• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta tahun pelajaran 2008/2009 dan implikasinya terhadap usulan topik bimbingan belajar - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Deskripsi kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta tahun pelajaran 2008/2009 dan implikasinya terhadap usulan topik bimbingan belajar - USD Repository"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Priska Nawang Retna Wulandari NIM : 041114007

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

™ Untuk segala sesuatu ada masanya... Ia membuat segala sesuatu indah pada

waktu-Nya... (Pengkhotbah 3: 1. 11)

™ ... Hari ini disebut the present (hadiah). Hadiah yang diberikan Tuhan ke

kita. Cara terbaik berterima kasih atas hadiah ini adalah mengisinya dengan hal-hal bermakna, sekaligus bersyukur terhadap apapun yang terjadi sekarang. (Gede Prama)

PERSEMBAHAN:

(5)
(6)
(7)

vii

TERHADAP USULAN TOPIK BIMBINGAN BELAJAR

Priska Nawang Retna Wulandari Universitas Sanata Dharma

2009

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Masalah pertama yang diteliti adalah “Bagaimanakah kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?”. Masalah yang kedua adalah “Topik bimbingan belajar apa sajakah yang tepat untuk mengembangkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?”.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta yang berjumlah 106 siswa. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner kebiasaan belajar siswa. Kuesioner tersebut terdiri dari pernyataan-pernyataan tentang kebiasaan belajar antara lain belajar secara teratur, membaca dan membuat catatan, mengulangi mempelajari bahan pelajaran, konsentrasi, dan mengerjakan tugas. Jumlah seluruh item yang digunakan sebanyak 50 butir item. Teknik analisis data yang digunakan adalah cara kategorisasi berdasar model distribusi normal dengan kategorisasi jenjang.

(8)
(9)

ix

2008/2009 AND THE IMPLICATION FOR SUGGESTIONS OF STUDY HABIT TOPICS

Priska Nawang Retna Wulandari Sanata Dharma University

2009

This research is held to get a description about study habit of student in eighth class BOPKRI 3 Junior High School Yogyakarta in academic year 2008/2009. The first problem is “How are their study habit?”. The second problem is “what happen are topics to develop their study habit?

The kind of research which uses in this is descriptive research with survey method. The subject of research is all of student in eighth class BOPKRI 3 Junior High School Yogyakarta in academic year 2008/2009, they are 106 students. The equipment which is used to collect the data is questioner of student study habit. The questioner consists of some statement about study habit for example routine studying, reading and making notes, repeating material study, consentrating and doing tasks. The item which uses are 50 items. The technique of analyzing data is categoritating based on normal distributive model with step categorization.

(10)

x

Nya yang melimpah, skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana.

Penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan tulus hati, diucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. M. M. Sri Hastuti, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. Dra. M. J. Retno Priyani, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah mendampingi, membimbing, memberikan banyak kritik dan saran dengan sabar selama pembuatan skripsi.

3. Drs. Y. B. Adimassana M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik angkatan 2004 kelas A yang telah mendorong dan memberikan semangat dari awal kuliah sampai penyelesaian skripsi.

4. Paryadi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP BOPKRI 3 Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

(11)

xi

tercinta yang sudah memberikan dukungan materi, doa dan semangat dalam penyelesaian skripsi. Keluarga Emak Dasai yang selalu mendoakan.

8. Suster Elizabeth, Fch atas selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi.

9. Bulik JF. Kadarini yang telah memberikan perhatian, dukungan, dan semangat dalam penyelesaikan skripsi.

10. Aca, Ocha, Sr Lina yang telah mendukung dan menguatkan untuk melewati kesulitan. Teman-teman BK kelas A dan B angkatan 2004 (Anting, Ardi, Sigit, Kristiadi, Sepri, Sr Yus, Sr Eva, Rm Agus, Pikal, Pim-pom, Yasinta, Lia, Dita, Leni, Irna, Tian, Mbak Ratna, Hana, Maria) yang telah memberikan keceriaan, kerjasama, persaudaraan, dukungan selama kuliah di BK sampai penyelesaian skripsi ini. Mas Martin dan keluarga yang telah mengingatkan dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

(12)

xii

Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya yang berminat dalam bimbingan dan konseling.

