• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran mengandung arti luas karena membahas mengenai masalah yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan perdagangan barang dan jasa.

Menurut Kotler & Keller (2012):

Marketing is about identifying and meeting human and social needs. ‘Pemasaran adalah tentang bagaimana mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial.’

Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia dan sosial inilah yang menjadi konsep pemasaran. Konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Stanton, 2004).

Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran atau disebut pemasar, sebaiknya memiliki pengetahuan dalam konsep dan prinsip pemasaran agar kegiatan pemasaran dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan manusia terutama pihak konsumen. Pemasar juga diharapkan lebih memahami perilaku konsumennya serta hal-hal yang dapat

(2)

mempengaruhi perilaku konsumen, seperti lingkungan dan perkembangan teknologi. Seluruh hal tersebut diatas dimaksudkan agar pemasar maupun perusahaan menjadi pemenang persaingan.

2.1.2 Perilaku Konsumen

Menurut Kotler (jilid 1,2005), perilaku konsumen adalah mempelajari cara individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasratnya.

Ada banyak definisi tentang perilaku konsumen, akan tetapi pada dasarnya sama, perbedaannya hanya pada perumusan dan olah pikir pada pemahaman konsumen itu sendiri. Perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam kehidupan mereka (American Marketing Society). Maka dalam kehidupan sehari-hari keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen didasarkan pada pertimbangan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Swasta dan Handoko (2000) menambahkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen itu sendiri, disini disebutkan terdapat dua bagian besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Untuk mempelajari lebih lanjut perilaku konsumen, Assael dalam Sutisna (2003) menggambarkan model perilaku konsumen yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi sebagai penyempurnaan lebih lanjut dari pendapat sebelumnya, yaitu:

(3)

RESPONS KONSUMEN UMPAN BALIK KE KONSUMEN

Evaluasi pembelian yang lalu

KONSUMEN INDIVIDU PENGARUH LINGKUNGAN Aplikasi perilaku konsumen ke STRATEGI PEMASARAN KEPUTUSAN KONSUMEN

UMPAN BALIK KE PEMASAR : Pengembangan Strategi Pemasaran

Gambar 2.1: Model Perilaku Konsumen (Assael, 1992 dalam Sutisna, 2003)

Agar bisa memenangkan pasar bisnis perusahaan harus mampu memberikan nilai (value) yang lebih kepada konsumen dibandingkan dengan pesaingnya. Nilai konsumen merupakan perbedaan antara semua manfaat keuntungan yang diperoleh secara menyeluruh ( a total product ) dengan semua biaya yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat tersebut. Memberikan nilai yang tinggi mengharuskan perusahaan melakukan suatu pekerjaan yang lebih baik untuk mengantisipasi dan memberikan reaksi kepada kebutuhan dan keinginan daripada pesaingnya.

Tujuan dari konsumen dalam membeli barang dan jasa adalah untuk memenuhi dan memuaskan berbagai kebutuhan dan keinginannya. Perilaku konsumen ditimbulkan oleh adanya beberapa bentuk interaksi

(4)

antara faktor lingkungan dan individu interaksi, dari kedua faktor tersebut mengakibatkan perilaku konsumen dalam melakukan pembelian.

Variabel-variabel dalam mempelajari perilaku konsumen, yaitu:

1. Variabel Stimulus

Variabel Stimulus merupakan variabel yang berada diluar individu (faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Contoh: Merk dan jenis barang, iklan, pramuniaga, dan ruangan toko.

2. Variabel Respon

Variabel Respon merupakan hasil aktifitas individu sebagai reaksi dari variable stimulus. Variabel respon sangat tergantung pada faktor individu dan kekuatan stimulus yang diciptakan.

Contoh: Keputusan pembelian barang, Penilaian terhadap barang merupakan sikap dari suatu produk.

3. Variabel Intervening

Variabel Intervening adalah variabel antar stimulus dan variabel g merupakan faktor internal individu, termasuk motif-motif pembelian, sikap terhadap suatu barang. Peranan dari variabel intervening adalah untuk memodifikasi respon.

