• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PLASMA NUTFAH KEDELAI BERUMUR GENJAH DAN BERBIJI SEDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI PLASMA NUTFAH KEDELAI BERUMUR GENJAH DAN BERBIJI SEDANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI PLASMA NUTFAH KEDELAI BERUMUR GENJAH

DAN BERBIJI SEDANG

Apri Sulistyo dan Febria Cahya Indriani Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Jl. Raya Kendalpayak Km 8 Kotak Pos 66 Malang 65101, Telp.(0341) 801468 E-mail: sulistyo_80@yahoo.com

ABSTRAK

Plasma nutfah memegang peranan penting dalam program pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi plasma nutfah kedelai berumur genjah dan berbiji sedang. Sebanyak 40 aksesi plasma nutfah kedelai koleksi Balitkabi dievaluasi di KP Kendalpayak pada MK I tahun 2011. Penelitian menggunakan rancangan augmented design. Varietas Grobogan, Wilis, Detam 1, Anjasmoro, dan Argomulyo digunakan sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan umur masak polong, maka plasma nutfah kedelai yang diuji dapat dipilah ke dalam empat kelompok, yaitu berumur genjah (70–79 HST) sebanyak 10 aksesi, berumur sedang (80–85 HST) sebanyak 12 aksesi, berumur dalam (88 HST) dua aksesi, dan berumur sangat dalam (90–108 HST) 16 aksesi. Terdapat 10 aksesi dengan umur masak polong yang nyata lebih cepat dibandingkan dengan varietas Grobogan (80 HST). Tidak diperoleh aksesi kedelai yang memiliki ukuran biji lebih besar dari varietas pembanding. Sebagian besar aksesi berukuran biji kecil (5,64–9,78 g/100 biji). Hanya terdapat empat aksesi yang berukuran biji sedang (10,06–12,88 g/100 biji), tetapi tidak melebihi ukuran biji varietas Wilis (14,05 g/100 biji) yang termasuk kedelai berbiji sedang. Tidak ada aksesi kedelai yang memiliki hasil lebih tinggi dari varietas Argomulyo (1,45 t/ha), tetapi terdapat lima aksesi dengan hasil 1,25–1,39 t/ha lebih tinggi dari varietas Detam 1 (1,17 t/ha), Wilis (1,14 t/ha), Grobogan (1,11 t/ha) dan Anjasmoro (1,04 t/ha).

Kata kunci: plasma nutfah, kedelai, umur genjah, biji sedang ABSTRACT

Identification of soybean germplasm for early maturity and medium seed size.

Germplasm plays a crucial role in determining the success of plant breeding program. This study aimed to identify soybean germplasm for characters of early maturity and medium seed size. A total of 40 soybean accessions were evaluated at Kendalpayak Experimental Station in dry season 2011. The Augmented design was applied. The Indonesia varieties of Grobogan, Wilis, Detam 1, Anjasmoro, and Argomulyo were used as check. Based on pod maturity, the soybean germplasm were grouped into four age groups, i.e. early maturing (70.2–78.6 DAP), moderate maturing (80.3–84.6 DAP), late maturing (88.1–88.4 DAP), and very late maturing (90.1–107.6 DAP), where each group consisted of 10, 12, 2 and 16 accessions. It was also indicated that 10 accessions had earlier pod maturity dates than Grobogan variety (80 DAP). There was no soybean accession with seed size larger than that of check varieties, and therefore most accessions were classified into small-seed size (5.64–9.78 g 100 seeds-1). There were only four accessions with medium seed size (from 10.06–12.88 g 100 seeds-1), and no accession had bigger seed size than that of Wilis variety (14.05 g/100 seeds-1) which was classified as moderate seed. Moreover, there was no accession had higher seed yield than Argomulyo variety (1.45 t ha-1). There were five accessions with seed yield ranged from 1.25–1.39 t ha-1 which were higher than those of Detam 1 (1.17 t ha-1), Wilis (1.14 t ha-1), Grobogan (1.11 t ha-1), and Anjasmoro (1.04 t ha-1).

