• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Joyce dan Weil (1986) mengelompokkan model pembelajaran dalam 4 (empat) kategori, yaitu: 1. Model sosial (Social Model)

Model pembelajaran ini mengacu pada model pembelajaran kelompok yang melibatkan kerjasama antar personal. Model pembelajaran dapat dilaksanakan dalam bentuk model pembelajaran cooperative atau collaborative. Metode pembelajaran yang mendukung penerapan model

(2)

tesebut antara lain: metode investigasi kelompok (group investigation), bermain peran (role playing), peer teaching, diskusi dan lain-lain.

2. Model pengolahan informasi (The Information Processing Model)

Model-model yang ternasuk dalam kelompok pengolahan informasi menitikberatkan pada cara memperkuat dorongan internal (dari dalam diri sendiri) untuk memahami dunia dengan cara menggali, mengorganisasikan data, merasakan ada masalah, mengupayakan cara untuk mengatasinya dan mengungkapkan hasil belajarnya secara lisan atau tertulis. Beberapa metode

pembelajaran yang mendukung pelaksanaan model pembelajaran

pengolahan informasi antara lain: problem based learning, inquiry dan discovery, memorization, pencapaian konsep (concept attainment), dan lain-lain.

3. Model personal (Personal Model)

Model personal merupakan model yang membangkitkan siswa agar dapat belajar secara mandiri, memiliki kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Model pembelajaran personal tersebut antara lain diterapkan dengan metode pengajaran tanpa arahan (non directive learning), latihan kesadaran (awarenes training), dan lain-lain. Secara lebih kongkret, model pembelajaran personal antara lain diterapkan dengan metode pembelajaran berbantuan modul dan e-learning.

4. Model Sistem Perilaku (Behavioral Systems)

Model pembelajaran ini dikenal sebagai model modifikasi perilaku dalam hubungannya dengan respon terhadap tugas- tugas yang diberikan. Kegiatan belajar berorientasi pada perubahan perilaku yang tadinya tidak bisa menjadi bisa atau tidak tahu menjadi tahu, dsb. Model pembelajaran banyak diterapkan dalam mata pelajaran praktik. Metode pembelajaran yang termasuk ke dalam kelompok model sistem perilaku ini antara lain: belajar tuntas (mastery learning), CBT (competence based learning), pembelajaran langsung (direct instruction), model kontrol diri, drill, dsb. Dalam penerapan model sistem perilaku, guru dapat menggunakan metode tutorial dengan membimbing siswa sampai mencapai tujuan. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

(3)

Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan- bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Joyce & Weil, 1980:1). Kemp (1995) mengemukakan strategi adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjkan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Senada dengan pendapat kempt, Dick and carey (1985) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajarannya yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan minat belajar pada peserta didik atau siswa.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas.

2.1.2 Ciri- ciri model pembelajaran

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahlitertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Thelen dan berdasarkan teori Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.

2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.

3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang

4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah- langkah pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial, dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran

(4)

5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: 1. Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, 2. Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang

6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

2.2 Pembelajaran Role Playing 2.2.1 Pengertian Role Playing

Istilah role playing dalam metode merupakan dua istilah ganda bagi metode pembelajaran role playing maupun metode bermain peran, karena tergolong dalam model pembelajaran simulasi, sehingga di dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dan silih berganti. Metode simulasi (Role Playing) adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial (Sudjana, 2009:89). Pada metode role playing ini, proses pembelajaran ditekankan pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi, baik guru maupun siswa. Kedua istilah ini (role playing dan bermain peran), kadang-kadang juga disebut metode dramatisasi. Hanya bedanya, kedua metode tersebut tidak disiapkan terlebih dahulu naskahnya.

Dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, kemampuan berbicara siswa dapat direkayasa untuk ditingkatkan melalui metode pembelajaran role playing, karena role playing efektif dalam memberikan pemahaman konsep secara luas kepada siswa melalui pengimitasian tokoh tertentu yang di setting dalam situasi tertentu. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa sosial siswa terhadap lingkungan dan orang di sekitarnya.