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

(14)

xiv

1. Pembentukan Kebiasaan menurut Teori Thorndike ... 11

a. Law of Effect ... 12

b. Law of Exercise ... 13

2. Pembentukan Kebiasaan menurut Teori Covey ... 14

C. Macam-macam Kebiasaan Belajar ... 15

1. Belajar secara teratur ... 16

2. Membaca dan Membuat Catatan ... 17

3. Konsentrasi ... 18

4. Mengerjakan Tugas ... 19

5. Mengulangi Mempelajari Bahan Pelajaran ... 20

D. Bimbingan Belajar ... 21

1. Pengertian Bimbingan Belajar ... 21

2. Tujuan Bimbingan Belajar ... 22

3. Pelaksanaan Bimbingan Belajar ... 22

4. Fungsi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling ... 24

E. Peranan Guru Pembimbing dalam Mengembangkan Kebiasaan Belajar Siswa ... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28

(15)

xv

3. Validitas dan Reliabilitas ... 32

a. Validitas ... 32

b. Reliabilitas ... 35

D. Tahap Pengumpulan Data ... 37

1. Persiapan ... 37

2. Pelaksanaan ... 37

E. Analisis Data... 38

Bab IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 43

B. Pembahasan ... 46

BAB V. USULAN TOPIK BIMBINGAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEBIASAAN BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009 ... 51

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

C. Keterbatasan ... 64

(16)

xvi

Tabel 2. Komposisi Kuesioner Kebiasaan Belajar ... 31 Tabel 3. Komposisi Kuesioner Kebiasaan Belajar setelah Uji coba

yang digunakan dalam penelitian ... 35 Tabel 4. Daftar Indeks Kualifikasi Reliabilitas ... 36 Tabel 5. Rumus Norma Kategorisasi Jenjang ... 39 Tabel 6. Norma Kategorisasi untuk Mengelompokkan Skor Kebiasaan

Belajar Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta

Tahun Pelajaran 2008/2009 ... 40 Tabel 7. Norma Kategorisasi untuk Mengelompokkan Skor Item

Kebiasaan Belajar sebagai Dasar dalam Penyusunan

Topik-topik Bimbingan Belajar ... 42 Tabel 8. Kategorisasi Kebiasaan Belajar Siswa Kelas VIII

SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 .... 44 Tabel 9. Kategorisasi Item Kebiasaan Belajar sebagai Dasar

Penyusunan Topik-topik Bimbingan Belajar ... 45 Tabel 10. Item yang Digunakan sebgai Dasar Penyusunan Topik

Bimbingan Belajar ... 51 Tabel 11. Usulan Topik Bimbingan Untuk Mengembangkan

Kebiasaan Belajar Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 3

(17)

xvii

Lampiran 1 : Validitas ... 68

Lampiran 2 : Reliabilitas ... 70

Lampiran 3 : Hasil Analisis Data Penelitian ... 71

Lampiran 4 : Kuesioner Kebiasaan Belajar uji coba ... 75

Lampiran 5 : Kuesioner Kebiasaan Belajar Penelitian ……... 79

(18)

1

Dalam bab ini, memuat beberapa hal yang berkaitan dengan pendahuluan,

antara lain latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Belajar bertujuan supaya siswa mendapatkan pengetahuan, sikap,

kecakapan dan keterampilan. Untuk mencapai tujuan belajar, siswa

diharapkan belajar dengan perilaku belajar yang tepat. Perilaku belajar

yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang menjadi kebiasaan

dalam belajar siswa.

Kebiasaan belajar merupakan pola belajar yang ada dalam diri

siswa yang bersifat teratur dan otomatis. Kebiasaan bukanlah bawaan

lahir, melainkan dapat dibentuk oleh siswa melalui proses yang

diulang-ulang (Gie, 1995). Proses pembentukan kebiasaan dalam belajar

dapat membuat siswa sudah memiliki kebiasaan dalam belajar yang baik

atau belum memiliki kebiasaan dalam belajar yang baik.