(2)

PENDAHULUAN

Kedelai merupakan komoditas pangan terpenting di Indonesia setelah padi dan jagung. Prospek pengembangan komoditas ini masih terbuka luas. Menurut BPS (2010), kebutuhan kedelai nasional terus bertambah dari tahun ke tahun, namun tidak diimbangi oleh peningkatan produksi di dalam negeri, sehingga untuk memenuhi sebagian kebu-tuhan diperoleh melalui impor. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkat-kan produksi kedelai nasional adalah melalui serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman guna memperoleh varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi.

Keberhasilan program pemuliaan tanaman sangat ditentukan oleh tersedianya kera-gaman genetik dalam populasi (Allard 1960). Saat ini di Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) telah terkoleksi 1092 plasma nutfah kedelai yang berasal dari dalam negeri maupun introduksi dari negara lain. Koleksi plasma nutfah dari dalam negeri di antaranya berasal dari Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Plasma nutfah kedelai introduksi di antaranya berasal dari Asia (Jepang, China, Taiwan, Filipina, Thai-land, Vietnam, India dan Israel), Afrika (Maroko dan Tanzania), Amerika (Amerika Serikat, Meksiko, Panama, Brazil, Kolombia, Peru dan Venezuela), dan Australia (Iletri 2006).

Setelah tersedia keragaman genetik yang cukup, program pemuliaan tanaman dapat segera dilakukan, dimulai dengan karakterisasi tanaman. Karakter-karakter yang diamati meliputi sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Kegiatan ini selain untuk mendukung program perbaikan varietas, juga bertujuan untuk melengkapi katalog yang sudah ada. Karakterisasi mengacu pada buku panduan yang telah diterbitkan oleh International Union for The Protection of New Varieties of Plants (UPOV) pada tahun 1998.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi plasma nutfah kedelai berumur genjah dan berbiji sedang. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu para pemulia dalam memilih calon tetua yang akan digunakan dalam perakitan varietas kedelai berumur genjah dan berbiji sedang.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Kendalpayak, Kabupaten Malang, pada MK I tahun 2011. Plasma nutfah kedelai yang diuji sebanyak 40 aksesi terdiri dari 14 aksesi introduksi dan 26 aksesi hasil ekplorasi di Indonesia (Tabel 1). Sebagai pembanding digunakan lima varietas unggul kedelai yaitu Grobogan dan Argomulyo dengan karakter berumur genjah dan berbiji besar, Wilis untuk karakter berbiji sedang, Detam 1 untuk karakter berbiji hitam, dan Anjasmoro untuk karakter berbiji besar. Setiap aksesi ditanam pada plot berukuran 2 m x 3 m, dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm, dua biji/lubang tanam. Pemupukan sesuai rekomendasi yaitu 50 kg Urea, 75 kg SP36, dan 75 kg KCl/ha, diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif. Pengairan dilakukan pada saat tanam, umur 3 minggu setelah tanam (MST), saat berbunga dan saat pengisian polong. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 dan 6 MST.

Penelitian menggunakan rancangan augmented design yang dikemukakan oleh Federer (1961) dan Baihaki (2000). Jumlah blok yang digunakan lima, masing-masing memuat delapan aksesi berbeda dan lima varietas pembanding yang ditempatkan secara

(3)

acak. Pengamatan dilakukan terhadap umur masak polong (hari setelah tanam HST), bobot 100 biji, dan hasil biji.

Tabel 1. Aksesi dan asal-usul plasma nutfah kedelai yang diidentifikasi.

Aksesi Asal Aksesi Asal

MLGG 0019 Jawa Timur MLGG 0465 Jawa Tengah MLGG 0103 USA MLGG 0476 Jawa Tengah MLGG 0104 Jawa Tengah MLGG 0482 Jawa Tengah MLGG 0109 Maroko MLGG 0489 DIY

MLGG 0112 Phillipina MLGG 0591 Venezuela MLGG 0113 Taiwan MLGG 0592 Bali MLGG 0115 USA MLGG 0597 Jepang MLGG 0121 Jawa Timur MLGG 0598 Jepang MLGG 0123 Lampung MLGG 0603 Jawa Barat MLGG 0124 Lampung MLGG 0610 Kalimantan Barat MLGG 0128 NAD MLGG 0613 Mexico

