• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pertumbuhan Dimensi Tanaman Tectona grandis Linn F.

Hasil pengamatan menunjukkan tidak semua petani di Kecamatan Conggeang menanam tanaman jati sebagai tanaman pokok pada lahannya. Ada juga sebagian petani yang mengkombinasikan dengan tanaman lain seperti mahoni (Swietenia macrophylla), suren (Toona sureni), tisuk (Hibiscus macrophyllus) dan lamtoro (Leucaena leucocephala). Penelitian yang dilakukan pada 3 desa contoh menunjukkan bahwa pertumbuhan dimensi tanaman jati berbeda-beda baik dari diameter maupun rata-rata tinggi pohon yang diukur meskipun memiliki umur tanam yang relatif sama. Untuk Desa Karanglayung, tanaman jati dengan umur 12 tahun tidak dapat ditemukan karena sebagian besar tanaman jati yang berumur lebih dari 10 tahun telah ditebang oleh petani untuk keperluan sehari-hari sehingga sulit ditemukan. Rata-rata pertumbuhan dimensi tanaman jati pada ketiga desa yang diteliti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rata-rata pertumbuhan tanaman jati pada 3 (tiga) desa dengan 3 (tiga) umur tanam yang berbeda di Kecamatan Conggeang

Umur (tahun) Lokasi Rata-Rata Dimensi Diameter (cm) Tinggi Bebas Cab. (m) Tinggi Total (m) LBDS (m2) 3 Babakan Asem 5,35 3,62 7,02 0,0027 Conggeang Kulon 4,97 3,35 5,75 0,0021 Karanglayung 6,21 1,74 6,06 0,0034 6 Babakan Asem 10,29 3,69 9,11 0,0093 Conggeang Kulon 7,88 3,21 7,45 0,0054 Karanglayung 9,37 2,45 8,58 0,0077 12 Babakan Asem 13,98 3,97 12,19 0,0169 Conggeang Kulon 13,88 3,45 9,38 0,0163

(2)

  l p c p D m d b t k k T p 6 u ( f k b Pad lebih baik d pada Desa B cm (untuk perbedaan d Desa Karang memiliki tin dalam kelas Ber bebas caban tanaman pal kelas umur, kelas umur 6 Ttot 12,19 pertumbuhan 6,06 m dan umur 6 tahu (tiga) desa te G Sec faktor, yaitu kondisi kesu baik (Sirega 0 5 10 15 Ra ta ra ta   diame ter  (cm ) Babakan A da Desa Bab dibandingka Babakan As umur 6 tah dimana diam glayung untu nggi bebas c umur 3 tahu rdasarkan kr ng (Tbc), De ling baik den

yaitu untuk 6 tahun Ttot m dan Tb n tinggi tana 1,74 untuk un. Perband ersebut disaj ( Gambar 1 Pe Ket : (A) D cara teknis, u faktor leta uburan lahan ar 2005). Sel 3 6 Asem Conggean bakan Asem n dengan d em tersebut hun); dan 1 meter dan Lu uk kelas um cabang (Tbc un dan 6 tahu riteria tinggi esa Babakan ngan tinggi k kelas umur t 9,11 m da bc 3,97 m aman jati pal

kelas umur dingan rata-r jikan pada G (A) erbandingan Diameter ra pertumbuha ak lahan (to n (struktur lain dari itu,

12 Umur tan g Kulon Karangl m menunju desa lainnya adalah 5,35 13,98 cm (u uas Bidang D mur 3 tahun. A c) paling ren un, yaitu 1,7 i tanaman, b n Asem meru total dan be r 3 tahun Tt an Tbc 3,69 m m. Sedangka ling rendah d r 3 tahun da rata tinggi d Gambar 1. pertumbuha ta-rata; (B) T an tanaman opografi), ko dan tekstur jenis perlak 0 5 10 15 Ra ta ra ta   ti n gg i  (m) nam (thn) ayung ukkan pertum . Rata-rata 5 cm (untuk untuk umur Dasar (LBDS Akan tetapi ndah diantar 74 m dan 2,4 baik tinggi upakan desa ebas cabang tot 7,02 m d m; dan untu an Desa Ka dengan Ttot an 8,58 m da dan diamete an rata-rata t Tinggi total sangat dipen ondisi ekolo tanah), dan kuan setelah 0 5 0 5 3 mbuhan dim diameter tan k umur 3 tah r 12 tahun) S) terbaik b di Desa Kar ra desa yang 45 m. total (Ttot) a yang mem berturut-turu dan Tbc 3,62 uk kelas umu aranglayung dan Tbc ber an 2,45 m u r tanaman j (B) anaman jati rata-rata. ngaruhi oleh ogis, iklim n pemilihan h penanaman 6 Um mensi yang naman jati hun); 10,29 . Terdapat erada pada ranglayung g lain baik dan tinggi miliki tinggi ut menurut 2 m; untuk ur 12 tahun g memiliki rturut-turut untuk kelas jati pada 3 h beberapa dan lahan, bibit yang n pun dapat 12 mur tanam (thn)

(3)

berpengaruh erat terhadap pertumbuhan tanaman jati, seperti teknis penanaman, jarak tanam, pemeliharaaan dan pemilihan tanaman sela pada agroforestri. Perbedaan pertumbuhan tanaman jati pada masing-masing desa juga dapat dipengaruhi oleh adanya interaksi antar komponen tanaman. Interaksi antar tanaman positif dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut karena terjadi saling interaksi yang menguntungkan, namun bila terjadi interaksi negatif maka pertumbuhan salah satu tanaman akan stagnan (tidak berkembang) seiring berkembangnya jenis tanaman yang lainnya (Hairiah et al. 2002).

Pertumbuhan diameter tanaman pokok jati yang paling baik terdapat pada Desa Babakan Asem untuk kelas umur 6 dan 12 tahun, sedangkan untuk kelas umur 3 tahun berada di Desa Karanglayung. Perbedaan rata-rata diameter pohon jati paling besar terdapat tanaman jati pada kelas umur 6 tahun, dimana pertumbuhan diameter tanaman jati Desa Babakan Asem paling tinggi diantara desa lainnya. Perbandingan tinggi tanaman jati yang paling berbeda jauh adalah tanaman jati dengan kelas umur 12 tahun. Tinggi tanaman jati pada Desa Babakan Asem dapat mencapai 12,19 m sedangkan tinggi tanaman jati pada Desa Conggeang Kulon hanya mencapai 9,38 m. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman jati diduga disebabkan oleh kualitas tempat tumbuh lokal, dan tindakan pemeliharaan yang dilakukan petani atau petani.

