrate primer lebih cocok menggunakan reaksi substitusi karena nukleofil lebih mudah mencapai carbon dengan gugus yang ditinggalkan

 Substrate sekunder : lebih mudah menggunakan reaksi eliminasi, Karena adanya hambatan steric akan membuat reaksi substitusi semakin sulit.

 Substrate tersier : pada halide tersier hambatan steric dari substrate akan membuat reaksi SN2 tidak dapat dilakukan. Sehingga pada

substrate tersier menggunakan reaksi eliminasi terutama pada suhu yang tinggi. STEP 1: C C OH.. .. H + H3O :+ C C O+-H .. H + H2O : H (FAST) STEP 2: C C O+-H .. H H + H2O : C C + H (SLOW) + H2O : C C + H STEP 3: .. C C + H3O :+ (FAST)

(21)

2. Temperatur

Reaksi E1 dan E2 akan meningkat jika suhu tinggi jika dibandingkan dengan reaksi substitusi. Reaksi eliminasi membutuhkan banyak energy bebas daripada reaksi substitusi karena selama proses eliminasi terjadi perubahan ikatan.

3. Ukuran Nukleofil

 Jika nukleofil tidak dirintangi maka reaksi yang akan terjadi adalah substitusi

 Jika nukleofil dirintangi maka reaksi yang akan terjadi adalah eliminasi

4. Nukleofil dan Polaritas

 Jika ion nukleofil kuat dan polaritasnya rendah seperti ion amina (NH2-) maka lebih mudah menggunakan reaksi eliminasi (E2)

 Jika ion nukleofil lemah dan polaritasnya tinggi seperti ion klorida dan ion asetat maka lebih mudah menggunakan reaksi substitusi (SN2)

5. Pelarut

Pada umumnya pelarut berpengaruh pada reaksi bersaing. Untuk produk eliminasi Pelarut yang polar lebih disukai E1 daripada E2; dan SN1 daripada SN2 Pengaruh pelarut tergantung pada kemampuan untuk mensolvasi ion-ion dan menstabilkan ion yang terbentuk atau memberikan kestabilan untuk memudahkan terbentuknya ion-ion molekul.

F. Perbedaan dan Perbandingan antara E1& E2

Menurut Maulina (2016), perbedaan antara mekanisme eliminasi E1 dan E2 yaitu:

Proses Eliminasi Eiminasi E1 Eliminasi E2 Mekanisme reaksi

eliminasi

a. Membentuk karbokation b. Karbokation memberi

proton pada basa lalu terbentuk alkena

c. Basa merebut proton dari atom C (beta, C yang

a. Nukleofil langsung mengambil proton dari atom C (beta) pada atom C gugus pergi

b. Tidak terjadi pembentukan karbokation

(22)

berdampingan dengan C+) c. Pembentukan secara serempak Perbadingan terjadinya reaksi dengan pelarut basa

b. Terjadi pada konsentrasi basa rendah

c. Hanya terjadi pada substrat tersier dan beresonansi

b. Terjadi pada basa kuat dengan konsentrasi tinggi c. Substrat (10 20 30) dan

lebih cepat bereaksi pada substrat 30

Pereaksi (asam / basa)

a. Alkil halida + asam kuat + panas E1

b. Alkohol + asam kuat + panas  E1

Alkil halida + basa kuat + panas  E2

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Ektosimsoliku. 2016. Reaksi Eliminasi.

http://ektosimsolikul4ict.files.wordpress.com/2012/02/. Diakses pada tanggal 4 November 2016 di Makassar.

Fessenden, J, Ralp. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1. Erlangga. Jakarta. Fessenden, Ralp J & Fessenden, Joan S. 1986. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta :

Erlangga

Firdaus. 2016. Alkil Halida. Diakses melalui http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1711/Alkil_halid a.pdf pada tanggal 03 November 2016.