Menurut Alhafidzh (2010:1), metode role playing memiliki peran penting dalam proses pembelajaran, dan dapat digunakan apabila:

1. Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang.

2. Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan. 3. Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan.

(5)

4. Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam masyarakat kelak.

5. Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

6. Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga amat berguna bagi kehidupannya dan masa depannya kelak, terutama yang berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang diperankan.

2.2.2 Fungsi Role Playing

Lee (1986:147) menjelaskan bahwa role-playing bermanfaat untuk membantu membawa pembelajaran IPA ke dalam kehidupan dan memberikan pengalaman nyata kepada pembelajaran menggunakan bermain peran melalui pelestarian dan pemeliharaan alam. Role-playing dalam kegiatan kelas III untuk tujuan dapat dilaksanakan untuk menambah pemahaman terhadap apa yang dipelajarinya, misalnya dalam kelas III (tiga) untuk melestarikan dan melihara alam di sekolah. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan siswa untuk mengetahui cara melestarikan dan memelihara alam di sekolah sekaligus menambah keterampilan dalam bermain peran. Selain itu, role-playing dapat pula digunakan untuk menambah kesadaran sosial terhadap orang lain, yaitu terutama kepada guru, pembelajaran yang lain dan komponen pembelajaran yang lain (Amato, 2003: 124). Amato (2003:214) menambahkan pula bahwa melalui kegiatan role-playing pembelajaran dapat menggali kemampuan dirinya, memiliki rasa empati terhadap orang lain, dan menggunakan pengalaman pribadinya agar dapat melakukan tindakan-tindakan yang yang hebat.

(6)

Role-playing dapat pula menambah kemampuan pembelajaran, menguasai aspek-aspek komunikasi nonverbal, meningkatkan kemampuan kerjasama antar pelajar, dan meningkatkan kecakapan ranah afektif.

Untuk itu, dapat diambil garis besar bahwa tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan teknik role-playing dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara dan bekerjasama pada siswa kelas III (tiga) yang keseluruhan temannya adalah seluruh siswa dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 yang diterapkan dalam kelas untuk mengajar. Role-playing yang diterapkan pada siswa Sekolah Dasar (SD) adalah peran sebagai seorang siswa karena kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan bicara, kerjasama dan drama sesuai dengan kecakapan mereka kelak sebagai seorang yang berguna.

2.2.3 Kekurangan dan Kelebihan Role Playing a. Kekurangan Role Playing

Menurut Wahab (2007: 109) kelemahan model role playing antara lain:

1. Jika siswa tidak dipersiapkan secara baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh

2. Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung

3. Bermain peran tidak selamanya menuju ke arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkan

4. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik, khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya

5. Bermain peran membutuhkan waktu yang banyak/lama

6. Untuk lancarnya bermain perannya, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal hingga berkerjasama dengan baik Senada dengan Wahab, Mujimin (2007: 86) mengemukakan kelemahan model role playing terletak pada:

1. Role playing dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang/ banyak.

(7)

2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid, dan tidak semua guru memilikinya.

3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.

4. Apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan, buka saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.

5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

6. Pada pelajaran agama masalah keimanan, sulit disajikan melalui model role playing dan bermain peran ini

7. Strategi pelaksanaan pembelajaran role playing

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kekurangan role playing antara lain:

1. Bermain peran ini memerlukan waktu yang lama

2. Memerlukan kreativitas yang tinggi dari guru maupun siswa

3. Jika pelaksanaan bermain peran atau role playing gagal maka akan menimbulkan kesan yang kurang baik dan pelaksanaan pembelajaran dianggap gagal.

b. Kelebihan Role Playing

Kelebihan dari model pembelajaran role playing antara lain:

1. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

2. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

3. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi waktu yang berbeda.

4. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.

5. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. 2.2.4 Tahap Pelaksanaan Role Playing dalam Pembelajaran

Menurut Wahab (2007: 114) menyatakan bahwa bermain peran, ada tiga tahap yang harus dilaksanakan guru, yaitu:

1. Tahap persiapan

(8)

b. Memilih Pemain

a) Pilih secara sukarela, jangan dipaksa

b) Sebisa mungkin pilih pemain yang dapat mengenali peran yang akan dibawakannya

c) Hindari pemain yang ditunjuk sendiri oleh siswa

d) Pilih beberapa pemain agar seorang tidak memainkan dua peran sekaligus.

e) Setiap kelompok pemain paling banyak 5 orang.

f) Hindari siswa membawakan peran yang dengan kehidupan sebenarnya c. Mempersiapkan Penonton

a) Harus yakin bahwa pemirsa mengetahui keadaan dari tujuan bermain peran

b) Arahkan mereka bagaimana seharusnya berperilaku d. Persiapan para pemain

a) Biarkan siswa agar mempersiapkannya dengan sedikit mungkin campur tangan guru

b) Sebelum bermain setiap pemain harus memahami betul apa yang dilakukannya

c) Permainan harus lancar, dan sebaiknya ada kata pembuka, tetapi hindari melatih kembali saat sudah siap bermain

d) Siapkan tempat dengan baik 2. Pelaksanaan

1. Upayakan agar singkat, bagi pemula lima menit sudah cukup dan bermain sampai habis, jangan diinterupsi.

2. Biarkan agar spontanitas menjadi kunci utamanya. 3. Jangan menilai aktingnya, bahasanya dan lain-lain. 4. Biarkan siswa bermain bebas dari angka dan tingkatan. 5. Jika terjadi kemacetan hal yang dapat dilakukan misalnya:

a. Dibimbing dengan pertanyaan.

b. Mencari orang lain untuk perann tersebut. c. Menghentikan dan melangkah ke tindak lanjut. 6. Jika pemain tersesat lakukan:

(9)

b. Simpulkan apa yang sudah dilakukan. c. Hentikan dan arahkan kembali.

d. Mulai kembali dengan penjelasan singkat. 3. Tindak Lanjut

a. Diskusi

1. Diskusi tindak lanjut dapat memberi pengaruh yang besar terhadap sikap dan pengetahuan siswa.

2. Diskusi juga dapat menganalisi, menafsirkan, memberi jalan keluar atau merekreasi.

3. Di dalam diskusi sebaiknya dinilai apa yang telaj dilaksanakan. 4. Melakukan bermain peran kembali

5. Kadang-kadang memainkan kembali dapat memberi pemahaman yang lebih baik.

Sedangkan Sudrajat (2010:1) mengemukakan strategi penerapan role playing sebagai berikut:

1. Bila role playing baru ditetapkan dalam pengajaran, maka hendaknya guru menerangkannya terlebih dahulu teknik pelaksanaanya, dan menentukan diantara siswa yang tepat untuk memerankan lakon tertentu, secara sederhana dimainkan di depan kelas.

2. Menerapkan situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga diceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan dipentaskan tersebut.

3. Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa. 4. Setelah role playing itu dalam peuncak klimaks, maka guru dapat

menghentikan jalannya drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum, sehingga penonton ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai role playing yang dimainkan. Role playing dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu.

5. Guru dan siswa dapat memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan jalannya role playing untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dan agar tidak terkesan permainan tidak terencana dengan baik, maka guru IPA dan peneliti

(10)

menyusun langkah-langkah pembelajaran role playing kepada siswa kelas III SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga sebagai berikut:

I. Tahap Persiapan

1. Guru dan peneliti menyusun salah satu cerita dalam bentuk teks bacaan, sehingga dapat dibaca dan dihafalkan para siswa.

2. Menunjukkan beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar

II. Tahap Pelaksanaan a. Kegiatan Awal

1. Guru memberikan motivasi dan apersepsi kepada siswa

2. Guru menjelaskan tujuan dan teknik bermain dalam pembelajaran role playing.

3. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai b. Kegiatan Inti

1. Guru membagikan siswa dalam kelompok

2. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan

3. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan

4. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/ memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok

5. Guru dan siswa melakukan diskusi untuk membicarakan hasil kegiatan yang sudah terlaksana, berikut penilaian-penilaian yang sudah dilakukan

6. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya 7. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya c. Kegiatan Akhir

1. Guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan

2. Guru meminta siswa untuk memberikan masukan mengenai penampilan masing-masing kelompok

3. Evaluasi 4. Penutup

(11)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka model pembelajaran role playing mata pelajaran IPA siswa kelas III SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga dapat dilaksanakan untuk meningkatkan Minat belajar siswa.

