KAITAN ANTARA RAHASIA DAGANG DENGAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Oleh :
Nelly Azwarni Sinaga, SH, Sp.N, MM
Dosen STIE Alwasliyah, Sibolga
Abstrak
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui kaitan antara rahasia dagang dengan perlindungan konsumen. Metode penulisan menggunakan metode library research. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa perlindungan rahasia dagang diberikan oleh negara adalah dalam lingkup hukum perdata yang memberikan hak eksklusif kepada pemilik rahasia dagang untuk memanfaatkan hak eksklusifnya dalam bidang perindustrian. Perlindungan konsumen juga termasuk dalam lapangan hukum perdata dimana hak konsumen yang dilanggar seringkali adalah hak-hak perdata konsumen. Tetapi perlindungan konsumen dapat pula masuk dalam lapangan hukum publik jika hak konsumen yang dilanggar adalah juga hak yang dipandang mendatangkan bahaya bagi masyarakat pada umumnya misalnya penipuan yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Kata kunci : rahatia dagang dan perlindungan konsumen 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dunia usaha yang penuh dengan persaingan telah mendorong para pelaku usaha untuk terus meningkatkan usahanya baik dalam hal peningkatan pendapatan perusahaan maupun dalam hal peningkatan
pelayanan terhadap konsumennya.
Peningkatan pelayanan kepada konsumen bertujuan agar barang yang diproduksi perusahaan dapat diminati oleh konsumen. Untuk meningkatkan pelayanan ini akhirnya suatu perusahaan termotivasi untuk membuat produk-produk baru.
Pembuatan produk-produk baru ini lahir dari suatu pemikiran/ide, dan ide-ide ini dianggap berharga sehingga perlu dilindungi. Perlindungan ini ditujukan untuk menghindari informasi yang berharga di manfaatkan oleh kompetitor dari perusahaan tersebut untuk saling menjatuhkan. Perlindungan yang diberikan adalah dalam bentuk perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI). HKI dipandang sebagai aset yang berharga dari
perusahaan, karena dengan adanya
perlindungan HKI ini, berarti memberikan hak
ekslusif bagi pemegang hak untuk
memanfaatkan, menggunakan, dan
memberikan hak tersebut pada pihak lain. HKI biasanya dibedakan atas :
a. hak cipta dan hak yang berkaitan dengan ciptaan
b. hak milik perindustrian
Masalah yang kita bahas kali ini adalah HKI dalam kategori hak milik perindustrian. Hak yang digolongkan dalam hak milik perindustrian antara lain hak merek, paten, desain idustri, tata letak sirkuit, dan rahasia dagang.
1.2. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui kaitan antara rahasia dagang dengan perlindungan konsumen.
2. Uraian Teoritis 2.1. Rahasia Dagang
Dalam TRIP’s agreement, rahasia dagang juga menjadi salah satu aspek yang diatur. Pengaturan rahasia dagang dalam TRIP’s ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap informasi berharga yang dimiliki oleh perusahaan dari praktek-praktek persaingan tidak sehat. Perlindungan
ini diberikan terhadap informasi sejauh informasi tersebut adalah:
a. Rahasia dalam arti informasi tersebut adalah informasi yang belum diketahui umum atau informasi tersebut belum disediakan untuk diakses oleh pihak-pihak yang memerlukan informasi tersebut. b. Memiliki nilai komersil yang timbul karena
sifat kerahasiaan tadi.
c. Adanya upaya dari pihak yang memiliki informasi untuk menjaga agar informasi yang dimilikinya tetap rahasia.