(5)

2.1.3 Pengertian Merek

Menurut Kotler (jilid 2,2005) :

“Merek adalah nama, simbol, rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau kelompok penjual untuk membedakan dengan produk pesaing”.

Sedangkan menurut Durianto (2007):

”Merek merupakan nama, istilah, simbol, tanda atau pun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan dengan produk pesaing”.

Pengertian merek adalah nama, istilah, logo atau lambang dan kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut yang dimaksud untuk mengidentifikasikan barang-barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual untuk membedakannya dengan produk pesaing”. Jackie, Miranty, Yanty (2007).

Definisi merek menurut Tjiptono (2005) adalah sebagai berikut: Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

(6)

Merek bukan hanya bentuk fisik dari produk saja melainkan merek dibentuk oleh sifat dari merek itu sendiri, hubungan merek dengan konsumen merupakan simbol pernyataan aktualisasi diri dan tentunya sangat berhubungan identitas perusahaan. Jadi merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian yaitu :

1. Atribut.

Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola atau diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.

2. Manfaat

Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, merek membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional.

3. Nilai

Merek juga menyatakan suatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.

(7)

4. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, yang memiliki cara kerja yang efisien dan selalu menghasilkan kualitas produk yang baik.

5. Kepribadian

Merek juga mewakili kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan penggunaan merek, kepribadian si penggunanya akan tercermin dengan merek yang ia gunakan.

6. Pemakaian

Merek yang menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk penggunaan mereknya

2.1.4 Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived Quality)

Manusia cenderung melihat dan menilai segala sesuatu secara berbeda menurut kapasitas dan kepribadian masing-masing individu. Bagi setiap individu, realitas merupakan fenomena yang sangat pribadi, yang didasarkan pada kebutuhan, keinginan, nilai-nilai dan pengalaman pribadi orang itu. Individu bertindak dan bereaksi berdasarkan persepsi mereka.

(8)

Menurut Schiffman & Kanuk (2008):

Persepsi kualitas merek adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek. Persepsi ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Persepsi kualitas yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Karena persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika persepsi kualitas pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar. Sebaliknya, jika persepsi kualitas pelangan positif, produk akan disukai.

2.1.4.1Pengertian Persepsi Kualitas

Persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. Karena persepsi kualitas merupakan persepsi dari pelanggan maka persepsi kualitas tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Maka dapat dikatakan bahwa membahas persepsi kualitas berarti membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan.

(9)

Mengingat kepentingan dan keterlibatan pelanggan berbeda-beda, persepsi kualitas perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda. Persepsi kualitas yang tinggi bukan berarti harapan pelanggan rendah (pelanggan merasakan kepuasan yang tinggi jika harapan jauh lebih rendah dari kinerja atau kenyataan). Persepsi kualitas mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk.

2.1.4.2Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Kualitas

Berangkat dari kesadaran bahwa persepsi kualitas perlu dikelola dan dipahami untuk kepentingan perusahaan, pihak manajemen perusahaan perlu mempelajari dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi kualitas, mengapa pelanggan percaya bahwa beberapa merek mempunyai persepsi kualitas yang tinggi atau rendah, bagaimana membangun suatu persepsi kualitas yang positif dan kuat, faktor apa saja yang digunakan pelanggan dalam menilai kualitas secara keseluruhan, dan sebagainya. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan tergantung kepada dimensi persepsi kualitas dan konteksnya. Sebagai contoh, dimensi yang terkait dengan air mineral alami EQUIL adalah adanya ketersediaan layanan antar jasa ke rumah, kualitas air, rasa airnya ataupun manfaat yang akan diperoleh. Untuk mempelajari dimensi-dimensi tersebut biasanya dilakukan riset dan pelanggan akan ditanya

(10)

mengapa dimensi suatu merek mempunyai kualitas yang lebih tinggi dibanding dengan merek lainnya.