Kondisi tempat tumbuh di Desa Babakan Asem sesuai dengan tanaman jati karena kondisi tanahnya relatif landai dengan kondisi curah hujan sedang dan lamanya penyinaran matahari yang cukup. Sedangkan tanaman jati di Desa Conggeang Kulon yang mempunyai rata-rata diameter paling kecil disebabkan karena kondisi tanah yang bergelombang dan berbatu dan memiliki curah hujan tinggi diduga ikut mempengaruhi pertumbuhan jati. Faktor pemeliharaan juga diduga dapat mempengaruhi pertumbuhan rata-rata diameter pohon dimana pada Desa Babakan Asem pemeliharaan dilakukan secara rutin dan terkontrol sehingga pertumbuhannya relatif cepat sedangkan pada Desa Conggeang Kulon kegiatan pemeliharaan dilakukan secara tidak intensif. Kegiatan pemeliharaan tanaman jati di Desa Conggeang Kulon yang tidak intensif diakibatkan oleh letak lahannya sangat jauh dari rumah petani sehingga petani hanya bisa melakukan

(4)

 

pemeliharaan bila mempunyai waktu yang banyak. Hal tersebut terjadi pula pada Desa Karanglayung dimana faktor jauhnya letak hutan rakyat menyebabkan kurang antusiasme petani untuk melakukan pengawasan dan memelihara tanaman pokok jatinya. Kegiatan pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 sampai 2 tahun dengan pemberian pupuk urea selanjutnya diberikan pupuk kandang atau kompos dengan dosis dan frekuensi yang beragam tergantung pada kemampuan tiap-tiap petani.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa lokasi Desa Karanglayung memiliki tinggi bebas cabang yang paling rendah diantara desa lainnya pada kelas umur yang sama (3 dan 6 tahun). Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan pemeliharaan seperti wiwilan dan pemangkasan cabang jarang sekali dilakukan oleh petani. Tunas air yang muncul tidak dipangkas dan dibiarkan tumbuh. Hal tersebut dilakukan petani untuk mengharapkan banyaknya batang yang nanti dipanen tanpa mengetahui bahwa tunas air dapat mengganggu pertumbuhan batang utama jati. Selain itu, petani tidak mengetahui kegiatan wiwilan dapat menambah pertumbuhan tanaman jati lebih baik daripada membiarkan tunas air tumbuh.

Menurut hasil wawancara dengan petani, perlakuan pemeliharaan seperti wiwilan, penyiangan dan pemangkasan cabang dikerjakan tidak intensif karena menurut anggapan mereka, tanaman jati akan tetap tumbuh dengan baik apabila tidak dipelihara dengan rutin. Hanya ada beberapa orang yang melakukan kegiatan pemeliharaan pada tanaman jati. Pemeliharaan yang tidak intensif diduga menyebabkan banyaknya gulma atau tanaman bawah dan semak belukar yang tumbuh lebat pada lahan tersebut.

5.2 Persentase Penutupan Tajuk

Tajuk pohon merupakan tempat dimana daun sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis paling utama terjadi, menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik tanaman pokok maupun tanaman yang berada di bawah tegakan atau di bawah naungan. Kegiatan fotosintesis memanfaatkan cahaya matahari untuk membentuk karbohidrat dari karbon dioksida yang berasal dari udara dan air serta melepaskan oksigen sebagai hasil

(5)

sampingan (Taiz dan Zeiger 2002). Karbohidrat inilah yang nanti akan disalurkan sebagai bahan energi bagi pertumbuhan tanaman ke seluruh bagian tumbuhan.

Tanaman jati yang ditanam sebagai tanaman pokok pada hutan rakyat di Kecamatan Conggeang dapat memberikan batasan energi cahaya matahari bagi tanaman pertanian ataupun tanaman buah-buahan yang dibudidayakan sebagai tanaman sela dalam sistem tumpang sari. Pengaruh langsung keberadaan pohon dalam sistem agroforestri adalah penaungan yang mengakibatkan cahaya yang dapat ditangkap oleh tanaman semusim berkurang. Tajuk pohon yang semakin rapat akan semakin mengurangi cahaya yang sampai ke permukaan tanah (Suryanto et al. 2005). Hal ini dapat berdampak pada tanaman dibawah naungan, dimana semakin tinggi tingkat naungan, maka pertumbuhan tanaman tersebut akan semakin terhambat (Sitompul 2002).

Hasil penelitian terhadap pertumbuhan tanaman pokok jati di Kecamatan Conggeang menunjukkan adanya perbedaan persentase penutupan tajuk. Persentase penutupan tajuk pada masing-masing desa yang diamati disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rata-rata ukuran tajuk dan persentase penutupan tajuk pada hutan rakyat di Kecamatan Conggeang

Kelas Umur Lokasi Rata-rata panjang tajuk (m) Rata-rata lebar tajuk (m) Persentase penutupan tajuk (%) 3 Babakan Asem 2,06 1,28 31,86 Conggeang Kulon 2,45 1,39 31,86 Karanglayung 2,01 1,02 52,98 6 Babakan Asem 2,72 1,88 58,36 Conggeang Kulon 3,03 2,08 52,77 Karanglayung 2,97 1,69 68,01 12 Babakan Asem 2,50 1,77 57,71 Conggeang Kulon 3,56 2,53 56,45

Dari hasil pengamatan terhadap persentase penutupan tajuk menunjukkan bahwa sebagian besar cahaya matahari tertahan oleh tajuk tanaman pokok jati, sehingga kurang dari 40% cahaya yang dapat masuk ke permukaan tanah. Besarnya penutupan cahaya matahari oleh tajuk tanaman dipengaruhi oleh ukuran tajuk dan jumlah pohon dalam petak tersebut (jarak tanam). Penutupan tajuk pada

(6)

 

lokasi Desa Karanglayung pada kelas umur 3 tahun memiliki persentase penutupan tajuk yang paling besar (52,98 %). Hal tersebut disebabkan oleh jarak tanam yang tidak beraturan (campuran) dan struktur komposisi yang beragam. Selain itu, lokasi tersebut dikelilingi oleh tanaman jati yang telah berumur 4-6 tahun disekitarnya. Lokasi tersebut terdapat tanaman mahoni, tisuk dan lamtoro yang pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan tanaman pokok jati sehingga mengganggu masuknya cahaya matahari ke permukaan tanah. Tanaman mahoni mempunyai tajuk yang rapat sehingga ketika pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan tanaman pokok jati maka akan terjadi persaingan dalam memperebutkan cahaya matahari.

Pada hasil pengamatan penutupan tajuk di Desa Babakan Asem, nilai penutupan tajuk mencapai 31,86 % untuk kelas umur 3 tahun, 58,36 % untuk kelas umur 6 tahun dan 57,71 % untuk kelas umur 12 tahun. Bila kita mengamati nilai penutupan tajuk tersebut, kita dapat menduga bahwa terjadi persaingan untuk mendapatkan cahaya matahari. Dengan nilai penutupan tajuk lebih dari 50% berarti cahaya matahari sebagian besar tertahan oleh tajuk tanaman dan permukaan tanah akan menerima sedikit pancaran cahaya matahari. Selain adanya tanaman pokok jati, terdapat pula tanaman sela seperti mahoni, tisuk, gmelina, kapuk randu, dan lamtoro sehingga terjadi persaingan memperebutkan cahaya matahari. Dengan ketatnya persaingan memperebutkan cahaya matahari serta sedikitnya cahaya matahari yang menembus ke permukaan tanah, maka sedikit sekali jenis tanaman yang dapat dibudidayakan di bawah tegakan jati. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan bawah yang dapat bertahan hanya rumput liar dan semak belukar. Hal tersebut berlangsung juga pada Desa Conggeang Kulon dimana permukaan tanah dibiarkan saja, tidak ditanami tumbuhan lain sebagai tanaman sela sehingga banyak rumput liar yang tumbuh dengan subur.