2.3 Pengertian Minat Belajar

Minat belajar terdiri dari dua kata yakni minat dan belajar, dua kata ini berbeda arti, untuk itu penulis akan mendefinisikan satu persatu, sebagai berikut definisi dari minat belajar:

2.3.1 Pengertian Minat

Menurut Sukardi (1994) minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari komponen, perpaduan dan campuran dari perasaan, harapan, prasangka, cemas, takut dan kecenderungan-kecenderungan yang lain yang bisa mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Sardiman berpendapat bahwa “minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri- ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.’’

Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dan sikap merupakan dasar bagi prasangka, dan minat juga penting dalam mengambil keputusan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan menuju ke sesuatu yang telah menarik mintanya (Gunarso 1995). Menurut Hurlock (1995) minat terbagi menjadi 3 aspek, yaitu:

a. Aspek Kognitif

Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari baik di rumah, sekolah dan masyarakat serta dan berbagai jenis media massa.

b. Aspek Afektif

Konsep yang membangun aspek kognitif, minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, guru dan teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu.

(12)

Berjalan dengan lancar tanpa perlu pemikiran lagi, urutannya tepat. Namun kemajuan tetap memungkinkan sehingga keluwesan dan keunggulan meningkat meskipun ini semua berjalan lambat. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antar diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minat.

Menurut pengertian yang ada dalam kamus-kamus Bahasa Indonesia, minat adalah suatu keinginan, gairah dan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Arti lain dari minat adalah perhatian, keinginan atau kesukaan kepada sesuatu.

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 2003). Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin dekat atau kuat hubungan tersebut, semakin besar minat. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat terhapat sesuatu dipelajari dan mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Para ahli pendidikan bahwa cara yang efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subjek yang baru adalah dengan menggunakan minat- minat siswa yang telah ada. Misalnya siswa menaruh minat pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Sebelum mengajarkan tentang pelestarian dan pemeliharaan alam di sekolah, pengajar dapat menarik perhatian siswa dengan menceritakan sedikit mengenai Ilmu Pengetahuan Alam yang akan berlangsung.

Dakir (1996) mengemukakan minat sering dikacaukan dengan istilah perhatian yang artinya keaktifan peningkatan kesadaran seluruh fungsi jiwa yang dikerahkan dalam pemusatannya kepada barang tertentu, baik itu yang ada di luar (Arif, 2007). Mahmud (1997) mengemukakan dua pengertian minat yaitu:

1. Minat sebagai sebab yaitu kekuatan yang pendorong yang memaksa seseorang menaruh perhatian pada orang atau aktivitas tertentu.

2. Minat sebagai akibat, yaitu pengalaman efektif yang ditimbulkan oleh kondisinya seseorang atau sesuatu objek atau partisipasi dalam suatu aktifitas (Arif, 2007)

(13)

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat adalah keinginan/kehendak, kesukaan, memperhatikan dan memiliki kemampuan untuk bertindak tanpa ada yang menyuruhnya.

b. Cara menimbulkan minat

Menurut Effendi dan Praja (1993) minat dapat ditimbulkan dengan cara: a) Membangkitkan suatu kebutuhan.

b) Menghubungkan dengan pengalaman yang lampau.

c) Memberikan kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih baik.

Tanner dan Tanner (1995) menyarankan agar para pengajar juga berusaha membentuk minat-minat baru pada siswa yang dapat dicapai dengan jalan memebrikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu.