2.1.4.3Dimensi Persepsi Kualitas

Mengacu kepada pendapat Garvin dalam Durianto, Sugiarto & Sitinjak (2004), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu:

 Kinerja: Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, sering kali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini.

 Pelayanan: Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada

produk tersebut.

 Ketahanan: Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.

 Keandalan: Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari

satu pembelian ke pembelian berikutnya.

 Karakteristik produk: Bagian-bagian tambahan produk (feature),

seperti tambahan fitur-fitur untuk ponsel. Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika kedua merek produk terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.

 Kesesuaian dengan spesifikasi: Merupakan pandangan mengenai

(11)

spesifikasi yang telah ditentukan dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.

 Hasil: Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan

enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.

2.1.5 Pengertian Gaya Hidup

Gaya hidup didefinisikan sebagai “bagaimana seseorang hidup”. Gaya hidup (lifestyle) berhubungan dengan tindakan dan tingkah laku sejak lahir. Gaya hidup seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang bisa menentukan banyak keputusan konsumsi perorangan.

Menurut Hawkins & Mothersbaugh (2010):

“Lifestyle is the manifestation of the individual’s self concept, the total image the person has of him- or herself as a result of the culture he or she lives in and the individual situations and experiences that comprise his or her daily existence. It is the sum of the person’s past decisions and future plans.” ‘Gaya hidup adalah perwujudan dari konsep diri individu, gambaran utuh yang dimiliki seseorang yang dipengaruhi oleh budaya dimana ia tinggal, dan situasi individu, dan pengalaman yang membentuk kehidupan sehari-harinya. Ini adalah ringkasan keputusan masa lalu dan rencana masa depan.’

(12)

Sebagai suatu kekuatan lingkungan makro, golongan sosial sangat mempengaruhi gaya hidup konsumen. Dalam penelitian yang dilakukan Ardy (2013) menyebutkan bahwa gaya hidup masyarakat Indonesia sekarang terutama para pengguna internet sangat bergantung pada ponsel pintar yang mampu menunjang aktivitas sehari-hari dan gaya hidup mereka dikarenakan mereka ingin dihormati orang lain, konsumen merasa percaya diri saat menggunakan dan merasa bangga menggunakan produk ponsel pintar tertentu. Empat generalisasi dapat dibuat mengenai pengaruh golongan sosial terhadap gaya hidup konsumen:

1. Berpengaruh pada gaya hidup

2. Merupakan prediktor sumber daya

3. Orang membeli produk dan jasa untuk menunjukkan

keanggotaan mereka dalam golongan sosial tertentu

4. Orang juga membeli barang dan jasa untuk membantu

(13)

Kepribadian dan gaya hidup adalah naluri alamiah yang merupakan atribut atau sifat-sifat yang berada pada sifat manusia dan bagaiman cara manusia berpikir yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan serta besarnya pendapatan manusia yang mengarahkan mereka kearah konsumerisme. Menurut Kasali (2005), gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu luangnya. Selain itu juga, bahwa gaya hidup mempengaruhi prilaku seseorang dan akhirnya menentukan pilihan-pilhan konsumsi seseorang dalam kesehariannya.

Gaya hidup juga dapat dikatakan merupakan cara yang sangat unik dari setiap individu-individu yang berjuang untuk mencapai tujuan dan satu individu dengan individu yang lain akan mengembangkan gaya hidup mereka masing-masing.

Menurut Mowen & Minor (2002):

Golongan sosial mempengaruhi gaya hidup konsumen. Mungkin kontribusi yang paling penting dari golongan sosial untuk memahami perilaku konsumen adalah bawah golongan sosial sangat mempengaruhi gaya hidup. Weber merupakan peneliti pertama yang menghubungkan golongan sosial dengan gaya hidup, meskipun ia memandang gaya hidup lebih erat hubungannya dengan status daripada dengan kelas/golongan. Beberapa peneliti konsumen bahkan berpendapat bahwa gaya hidup merupakan “inti golongan sosial”. Gaya konsumsi (yaitu, gaya hidup) dapat dipandang sebagai ungkapan golongan sosial tertentu. Bagaimana hidup konsumen langsung dipengaruhi oleh pendidikan, pendapatan rumah

