• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Virus Dengue pada Telur Nyamuk Dewasa Aedes spesies di Daerah Endemis DBD (Studi Kasus di Kota Semarang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deteksi Virus Dengue pada Telur Nyamuk Dewasa Aedes spesies di Daerah Endemis DBD (Studi Kasus di Kota Semarang)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Deteksi Virus

Dengue

pada Telur Nyamuk Dewasa

Aedes

spesies

di Daerah Endemis DBD

(Studi Kasus di Kota Semarang)

Dengue Virus Detection in Egg of Aedes Species from DHF Endemicity

Areas (Case Study at Semarang Municipality)

Imam Djamaluddin Mashoedi1, Qathrunnada Djam’an2, Iwang Yusuf3

ABSTRACT

Background: Dengue infection is a serious public health problem in Indonesia, even the efforts to eradicate the vector of Dengue virus have not been successfull. Recently, the number of Dengue cases has become increase. The continuing spread requires more intensive control measure for Dengue vector. There has been a shift—older age tends to be more susceptible to Dengue than before. The municipality of Semarang is included in the high endemic areas. Only few was studied about Dengue virus isolated from Aedes species. The study was conducted to prove the existence of Dengue virus in the egg of Aedes species.

Design and Method: This study was analytic descriptive with Cross Sectional Design. Dengue virus and eggs of Aedes species were the independent variable and dependent variable respectively. The eggs of Aedes species obtained from the areas with the high and low endemicity. The epidemiological study was carried out in Semarang Municipality for two months, between May 2007-July 2007. Dengue virus was detected by Immununohistochemistry (IHC) test in Parasitological Laboratory of Medical Faculty of Gajah Mada University. Result: The IHC test was positive indicated by brown colour for all samples.

Conclusion: The result proved the existence of Dengue virus in eggs of Aedes species , (Sains Medika, 1 (1) : 1-8).

Keywords: Aedes species, Dengue virus, Endemic, IHC, Semarang Municipality

ABSTRAK

Pendahuluan: Infeksi Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, bahkan upaya pemberantasan DBD belum berhasil sampai saat ini. Insiden DBD di Indonesia masih tinggi, dan penyebarannya semakin meluas. Kota Semarang merupakan salah satu daerah dengan endemisitas tinggi, dengan disertai terjadinya pergeseran usia penderita dari usia anak-anak ke usia dewasa muda. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian vektor yang lebih intensif. Penelitian virus Dengue dari isolat nyamuk Aedes spesies belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya virus Dengue pada telur nyamuk Aedes spesies. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode diskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional. Virus Dengue sebagai variabel bebas dan telur nyamuk Aedes spesies sebagai variabel terikat. Telur nyamuk

Aedes spesies diperoleh dari wilayah Puskesmas endemis tinggi dan rendah di Kota Semarang, Mei 2007 sampai Juli 2007. Virus Dengue dideteksi menggunakan metode uji Immunohistokimia (IHC) di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM.

Hasil Penelitian: Hasil uji IHC menunjukkan positif (warna coklat) pada semua sampel.

Kesimpulan: Virus Dengue terbukti ditemukan dalam telur nyamuk Aedes spesies, (Sains Medika, 1 (1) : 1-8). Kata kunci : Aedes spesies, Endemis, IHC, Kota Semarang, virus Dengue,

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia, bersifat endemis dan timbul sepanjang tahun disertai epidemi tiap lima

Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang, (imamdjamaluddin@yahoo.com)

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang 1

2 3

(2)

tahunan dengan kecenderungan interval serangan epidemi menjadi tidak teratur. Permasalahan DBD di Indonesia adalah masih tingginya insiden dan penyebaran penyakit yang semakin meluas, yang ditandai dengan beberapa kejadian luar biasa/KLB dengan siklus 5 - 10 tahunan. Serangan KLB terjadi tahun 1973 (10.189 kasus), tahun 1983 (13.668 kasus), tahun 1988 (57.573 kasus), tahun 1998 (72.133 kasus), dan tahun 2004 (58.861 kasus). Sampai saat ini, upaya pemberantasan DBD melalui pemberantasan nyamuk sebagai salah satu faktor penyebab DBD, belum berhasil. Demikian pula upaya peningkatan kekebalan tubuh dan pencegahan dengan vaksinasi belum dapat dilaksanakan (Suroso, 1999).