Besarnya nilai persentase penutupan tajuk diduga berhubungan pula dengan jarak tanam. Pada lokasi Desa Babakan Asem diketahui bahwa jarak tanam yang digunakan adalah 1,5 x 1,5 m dan campuran. Sedangkan pada lokasi Desa Karanglayung, jarak tanam yang digunakan adalah 3 x 3 m. Dan pada lokasi Desa Conggeang Kulon memiliki jarak tanam yang beragam atau campuran.

(7)

Ukuran tajuk ikut mempengaruhi besarnya nilai persentase penutupan tajuk meskipun tidak secara langsung. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa besarnya nilai ukuran panjang dan lebar tajuk belum tentu menjadikan nilai penutupan tajuknya besar pula.

5.3 Parameter Tanah

Tanah adalah kumpulan dari benda alam yang ada di permukaan bumi yang tersusun dalam lapisan-lapisan atau horizon-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno 2003). Sedangkan menurut Hanafiah (2005), tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh berkembangnya perakaran tegak-tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai penyuplai unsur hara atau nutrisi; dan secara biologis berfungsi sebagai habitat biota (organisme). Proses pertumbuhan tanaman sangat erat kaitannya dengan kesuburan tanah dan topografi lahan. Proses pertumbuhan tanaman dapat berjalan dengan optimal apabila adanya kesesuaian tempat tumbuh dan kesuburan tanah yang baik.

Kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam, yang ditentukan oleh interaksi sifat fisika, kimia dan biologi bagian tubuh tanah yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman (Notohadiprawiro et al. 2006). Sifat-sifat fisika tanah seperti pori-pori tanah, tekstur tanah, struktur tanah, drainase tanah, bulk density, warna tanah dan konsistensi tanah adalah faktor yang perlu diperhatikan dalam usaha pengelolaan tanah. Drainase tanah misalnya, keadaan drainase tanah menentukan jenis tanaman yang dapat tumbuh. Tanaman jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah. Sehingga pada lahan dengan tingkat porositas dan drainase yang baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman jati yang baik. Hal ini terjadi karena akar tanaman jati lebih mudah menyerap unsur hara pada kondisi tersebut (Purwowidodo 1991). Parameter sifat tanah yang diamati adalah sifat fisik dan kimia tanah. Data hasil analisis sifat fisik tanah untuk hutan rakyat di Kecamatan Conggeang disajikan pada Tabel 5.

(8)

Tabel 5 Hasil analisis sifat fisik tanah pada hutan rakyat di Kecamatan Conggeang Umur Lokasi Tekstur Bulk Density (g/cm3) Porositas (%) Kadar Air (% Volume) Air Tersedia (%) Pasir Debu Liat

...(%)... 3 Babakan Asem 4,8 38,9 56,3 1,26 52,45 36,45 13,5 Conggeang Kulon 5,9 39,6 54,5 1,24 53,21 43,10 15,5 Karanglayung 16,3 30,9 52,8 1,50 43,39 28,64 12,0 6 Babakan Asem 6,2 34,7 59,1 1,24 53,21 36,38 13,5 Conggeang Kulon 9,3 29,0 61,7 1,40 47,17 25,46 11,0 Karanglayung 7,6 34,7 57,7 1,39 47,55 32,19 11,5 12 Babakan Asem 4,2 33,1 62,7 1,54 41,88 27,76 2,5 Conggeang Kulon 11,4 35,5 53,1 1,28 51,69 43,91 11,5

Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB 2010

(9)

Parameter sifat fisik tanah yang diamati adalah tekstur bulk density, porositas, kadar air dan air tersedia. Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi relatif antara pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay) (Hanafiah 2005). Tanaman jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi proporsi lempung, lempung berpasir, atau pada tanah liat berpasir (Siregar 2005). Kondisi lempung (loam) artinya kondisi tanah memiliki proporsi liat sekitar 10-30% dan pasir sekitar 22,5-52,5% dan debu 30-50%. Kondisi lempung berpasir (sandy loam) artinya kondisi tanah memiliki proporsi liat sekitar < 20% dan pasir sekitar 40-87,5% dan debu <50. Sedangkan kondisi tanah liat berpasir (sandy-clay) artinya tanah memiliki proporsi liat sekitar 37,5-57,5% dan pasir sekitar 45-62,5% dan debu <20% (Hanafiah 2005). Berdasarkan diagram segitiga tekstur tanah, hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah di Kecamatan Conggeang berkisar pada tekstur liat. Sehingga sebenarnya secara tekstur tanah, tanaman jati kurang sesuai dengan tempat tumbuhnya yang dapat berdampak pada kurang optimalnya pertumbuhan tanaman jati.

Bulk density atau bobot isi tanah biasa diartikan sebagai nisbah berat tanah teragregasi terhadap volumenya (gr/cm3 atau gr/cc). Bulk density merupakan petunjuk tidak langsung atas kepadatan tanahnya, udara dan air, penerobosan akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah. Keadaan tanah yang padat dapat mengganggu pertumbuhan tumbuhan karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik (Baver et al. 1978 dalam Purwowidodo 2004). Nilai bobot isi kering oven yang diperoleh dapat diklasifikasikan sebagai berikut : rendah (< 1 gr/cc), sedang (1-1,5 gr/cc), tinggi (1,6-2,0 gr/cc) dan sangat tinggi (>2,0gr/cc). Bulk density yang tinggi menyebabkan makin kecil ruangan strukturnya dan semakin kecil ruang porinya. Kondisi demikian menyebabkan pertumbuhan akar akan terhambat dan berdampak langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Tanah-tanah yang mengandung lempung cenderung mempunyai bobot isi yang tinggi, misalnya bagian solum Vertisol yang mempunyai bobot isi tipikal 1,8 gr/cc (Purwowidodo 2004).

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan

(10)

 

indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Porositas tanah berbanding terbalik dengan bulk density. Semakin tinggi bulk density, maka semakin kecil porositas tanahnya, begitu pula sebaliknya. Bulk density tanah yang tinggi membuat struktur tanah menjadi padat dan menyebabkan berkurangnya ruang pori tanah yang berakibat pada rendahnya nilai porositas. Porositas tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, tekstur tanah dan struktur tanah yang ada pada lokasi tersebut. Tanah dengan kandungan liat mempunyai pori-pori total yang lebih baik dibandingkan dengan tanah pasir sehingga mudah menahan air (Hardjowigeno 2003).

Kadar air tanah (water storage) merupakan selisih antara air yang masuk ke dalam tanah (water gain) dari presipitasi (meliputi hujan, salju, kabut) yang menginfiltrasi tanah ditambah hasil kondensasi (oleh tanaman dan tanah) dan absorpsi oleh tanah dikurangi air yang hilang (water loss) lewat evapotranspirasi, aliran air permukaan, perkolasi dan rembesan lateral (Hanafiah 2005). Kadar air dapat diartikan sebagai kondisi ketersediaan air dalam tanah setelah diserap oleh tanaman untuk proses evapotranspirasi. Menurut Hanafiah(2005), air tersedia merupakan perbedaan antara jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang (air yang tetap tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena gaya gravitasi) dan jumlah air dalam tanah pada titik layu permanen (pada kondisi kelembapan tanah ini tanaman akan layu dan tidak dapat pulih kembali). Kadar dan ketersediaan air tanah sangat bergantung pada tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah (BOT), senyawa kimia dalam tanah, dan kedalaman solum atau lapisan tanah.