Rooijakkers (1980) berpendapat hal ini dapat pula dicapai dengan cara menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa, kalau dari usaha-usaha diatas juga belum berhasil, pengajar dapat memakai insentif dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Insentif merupakan alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar membujuk seseorang melakukan sesuatu yang tidak mau melakukan atau yang tidak dilakukan dengan baik.

c. Pengaruh Minat

Sukardi (1993) menjelaskan faktor yang mempengaruhi minat yaitu: 1) Faktor lingkungan

Seseorang anak yang dilahirkan di lingkungan masyarakat yang telah maju akan berbeda dengan anak yang dilahirkan dalam lingkungan masyarakat terbelakang.

2) Faktor pembawaan

Minat seorang anak sedikit banyak dipengaruhi oleh kehidupan orang tuanya, seorang anak yang orang tuanya sebagai pedagang maka minat anaknya akan terpengaruh juga walaupun tidak mutlak namun ada kecenderungan yang berpengaruh pada anak tersebut.

Hidayati (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi minat adalah sebagai berikut: a.Faktor keadaan pribadi anak, yaitu keadaan jasmani dan rohani juga

(14)

b. Faktor lingkungan yaitu: sosial, lingkungan pergaulan di masyarakat. c. Faktor keturunan yaitu keadaan kehidupan orang tuanya.

2.3.2 Pengertian Belajar

Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, kecuali perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses menjadi matangnya seseorang atau perubahan yang instinktif yang bersifat temporer “Menurut Dalyono (2003: 49) belajar dapat didefinisikan sebagai salah satu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.

Slameto (2003: 3) secara psikologis menyatakan bahwa, belajar merupakan suatu proses perubahan. Yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar secara psikologis tersebut diuraikan lagi guna memudahkan dalam memahami pengertian belajar tersebut, yaitu belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sudjana (2005: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang ditunjukkan dengan adanya perubahan pengetahuan, pengalaman, tingkah laku, dan perubahan pada aspek-aspek lainnya yang terdapat pada individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

2.3.3 Perlunya Minat dalam Melakukan Aktivitas Belajar

Sering tidak disadari bahwa minat merupakan faktor yang penting dalam aktivitas belajar. Minat merupakan unsur pendorong yang kuat yang sering menjadi alasan seseorang mengapa ia melakukan sesuatu. Di dalam belajar, minat sangat diperlukan, oleh sebab itu jika di dalam aktivitas belajar seseorang didasari oleh adanya minat maka akan menimbulkan suasana batin yang sangat kondusif

(15)

dalam belajar. Belajar akan selalu didukung oleh suasana kegembiraan, keikhlasan, semangat, perhatian dan rasa nyaman tanpa merasa terbebani oleh adanya kesulitan yang harus dipahami dalam pelajaran. Pendek kata bahwa seseorang yang penuh minat belajar akan melakukan aktivitas belajar tanpa perasaan terpaksa, karena belajar menjadi suatu kebutuhan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Nurkancana (1986: 230) bahwa anak- anak tidak perlu mendapat dorongan dari luar, apabila pekerjaan yang dilakukannya cukup menarik minat. Hal yang sama dikemukakan pula oleh Usman (2001: 27) bahwa minat seseorang mau melakukan apa saja yang diminatinya. Hal tersebut lebih ditegaskan lagi oleh James (dalam Usman, 2001: 27) bahwa minat merupakan faktor yang menentukan derajat keaktifan belajar. Menurut Slameto (2003: 58) siswa yang berminat dalam belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1). Mempunyai kecenderungan yang tetap untuk untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus.

2). Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati.

3). Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang diminati. Ada rasa keterikatan pada sesuatu aktivitas-aktivitas yang diminati.

4). Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya daripada yang lainnya. 5). Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.