Kebiasaan belajar mempunyai peranan yang besar dalam perolehan

prestasi belajar (Gie, 1995). Siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik

akan memperoleh prestasi belajar optimal. Sebaliknya, siswa yang belum

(19)

optimal. Kebiasaan dalam belajar pada siswa, antara lain tampak melalui

cara belajar secara teratur, cara membaca dan cara membuat catatan, cara

mengulangi bahan pelajaran, cara berkonsentrasi, dan cara mengerjakan

tugas (Slameto, 1988).

Siswa belajar baik di sekolah maupun di rumah. Di sekolah, siswa

belajar secara teratur berdasarkan jadwal belajar yang ditentukan oleh

sekolah. Di rumah, belum tentu siswa mampu untuk belajar secara teratur.

Siswa dapat terbantu dalam mengatur waktu dengan memiliki jadwal

belajar yang dibuat sendiri dan dilaksanakan dengan fleksibel. Pengaturan

waktu bertujuan agar siswa dapat belajar dengan baik sehingga dapat

mengurangi kebiasaan menunda-nunda untuk belajar atau malas belajar.

Siswa belajar dengan baik apabila mampu untuk konsentrasi

terhadap bahan pelajaran yang sedang dipelajari. Konsentrasi membantu

siswa agar mengesampingkan hal-hal yang mengganggu pikiran dan

hal-hal yang tidak berhubungan dengan bahan pelajaran yang dipelajari.

Siswa mampu memahami bahan pelajaran dan memperkuat daya ingat

dalam jangka waktu yang lama dengan membaca, mengulangi bahan

pelajaran, membuat catatan, dan mengerjakan tugas sehingga lebih mudah

dalam mempersiapkan diri untuk ulangan/ujian akhir.

Berdasarkan wawaancara penulis dengan guru bimbingan

konseling di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta, siswa SMP kelas VIII sudah

memiliki kebiasaan dalam belajar sendiri. Namun, belum tentu kebiasaan

(20)

pembimbing dalam bimbingan belajar. Bimbingan belajar bertujuan

membantu siswa mengatasi masalah-masalah seputar kegiatan akademik.

Guru pembimbing perlu mengetahui kebiasaan siswa dalam belajar

supaya siswa yang sudah memiliki kebiasaan belajar baik dibimbing untuk

mengembangkannya sehingga prestasi belajar lebih baik lagi melalui

bimbingan belajar di kelas. Bantuan yang diberikan oleh guru pembimbing

mesti tepat sasaran, sehingga perlu dibuat topik bimbingan sebelum

melaksanakan bimbingan di dalam kelas.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kebiasaan

belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta tahun ajaran

2008/2009 dan implikasinya terhadap usulan topik bimbingan belajar.

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi guru pembimbing untuk

mengembangkan kebiasaan belajar siswa.

B. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?

2. Topik bimbingan belajar apa saja yang sesuai untuk mengembangkan

kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta

(21)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009.

2. Menyusun usulan topik bimbingan belajar yang sesuai untuk

mengembangkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru Pembimbing

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru pembimbing SMP

BOPKRI 3 Yogyakarta untuk mengembangkan program bimbingan

belajar dalam rangka mengembangkan kebiasaan dalam belajar siswa.

2. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan tambahan

informasi mengenai kebiasaan belajar siswa dan semakin memperkaya

(22)

E. Batasan Istilah

1. Kebiasaan belajar adalah perilaku yang dilakukan siswa secara

berulang-ulang dan teratur dalam melaksanakan kegiatan belajar

secara teratur, membaca dan membuat catatan, mengulangi bahan

pelajaran, konsentrasi, dan mengerjakan tugas.

2. Bimbingan belajar adalah bantuan yang diberikan oleh guru

pembimbing kepada siswa secara kelompok dan individual, untuk

membantu siswa dalam menemukan cara belajar yang tepat sehingga

(23)

6

Dalam bab ini, memuat beberapa hal yang berkaitan dengan kajian pustaka,

antara lain teori-teori kebiasaan belajar, pembentukan kebiasaan belajar,

macam-macam kebiasaan belajar, dan peranan guru pembimbing dalam mengembangkan

kebiasaan belajar siswa.