Nilai bulk density di Kecamatan Conggeang berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5 termasuk ke dalam nilai bulk density sedang. Oleh karena itu, akar dapat berkembang dengan baik tanpa adanya hambatan akan padatnya tanah. Akan tetapi sebagian besar tanah milik petani merupakan tempat penggembalaan ternak sehingga kemungkinan untuk pemadatan tanah akibat terinjak-injak sapi menjadi tinggi. Penggembalaan ternak dapat mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah dan menghambat pertumbuhan akar.

Nilai bulk density yang paling rendah terdapat pada lahan Desa Babakan Asem dengan kelas umur 6 tahun dan lahan Desa Conggeang Kulon dengan kelas

(11)

umur 3 tahun. Sedangkan bulk density paling tinggi terdapat pada lokasi Desa Babakan Asem kelas umur 12 tahun. Rendahnya nilai porositas dan tingginya nilai bulk density pada lokasi tersebut disebabkan oleh adanya pemadatan tanah yang terjadi akibat adanya penggembalaan ternak sapi di sekitar lokasi. Porositas yang rendah menyebabkan kemampuan tanah untuk menahan air menjadi berkurang sehingga tanah dapat mengalami kehilangan air dalam jumlah yang banyak sehingga ketersediaan air tanah menjadi kecil.

Lokasi Conggeang Kulon kelas umur 12 tahun memiliki kadar air yang paling tinggi (43,91 %) diantara lokasi yang lain, sedangkan lokasi Conggeang Kulon kelas umur 6 tahun memiliki kadar air yang paling rendah (25,46 %). Lokasi Conggeang Kulon kelas umur 3 tahun memiliki nilai air tersedia tertinggi sebesar 15,5 %. Hal tersebut berarti di dalam tanah pada lokasi Conggeang Kulon kelas umur 3 tahun terdapat 15,5 % air yang dapat diserap langsung oleh tanaman. Sedangkan lokasi Babakan Asem 12 tahun memiliki nilai air tersedia paling rendah sebesar 2,5 %. Air tersedia dipengaruhi oleh tekstur tanah dimana kadar air pada tanah bertekstur liat > lempung > pasir. Pada lokasi Babakan Asem kelas umur 12 tahun terdapat keanehan dimana seharusnya kondisi tanah bertekstur liat lebih tinggi namun memiliki air tersedia yang sangat rendah. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya bulk density sehingga infiltrasi air ke dalam tanah menjadi sulit dan kadar air dalam tanah menjadi kecil.

Parameter tanah lainnya yang diamati adalah sifat kimia tanah. Sifat kimia tanah seperti pH, KTK, dan beberapa unsur hara baik unsur mikro dan makro. Parameter sifat kimia tanah terutama unsur hara sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Tanaman jati dapat tumbuh optimal dalam kondisi solum tanah yang dalam dan kemasaman tanah (pH) optimum sekitar 6.0. Namun beberapa contoh kasus tertentu, dapat dijumpai tanaman jati yang dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH rendah (4-5). Kondisi kesuburan tanah dapat berdampak terhadap perilaku fisiologis tanaman dan ditunjukkan oleh perkembangan riap tumbuh (seperti diameter dan tinggi). Unsur hara mikro yang penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman jati adalah kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), dan nitrogen (N) (Purwowidodo 1991). Data hasil analisis kimia tanah pada hutan rakyat di Kecamatan Conggeang disajikan pada Tabel 6.

(12)

 

Tabel 6 Hasil analisis sifat kimia tanah dan diameter rata-rata pada hutan rakyat di Kecamatan Conggeang

Umur (thn) Lokasi pH 1:1 C-org N-Total P tersedia KTK C/N Ratio

Basa-Basa yang dapat ditukar

Rata-Rata Diameter

H2O KCl

Ca Mg K Na

..(%).. ..(%).. (me/100g) (me/100g) (me/100g) (me/100g) (me/100g) (me/100g) (cm)

3 Babakan Asem 6,2 5,5 1,28 0,10 2,2 27,69 12,8 11,24 4,35 1,07 0,82 5,35 Conggeang Kulon 6,4 5,6 0,46 0,05 4,4 28,03 9,2 12,34 5,42 0,72 0,61 4,97 Karang Layung 6,4 5,5 0,72 0,07 1,5 19,10 10,3 9,28 4,17 1,22 0,74 6,21 6 Babakan Asem 6,1 5,3 2,00 0,15 4,1 27,52 13,3 10,06 4,18 0,95 0,84 10,29 Conggeang Kulon 5,9 5,0 1,28 0,11 2,9 21,39 11,6 8,42 3,18 0,61 0,43 7,88 Karang Layung 6,5 5,6 1,11 0,10 1,7 24,07 11,1 9,35 3,73 0,91 0,76 9,37 12 Babakan Asem 6,3 5,5 1,60 0,13 3,0 24,45 12,3 10,27 3,55 1,21 0,74 13,98 Conggeang Kulon 5,9 5,1 0,88 0,09 4,5 26,35 9,8 7,44 3,26 0,58 0,39 13,88

Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB 2010

(13)

Dilihat dari Tabel 6, dapat diketahui bahwa pada Desa Babakan Asem, Desa Conggeang Kulon maupun Desa Karanglayung memiliki pH tanah 6. Hal tersebut sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman jati dimana jati dapat tumbuh secara optimum pada pH sekitar 6.0. pH tanah yang optimum dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah sehingga hasil tanaman dapat berjalan optimal.

Dari hasil analisis laboratorium untuk kandungan nitrogen dalam tanah berada pada kisaran sangat rendah. Kandungan nitrogen dalam tanah yang paling rendah terdapat pada lahan Desa Conggeang Kulon dengan kelas umur 3 tahun. Sedangkan lokasi Babakan Asem dengan tanaman jati umur 6 tahun memiliki kandungan N tersedia yang paling tinggi. Unsur nitrogen merupakan salah satu unsur hara paling penting di dalam pertumbuhan tanaman. Unsur nitrogen berfungsi sebagai bahan penyusun asam amino, amida, basa nitrogen, protein dan nukleprotein sehingga apabila terjadi kekurangan unsur nitrogen pada tanaman dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan tanaman. Unsur nitrogen hanya dapat diserap oleh tanaman dalam bentuk N-tersedia (NH4+ dan NO3-) (Hanafiah 2005).

C/N ratio merupakan salah satu indikator yang menunjukkan proses mineralisasi dan immobilisasi N oleh mikroba dekomposer bahan organik. Semakin tinggi nilai nisbah C/N, maka semakin sulit proses mineralisasi dan immobilisasi N tersebut oleh mikroba. Unsur nitrogen juga penting bagi kelangsungan hidup mikroba dalam tanah. Unsur nitrogen merupakan bahan untuk berkembang biaknya mikroba tanah, sedangkan unsur carbon merupakan makanan dari mikroba. Bila nisbah C/N seimbang (C/N=1) maka proses dekomposisi serasah atau bahan organik tanah akan berlangsung dengan cepat sehingga unsur hara akan cepat tersedia dalam tanah dan bias langsung diserap oleh tanaman. Nisbah C/N yang paling rendah terdapat pada lokasi Conggeang Kulon kelas umur 3 dan 12 tahun. Nilai nisbah C/N berpengaruh pada pertumbuhan diameter pohon jati pada lokasi Conggeang Kulon kelas umur 12 tahun hampir menyamai pertumbuhan diameter jati pada lokasi Babakan Asem kelas umur 12 tahun yang memiliki keunggulan dalam kandungan nitrogen dalam tanah yang tinggi (lihat Tabel 4).