Undang-undang rahasia dagang
memberikan definisi Rahasia Dagang sebagai informasi yang tidak diketahui umum
dibidang teknologi dan atau bisnis,
mempunyai nilai ekonomi karena berguna
dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. Berdasarkan pengertian diatas, maka kita bisa melihat bahwa rahasia dagang adalah sebuah informasi yang sangat berharga untuk
perusahaan, karenanya harus dijaga
kerahasiaannya. Keberhargaan informasi ini,
karena informasi tersebut dapat
mendatangkan keuntungan ekonomis kepada perusahaan rahasia dagang adalah metode
produksi, metode pengolahan, metode
penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan /atau bisnis yang memiliki nilai
ekonomi, serta tidak diketahui oleh
masyarakat umum. Informasi dalam rahasia dagang dikelompokkan dalam informasi dibidang teknologi dan informasi dibidang bisnis. Adapun yang dimasukkan dalam informasi teknologi, adalah :
a. informasi tentang penelitian dan
pengembangan suatu teknologi b. informasi tentang produksi/proses c. informasi mengenai kontrol mutu
Sedangkan yang dimaksud dalam informasi bisnis, adalah :
a. informasi yang berkaitan dengan penjualan dan pemasaran suatu produk
b. informasi yang berkaitan dengan para langganan
c. informasi tentang keuangan
d. informasi tentang administrasi
Informasi yang terdapat dalam iklan, brosur, buku panduan pengoperasian, yang diberikan kepada masyarakat adalah informasi yang tidak lagi dikategorikan dalam informasi yang diatur dalam rahasia dagang.
Dengan adanya unsur kerahasiaan dalam rahasia dagang ini menyebabkan rahasia dagang tidak memiliki batas jangka waktu perlindungan, yang terpenting adalah
selama pemilik rahasia dagang tetap
melakukan upaya untuk menjaga kerahasiaan dari informasi, maka informasi ini masih tetap dalam perlindungan rahasia dagang.
Pemilik rahasia dagang dapat
mengalihkan haknya kepada pihak lain melalui cara-cara yang telah ditetapkan dalam undang-undang yaitu melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lainnya yang dibenarkan oleh
undang-undang (contohnya melalui putusan
pengadilan yang mengharuskan pemilik
rahasia dagang untuk membuka
informasinya). Pemilik rahasia dagang dapat pula mengalihkan haknya melalui suatu perjanjian lisensi. Menjadi satu pertanyaan mengenai apa yang membedakan antara perjanjian tertulis dengan perjanjian lisensi. Dalam penjelasan undang-undang rahasia dagang yang membedakan antara perjanjian tertulis dengan perjanjian lisensi adalah, lisensi hanya diberikan selama jangka waktu tertentu dengan hak yang terbatas untuk pemegang lisensi.
Hak penerima lisensi ini dibatasi, dalam prakteknya pemilik rahasia dagang yang memberikan lisensi pada pihak lain tidak akan serta merta membuka seluruh informasi
yang dimilikinya, biasanya pemilik
mengirimkan atau memperbantukan
seorang/beberapa tenaga ahli. Hal ini yang menjadi pembeda utama antara perjanjian tertulis dengan perjanjian lisensi. Sedangkan mengenai apa itu perjanjian tertulis, salah satu contohnya adalah perjanjian kerja dimana perjanjian ini memberikan hak bagi pihak dengan siapa pemilik membuat perjanjian
untuk memiliki akses penuh terhadap informasi yang dirahasiakan. Pengungkapan rahasia dagang melalui hal-hal diatas tidak dikatakan sebagai perbuatan yang mengurangi kerahasian dari informasi itu.
2.2. Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah upaya yang terorganisir yang didalamnya terdapat unsur-unsur pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha yang jujur dan bertanggung
jawab untuk meningkatkan hak-hak
konsumen. Dalam undang-undang
perlindungan konsumen dikatakan bahwa perlindungan konsumen adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen”. Tujuan yang ingin dicapai dari perlindungan konsumen inii adalah :
a. untuk memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang dan/atau jasa kebutuhannya dan menuntut hak-haknya
b. menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang memuat unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi
c. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab
Kepastian hukum yang dijamin dalam perlindungan konsumen ini adalah segala proses pemenuhan kebutuhan konsumen yaitu sejak benih hidup dalam rahim ibu sampai dengan pemakaman, dan segala kebutuhan diantara kedua masa itu. Dalam hal ini pemberdayaan konsumen untuk memiliki kesadaran, kemampuan, dan kemandirian melindungi diri sendiri dari berbagai ekses
negatif pemakaian, penggunaan, dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa
kebutuhannya. Pemberdayaan konsumen juga ditujukan agar konsumen memiliki daya tawar yang seimbang dengan pelaku usaha.