Peningkatan kasus DBD disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: tingginya Angka Bebas Jentik yaitu sebesar 86,3% dan masih rendahnya peran masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD. Golongan umur yang paling banyak menderita DBD adalah anak masa sekolah umur 5 - 10 tahun, kemudian diikuti oleh golongan umur dibawah lima tahun dan selanjutnya oleh golongan umur 10 - 15 tahun. Dalam dekade terakhir ini telah terjadi pergeseran umur penderita ke kelompok umur yang lebih tua (Samsi, 2001). Selain itu, hasil studi epidemiologis DBD pada orang dewasa menyebutkan bahwa golongan umur yang paling banyak menderita DBD adalah dewasa muda umur 15 - 20 tahun, kemudian diikuti oleh golongan umur 20 - 25 tahun, lalu diikuti oleh golongan umur 25-30 tahun, seterusnya oleh golongan umur diatas 30 tahun (Wibisono, 1995).

Faktor-faktor permasalahan epidemiologi DBD adalah (1) Manusia sebagai hospes dengan kepadatan dan mobilitasnya yang tinggi, (2) Nyamuk Aedes spesies sebagai vektor tersebar luas diseluruh Tanah Air dan (3) Empat jenis serotipe virus Dengue 1, DEN-2 dan DEN-3 serta DEN-4 sebagai penyebab DBD (Sumarmo, 1999; Suroso, 1999).

Data kasus DBD tahun 2004 Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa Kota Semarang termasuk lima besar Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar dan menduduki peringkat pertama dalam jumlah kasus DBD dari seluruh Kota dan Kabupaten di Jawa Tengah. Dari 37 wilayah Puskesmas Kota Semarang, terdapat 22 wilayah Puskesmas endemis tinggi, 11 wilayah Puskesmas endemis sedang, dan empat wilayah Puskesmas endemis rendah, sebagaimana terlihat pada Tabel 1 -6.

(3)

Tabel 1. Jumlah penduduk dan angka kesakitan DBD di lima kota besar di Jawa Tengah pada tahun 2003

Tabel 2. Jumlah penduduk dan angka kesakitan DBD di lima kota besar di Jawa Tengah

pada tahun 2004

Tabel 3. Jumlah penduduk dan angka kesakitan DBD di Kota Semarang periode 2002

-2004

Tabel 4. Perbandingan jumlah penderita DBD di Kota Semarang dan Propinsi Jawa

Tengah periode tahun 2000 - 2005

Tabel 5. Tingkat endemisitas tertinggi dan terendah wilayah Puskesmas endemis DBD

(4)

Tabel 6. Jumlah penduduk dan angka kesakitan DBD di Kota Semarang periode 2002 -2004

Struktur antigen serotipe (DEN-1, DEN-2 dan DEN-3 serta DEN-4) ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada keempat serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Secara klinik keempat serotipe virus Dengue ini mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda (Sumarmo, 1999).

Pada penelitian serotipe virus Dengue yang dilakukan di Malaysia menyatakan bahwa serotipe virus Dengue dapat di isolasi dari telur/larva nyamuk Aedes spesies dan nyamuk dewasanya (Ahmad, 1997). KLB pada tahun 1988 didominasi oleh serotipe DEN-3, KLB pada tahun 1998 dominasi serotipe DEN-3 dan DEN-2, sedangkan pada KLB tahun 2004 dari pemeriksaan serologis serum penderita DBD di 10 rumah sakit di Jakarta ditemukan serotipe DEN-3 (37%), serotipe DEN-4 (17%) dan selebihnya serotipe DEN-2 dan DEN-1 (Rantam, 1999; Soetjipto, 1999).

Penelitian tentang serotipe virus Dengue sering dilakukan pada serum penderita DBD, sedangkan penelitian pada nyamuk Aedes spesies sebagai vektornya belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mendeteksi virus Dengue dari isolat telur nyamuk Aedes spesies di daerah endemis DBD. Tingkat endemisitas DBD dapat ditentukan melalui survei jentik dan jumlah penderita DBD, sehingga penentuan tingkat endemisitas DBD dalam penelitian ini ditentukan melalui jumlah penderita DBD sebagai variabel antara.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional. Populasi target penelitian adalah telur nyamuk Aedes spesies. Populasi terjangkau adalah telur nyamuk Aedes spesies di wilayah Puskesamas endemis DBD Kota Semarang. Dari setiap lokasi penelitian diambil 15 kelompok telur nyamuk Aedes spesies.

(5)

Sampel penelitian adalah telur nyamuk Aedes spesies yang dijumpai di wilayah Puskesmas endemis DBD Kota Semarang yang diambil secara random dari empat wilayah Puskesmas endemis tinggi dan empat wilayah Puskesmas endemis rendah.

Instrumen penelitian antara lain: (1) alat pemeriksaan Immunohistokimia (IHC) di Laboratorium Parasitologi FK UGM, Yogyakarta; (2) alat penangkap dan penangkar nyamuk di Laboratorium Parasitologi FK UGM; (3) data sekunder penderita DBD dan SSD yang terjadi di daerah Puskesmas endemis di Kota Semarang yang telah ditentukan; (4) tingkat endemisitas daerah endemis penyakit DBD berdasarkan kriteria endemis tinggi dan endemis rendah yang terjadi di wilayah Puskesmas endemis tertentu di Kota Semarang. Ukuran sampel mengacu pada Bailey yaitu minimum 30 sampel. Gay berpendapat bahwa ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan pada metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif korelasional minimal 30 subyek (Hasan, 2002).