(14)

tangga, pekerjaan, dan jenis rumah mereka. Tingkat pendidikan cenderung mempengaruhi kegiatan seseorang, kepentingan, pendapat, nilai, dan kepercayaan. Pendapatan rumah tangga menentukan kapasitas untuk membeli barang konsumen dan mengungkapkan kepentingan lainnya. Pekerjaan mempengaruhi jenis orang dengan siapa dia bergaul, maupun jenis produk dan jasa yang dibeli untuk memainkan peran pekerjaan. Produk dan jasa yang dimiliki seseorang untuk terlibat secara efektif dalam peran tertentu disebut “kelompok produk yang berhubungan dengan peran”.

Barang mungkin dibeli sebagai simbol status. Produk dan jasa seringkali dibeli untuk menunjukkan keanggotaan seseorang dalam golongan sosial tertentu. Barang dan jasa dapat menunjukkan kedudukan sosial karena pembatasan yang menjadikannya sulit bagi individu-individu yang tidak termasuk dalam golongan sosial untuk memiliki barang dan jasa tersebut, yaitu, mereka yang berada di dalam golongan sosial yang lebih rendah tidak memiliki sumber untuk membeli atau secara efektif menggunakan simbol status ini.

Telah lama diakui bahwa untuk menunjukkan status sosial mereka, orang harus memiliki item-item materi yang tepat. Bila kita menghadapi orang asing, maka seringkali cara satu-satunya untuk melihat status mereka adalah dengan bukti fisik. Namun, masih ada masalah dalam menggambarkan golongan sosial melalui barang-barang materi. Bila

(15)

kepemilikan simbol materi didifusikan melalui tingkatan hirarki golongan, maka ini menjadi simbol yang curang (fraudulent symbol)

2.1.5.1Alat Ukur Gaya Hidup

Gaya hidup memiliki beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur gaya hidup konsumen, atau disebut juga dengan psikografis (Hasibuan,2010). Psikografis memberikan pengukuran kuantitatif dengan menggunakan sampel sebagai alat penelitiannya. Dimensi-dimensi adalah sebagai berikut:

1. Aktifitas (Activities)

Dimensi aktifitas meliputi apa yang dilakukan konsumen, apa yang dibeli dan bagaiman konsumen menghabiskan waktunya. Dikatakan oleh Hughes, Ginnet & Curphy (dalam Fazriach, 2011) dimensi ini berkaitan dengan values yang dianut oleh seseorang seperti motives, values and preferences inventory.

2. Minat (Interest)

Dimensi minat meliputi bagaimana konsumen memilih sesuatu yang dianggap penting (preferensi dan prioritas) baginya dan hal ini berkaitan dengan motivasi.

3. Opini (Opinion)

Dimensi opini merupakan pandangan dan perasaan konsumen terhadap dirinya atau orang lain serta terhadap dunia sekitarnya yang dapat dihubungkan dengan persepsi (Fazriach, 2011).

(16)

Persepsi disini meliputi proses dari individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan yang ditangkap oleh sensor mereka yang memunculkan dampak pada nilai, pengalaman, pendidikan dan lainnya.

4. Nilai (Value)

Dimensi nilai secara luas meliputi keyakinan tentang apa yang diterima dan diinginkan. Mereka yang menganut dimensi ini menganggap bahwa jika menggunakan produk tertentu akan mencerminkan siapa diri mereka.

5. Demografis (Demographics)

Dimensi demografis meliputi usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, latar belakang budaya, struktur dalam keluarga, serta lokasi geografis dari konsumen.