Konsumen sendiri dalam pengertian hukum perlindungan konsumen memiliki
beberapa pengertian yaitu konsumen umum (pemakai, pengguna, pemanfaat barang dan/atau jasa untuk kebutuhan tertentu),
konsumen antara (pemakai, pengguna,
pemanfaat barang dan/atau jasa untuk
memperdagangkannya, dengan tujuan
komersial), dan konsumen akhir (pemakai, pengguna, pemanfaat barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau rumah tangganya dengan tujuan tidak untuk
memperdagangkan kembali). Konsumen
dalam terminologi konsumen akhir inilah yang
dilindungi dalam undang-undang
perlindungan konsumen. Sedangkan
konsumen antara adalah dipersamakan dengan pelaku usaha.
2.3. Konsumen
Terdapat berbagai pengertian
mengenai konsumen walaupun tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara satu
pendapat dengan pendapat lainnya.
Konsumen sebagai peng-Indonesia-an istilah asing (Inggris) yaitu consumer, secara harfiah
dalam kamus-kamus diartikan sebagai
"seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu"; atau "sesuatu atau seseorang yang mengunakan suatu persediaan atau sejumlah barang". ada juga yang mengartikan " setiap orang yang menggunakan barang atau jasa".
Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antar konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahan atau badan hukum pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial (dijual, diproduksi lagi).
Banyak negara secara tegas
menetapkan siapa yang disebut sebagai konsumen dalam perundang-undangannya, konsumen dibatasi sebagai "setiap orang yang membeli barang yang disepakati, baik
pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial (Consumer protection Act No. 68 of 1986 Pasal 7 huruf C).
Perancis mendefinisikan konsumen sebagai; "A privat person using goods and services for privat ends". Sementara Spanyol menganut definisi konsumen sebagai berikut: "Any individual or company who is the ultimate buyer or user of personal or real property , products , services, or activities, regardless of wheter the seller, supplier or producer is a public or private entity, acting alone or collectively".
Selain itu dalam rancangan akademik Undang-undang tentang Konsumen oleh Tim Peneliti UI dalam Ketentuan Umum Pasal 1; Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.
Tim Peneliti UI tidak membatasi
konsumen dalam hubungan dengan
didapatkannya barang yaitu dalam hal ini tidak perlu ada hubungan jual beli. Misalnya seorang kepala keluarga yang membeli barang untuk dinikmati oleh seluruh anggota keluarga, maka anggota keluarga yang memakai walau tidak membeli langsung juga merupakan kategori konsumen.
Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mulai berlaku satu bulan sejak penggggundangannya, yaitu 20 April 1999. Pasal 1 butir 2 mendefinisikan konsumen sebagai … "Setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingaan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan."
Definisi ini sesuai dengan pengertian bahhwa konsumen adalah end user / pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan pembeli dari barannng dan/atau jasa tersebut.
Hukum konsumen belum dikenal
sebagaimana kita mengenal cabang hukum
pidana, hukum perdata, hukum adaministrasi, hukum internasional, hukum adat dan berbagai cabang hukum lainnya. Dalam hal ini juga belum ada kesepakatan hukum konsumen terletak dalam cabang hukum yang mana.. Hal ini dikarenakan kajian masalah hukum konsumen tersebar dalam berbagai lingkungan
hukum antara lain perdata, pidana,
administrasi, dan konvensi internasional. Prof.
Mochtar Kusumaatmadja, memberikan
batasan hukum konsumen yaitu: Keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan dan masalah anatara berbagai pihak berkaitan dengan dengan barang dan atau jasa konsumen satu sama lain, di dalam pergaulan hidup.