(14)

 

Unsur fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman berperan dalam proses pembelahan sel, pembentukan bunga, buah, biji, memperkuat batangagar tidak roboh, perkembangan akar, membentuk RNA (Ribonucleic acid) dan DNA (Deoxyribonucleic acid) serta menyimpan dan memindahkan energy dalam bentuk ATP (Adenosin trifosfat) dan ADP (Adenosin difosfat). Unsur P hanya dapat digunakan oleh tumbuhan dalam bentuk P-tersedia. Unsur fosfor (P) yang tersedia pada lokasi Babakan Asem kelas umur 6 tahun (diameter 10,29 cm) termasuk paling besar diantara lokasi lainnya sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan diameter pohon.

Unsur hara yang tak kalah pentingnya bagi pertumbuhan tanaman jati adalah unsur kasium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan natrium (Na). Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa jati memerlukan jumlah kandungan kalsium yang besar untuk pertumbuhannya karena kalsium membentuk 0,5 % tubuh tanaman. Unsur kalium (K) dalam tanaman berperan dalam metabolisme nitrogen dan sintesis protein, aktivasi berbagai macam enzim, percepatan pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem (pucuk, tunas, akar) dan mengatur buka-tutupnya stomata. Begitu pentingnya unsur kalium bagi pertumbuhan tanaman namun unsur kalium hanya dapat diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Ketersediaan unsur K dalam tanah sangat ditentukan oleh beberapa faktor, selain karena proses pemanenan oleh tanaman bisa juga unsur K hilang melalui pencucian (leaching).

Unsur kalsium (Ca) diambil tanaman dalam bentuk ion Ca+, berperan sebagai komponen dinding sel, dalam pembentukan struktur dan permeabilitas membran sel. Kekurangan unsur ini dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman akibat terganggunya pembentukan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar, serta jaringan penyimpan. Sedangkan unsur magnesium (Mg) diambil tanaman dalam bentuk ion Mg2+, yang berperan sebagai penyusun klorofil, tanpa klorofil proses fotosintesis tidak akan berlangsung serta berperan dalam aktivator enzim. Kekurangan unsur Mg dapat menyebabkan daun menguning kemudian rontok karena pembentukan klorofil pada daun terganggu (Hardjowigeno 2003). Lokasi Desa Babakan Asem memiliki nilai kandungan Mg dalam tanah yang paling tinggi diantara lokasi lainnya.

(15)

Gambar 2 Grafik nilai sifat kimia tanah pada hutan rakyat di Kecamatan Conggeang dalam kelas umur 6 tahun.

Hubungan antara sifat kimia tanah dengan dimensi pohon dalam hal ini diameter pohon, berhubungan erat dimana sifat kimia tanah ikut mempengaruhi pertumbuhan diameter. Pada pengamatan tanaman jati kelas umur 6 tahun dapat dilihat perbedaan nilai unsur kimia yang diamati dapat berdampak pada beragamnya nilai diameter pohon (lihat Tabel 6). Lokasi Desa Babakan Asem mempunyai nilai sifat kimia tanah yang paling tinggi diantara desa yang lain dan hasil pengamatan diameter pohon juga merupakan tertinggi pula.

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang berhubungan sangat erat dengan kesuburan tanah. Tanah dengan nilai KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Berdasarkan Gambar 2 dapat dibuktikan bahwa sifat kimia tanah seperti unsur hara makro dan mikro, KTK dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam hal ini diameter pohon.

5.4 Pengelolaan Lahan pada Hutan Rakyat di Kecamatan Conggeang Hasil penelitian dan wawancara dengan petani pemilik lahan yang diteliti menjelaskan tentang sejarah pengelolaan lahan pada hutan rakyat jati di Kecamatan Conggeang. Lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya jati sebagian ada yang merupakan lahan milik pribadi dan sebagian besarnya bukan lahan milik pribadi melainkan lahan milik desa yang disewakan kepada

4,1 27,52 10,06 4,18 0,95 0,84 2,9 21,39 8,42 3,18 0,61 0,43 1,7 24,07 9,35 3,75 0,91 0,76 0 5 10 15 20 25 30 P‐tersedia KTK Ca Mg K Na  da la m   m e /100g sifat kimia  tanah

(16)

 

masyarakat dengan sistem sewa. Petani petani pada masing-masing desa seluruhnya berlatar belakang pendidikan yang masih sederhana. Latar belakang pendidikan juga merupakan salah satu penilaian penting karena dapat ikut mempengaruhi kegiatan pengelolaan hutan. Data tentang karakteristik responden dan status kepemilikan lahan disajikan pada Lampiran 3, 4, dan 5.

Sebagian besar status kepemilikan lahan budidaya tanaman jati di Desa Babakan Asem merupakan lahan milik pribadi. Semenjak dahulu Desa Babakan Asem sudah lama membudidayakan tanaman jati sehingga merupakan salah satu penghasil kayu jati terluas di Kecamatan Conggeang. Luas hutan rakyat tanaman jati meliputi 150.000 ha dengan didominasi oleh tanaman jati. Tanaman kayu lain yang dibudidayakan sebagai tanaman pengisi diantaranya tanaman mahoni, buah-buahan dan pisang. Tanaman sela yang dibudidayakan sangat beragam menurut pertimbangan masing-masing petani. Namun tanaman tumpang sari hanya bisa dilakukan sampai umur tanaman jati 2-3 tahun saja karena setelah tanaman jati berumur 3 tahun, tajuk tanaman jati akan mulai menutupi lahan dan mulai membatasi cahaya matahari menjadi menghambat petumbuhan tanaman yang berada di bawah naungan.

Dilihat pada Lampiran 3 dan 4, status kepemilikan lahan budidaya tanaman jati di Desa Conggeang Kulon dan Desa Karanglayung merupakan lahan milik desa yang digarap oleh masyarakat dengan sistem sewa. Luasan lahan yang disewa sangat beragam tergantung kepada kesanggupan petani petani. Kegiatan budidaya tanaman jati di Desa Conggeang Kulon dan Desa Karanglayung termasuk yang paling baru dalam hal membudidayakan tanaman jati. Berbeda dengan Desa Babakan Asem yang sudah dari dahulu mengenal dan menbudidayakan tanaman jati, penduduk Desa Karanglayung baru mulai membudidayakan tanaman jati secara intensif sejak adanya program GERHAN tahun 2005. Dengan adanya pembagian bibit tanaman kehutanan secara gratis dari pemerintah, masyarakat dituntun untuk dapat membudidayakan tanaman tersebut. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa rata-rata tinggi bebas cabang tanaman jati di Desa Karanglayung hanya setinggi tak lebih dari 2 m.