Data kejadian DBD/SSD sebagai data sekunder dikumpulkan dari empat Puskesmas endemis tinggi dan empat Puskesmas endemis rendah untuk dipresentase. Nama dan alamat penderita dicatat sebagai pedoman pengambilan sampel telur nyamuk Aedes spesies. Empat wilayah Puskesmas endemis tinggi diambil dari 22 wilayah. Puskesmas endemis tinggi yang ditentukan secara random dengan mengelompokkannya menjadi empat kelompok atas dasar nilai endemisitas yang masing-masing dinilai homogen dan empat wilayah Puskesmas endemis rendah. Tempat pengambilan sampel telur disekitar rumah penderita (terutama rumah penderita DBD yang telah meninggal karena kasus DBD) dengan radius ± 100 meter (Hadi & Yuniarti, 2004).

HASIL PENELITIAN

Kota Semarang berpenduduk 1.399.133 jiwa dan memiliki 37 wilayah Puskesmas dengan tingkat endemisitas sebesar 11,6. Tingkat endemisitas tertinggi ditemukan di Puskesmas Karang Anyar, sedangkan tingkat endemisitas terendah ditemukan di wilayah Puskesmas Sekaran. Empat wilayah Puskesmas dengan urutan tingkat endemisitas DBD tertinggi dan terendah dari 37 total wilayah Puskesmas di Kota Semarang dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

(6)

Wilayah Puskesmas Karang Anyar yang berpenduduk 12.415 jiwa merupakan wilayah dengan tingkat endemisitas DBD tertinggi yaitu berjumlah 41 kasus dan nilai endemisitas 33,0; kemudian diikuti oleh wilayah Puskesmas Ngaliyan berpenduduk 35.699 jiwa dengan 69 kasus dan nilai endemisitas 19,3, serta wilayah Puskesmas Bugangan yang berpenduduk 20.192 jiwa dengan 31 kasus dan nilai endemisitas 15.4. Wilayah Puskesmas Miroto yang berpenduduk 33.799 jiwa menempati urutan keempat tertinggi dengan 41 kasus dan nilai endemisitas 12,1.

Tingkat endemisitas terendah ditemukan di wilayah Puskesmas Sekaran yang berpenduduk 21.453 jiwa dengan 4 kasus dan nilai endemisitas 1,9, kemudian diikuti oleh wilayah Puskesmas Karang Malang berpenduduk 8.910 jiwa dengan 2 kasus dan nilai endemisitas 2,2. Wilayah Puskesmas dengan endemisitas terendah ketiga daan keempat ditemukan di Puskesmas Mangkang yang berpenduduk 12.774 jiwa dengan 6 kasus dan nilai endemisitas 4,7 serta wilayah Puskesmas Bandarharjo berpenduduk 72.644 jiwa sejumlah 35 kasus dengan nilai endemisitas 4,8.

Tabel 7. Empat wilayah Puskesmas di Kota Semarang dengan urutan tingkat endemisitas

DBD tertinggi

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2004

Tabel 8. Empat wilayah Puskesmas di Kota Semarang dengan urutan tingkat

endemisitas DBD terendah

(7)

Hasil Pemeriksaan IHC untuk deteksi virus Dengue dari vektor penyakitnya yaitu telur nyamuk Aedes spesies menunjukkan bahwa di dalam telur nyamuk Aedes spesies terdapat virus Dengue.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi kedua daerah endemis tinggi dan rendah tidak homogen, masing-masing daerah endemis terletak saling berjauhan atau tidak saling berdekatan. Sifat vektor penyakit DBD diketahui tidak terbang jauh dari lokasi penderita dan masing-masing daerah endemis mempunyai vektor penyakit DBD sendiri. Jadi ada faktor lain lagi yang menyebabkan terjadi fenomena distribusi daerah endemis DBD di Kota Semarang tidak homogen. Penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya tentang penularan secara transovarian pada vektornya dan teori patogenesis DBD yaitu “Teori Secondary Heterologus Infection”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain: (1) sebagai informasi untuk pengembangan ilmu pada program pengendalian vektor penular DBD dalam hal pencegahan infeksi Dengue dan pemberantasan vektornya; (2) sebagai informasi kepada masyarakat bahwa di tiap stadium Aedes spesies mengandung virus Dengue, sehingga pemberantasan vektor DBD tidak cukup dengan membasmi nyamuk dewasa Aedes spesies saja (insektisida), tetapi juga pada semua stadium khususnya stadium larva (larvasida).