Hukum perlindungan konsumen
merupakan bagian dari hukum konsumen dan menemukan kaidah hukum konsumen dalam berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia tidaklah mudah, hal ini
dikarenakan tidak dipakainya istilah
konsumen dalam peraturan
perundan-undangangan tersebut walaupun ditemukan sebagian dari subyek-subyek hukum yang memenuhi kriteria konsumen.
Sebelum diberlakukannya UU No. 8 tahun 1999 terdapat berbagi peraturan
perundang-undangan yang berhubungan
dengan perlindungan konsumen. Peraturan Prundang-undangan ini memang tidak secara langsung mengenai perlindungan konsumen, namun secara tidak langsung dimaksudkan juga untuk melindungi konsumen Peraturan yang dimaksud antara lain:
1. Keputusan Menteri Perindustrian No. 727/ M/ SK/ 12/ 1981 tentang Wajib Pemberian Tanda (Label) Pada Kain Batik Tulis, Kain Batik Kombinasi (Tulis dan Cap), dan Tekstil yang Dicetak (printed) dengan Motif (Disain) Batik.
2. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Republik Indonesia, selanjutnya disingkat dengan LN RI, No. 23 tahun 1973) tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida.
3. Keputusan Menteri Perindustrian No. 27/ M/ SK / 1/ 1984 tentang Syaratsyarat dan ijin Pengolahan Kembali Pelumas Bekas dan Pencabutan semua Ijin Usaha Industri Pengolahan Kembali Pelumas Bekas. 4. Peraturan Pemerintah No. 2/ 1985 (LN RI
No. 4 tahun 1985 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3283.) tentang Wajib dan Pembebanan Untuk Ditera dan atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alatalat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya.
5. Undang-Undang tentang Pokok Kesehatan No. 9/ 1960 (LN RI No. 131 tahun 1960 dan TLN RI No. 2068).
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 79/ 1978 tentang Label dan Perikllanan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 79/ 1978 tentang Produksi Dan Peredaran Makanan
yang melarang periklanan yang
menyesatkan, mengacaukan, atau
menimbulkan penafsiran salah atas produk yang diklankan.
Dengan diberlakukannya UU No 8 Tahun 1999 maka UU tersebut merupakan ketentuan positif yang khusus mengatur perlindungan konsumen.
3. Pembahasan
Rahasia dagang, jika kita kaitkan
dengan perlidungan konsumen akan
menekankan pada bagaimana menyajikan informasi kepada konsumen. Kemudian, memastikan apakah keberadaan informasi rahasia ini akan mengganggu kepentingan konsumen? Sebelum sampai pada pembahasan mengenai keberadaan rahasia dagang ada baiknya kita membahas lebih dahulu mengenai transaksi konsumen.
Transaksi konsumen dibagi dalam tiga tahapan yaitu :
a. tahap pra transaksi
Pada tahap ini penjualan/pembelian barang dan/atau jasa belum terjadi. Pada tahap ini yang paling penting adalah informasi
atau keterangan yang benar, jelas, dan jujur serta adanya akses dari pelaku usaha yang beritikad baik dan bertanggung jawab. Informasi ini harus benar materinya, artinya pelaku usaha harus memberikan informasi yang benar berkaitan dengan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan barang dan jasa, dan informasi-informasi penting lainnya yang penting bagi konsumen. Pengungkapan informasi ini harus jelas dan mudah dimengerti oleh konsumen dengan tidak memberikan dua pengertian yang berbeda bagi konsumen, dan dengan bahasa yang dimengerti oleh konsumen. Jujur yang dimaksud adalah yang akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli barang dan/atau jasa yang dimaksudkan.