MLGG 0160 Jawa Timur MLGG 0614 Mexico MLGG 0169 Jawa Timur MLGG 0624 Phillipina MLGG 0233 Taiwan MLGG 0638 Australia MLGG 0269 Jawa Timur MLGG 0653 DIY MLGG 0372 Jawa Timur MLGG 0657 Thailand MLGG 0388 Jawa Timur MLGG 0856 NTB MLGG 0392 Jawa Timur MLGG 0857 NTB MLGG 0393 Jawa Timur MLGG 0873 Bali

MLGG 0400 Sulawesi Selatan MLGG 0890 Sulawesi Utara

Ket: ** nyata pada taraf 0,01; tn: tidak nyata

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik untuk karakter umur masak polong, bobot 100 biji, dan hasil dari lima varietas pembanding dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat perbedaan yang sangat nyata di antara varietas pembanding untuk karakter umur masak polong dan bobot 100 biji, tetapi tidak berbeda nyata untuk karakter hasil. Hal ini menunjukkan bahwa kelima varietas dapat digunakan sebagai pembanding untuk mengidentifikasi plasma nutfah berumur genjah dan berukuran biji sedang.

Tabel 2. Analisis ragam untuk karakter umur masak polong, bobot 100 biji, dan hasil lima varietas kedelai.

Karakter Kuadrat tengah F-hitung

Umur masak polong 77,14 84,31 ** Bobot 100 biji 37,24 19,20 **

Hasil 44,51 2,49 tn

Umur masak polong 40 aksesi plasma nutfah kedelai berkisar antara 70–107 HST (Tabel 3). Adie (2007) mengelompokkan umur kedelai di Indonesia menjadi lima kelom-pok, yaitu kedelai berumur sangat genjah (<70 hari), genjah (70–80 hari), sedang (80–85 hari), dalam (86–90 hari), dan sangat dalam (>90 hari). Berdasarkan pengelompokkan

(4)

dalam empat kelompok, yaitu berumur genjah (10 aksesi), sedang (12 aksesi), dalam (dua aksesi), dan sangat dalam (16 aksesi).

Terdapat perbedaan umur masak polong yang sangat nyata di antara lima varietas pembanding (Tabel 2). Varietas Grobogan sebagai pembanding memiliki umur masak polong tercepat, rata-rata 80,4 hari. Hasil analisis augmented design untuk 40 aksesi plasma nutfah yang diuji menunjukkan terdapat 10 aksesi dengan umur masak polong yang nyata lebih genjah dibandingkan dengan varietas Grobogan (Tabel 3).

Tabel 3. Umur masak polong (HST) plasma nutfah kedelai, KP Kendalpayak tahun 2011.

Aksesi Umur masak polong (HST) Aksesi Umur masak polong (HST) MLGG 0019 78,64abcde MLGG 0489 71,24abcde MLGG 0103 96,64 MLGG 0591 90,44 MLGG 0104 96,64 MLGG 0592 83,44 MLGG 0109 107,64 MLGG 0597 88,44 MLGG 0112 78,64abcde MLGG 0598 90,44 MLGG 0113 78,64abcde MLGG 0603 77,44abcde MLGG 0115 84,64 MLGG 0610 77,44abcde MLGG 0121 82,64 MLGG 0613 95,44 MLGG 0123 81,84 MLGG 0614 95,44 MLGG 0124 81,84 MLGG 0624 82,84 MLGG 0128 83,84 MLGG 0638 81,84 MLGG 0160 83,84 MLGG 0653 90,84 MLGG 0169 83,84 MLGG 0657 90,84 MLGG 0233 77,84abcde MLGG 0856 95,84 MLGG 0269 95,84 MLGG 0857 83,84 MLGG 0372 81,84 MLGG 0873 95,84 MLGG 0388 71,24abcde MLGG 0890 95,84 MLGG 0392 96,24 Grobogan 80,36 MLGG 0393 96,24 Wilis 90,16 MLGG 0400 89,24 Detam 1 83,96 MLGG 0465 70,24abcde Anjasmoro 88,16 MLGG 0476 71,24abcde Argomulyo 83,36 MLGG 0482 96,24

Keterangan : abcde menunjukkan perbedaan yang nyata berturut-turut dibandingkan dengan Grobogan, Argomulyo, Detam 1, Anjasmoro dan Wilis berdasarkan uji lanjut LSI 5%.