Hal tersebut disebabkan kondisi lahan yang memiliki topografi yang berbukit-bukit dan curam, serta kondisi tanah yang berlempung dan berbatu

(17)

sehingga teknik pengolahan tanah menjadi terbatas. Berbeda dengan di desa lainnya petani tanaman jati Desa Karanglayung tidak melakukan tumpang sari tanaman semusim seperti padi, cabai dan sayuran pada tahun-tahun pertama setelah penanaman karena kondisi tanah dan umumnya banyak yang lebih memilih berternak dari pada melakukan tumpang sari di bawah tegakan jati muda. Para Petani kurang mengenal kegiatan pemeliharaan tanaman jati seperti wiwilan, penjarangan, dan pendangiran karena keterbatasan pengetahuan tentang teknik silvikultur yang baik. Umumnya para petani hanya mengenal jarak tanam, dan melakukan pemupukan bila diberi pupuk oleh pemerintah saja. Kurangnya informasi yang masuk dan anggapan masyarakat yang lebih memilih membiarkan tanaman jati tumbuh tanpa adanya kegiatan pemeliharaan merupakan salah satu faktor terhambatnya pertumbuhan tanaman jati di Desa Karanglayung.

Berbeda dengan kondisi di Desa Conggeang Kulon, para petani dapat menggarap lahan desa dengan syarat yaitu, apabila desa memerlukan kayu, pemerintah desa dapat mengambil dari kayu milik petani. Selain itu, sistem bagi hasil tebangan belum terlalu jelas sehingga petani kurang begitu antusias menggarap lahannya. Kondisi lahan yang berbatu-batu dan kurangnya penyampaian informasi tentang kehutanan kepada petani dari penyuluh kehutanan dinilai sebagai salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam perkembangan pengelolaan hutan rakyat jati di Desa Conggeang Kulon.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, sebagian besar bibit tanaman jati yang ditanam petani berasal dari para penjual bibit yang biasanya selalu berkeliling menawarkan bibit tanaman kehutananan, sehingga bibit yang ditanam tidak dapat dipastikan kualitas serta asal usul benihnya. Pemberian pupuk dilakukan karena pada umur tanaman jati 0-1 tahun setelah tanam, lahan dapat digunakan untuk menanam tanaman padi sebagai pola tumpang sari. Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa lahan yang diamati di Desa Babakan Asem, memiliki tanaman jati yang berasal dari pemberian pemerintah lewat program GERHAN yang ditanam namun kondisi pertumbuhannya stagnan dan tidak berkembang. Faktor kondisi tanah yang agak tergenang setelah hujan dan kondisi iklim yang tidak menentu merupakan salah satu alasan mengapa pertumbuhan tanaman jati tersebut tidak tumbuh dengan baik.

(18)

 

Tabel 7 Teknik persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan sumber asal bibit pada hutan rakyat di Kecamatan Conggeang

No Hal yang diamati Lokasi

Babakan Asem Conggeang Kulon Karanglayung 1 Kegiatan Persiapan lahan Secara manual dengan cara dibabat dan dicangkul Secara manual dengan cara dibabat dan dicangkul Secara manual dengan cara dibabat dan dicangkul 2 Teknik penanaman

a. Jarak tanam 1,5 x 1,5 m Campuran 2,5 x 2,5 m b. Ukuran Lubang 20 x 20 x 20 cm 30 x 30 x 30 cm 20 x 20 x 20 cm c. Pemupukan awal Urea/NPK dengan

frekuensi 1-2 kali per tahun

Urea tablet dengan frekuensi 2-3 kali per tahun

Urea/NPK saat pertama kali ditanam

3 Teknik Pemeliharaan

a. Pemupukan lanjutan Kompos 1-2 kali per tahun

Tidak ada Tidak ada

b. Penyulaman Dilakukan Dilakukan Tidak ada

c. Penanganan Hama-Penyakit Tidak ada serangan Tidak ada serangan Tidak ada serangan d. Penyiangan Dilakukan secara

manual dengan frekuensi 1 kali per tahun Dilakukan secara manual, sering dilakukan saat memasuki musim kemarau Dilakukan secara manual, jarang dilakukan

e. Pemangkasan cabang Sering dilakukan Sering dilakukan Jarang dilakukan

f. Penjarangan Tidal ada Tidal ada Tidal ada

4 Sumber asal bibit Pedagang keliling Pedagang keliling Pemerintah

Bibit tanaman jati yang ditanam sebagian besar merupakan bibit yang berasal dari pemberian pemerintah lewat GERHAN tahun 2005. Namun ada sebagian petani juga yang membeli bibit tanaman jati, mahoni dan gmelina dari penjual seharga Rp. 1.000,- per bibit. Ukuran dan kualitas bibit tanaman jati yang dibeli tidak diketahui dengan jelas asal usulnya. Penanaman dan pemupukan dasar, sebagian ada yang melakukan dan ada yang tidak melakukan, dilakukan setelah pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanam berukuran 20 x 20 x 20 cm. menurut hasil wawancara dengan petani, jarak tanam yang dilakukan berkisar antara 1 x 3 m atau 2 x 3 m yang nantinya ada yang menambahkan dengan membeli bibit tanaman lain sehingga jarak tanamnya menjadi campuran.

Berdasarkan hasil wawancara, para petani menerapkan sistem agroforesti yang hampir sama pada masing-masing desa yang diamati. Namun hal yang membedakannya adalah tanaman sela yang ditanam masing-masing petani. Pada Desa Babakan Asem, petani lebih menyukai menanam padi setelah penanaman. Ada pula petani yang menanam singkong, pisang atau buah manga sebagai

(19)

tanaman sela. Kegiatan tumpang sari hanya dapat dilakukan pada saat umur tanaman jati belum 2 tahun. Sedangkan pada Desa Conggeang Kulon, petani menanam padi saat tumpangsari sangat sedikit. Selain itu, petani menanam tanaman cabai dan palawija untuk mengisi kekosongan lahan. Ada juga yang tidak melakukan tumpang sari. Petani di Desa Karanglayung tidak pernah menanam tanaman padi sebagai kegiatan tumpang sari, namun petani biasanya menanam buah-buahan ataupun lamtoro sebagai pakan ternak sebagai tanaman sela.

Tindakan pemeliharaan yang memiliki dampak pengaruh yang paling besar terhadap pertumbuhan tanaman jati adalah pemupukan. Pemupukan yang diberikan pada tanaman pokok akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pokok tersebut. Pupuk yang sering digunakan oleh petani adalah pupuk kompos, pupuk kandang NPK, dan urea tablet. Pupuk kandang atau pupuk kompos terkadang diberikan 1-2 kali setahun tiap tahun bila memungkinkan bagi petani. Sedangkan pemberian pupuk NPK, urea tablet dilakukan pada saat persiapan lahan agar kesuburan tanah meningkat. Tidak ada yang begitu jelas berapa takaran untuk kegiatan pemupukan yang dilakukan oleh petani. Petani hanya mengira-ngira seberapa besar pupuk diberikan pada tanaman.