b. tahap transaksi
Tahap transaksi adalah tahap dimana telah terjadi peralihan kepemilikan barang dan/atau pemanfaatan jasa tertentu dari pelaku usaha kepada konsumen. Pada tahap ini yang paling penting adalah syarat-syarat perjanjian pengalihan pemilikan barang dan/atau pemanfaatan jasa tersebut. Syarat-syarat ini termasuk dilarangnya untuk dimasukkan syarat-syarat baku yang telah
ditetapkan dalam undang-undang
perlindungan konsumen. Hal lain yang menjadi perhatian dalam transaksi konsumen
adalah diberikannya kesempatan bagi
konsumen untuk mempertimbangkan apakah akan melakukan transaksi konsumen atau akan membatalkannya (cooling-off period). c. tahap purna transaksi
Pada tahapan ini konsumen telah menggunakan barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Tidak menjadi masalah bila pada masa ini konsumen merasa puas dengan barang dan/atau jasa yang telah digunakannya. Tetapi akan berbeda apabila barang dan/atau jasa itu tidak sesuai dengan yang informasi yang telah diberikan oleh pelaku usaha, terlebih lagi jika ternyata dalam menggunakan barang dan/atau jasa terdapat
kerugian yang diderita oleh konsumen. Konsumen seharusnya menuntut akan adanya kerugian yang dideritanya, tetapi seringkali konsumen merasa adalah hal yang buang-buang waktu untuk menuntut pelaku usaha karena ganti rugi yang diterima belum tentu sepadan dengan biaya perkara yang sudah dikeluarkan. Untuk menyikapi hal ini dalam
undang-undang perlindungan konsumen
diatur mengenai BPSK (badan penyelesaian sengketa konsumen), yang dapat memberikan penyelesaian terhadap sengketa konsumen dalam waktu 100 hari.
Apabila tahap-tahap transaksi diatas kita kaitkan dengan rahasia dagang, maka aspek yang penting adalah mengenai tersedianya informasi yang benar, jelas, dan jujur bagi konsumen baik pada masa pra transaksi maupun pada masa transaksi. Sebagaimana kita ketahui dalam undang-undang perlindungan konsumen salah satu
hak dari konsumen adalah untuk
mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada mereka. Dalam melakukan penawaran dan perdagangan barang dan/atau jasa bagi pelaku usaha dilarang apabila tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar
yang dipersyaratkan dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Pelaku usaha juga dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi yang jelas kepada konsumen.
Kesemuanya ini menyangkut
penyediaan informasi yang benar, jelas, dan jujur dari pelaku usaha kepada konsumen. Suatu kesalahan apabila pelaku usaha dengan sengaja menyembunyikan informasi yang tidak benar, jelas, dan jujur kepada konsumen dengan dalih hal itu merupakan rahasia
dagang. Tindakan seperti ini dapat
digolongkan sebagai pelanggaran terhadap undang-undang perlindungan konsumen dan pelaku usaha dapat dikenakan tuntutan terhadap perbuatannya menyembunyikan informasi.
Pada tahap purna transaksi, apabila
terjadi sengketa konsumen dapatkah
konsumen menuntut agar pelaku usaha
membuka informasi mengenai barang
dan/atau jasanya sampai ke rahasia dagang dari perusahaan tersebut? Apakah perbuatan pengungkapan rahasia dagang dalam sengketa konsumen adalah suatu bentuk pelanggaran rahasia dagang walaupun sebagaimana diungkapkan diatas informasi yang benar, jelas, dan jujur adalah hak dari konsumen? Dalam perlindungan konsumen pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan adalah pada pelaku usaha, sehingga apabila terjadi pengungkapan terhadap rahasia dagang dari pelaku usaha pengungkapan rahasia dagang ini dilakukan oleh pelaku usaha sendiri.
Untuk mengungkapkan informasi rahasia juga perlu dilihat sejauh mana kepentingan konsumen dilanggar oleh pelaku usaha, apakah telah membahayakan kesehatan
konsumen, atau lebih besar lagi
membahayakan keselamatan masyarakat.