Kedelai berumur genjah berperan penting dalam menghadapi kekeringan yang sering terjadi pada budi daya kedelai, karena kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah padi. Umur genjah merupakan salah satu mekanisme penghindaran tanaman terhadap kekeringan. Aksesi kedelai berumur genjah dapat dimanfaatkan dalam program perakitan varietas kedelai berumur genjah. Sepuluh aksesi plasma nutfah kedelai yang teridentifikasi memiliki umur masak polong lebih cepat dibandingkan dengan varietas pembanding tergenjah (Grobogan) dapat dijadikan sebagai sumber gen umur genjah.

Terdapat keragaman ukuran biji di antara plasma nutfah kedelai yang dimiliki Balit-kabi. Bobot 100 biji dari 40 aksesi plasma nutfah diuji berkisar antara 5,6–12,9 g (Tabel 4). Sebanyak 36 aksesi plasma nutfah kedelai yang diuji mempunyai ukuran biji kecil (< 10 g/100 biji) dan sisanya berukuran biji sedang (10–13 g/100 biji).

(5)

Tabel 4. Bobot 100 biji 40 aksesi plasma nutfah kedelai, KP Kendalpayak, 2011.

Aksesi Bobot 100 biji (g) Aksesi Bobot 100 biji (g) MLGG 0019 6,46 MLGG 0489 7,99 MLGG 0103 8,91 MLGG 0591 9,37 MLGG 0104 9,39 MLGG 0592 7,20 MLGG 0109 8,62 MLGG 0597 6,56 MLGG 0112 7,82 MLGG 0598 7,52 MLGG 0113 7,34 MLGG 0603 9,36 MLGG 0115 7,16 MLGG 0610 7,16 MLGG 0121 6,31 MLGG 0613 10,06 MLGG 0123 8,93 MLGG 0614 8,26 MLGG 0124 9,68 MLGG 0624 12,88 MLGG 0128 6,81 MLGG 0638 9,78 MLGG 0160 6,47 MLGG 0653 6,44 MLGG 0169 9,47 MLGG 0657 8,78 MLGG 0233 8,68 MLGG 0856 5,98 MLGG 0269 5,64 MLGG 0857 7,11 MLGG 0372 8,25 MLGG 0873 9,48 MLGG 0388 5,95 MLGG 0890 7,26 MLGG 0392 10,77 Grobogan 21,60 MLGG 0393 12,49 Wilis 14,05 MLGG 0400 6,39 Detam 1 17,61 MLGG 0465 8,58 Anjasmoro 18,14 MLGG 0476 7,43 Argomulyo 19,47 MLGG 0482 8,45

Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat perbedaan ukuran biji yang sangat nyata di antara lima varietas pembanding (Tabel 2). Grobogan merupakan varietas pembanding dengan ukuran biji terbesar (21,6 g), diikuti oleh Argomulyo (19,5 g), Anjasmoro (18,1 g), Detam 1 (17,6) dan Wilis (14,1 g). Hasil analisis augmented design menunjukkan tidak ada aksesi kedelai dengan ukuran biji yang nyata lebih besar dari varietas pembanding. Terdapat empat aksesi dengan ukuran biji sedang, yaitu MLGG 0392 (10,8 g), MLGG 0393 (12,5 g), MLGG 0613 (10,1 g) dan MLGG 0624 (12,9 g). Tabel 4 memperlihatkan keragaman bobot 100 biji dari 40 aksesi plasma nutfah kedelai yang diteliti.

Ukuran biji kedelai menjadi penentu preferensi petani dan bahan baku industri pangan di Indonesia. Ukuran biji juga menjadi faktor penting dalam usaha meningkatkan produksi kedelai (Susan et al. 2001), secara kualitas maupun kuantitas (Harnowo 2004) dan sifat ini diturunkan secara genetik (Tinius et al. 1993; Brian et al. 2002). Empat aksesi plasma nutfah kedelai yang teridentifikasi berukuran biji sedang pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai calon tetua untuk perakitan varietas kedelai biji sedang.