Kegiatan pemeliharaan yang umum dilakukan petani adalah kegiatan pendangiran dan pemangkasan cabang. Pendangiran yang dilakukan memiliki manfaat untuk membersihkan tanaman pokok dari serangan gulma dan kompetisi memperebutkan unsur hara dalam tanah. Selain itu, pendangiran bermanfaat juga untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kegiatan pendangiran dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama perbaikan aerasi dan drainase tanah. Kegiatan pemangkasan cabang sering sekali dilakukan khususnya pada tanaman kehutanan. Kegiatan pemangkasan cabang merupakan kegiatan membuang atau mengurangi cabang bagian bawah pohon untuk memperoleh batang dengan bebas cabang yang panjang dan bebas dari mata kayu (Kosasih et al. 2002 dalam Indriyanto 2008).

(20)

 

5.5 Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Jati Hutan Rakyat di Kecamatan Conggeang dengan Tanaman Jati BKPH Conggeang, KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jabar dan Banten

Hasil pengukuran yang dilakukan pada pertumbuhan tanaman jati di hutan rakyat Kecamatan Conggeang akan dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman jati di Perum Perhutani Unit III Jabar Banten, KPH Sumedang. Data perbandingan pertumbuhan dimensi tanaman jati antara hutan rakyat di Kecamatan Conggeang dengan pertumbuhan dimensi tanaman jati di Perhutani disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Perbandingan diameter pertumbuhan tanaman jati antara hutan rakyat di Kecamatan Conggeang dengan tanaman jati di Perum Perhutani KPH Sumedang

Umur Lokasi

Rata – Rata Dimensi Diameter (cm) Tinggi Bebas Cabang (m) Tinggi Total (m) LBDS (m2) 3 Hutan rakyat 5,51** 2,90*a 6,27tn. 0,0027tn. Perum Perhutani 5,91** 2,83*a 6,12tn. 0,0028tn. 6 Hutan rakyat 9,18tn. 3,12tn. 8,38** 0,0075*a Perum Perhutani 8,64tn. 3,04tn. 10,04** 0,0062*a 12 Hutan rakyat 13,93** 3,71** 10,78** 0,0166** Perum Perhutani 20,29** 5,03** 15,69** 0,0300** Ket: selang tingkat kepercayaan 95 %

* = beda nyata tn. = tidak nyata **

= sangat berbeda nyata

Pada Tabel 8 dapat terlihat bahwa pertumbuhan tanaman jati di hutan rakyat sangat berbeda nyata pada kelas umur 3 dan 12 tahun dan tidak berbeda nyata pada kelas umur 6 tahun dalam hal diameter pohon. Sedangkan pertumbuhan tinggi bebas cabang berbeda nyata pada kelas umur 3 tahun, sangat berbeda nyata pada kelas umur 12 tahun, dan tidak nyata pada kelas umur 6 tahun. Pertumbuhan tinggi total tanaman jati pada hutan rakyat menunjukkan perbedaan yang sangat nyata kecuali untuk kelas umur 3 tahun. Perbandingan Lbds antara hutan rakyat terhadap Perum Perhutani terlihat berbeda nyata pada kelas umur 6 dan 12 tahun.

(21)

Hal tersebut dikarenakan pengelolaan yang baik dan terstruktur dilakukan oleh Perum Perhutani untuk menghasilkan produksi kayu pertukangan yang berkualitas tinggi. Kegiatan yang dimulai dari persiapan bibit yang baik dan berkualitas sampai dengan kegiatan pemeliharaan telah diatur sedemikian rupa agar pertumbuhan tanaman pokok jati di Perum Perhutani dapat menghasilkan kualitas yang optimal. Sedangkan pengelolaan hutan rakyat pada umumnya hanya bersifat sebagai pengisi kekosongan lahan yang kurang produktif dimana masyarakat hanya beranggapan bahwa pohon merupakan tabungan atau investasi masa depan. Keterbatasan informasi dan teknologi kehutanan menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Conggeang.

Keberhasilan hidup tanaman dan pertumbuhannya dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang terdapat pada tempat tumbuhnya. Faktor-faktor lingkungan pada tempat tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dapat mencakup faktor biotik dan faktor abiotik (Indriyanto 2008). Untuk meningkatkan peran positif dan menekan peran negatif faktor lingkungan tersebut, maka diperlukan tindakan pemeliharaan tanaman. Berikut ini perbedaan kegiatan yang dilakukan antara pengelolaan hutan rakyat dengan Perum Perhutani dari tahapan asal bibit sampai pada kegiatan pemeliharaan.

Indikator pertumbuhan suatu tanaman hutan di lapangan ditentukan oleh faktor-faktor pertumbuhan, yang terdiri dari faktor genetis dan faktor-faktor lingkungan (Indriyanto 2008). Faktor yang membedakan pertumbuhan tanaman pokok jati antara hutan rakyat dengan Perum Perhutani adalah asal bibit, kegiatan pemeliharaan : pemupukan, pemangkasan cabang, dan kegiatan penjarangan. Kualitas asal bibit merupakan salah satu faktor genetis yang ikut mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Perum Perhutani menggunakan asal benih yang berkualitas yaitu Jati Plus Perhutani yang dikembangkan oleh Litbang Perum Perhutani Cepu sehingga kualitas bibit yang digunakan terjamin. Pertumbuhan tanaman akan optimal bila dari faktor genetis saja sudah unggul. Berbeda dengan bibit jati yang digunakan di hutan rakyat, petani umumnya memakai bibit yang dijual oleh pedagang keliling dimana kualitas dan asal benihnya tidak begitu jelas sehingga diragukan kualitasnya.

(22)

 

Tabel 9 Perbandingan pengelolaan hutan rakyat dengan Perum Perhutani

No Kegiatan Hutan Rakyat Perum Perhutani

1 Asal bibit Tidak jelas asal usulnya Jati Plus Perhutani 2 Persiapan lahan Dilakukan secara

manual.

Dilakukan secara manual

3 Penanaman

a. Jarak tanam Campuran 3 x 3 m

b. Lubang tanam 30 x 30 x 30 cm 40 x 40 x 40 cm 4 Pemeliharaan

a. Penyulaman Dilakukan bila mempunyai biaya.

Dilakukan sampai persentase tumbuh 100%.

b. Penyiangan Penyiangan dilakukan sambil mencari pakan ternak.

Dibuat jalur larikan tanaman pokok selebar 1 meter bagi tanaman tahun ke-II sampai dengan tahun ke-V. c. Pendangiran Pendangiran umumnya

dilakukan secara manual. Namun tidak sering dilakukan.

Pendangiran umumnya dilakukan secara manual. Tanah didangir sedalam 10 – 20 cm dengan membentuk piringan berdiameter 1 meter dan tanah dibuat gundukan setinggi minimal 10 cm. d. Pemupukan Pemupukan dengan

urea dilakukan pada tahun pertama dan kedua. Tahun

selanjutnya digunakan pupuk kompos bila ada biaya.

Pemupukan dilakukan pada tahun pertama sampai tahun ke lima.

e. Pemangkasan cabang Pemangkasan cabang dilakukan tergantung pada masing-masing petani. Pemangkasan cabang dilaksanakan setelah kegiatan penjarangan. f. Penjarangan Penjarangan dilakukan

bila membutuhkan uang.

Penjarangan dilakukan secara periodik menurut frekuensi tertentu.