Undang-undang rahasia dagang pada pasal 15 menyebutkan bahwa perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran rahasia dagang adalah apabila tindakan pengungkapan rahasia didasarkan kepada kepentingan
pertahanan keamanan, kesehatan, dan
keselamatan masyarakat. Dengan adanya
ketentuan tersebut berarti keharusan
pengungkapan rahasia dagang bukanlah pelanggaran rahasia dagang.
Jika kepentingan konsumen yang
dilanggar oleh pelaku usaha telah
membahayakan kesehatan konsumen maka pengungkapan rahasia dagang adalah suatu hal yang wajib dilakukan. Pengungkapan ini bukanlah bentuk pelanggaran rahasia dagang. Apabila ternyata tidak ada pelanggaran hak konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha, bagaimana dengan informasi yang telah diketahui oleh pihak lain, masih dapatkah dikatakan sebagai informasi yang bersifat rahasia? Terhadap peristiwa ini pelaku usaha dapat meminta agar informasi ini dirahasiakan oleh pihak-pihak yang telah mendengarkan
/menyaksikan pengungkapan rahasia dagang tersebut.
Pelaku usaha juga berhak untuk mendapatkan perlindungan agar terhindar dari konsumen yang beritikad buruk, yang menjadikan sengketa perlindungan konsumen untuk membuka dengan sengaja rahasia dagang dari pelaku usaha dengan tujuan merugikan pelaku usaha. Undang-undang perlindungan konsumen mengatur hal diatas sebagai salah satu hak dari pelaku usaha yaitu pasal 6 huruf a yang menyatakan bahwa pelaku usaha berhak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
4. Penutup
Sesungguhnya perlindungan rahasia dagang diberikan oleh negara adalah dalam lingkup hukum perdata yang memberikan hak eksklusif kepada pemilik rahasia dagang untuk memanfaatkan hak eksklusifnya dalam bidang perindustrian. Perlindungan konsumen juga termasuk dalam lapangan hukum perdata dimana hak konsumen yang dilanggar seringkali adalah hak-hak perdata konsumen. Tetapi perlindungan konsumen dapat pula masuk dalam lapangan hukum publik jika hak konsumen yang dilanggar adalah juga hak yang dipandang mendatangkan bahaya bagi
masyarakat pada umumnya misalnya
penipuan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Perlindungan rahasia dagang jangan sampai menjadi alat pelaku usaha untuk
melakukan tindakan yang merugikan
konsumen, karena itu undang-undang
perlindungan konsumen tetap harus
diperhatikan oleh pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab dalam melindungi rahasia dagangnya.
Daftar Pustaka
A.Z. Nasution . 1990. “Sekilas Hukum Perlindungan Konsumen “. Hukum dan Pembangunan. Nomor 6 Tahun XVIII. Desember 1990. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
—————————. 1999. Hukum Perlindungan
Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta : Daya Widya.
Gunawan Widjaya. 2000. Hukum tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hady Evianto. 1999. “Hukum Perlindungan
Konsumen Bukanlah Sekedar
Keinginan Melainkan Suatu
Kebutuhan”. Hukum dan Pembangunan. Nomor 6 Tahun XVIII. Desember 1990. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Husni Syawali. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung : Mandar Maju.
Mariam Darus Badrulzaman. 1986.
Perlindungan Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku (Standar). Jakarta : Binacipta.
Mariana Sutadi. 1999. Tanggungjawab
Pengusaha Dalam Hal Terjadi Kecelakaan Lalu Lintas. Yogyakarta : Kiberty. Prasetyo Hadi Purwandoko. 1997. “Penegakan
Hukum Perlindungan Konsumen”.
Makalah, Disampaikan Pada Seminar Nasional Perlindungan Konsumen
Dalam Era Pasar bebas.
Diselenggarakan oleh Fakultas
Hukum UNS, Tanggal 15 Maret 1997. Samsi Haryanto. 1999. “Penelitian Kualitatif”
Makalah. Disampaikan pada Penataran Penelitian, Tanggal 11-12 Nopember 1999. Surakarta : Fakultas Hukum UNS.
Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Jakrta : Grasindo.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42. Tahun 1999.