2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Robert (dalam Syah, 2005: 136) minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannnya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan. Berdasarkan hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi minat dapat diklasifikasikan, antara lain:

1). Kemampuan Dasar

Thorndike (dalam Sagala, 2008: 37) menjelaskan bahwa belajar akan terjadi antara lain apabila siswa memiliki kematangan, kesiapan belajar dan motivasi berperanan penting dalam keberhasilan belajar. Kemampuan dasar yang dimaksud dalam hal ini adalah bagaimana sikap siswa menyikapi minat belajar. Dalam belajar diperlukan adanya pemahaman atau insight. Hilgara

(16)

(dalam Sagala, 2008: 50) menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi belajar dengan pemahaman yaitu kemampuan dasar yang dimiliki siswa. Berbicara tentang kemampuan dasar juga tak lepas dari intelegensi siswa. Stern (dalam Djamarah, 2000: 57) mengemukakan intelegensi merupakan daya untuk menyesuaikan diri secara mudah dengan keadaan baru dengan menggunakan bahan- bahan pikiran yang ada menurut tujuannya. Seseorang dikatakan intelegen, apabila orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan cepat tanpa mengalami suatu masalah. Ini berarti, seseorang yang sukar beradaptasi dan banyak mengalami masalah dikatakan tidak intelegen. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan kemampuan dasar yang dimiliki, siswa akan dengan mudah memiliki minat terhadap apa yang dipelajari. 2). Strategi Pembelajaran

Konzna (dalam Uno, 2008: 1) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu. Disisi lain, Dick dan Carey (dalam Uno, 2008: 1) menguraikan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan-tahapan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Memperhatikan pengertian strategi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar, untuk menyampaikan materi pelajaran, sehingga akan memudahkan peserta didik termasuk dalam menimbulkan minat dalam menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar.

3). Lingkungan Keluarga

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi siswa. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak

(17)

menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Maslow (dalam Jusuf, 2006: 37) mengemukakan keluarga merupakan lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan individu. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik- biologis maupun sosio-psikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (self actualization). Minat merupakan aspek psikologisnya yang pembentukannya dimulai dari lingkungan keluarga. Untuk itu, diharapkan keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama banyak berperan dalam menimbulkan minat sebagai faktor yang menentukan dalam keberhasilan belajar.

2.3.5 Fungsi Minat dalam Belajar

Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika seorang siswa memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya.

Hurlock menulis tentang fungsi minat bagi kehidupan anak sebagaimana yang ditulis oleh Wahid sebagai berikut:

1. Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita.

Sebagai contoh anak yang berminat pada olah raga maka cita-citanya adalah menjadi olahragawan yang berprestasi, sedangkan anak yang minatnya pada kesehatan fisiknya maka cita-citanya menjadi dokter.

2. Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat.

Minat anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk belajar kelompok di tempat temannya meskipun suasana sedang hujan.

3. Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas.

Minat seseorang meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran tapi antara satu anak dan yang lain mendapatkan jumlah pengetahuan yang berbeda. Hal ini terjadi karena berbedanya daya serap mereka dan daya serap ini dipengaruhi oleh intensitas minat mereka.

4. Minat yang terbentuk sejak kecil/masa kanak-kanak sering terbawa seumur hidup karena minat membawa kepuasan.

(18)

Minat menjadi guru yang telah membentuk sejak kecil sebagai misal akan terus terbawa sampai hal ini menjadi kenyataan. Apabila ini terwujud maka semua suka duka menjadi guru tidak akan dirasa karena semua tugas dikerjakan dengan penuh sukarela dan apabila minat ini tidak terwujud maka bisa menjadi obsesi yang akan dibawa sampai mati.

Dalam hubungan dengan pemusatan perhatian, minat mempunyai peranan dalam melahirkan perhatian yang serta merta, memudahkan terciptanya pemusatan perhatian, dan mencegah gangguan perhatian dari luar.

Oleh karena itu minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat maka siswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik- baiknya, sebab tidak ada daya tariknya. Sedangkan bila tahan pelajaran itu menarik minat siswa, maka ia akan mudah dipelajari dan disimpan karena adanya minat sehingga menambah kegiatan belajar.

Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran. mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong ia untuk terus belajar.