Menurut Salomon (2013), penelitian tentang gaya hidup dapat menggunakan dua dari tiga dimensi pertama dari psikografis di atas yang sering disebut AIO inventory (Activities, Interests, Opinions) yang digunakan untuk mengukur gaya hidup konsumen pada kelompok individu. Pengukuran ini dapat dilakukan secara makro (merefleksikan bagaimana individu hidup secara umum) maupun secara mikro (menjelaskan sikap dan perilaku individu terhadap suatu produk atau aktifitas tertentu).

(17)

2.1.6 Pengertian Keputusan Pembelian

Teori AIDA (Tjetjep Djatnika,2007) mendalilkan bahwa

pengambilan keputusan pembelian adalah suatu proses psikologis yang dilalui oleh konsumen atau pembeli, prosesnya yang diawali dengan tahap menaruh perhatian (attention) terhadap barang atau jasa yang kemudian jika berkesan dia akan melangkah ke tahap ketertarikan (interest) untuk mengetahui lebih jauh tentang keistimewaan produk atau jasa tersebut yang jika intensitas ketertarikannya kuat berlanjut ke tahap berhasrat/ berminat (desire) karena barang atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan-nya. Jika hasrat dan minatnya begitu kuat baik karena dorongan dari dalam atau rangsangan persuasif dari luar maka konsumen atau pembeli tersebut akan mengambil keputusan membeli (action to buy) barang atau jasa yang ditawarkan.

Dalam membuat sebuah keputusan pembelian, konsumen tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi dan memotovasi konsumen untuk melakukan pembelian.

 Peran Pembelian

Suatu proses keputusan membeli bukan sekedar mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Ada lima peran yang berpengaruh dalam keputusan pembelian.

a. Pemrakarsa (initiator) yaitu orang yang pertama kali

(18)

b. Pembawa pengaruh (influncer) yaitu orang yang memiliki pandangan atau nasehat yang mempengaruhi pembelian.

c. Pengambil keputusan (decider) yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian.

d. Pembeli (buyer) yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata

e. Pemakai (user) yaitu orang yang mengkonsumsi dan

menggunakan barang dan jasa yang dibeli.

2.1.6.1Tipe-tipe perilaku pembelian

Pengambilan keputusan yang beraneka ragam, tergantung pada jenis keputusan pembelian. Pembelian yang rumit dan mahal memungkinkan banyak hal yang menjadikan pertimbangan pembelian dan pasti terdapat proses tawar menawar.

Menurut Assael dalam Kotler (jilid 1,2005), membedakan empat jenis perilaku pembelian berdasarkan tingkat keterlibatan pembelian antar jasa, sebagai berikut:

1. Perilaku pembelian yang rumit

Perilaku pembelian yang rumit terdiri dari tiga langkah, yaitu:

a. Pertama, pembeli mengembangkan produk tersebut

b. Kedua, pembeli mengembangkan sikap tentang produk

tersebut

(19)

Konsumen akan terlibat pada pembelian yang rumit apabila konsumen merasa sangat terlibat dan sadar akan adanya perbedaan yang cukup besar dalam pembelian apartemen.

2. Pembeli membuat pilihan pembelian yang cermat

Konsumen akan terlibat dalam pembelian apabila adanya perbedaan harga pada suatu produk ditempat tertentu, dengan demikian para konsumen berpikir mempelajari suatu atribut-atribut dan fasilitas serta kelebihan produk untuk konsumen.

3. Perilaku pembelian mengurangi ketidakcocokan

Fakta bahwa konsumen mengadakan pilihan kecocokan apa yang ingin mereka pilih melalui harga, mutu, fasilitas penunjang dalam keputusan pembelian.

4. Perilaku pembelian karena kebiasaan

Produk yang diinginkan konsumen bukan datang secara tiba-tiba tanpa melalui pertimbangan, konsumen pada zaman sekarang ini sudah pandai memanfaatkan media informasi sebagai bahan pertimbangan dalam memilih suatu produk yang ingin dibeli, bukan hanya karena harga atau merk tetapi lebih karena variasi kebutuhan yang timbul untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan.