Faktor penentu pertumbuhan tanaman yang tak kalah pentingnya adalah faktor lingkungan (tempat tumbuh). Faktor lingkungan dapat dimanipulasi oleh manusia agar dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Salah satu kegiatan tersebut adalah kegiatan pemeliharaan tanaman. Menurut Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 1840/Kpts/Dir/1998 dalam Saimima (2010),

(23)

pemeliharaan hutan merupakan tindakan silvikultur dengan tujuan mewujudkan tegakan hutan yang mampu menghasilkan massa kayu yang kualitas dan kuantitasnya optimal sesuai dengan tempat tumbuhnya.

Pemupukan merupakan kegiatan penambahan unsur hara pada media tumbuh tanaman untuk menyeimbangkan unsur hara yang diperlukan terhadap pertumbuhan tanaman. Kegiatan pemupukan sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan (Saimima 2010). Di Perum Perhutani, kegiatan pemupukan dilakukan setelah tanaman jati berumur 1 bulan dengan urea sebanyak 50 gr. Tanah di sekitar tanaman didangir dan dibuat pirangan dengan diameter + 50 cm sebelum pemupukan dilakukan. Kemudian dibuat dua lubang kecil untuk menaruh pupuk di Barat dan Timur tanaman dengan jarak 10-15 cm agar pupuk dapat diserap oleh akar dengan baik. Pupuk urea yang telah ditakar selanjutnya dimasukkan ke dalam kedua lubang tersebut masing-masing sebanyak 25 gr. Kemudian lubang tersebut ditutup kembali dengan tanah. Pemupukan dilakukan kembali pada tanaman tahun ke-2 setelah didangir dan dibuat piringan. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk urea dengan dosis sesuai ketentuan yaitu 100 gr. Kegiatan pemupukan pada tahun kedua sampai tahun kelima dilakukan pada triwulan I menjelang musim kemarau dan triwulan IV awal musim hujan.

Berbeda halnya pada hutan rakyat, pemupukan dilakukan pada saat awal penanaman agar tanah menjadi subur. Setelah penanaman, pupuk urea diberikan pada tanaman padi sebagai tanaman tumpang sari sehingga secara tidak langsung juga memberi pupuk pada tanaman jati. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak 1-2 kali per tahun dengan takaran 5 kg urea untuk lahan seluas 500-700 m2. Setelah tumpang sari tidak bias lagi dilakukan, petani hanya memberikan pupuk kandang apabila mempunyai modal.

Nugroho (2003) menyimpulkan bahwa pemberian perlakuan melalui kegiatan penyiangan dan pemangkasan ringan dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter jati super umur 1 tahun di Taman Hutan Cikabayan. Sedangkan kegiatan pemberian pupuk urea dengan dosis 250 gr per tanaman dan kegiatan pemeliharaan melalui kegiatan pemangkasan ringan dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman.

(24)

 

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraha mengindikasikan bahwa kegiatan pemeliharaan dapat berdampak pada pertumbuhan tanaman jati secara langsung.

Pada Tabel 8 terlihat bahwa pada saat tanaman jati berumur 6 tahun, pertumbuhannya tidak berbeda nyata antara dimensi tanaman jati hutan rakyat dengan Perum Perhutani. Akan tetapi pada tanaman jati kelas umur 12 tahun, pertumbuhan jati Perum Perhutani berbeda jauh dengan pertumbuhan jati hutan rakyat khususnya dalam diameter, tinggi total dan Lbds. Salah satu yang faktor penyebab perbedaan tersebut adalah adanya kegiatan penjarangan yang dilakukan di Perum Perhutani.

Penjarangan merupakan tindakan pemeliharaan dengan tujuan mengatur ruang tumbuh dengan cara mengurangi kerapatan tegakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kualitas pohon (Saimima 2010). Kegiatan penjarang yang dilakukan Perhutani dapat dilihat dari perbedaan jumlah pohon per ha. Hutan monokultur yang dikelola perhutani memiliki jumlah pohon per ha sebesar 320 pohon per ha dengan kerapatan tegakan sebesar 0,032 pohon per m2. Sedangkan pada hutan rakyat jumlah pohon per ha salah satu lahan petani sebesar 390 pohon per ha dengan kerapatan tegakan sebesar 0,039 pohon per m2. Kegiatan penjarangan dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh bagi tanaman jati yang memerlukan cahaya yang lebih untuk pertumbuhannya. Pengurangan kerapatan tegakan dapat mengurangi persaingan antar pohon di dalam pemenuhan kebutuhan cahaya matahari, unsur hara, air maupun udara.

Pemangkasan cabang merupakan rangkaian kegiatan pemeliharaan hutan yang turut menentukan kualitas tegakan akhir. Pemangkasan cabang dilakukan dengan menghilangkan cabang yang tumbuh pada batang 1/3 bagian dari tinggi total dan ditinggalkan 2/3 bagian. Tegakan tinggal dari hasil penjarangan kualitasnya ditingkatkan kembali dengan melakukan pemangkasan cabang. Sehingga pada akhir daur diperoleh tegakan dengan pertumbuhan yang optimal. Dampak kegiatan pruning dapat dilihat pada Tabel 9 dimana tinggi bebas cabang pada tanaman jati Perhutani mencapai 5,03 m sedangkan tinggi bebas cabang tanaman jati hutan rakyat hanya mencapai 3,71 m. Dengan kegiatan pemeliharaan yang intensif dan baik dapat menambah pertumbuhan tanaman jati dengan sangat pesat.

Gambar

Tabel 3  Rata-rata pertumbuhan tanaman jati pada 3 (tiga) desa dengan 3 (tiga)  umur tanam yang berbeda di Kecamatan Conggeang
Tabel 4  Rata-rata ukuran tajuk dan persentase penutupan tajuk pada hutan  rakyat di Kecamatan Conggeang
Tabel 5 Hasil analisis sifat fisik tanah pada hutan rakyat di Kecamatan Conggeang  Umur Lokasi  Tekstur  Bulk  Density  (g/cm 3 )  Porositas (%)  Kadar Air  (% Volume)  Air Tersedia (%) Pasir Debu  Liat
Tabel 6 Hasil analisis sifat kimia tanah dan diameter rata-rata pada hutan rakyat di Kecamatan Conggeang  Umur  (thn)  Lokasi  pH 1:1  C-org   N-Total  P tersedia  KTK  C/N Ratio
+5

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dihadapi Pabrik serat Mojogedang pada awal-awal berdirinya adalah kurangnya bahan baku yang masuk dalam pabrik karena bagi masyarakat Mojogedang

Berdasarkan pemaparan tersebut, artikel ini hendak menjelaskan strategi yang dilakukan pemerintah desa dalam mewujudkan trasformasi pembangunan Desa Kemadang menuju desa

Dari hasil pembahasan yang telah dipaparkan, maka ELMA memiliki tingkat usability dengan rating dan grade yang masih rendah, sehingga perlu adanya rekomendasi

Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan dan pembahasannya mengenai pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja

169 Berdasarkan konsep tersebut, memang gaya kepemimpinan otoriter tidak bisa dilakukan terutama pada lembaga pendidikan seperti sekolah atau madrasah, karena

Perlindungan tangan : Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian

Bahaya penghirupan Berdasarkan data yang tersedia, kriteria klasifikasi tidak terpenuhi. Informasi lebih lanjut Complete toxicity data are not available for this