KESIMPULAN

Dari paparan pembahasan penelitian diatas, maka dapat disimpulkan: (1) Terbukti adanya virus Dengue pada telur nyamuk Aedes spesies. (2) Terbukti adanya penularan secara transovarian, menjadikan informasi kepada masyarakat bahwa di dalam telur nyamuk Aedes spesies mengandung virus Dengue.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, agar manfaat penelitian ini dapat diaplikasikan ke masyarakat maka diperlukan: (1) Bagi instansi yang berkepentingan dianjurkan untuk melaksanakan penyuluhan yang lebih intensif dan efisien kepada masyarakat dalam hal pengendalian vektor penyakit DBD dan pencegahan

(8)

penyakit DBD. (2) Penelitian lebih lanjut terkait “Hubungan Antara Distribusi Serotipe

Virus Dengue dari Isolat Nyamuk Aedes spesies dengan Tingkat Keparahan Demam

Berdarah Dengue” perlu dilaksanakan, sehingga diperoleh makna yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad R, Ismail A, Saat Z., and Lim LH., 1997, Detection of Dengue Virus from field A. aegypti and A. albopictus adults and larvae, Kuala Lumpur, Malaysia.

Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2004, Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2004. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2004, Data Program DBD di Jawa Tengah Tahun

2004.

Hadi, S dan Yuniarti R.A., 2004, Pengamatan Entomologi daerah endemis dan non endemis Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah, Jurnal Kedokteran Yarsi 12 (1): 52-58.

Hasan, M.I., 2002, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Rantam, F.A., 1999, Polymerase Chain Reaction (PCR), Kursus singkat biologi molekuler penerapan teknik PCR untuk diagnosis Penyakit demam berdarah, TDC Unair, Surabaya.

Samsi, T.K., 2001, Demam Berdarah Dengue. Pengamatan Klinik dan Penatalaksanaan di Rumah Sakit Sumber Waras, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Sumber Waras, Universitas Tarumanegara, Jakarta.

Soetjipto, 1999, Deteksi virus Dengue dalam serum dengan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction, Kursus singkat biologi molekuler penerapan teknik PCR untuk diagnosis Penyakit demam berdarah, TDC Unair, Surabaya.

Sumarmo, P.S., 1999, Masalah Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Pelatihan bagi Pelatih Dokter spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD, Balai Penerbit FK UI, Jakarta.

Suroso, T., 1999, Epidemiological Situation of Dengue Haemorrhagic Fever and It’s Control in Indonesia, International Seminar on Dengue ever / Dengue Haemorrhagic Fever, TDC Unair, Surabaya.

WHO, 1997, Dengue Haemorrhagic Fever. Diagnosis, Treatment and Control, 2nd edition,

Geneva : WHO.

Wibisono, B.H., 1995, Studi Epidemiologis Demam Berdarah Dengue pada Orang Dewasa, Medika, No 10 Tahun XXI: 767.

Gambar

Tabel 3. Jumlah penduduk dan angka kesakitan DBD di Kota Semarang periode 2002 - -2004
Tabel 6. Jumlah penduduk dan angka kesakitan DBD di Kota Semarang periode 2002 - -2004
Tabel 8. Empat  wilayah  Puskesmas di Kota Semarang dengan urutan tingkat endemisitas DBD terendah

Referensi

Dokumen terkait

Kita dapat memecahkan masalah ini dengan lebih mudah apabila menggunakan cara pandang yang lain, yaitu “Berapa banyak air yang Bob tambahkan ke dalam botol setiap

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pengaruh pemberian core stability exercise pada low back pain myogenic terhadap peningkatan aktivitas fungsional pada

Meningkatnya resiko mengakibatkan bank, baik yang konvensional maupun yang syariah dituntut untuk dapat bersaing didalam melayani dunia bisnis agar resiko transaksi yang

Kedua mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah.Pengukuran variabel

Dari kelebihan dan kekurangan DL dan GI dapat saling melengkapi sehingga dikembangkanlah model DL yang dikelola dalam GI dengan nama Group Discovery Learning

Pada hari ini Rabu tanggal Dua belas bulan April tahun Dua ribu tujuh belas bertempat di Portal LPSE Mahkamah.Agung, Pokja ULP Pengadilan Negeri Pasangkayu, telah mengadakan

Yang teristimewa juga kepada adik – adik ku tercinta, Widodo Sudirja dan Sekar Ayu Diningrum yang telah banyak memberikan doa, motivasi, dan semangatnya sehingga penulis

Kiai Sahal mengimplementasikan pemikirannya yang sejalan dengan prinsip Firdaus Yunus dalam mengembangkan pesantrennya, Maslakul Huda, tidak hanya pada tafaqquh fi