A. Kebiasaan Belajar

Siswa diharapkan melakukan kegiatan belajar, baik di sekolah atau di

rumah setiap hari. Siswa perlu menyadari bahwa kegiatan belajar yang

dilakukan setiap hari akan menjadi kebiasaan, yang dinamakan kebiasaan

belajar.

Witherington mengartikan kebiasaan belajar merupakan cara bertindak

yag diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang yang pada akhirnya

menjadi menetap dan bersifat otomatis (Djaali, 2007:128). Wedge (1996:9)

mengatakan kebiasaan merupakan suatu tindakan atau sikap yang selalu

dilakukan dengan cara yang sama. Kebiasaan adalah perilaku yang dipelajari

dan dilakukan begitu sering (Cohen & Cummins, 2004).

Kebiasaan terjadi karena melakukan tindakan yang sering diulang-ulang

sehingga merupakan pola yang terjadi secara otomatis. Kebiasaan yang

(24)

hidup seseorang yaitu seseorang akan berhasil atau gagal dalam hidupnya

(Covey, 1997).

Berdasarkan pengertian kebiasaan dari beberapa ahli, disimpulkan bahwa

kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan dengan cara yang sama secara

berulang-ulang dan teratur sehingga membentuk pola bertindak yang

otomatis.

Belajar menurut Morgan adalah “setiap perubahan yang relatif menetap

dalam tingkah laku sebagai akibat dari latihan atau pengalaman” (Purwanto,

1996). Menurut Howard L. Kingsley, belajar adalah proses dimana tingkah

laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan

(Ahmadi & Supriono, 1991:120). Cronbach mendefinisikan belajar adalah

perubahan yag ditunjukkan melalui tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman (Suryabrata, 2001:231).

Berdasarkan penjelasan pengertian menurut beberapa ahli, disimpulkan

bahwa belajar adalah proses yang dilakukan siswa untuk memperoleh

perubahan tingkah laku (dari siswa yang memiliki kebiasaan belajar kurang

baik menjadi memiliki kebiasan belajar yang baik) melalui latihan di sekolah

maupun di rumah.

Djaali (2007:128) mendefinisikan “kebiasaan belajar sebagai cara atau

teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran,

membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk

menyelesaikan kegiatan”. Menurut Gie (1995:192), “Kebiasaan belajar adalah

(25)

waktu dalam rangka pelaksanaan studi di sekolah”. Gie menambahkan bahwa

siswa dapat memiliki kebiasaan belajar dengan melakukan latihan dalam

kegiatan belajar secara berulang-ulang dan konsisten.

Ralph dan Bolel mendefinisikan kebiasaan belajar adalah rutinitas yang

dilakukan siswa dengan tugas membaca, belajar di tempat dan waktu yang

sama, belajar mandiri (Gie,1995:193).

Kebiasaan belajar bukanlah bakat alamiah atau bawaan kelahiran yang

dimiliki siswa sejak kecil, melainkan dibentuk oleh siswa selama

waktu-waktu yang lalu, karena selalu diulang-ulang sehingga terbiasa,

akhirnya terlaksana dengan spontan dan otomatis dalam belajar

(Gie, 1995:192).

Kebiasaan belajar yang sudah ada dalam diri siswa akan membentuk

siswa yang berhasil dalam belajar atau tidak. Hasil penyelidikan yang

dilakukan oleh Henry Clay Lindgren terhadap mahasiswa di San Fransisco

State College mengenai alasan sukses dalam belajar, menunjukkan bahwa

kebiasaan-kebiasaan belajar yang baik sebanyak 33 %, minat sebanyak 25 %,

kecerdasan sebanyak 15 %, pengaruh keluarga sebanyak 5 %, lain-lain

sebanyak 22 % (Gie, 1995:194).