(20)

2.1.6.2Tahap-tahap dalam proses keputusan pembelian

Gambar 2.2: Proses Keputusan Pembelian (Kotler dan Keller, 2009)

Proses dasar ini memainkan peran penting dalam memahami bagaimana konsumen secara aktual mengambil keputusan untuk melakukan pembelian, menurut Kotler dan Keller (2009):

a. Pengenalan masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu masalah atau kebutuhan tersebut yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaaan yang memicu kebutuhan tertentu dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang dapat merangsang minat konsumen.

b. Pencarian informasi

Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Sumber informasi yang diperoleh sangat bervariasi sesuai dengan kategori dan karakteristik konsumen. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu:

1. Sumber pribadi : Keluarga, teman, tetangga, sahabat

2. Sumber komersil : iklan, wiraniaga, billboard, reklame, brosur Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca Pembelian

(21)

3. Sumber public : Media massa, organisasi penentu peringkat konsumen

c. Evaluasi alternatif

Seorang konsumen mencari alternative sebagai proses pencarian informasi apa yang diinginkan oleh perilaku konsumen dalam menyikapi perbedaan dan atribut yang dianggap relevan atau penting dimata konsumen dalam melakukan keputusan.

Konsep dasar yang membantu menjelaskan proses evaluasi pemakai, yaitu:

1. Konsumen berusaha memenuhi kebutuhannya

2. Konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk

3. Konsumen melihat bahwa masing-masing produk adalah

sekumpulan atribut yang berbeda dalam memberikan manfaat guna memuaskan konsumen.

4. Pemakai tiba pada perilaku konsumen menuju pada peninjauan ulang bagaimana menggunakan alat evaluasi prosedur yang tergantung pada konsumen dalam keputusannya membeli.

d. Keputusan pembelian

Para konsumen membentuk preferensi atas merk-merk yang ada dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk membeli merk yang paling disukai. Namun , ada dua faktor yang sangat mempengaruhi yaitu, niat keputusan pembelian dan keputusan pembelian.

(22)

Sikap

Orang Lain

Evaluasi Niat Keputusan

Alternatif Pembelian Pembelian

Faktor Situasi Yang Tak

Terduga

Gambar 2.3: Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian (Kotler jilid 1, 2005)

e. Perilaku pasca pembelian

Setelah membeli produk konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Jadi pemasar akan terus menyelidiki hingga periode waktu pasca pembelian. Jika konsumen merasa puas dia akan menunjukkan sikap yaitu dengan melakukan pembelian berulang untuk produk yang sama dan adanya kecenderungan memberikan informasi positif tentang produk kepada pihak lain. Begitu pula sebaliknya, apabila konsumen merasa tidak puas maka tidak aka nada pembelian berulang untuk produk yang sama, dan cenderung memberikan informasi negatif tentang produk kepada pihak lain.

2.1.7 Penelitian Terdahulu

Untuk menunjang kerangka pemikiran teoritis pada skripsi ini, terdapat penelitian-penelitian terdahulu yang mengkaji tentang hubungan antara persepsi kualitas merek dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian, antara lain:

(23)

Sumber: kumpulan berbagai jurnal dan skripsi yang diolah Konsumen

Peneliti / Tahun: Ahmadi / 2013 Kesimpulan Akhir:

- Persepsi kualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen.

- Persepsi terhadap kualitas yang tercipta di benak konsumen terbukti menjadi

salah satu daya tarik untuk membeli produk. Judul:

Pengaruh Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas Merek dan Loyalitas Merek Terhadap Ekuitas Merek Produk Handphone Nokia di PT.

Trikomsel Multimedia Semarang

Peneliti / Tahun: Bisfidayani Yulminar Kesimpulan Akhir:

- Pengaruh variabel persepsi kualitas merek terhadap ekuitas merek setelah dilakukan pengujian hipotesis menunjukkan hasil signifikan, artinya bahwa persepsi kualitas merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ekuitas merek.