Ifadly, Hani. 2016. Reaksi Eliminasi.

https://haniifadly.files.wordpress.com/2011/03/. Diaskses pada tanggal 2 November 2016 di Makassar.

Ifadly, Hani. 2016. Reaksi Eliminasi Mekanisme Reaksi Eliminasi.. https://haniifadly.files. wordpress.com/2011/03/. Diaskses pada tanggal 4 November 2016 di Makassar.

Klein, D. R. 2008. Organic Chemistry 1, Translating the Basic Concepts. United States of Americ: John Wiley & Sons Inc.

Male, Kasmir Sy. 2012. Kimia Organik Fisik-4.

http://kazmyrkimia09.blogspot.co.id/2012/05/organik-fisik-4.html. Diakses pada tanggal 03 November 2016.

Maulina, Faradillah. 2016. Reaksi Eliminasi. http://faradillahmaulina.blogspot.co.id/2016/02/ reaksi-eliminasi.html. Diakses pada tanggal 2 November 2016 di Makassar.

Ningsih, Ratna. 2016. Alkil Halida. http://ratnaningsih.staff.upi.edu/2011/08/. Diakses pada tanggal 2 November 2016 di Makassar.

Thornton, Robert. 2002.Organik Chemistry. USA. New York University

Yulliya. 2016. Rekasi Eliminasi. http://yulliya.blogspot.co.id/2012/05/reaksi-eliminasi.html. Diakses pada tanggal 2 November 2016 di Makassar.

(24)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Reaksi Eliminasi adalah reaksi pelepasan/pengeluaran molekul dari substrat. Eliminasi dapat dianggap kebalikan dari reaksi adisi. Pada reaksi eliminasi terjadi perubahan ikatan, ikatan tunggal menjadi ikatan rangkap. Pada reaksi eliminasi, halogen X dan hidrogen dari atom karbon yang bersebelahan dieliminasi dan ikatan baru (ikatan π) terbentuk di antara karbon-karbon yang pada mulanya membawa X dan H.

2. Mekanisme reaksinya terdiri atas reaksi eliminasi E1(unimolekuler) yang terjadi dalam 2 tahap mekanisme yaitu tahap ionisasi dan tahap deprotonasi dan reaksi eliminasi E2 (bimolekuler) yang reaksinya berjalan tidak lewat suatu karbokation sebagai zat-antara, melainkan berupa reaksi serempak (concerted reaction) yakni terjadi pada satu tahap, sama seperti reaksi SN2.

1. Adapun faktor-faktor yang menentukan produk dari reaksi eliminasi: a. Jenis substrat

b. Suhu

c. Ukuran nukleofil d. Ukleofil dan polaritas e. Pelarut

B. Saran

Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:

1. Diharapkan pembaca untuk mencari serta melengkapi teori tentang reaksi eliminasi.

2. Diharapkan agar pembaca dapat menmberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 3.1. Perubahan besar terjadi pada bilangan oksiran dan bilangan hidroksil. Penggunaan katalis padat bentonit menyebabkan peningkatan laju reaksi hidoksilasi yang

Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan zat

Sehingga pada makalah ini akan dijelaskan secara rinci tentang apa yang dapat terjadi pada molekul pada saat klimaks reaksi (keadaan yang mana akan mulai membentuk produk dalam

Reaksi kimia asam basa adalah reaksi yang terjadi antara larutan asam dengan larutan basa, hasil reaksi ini dapat bersifat netral disebut juga reaksi penetralan asam basa

Reaksi fisi adalah reaksi yang terjadi pada inti berat yang ditumbuk oleh sebuah partikel (umumnya neutron) kemudian membelah menjadi dua inti baru yang lebih ringan. Neutron

Jika reaksi yang terjadi sangat eksotermis pada konversi yang masih kecil suhu gas sudah naik sampai lebih tinggi dari suhu maksimum yang diperbolehkan untuk katalisator, maka gas