Terdapat keragaman hasil di antara aksesi yang diuji (Tabel 5). Hasil terendah 0,25 t/ha, sedangkan tertinggi 1,39 t/ha. Hasil varietas pembanding berkisar antara 1,11–1,45 t/ha. Rendahnya hasil dari 40 aksesi plasma nutfah kedelai diduga berkaitan dengan ukur-an bijinya. Berdasarkukur-an pengamatukur-an terhadap karakter ukurukur-an biji, hukur-anya terdapat empat aksesi yang memiliki ukuran biji sedang. Hasil analisis menunjukkan terdapat korelasi

(6)

positif tetapi tidak nyata (r = 0,21) antara bobot 100 biji dengan hasil. Menurut Suwardi et al. (2006), bobot 100 biji berpengaruh langsung terhadap hasil biji kedelai.

Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara kelima varietas pembanding (Tabel 2). Varietas Argomulyo memiliki hasil tertinggi, diikuti oleh Detam 1, Wilis, Grobogan, dan Anjasmoro. Hasil analisis augmented design menun-jukkan bahwa tidak ada aksesi kedelai yang memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan Argomulyo, tetapi terdapat lima aksesi yang memiliki hasil lebih tinggi diban-dingkan dengan varietas Detam 1, Wilis, Grobogan, dan Anjasmoro (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil biji 40 aksesi plasma nutfah kedelai, KP Kendalpayak, 2011.

Aksesi Hasil (t/ha) Aksesi Hasil (t/ha) MLGG 0019 1,08e MLGG 0489 0,71 MLGG 0103 0,78 MLGG 0591 1,37bcde MLGG 0104 0,73 MLGG 0592 1,16cde MLGG 0109 1,39bcde MLGG 0597 0,74 MLGG 0112 1,03 MLGG 0598 0,26 MLGG 0113 1,25bcde MLGG 0603 0,58 MLGG 0115 1,29bcde MLGG 0610 0,79 MLGG 0121 1,01 MLGG 0613 0,76 MLGG 0123 0,84 MLGG 0614 0,26 MLGG 0124 0,65 MLGG 0624 0,32 MLGG 0128 1,32bcde MLGG 0638 0,97 MLGG 0160 0,85 MLGG 0653 0,73 MLGG 0169 0,77 MLGG 0657 0,37 MLGG 0233 0,91 MLGG 0856 0,68 MLGG 0269 0,32 MLGG 0857 0,80 MLGG 0372 0,99 MLGG 0873 0,25 MLGG 0388 0,97 MLGG 0890 0,28 MLGG 0392 0,18 Grobogan 1,11 MLGG 0393 0,15 Wilis 1,14 MLGG 0400 0,41 Detam 1 1,17 MLGG 0465 0,76 Anjasmoro 1,04 MLGG 0476 0,92 Argomulyo 1,45 MLGG 0482 0,58

Ket : abcde menunjukkan perbedaan yang nyata berturut-turut dibandingkan dengan Argomulyo, Detam 1, Wilis, Grobogan dan Anjasmoro berdasarkan uji lanjut LSI 5%

KESIMPULAN

1. Terdapat keragaman umur masak polong, bobot 100 biji, dan biji di antara 40 aksesi plasma nutfah kedelai.

2. Sebanyak 10 aksesi kedelai memiliki umur masak polong yang nyata lebih genjah dari varietas pembanding tergenjah Grobogan (80,4 hari), yaitu MLGG 0019 (78,6 hari), MLGG 0112 (78,6 hari), MLGG 0113 (78,6 hari), MLGG 0233 (77,8 hari), MLGG 0388 (71,2 hari), MLGG 0465 (70,2 hari), MLGG 0476 (71,2 hari), MLGG 0489 (71,2 hari), MLGG 0603 (77,4 hari), dan MLGG 0610 (77,4 hari).