2.3.6 Minat Terhadap Mata Pelajaran

Setiap siswa seharusnya menaruh minat yang besar terhadap mata pelajaran yang mereka ikuti, karena minat selain memusatkan pikiran juga akan menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar, seperti yang kemukakan oleh Gie (1983:12) adalah keriangan hati akan memperbesar kemampuan belajar seseorang dan juga membentunya tidak melupakan apa yang dipelajarinya itu. Materi pelajaran dapat dipelajari dengan baik bila siswa dapat memusatkan pikirannya dan menyenangi materi pelajaran tersebut. Siswa kurang berhasil dalam menerima materi pelajaran itu disebabkan siswa itu tidak tertarik atau tidak memiliki minat dengan materi pelajaran yang disampaikan.

(19)

2.4.1 Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam berasal dari kata sains yang bearti alam (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus ilmu pengetahuan alam atau sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains merupakan pengetahuan dan proses. Sedangkan Stone menyebutkan bahwa sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu.

Menurut Abdullah (1998: 18), IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan cara melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, dan demikian seterusnya kait mengkait antara carayang satu dengan yang lain.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah- langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan.

2.4.2 Prinsip dan Tujuan Pembelajaran IPA

Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran IPA diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar (Slavin, 1994). Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak

sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.

2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beraneka ragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.

(20)

perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda.

Selain prinsip di atas, pembelajaran IPA juga memiliki beberapa tujuan pembelajaran bagi peserta didik. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan MI oleh Refandi (2006: 37) bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI diantaranya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

Pendapat lain (Bernal, 1998:3) juga menyebutkan bahwa Tujuan pembelajaran IPA bagi peserta didik agar peserta didik memiliki kemampuan sebagi berikut :

1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2) Mengembangkan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

Berdasarkan beberapa tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar sains tidak hanya menimbun pengetahuan, tetapi harus dikembangkan serta diaplikasikan ke dalam bentuk yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 2.5 Minat Belajar

Lingkungan masyarakat yang semakin maju dan kompleks, minat seseorang dipandang sebagai suatu hal yang sangat penting. Karena dengan minat mereka memiliki sesuatu yang berbeda dengan anggota masyarakat lain dan tentunya hal

(21)

ini sangat berguna untuk menjalani kehidupan. Para peserta didikpun mulai menyadari akan arti penting minat belajar sebagai suatu hal yang pokok. Winkel (1996: 162) mengatakan minat belajar adalah suatu bukti keinginan belajar atau kemauan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Menurut Nasution (1996: 17) minat belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Darminto (1987: 215) minat belajar adalah hasil usaha yang telah dicapai, dilakukan dan dikerjakan untuk mendapatkan suatu kecakapan atau kepandaian. Minat belajar di sekolah merupakan hasil dari berbagai faktor yang berinteraksi di dalam proses belajar yang mempunyai pengaruh terhadap minat belajar. proses belajar tidak dapat dipisahkan dari hasil belajar atau proses belajar.

Berdasarkan pengertian minat belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah sesuatu keinginan atau kemauan yang disertai perhatian dan keaktifan yang disengaja yang akhirnya melahirkan rasa senang dalam perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan.

2.6 Kajian Hasil-hasil yang Relevan

Penerapan model pembelajaran role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imanjinasi dan penghayatan siswa. Penelitian terdahulu yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Sadali (2009) dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Aktivitas Guru dan Hasil Belajar Dalam Mata Pelajaran Pendidikan IPS Di SDN Lemah Abang 2 Tanjung, Kabupaten Brebes”.

Berdasarkan penelitian Sadali (2009) menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan persentase ketuntasan siswa dalam materi pelajaran dan terjadi peningkatan dalam aktivitas belajar. Pada pembelajaran konvensional menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan belajar siswa termasuk dalam kategori rendah karena siswa merasa jenuh mengembangkan potensi diri dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak optimal. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan agar siswa tidak merasa bosan atau jenuh maka peneliti menerapkan model pembelajaran role playing ke dalam pembelajaran agar lebih menyenangkan bagi siswa kelas III mata pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga.