Judul:

Analisis Perilaku Pembelian Ponsel Cerdas (Smartphone): Antara Kebutuhan dan

Gaya Hidup Konsumen Di Padang

Peneliti / Tahun:

Hesti Mayasari,SE,MM / 2012 Kesimpulan Akhir:

- Gaya hidup tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian

konsumen pada ponsel cerdas (smartphone). Hasil yang diperoleh tidak sejalan dengan hipotesis yang diajukan. Kondisi ini disebabkan oleh konsumen yang tertarik membeli ponsel cerdas menilai bahwa keinginan mereka untuk membeli ponsel cerdas karena sudah merupakan sebuah kebutuhan.

Judul:

Pengaruh Gaya Hidup, Fitur, dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Blackberry Curve 9300

Peneliti / Tahun:

Dian Ayu Puspita Ardy / 2013 Kesimpulan Akhir:

- Pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian Blackberry Curve 9300

cukup besar. Hal ini dikarenakan gaya hidup masyarakat Indonesia sekarang terutama para pengguna internet sangat bergantung pada telepon pintar yang mampu menunjang aktivitas sehari-hari dan gaya hidup mereka.

- Kebanyakan responden membeli Blackberry Curve 9300 dikarenakan ingin

dihormati orang lain, konsumen merasa percaya diri saat menggunakannya, konsumen merasa bangga dan merasa diperhatikan oleh sekeliling saat 9300.

(24)

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dengan 2 (dua) variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara secara mandiri (penelitian deskriptif), maka yang dilakukan peneliti disamping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing-masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran variabel yang diteliti (Haryoko, 1999 dalam Sugiyono, 2010)

Jadi kerangka pemikiran merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.

Berikut kerangka pemikiran penelitiannya berdasarkan judul skripsi yang sudah diungkapkan di Bab 1 (satu) :

Kualitas

Merek

Gaya Hidup

Keputusan Pembelian

Produk EQUIL

(25)

2.3 Hipotisis

Hipotesis merupakan pemikiran jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Pengertian Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2013), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho1 = Diduga tidak ada pengaruh persepsi kualitas merek terhadap keputusan pembelian.

Ha1 = Diduga ada pengaruh persepsi kualitas merek terhadap keputusan pembelian.

Ho2 = Diduga tidak ada pengaruh gaya hidup sehat terhadap keputusan pembelian.

Ha2 = Diduga ada pengaruh gaya hidup sehat terhadap keputusan pembelian.

Ho3 = Diduga tidak ada pengaruh persepsi kualitas merek dan gaya hidup sehat terhadap keputusan pembelian.

Ha3 = Diduga ada pengaruh persepsi kualitas merek dan gaya hidup sehat terhadap keputusan pembelian.

Gambar

Gambar 2.1: Model Perilaku Konsumen (Assael, 1992 dalam Sutisna, 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh Staf Tata Usaha dan Pengajaran Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan perijinan

Berdasarkan metode di atas, maka peneliti dalam penelitian ini yang diamati adalah orang, yaitu guru, siswa, orang tua/wali dan masyarakat yang memiliki latar

Pemeriksaan status dermatologis pada regio koli posterior dekstra, skapularis dekstra, klavikularis dekstra dan antebrakii anterior dekstra dijumpai vesikel dengan

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa anak-anak lebih rentan terhadap penyakit, dan dengan bantuan program imunisasi yang mencapai 80%, dapat menekan

sangat terbantu sehingga harus mengamati lebih teliti siapa saja aktor-aktor yang berperan dalam penerapan program Jogja taqwa di BAZNAS Kota Yogyakarta, sehingga

Deprtemen Agama, Paduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktiif Strategis di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan wakaf, 2006, Hlm.39.. Analisis Pemberdayaan Harta Wakaf

Rumah Perawatan Psiko-Neuro-Geriatri atau yang lebih dikenal dengan “Puri Saras” adalah klinik kesehatan yang bergerak dalam bidang layanan kesehatan jiwa, mulai beroperasi sejak

d) Apakah anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa. e) Pengalaman klien yang tidak menyenangkan (kegagalan yang terulang lagi, penolakan orang tua, harapan