3. Empat aksesi memiliki ukuran biji sedang, yaitu MLGG 0392 (10,8 g), MLGG 0393 (12,9 g), MLGG 0613 (10,1 g), dan MLGG 0624 (12,9 g).

(7)

4. Lima aksesi memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Detam 1 (1,17 t/ha), Wilis (1,14 t/ha), Grobogan (1,11 t/ha), dan Anjasmoro (1,04 t/ha), yaitu MLGG 0109 (1,39 t/ha), MLGG 0113 (1,25 t/ha), MLGG 0115 (1,29 t/ha), MLGG 0128 (1, 32 t/ha), dan MLGG 0591 (1,37 t/ha).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset dan Teknologi yang telah membiayai penelitian ini melalui Program Insentif Riset Dasar tahun 2011

DAFTAR PUSTAKA

Adie MM. 2007. Panduan pengujian individual, kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan kedelai. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 12 hlm

Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. Wiley and Sons, Inc. New York. 485p

Baihaki A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan (Diklat Kuliah). Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. 91 hlm.

BPS [Biro Pusat Statistik]. 2010. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta : BPS Brian JA, Fehr WR and Welke GA. 2002. Selection for large seed and high protein in two and three

parent soybean population. Crop Sci. 42: 1876−1881

Federer, W. T. 1961. Augmented design with one-way elimination of heterogeneity. Biometrics 17 : 447-473

Harnowo D. 2004. Effect of time of harvest and seed size on seed quality of soybean. Thesis. Univ. Putra Malaysia. 204p.

ILETRI [Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute]. 2006. Germplasm Catalogue of Soybean (Glycine max (L.) Merill). Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute. 166p.

Susan LJ, Fehr WR, Welke GA, and Cianzio SR. 2001. Genetic variability for seed size of two and three parent soybean population. Crop Sci. 41 : 1029−1033

Suwardi, Poerwoko S dan Basuki N. 2006. Implikasi keragaman genetik, korelasi fenotipik dan

genotipik untuk perbaikan hasil sejumlah galur kedelai (Glycine max (L.) Merrill).

http://images.soemarno.multiply.com [Diakses tanggal 27 Agustus 2012]

Tinius CN, Burton JW, and Carter Jr. TE. 1993. Recurrent selection for seed size in soybean: III. Indirect effects on seed composition. Crop Sci. 33 : 959−962

UPOV (Union For The Protection of New Varieties of Plants). 1998. Guidelines for the conduct of tests for distinctness, uniformity and stability – Soya Bean (Glycine max (L.) Merill).

Gambar

Tabel 1. Aksesi dan asal-usul plasma nutfah kedelai yang diidentifikasi.
Tabel 3. Umur masak polong (HST) plasma nutfah kedelai, KP Kendalpayak tahun 2011.
Tabel 4. Bobot 100 biji 40 aksesi plasma nutfah kedelai, KP Kendalpayak, 2011.
Tabel 5. Hasil biji 40 aksesi plasma nutfah kedelai, KP Kendalpayak, 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis tanaman diketahui bahwa pemberian pupuk kandang ayam berpengaruh nyata dalam meningkatkan serapan P tanaman, tinggi tanaman, dan

Pemerintah kota (pemkot) saat itu dinilai tidak mampu mengambil langkah-langkah efektif dalam mengatasi masalah ini. Para pemegang kekuasaan di tingkat kota memiliki pandangan

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa itik alabio jantan dari HSU memiliki warna bulu putih keabuan pada bagian leher (56%) dan coklat ke- abuan di sekitar dada (72%), hijau kebiruan

(2) mendeskripsikan peran penting kelompok tani dalam produksi tanaman sayuran organik di Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang sebagai upaya pengembangan

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari komunikasi antarbudaya yang dilakukan dengan adanya

Menurut Sugiyono (2010:194), wawancara merupakan teknik pengumpulan data apabila peneliti akan melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus

Namun saat wawancara kedua, informan bercerita bahwa keputusannya memakai jilbab adalah karena ia pernah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan.. Berawal

Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk mengetahui efektivitas bimbingan kelompok dengan pengajaran formula ABCDE pendekatan rasional emotif behavior, sedangkan