(22)

2.7 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran role playing pada mata pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sangat baik untuk menunjang pembelajaran. Apalagi dengan desain-desain yang akan diperankan pada model pembelajaran role playing dapat membangkitkan minat siswa dalam belajar. Dengan model pembelajaran role playing dapat memanipulasikan teori yang bentuknya abstrak menjadi konkrit, misalnya contoh pembelajaran dengan menggunakan role playing dalam materi pelestarian dan pemeliharaan alam di sekolah maka kita bisa memperagakan permainan sambil belajar yaitu dengan menggunakan model role playing (bermain peran).

Penerapan model pembelajaran role playing dalam proses belajar, diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa. Karena model pembelajaran sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan keberhasilan siswa, oleh karena itu wajar jika guru meningkatkan pemanfaatan model pembelajaran role playing dalam proses belajar. Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah dengan penerapan model pembelajaran yang interaktif dan maksimal, dapat meningkatkan minat belajar siswa. Oleh karena itu pemikiran peneliti bahwa pembelajaran yang menggunakan model role playing, siswa akan lebih mudah memahami konsep, materi yang disampaikan guru sehingga minat belajar siswa dapat tercapai secara maksimal. Dalam penelitian ini, penelitian akan membandingkan minat belajar antara kelas konvensional dan kelas yang diberi perlakuan treatmen dimana kelas konvensional pembelajaran dilakukan seperti biasa guru kelas mengajar dan kelas eksperimen pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran role playing. Untuk pengukuran awal diambil dari angket pada kelas uji coba dan hasil pengukuran awal kelas (kelas kontrol dan kelas eksperimen) di uji beda rata-rata tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Kemudian dilakukan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran role playing pada kelas eksperimen dan pembelajaran secara konvensional pada kelas kontrol, minat belajar dari kedua kelompok di lakukan uji beda rata-rata apakah penggunaan model pembelajaran role playing berpengaruh yang signifikan terhadap rata-rata minat belajar siswa. Untuk kerangka berpikirnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

(23)

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka berpikir, adapun hipotesis penelitian yang digunakan yaitu Ada pengaruh penerapan model pembelajaran role playing terhadap minat belajar siswa III pada mata pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga.

Hipotesis Statistika:

Ho: Tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran role playing terhadap minat belajar siswa kelas III pada mata pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga.

Ha: Ada Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Minat Belajar Siswa Kelas III Pada Mata Pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga.

Gambar 2.1: Bagan Kerangka Bepikir

Pembelajaran IPA Dengan Model Pembelajaran Role Playing

Pengukuran Awal Konvensional

Ada Pengaruh Penerapan Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Minat Belajar Siswa

Gambar

Gambar 2.1:  Bagan Kerangka Bepikir

Referensi

Dokumen terkait

Nilai Daya gabung khusus (DGK) yang tinggi laju penurunan vigor benih cabai adalah menggambarkan adanya kemungkinan tetua yang digunakan untuk membentuk varietas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya syeikh Az-Zarnuji yang memuat 21 hadits Nabi Muhammad SAW, sanad hadits yang terdapat dalam kitab

Mendeskripsikan atau memaparkan nilai rasa yang terdapat dalam diksi yang digunakan kaum waria dalam berkomunikasi dengan sesamanya di tengah masyarakat... 1.4

Sampai saat ini metode atau manajemen pakan pada pemeliharaan benih ikan hias mandarin fish masih berpatokan pada pemeliharaan benih ikan kerapu dan referensi yang didapat,

Hasil uji hipotesis menunjukkan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada kelas alqurun teaching model lebih tinggi daripada siswa pada kelas

jelas menyebutkan dilakukan secara elektronik. Hal ini berarti hal-hal yang berkaitan dengan teknis pendaftaran fidusia diserahkan sepenuhnya pada kantor Pendaftaran

01 Maret 2017/ 16.00 WIB Resiko  pertumbuhan tidak normal  berhubungan dengan Malnutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatn 1 x 24 jam, kebutuhan nutrisi harian klien

Dalam pembuatan lapisan tipis untuk sensor gas dilakukan dengan teknik sputtering DC yaitu suatu proses jika suatu permukaan bahan padat (target) mengalami tembakan