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, disimpulkan bahwa kebiasaan

belajar adalah perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dan teratur

dalam melaksanakan kegiatan belajar baik di sekolah atau di rumah oleh

(26)

B. Pembentukan Kebiasaan

Kebiasaan pada siswa terbentuk melalui proses, pertama saat siswa hanya

menuruti kemauannya dengan melakukan apa yang dianggap terbaik bagi

dirinya. Kedua, siswa terus-menerus mempraktekkan perilaku sama yang

telah dipelajari sampai titik dimana ia mampu melakukannya tanpa harus

banyak berpikir lagi karena terbiasa melakukannya (Cohen & Cummins,

2004). Dapat dikatakan bahwa kebiasaan pada siswa terbentuk karena

melakukan perilaku sama yang diulang secara teratur sampai terbiasa untuk

mempraktekkannya secara otomatis. Wedge (1996) juga menegaskan bahwa

kebiasaan terbentuk melalui pengulangan-pengulangan, maka perilaku yang

sudah menjadi kebiasaan dapat dilakukan dengan cepat dan mudah, tanpa

harus banyak berfikir.

Pembentukan kebiasaan dalam penelitian ini, dijelaskan melalui dua

macam teori yaitu pertama, pembentukan kebiasaan melalui teori Thorndike

dan kedua, pembentukan kebiasaan menurut teori Stephen Covey. Pertama,

pembentukan kebiasaan melalui teori Thorndike, Thorndike melakukan

eksperimen terhadap seekor kucing dan menghasilkan tiga macam hukum

yaitu law of effect, law of exercice, dan law of readiness (Suryabrata, 2001).

Thorndike mengatakan bahwa dasar belajar adalah asosiasi (gabungan)

antara stimulus (kesan pancaindera) dengan respon (impuls untuk bertindak).

Gabungan ini disebut connection. Koneksi itulah yang menjadi lebih kuat

(27)

Alasan menggunakan teori Thorndike dalam menjelaskan pembentukkan

kebiasaan adalah pertama, sebuah perilaku yang menyenangkan cenderung

untuk diulangi, sedangkan perilaku yang tidak menyenangkan cenderung

untuk dilupakan atau dihilangkan, jika perilaku tersebut diulang secara teratur

maka terbentuk kebiasaan. Kedua, sebuah perilaku dapat menjadi kebiasaan

apabila dilatih secara terus-menerus secara teratur, sedangkan apabila

latihannya dikurangi maka kebiasaan tidak muncul.

Kedua, pembentukan kebiasaan menurut teori Stephen Covey, Stephen

Covey menjelaskan bahwa kebiasaan dapat terbentuk karena pertemuan

antara pengetahuan, keinginan, dan keahlian (Covey, 1997). Pengetahuan

yaitu paradigma yang bersifat teoritis mengenai sesuatu yang ingin di

kerjakan. Keinginan yaitu adanya motivasi atau kecenderungan untuk

melakukan sesuatu. Keahlian yaitu kemampuan untuk melakukannya.

Apabila ada salah satu tidak terpenuhi maka perilaku seseorang tidak dapat

dikatakan sebagai kebiasaan.

Alasan menggunakan teori Stephen Covey dalam menjelaskan

pembentukkan kebiasaan, adalah untuk melakukan sebuah perilaku,

seseorang perlu untuk menyadari tujuan yang ingin dicapai dan perlu untuk

memiliki keyakinan dalam diri sehingga ia mempunyai dorongan yang kuat

dalam diri serta mampu untuk mencapai tujuan.

Di bawah ini dijelaskan secara lebih lengkap mengenai pembentukan

kebiasaan menurut teori Thorndike dan pembentukan kebiasaan menurut teori

(28)

1. Pembentukan kebiasaan menurut Teori Thorndike

Thorndike melakukan eksperimen pada hewan yaitu kucing.

Kucing dibiarkan lapar lalu dimasukkan ke dalam kurungan.

Kurungan tersebut dapat terbuka apabila kucing menyentuh tombol

pada pintu, sehingga dapat keluar dan dapat mengambil makanan

(Suryabrata, 2001).

Eksperimen ini menghasilkan teori trial and error. Usaha

(trial) yang dilakukan kucing bermacam-macam supaya dapat

menyentuh tombol pada pintu dan pintu terbuka. Waktu yang

dibutuhkan dalam usaha ini cukup lama. Percobaan yang sama

dilakukan secara berulang-ulang, dan pada usaha berikutnya waktu

yang dibutuhkan kucing agar dapat menyentuh tombol pada pintu

dan keluar semakin singkat. Thorndike menafsirkan bahwa kucing

sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan,

tetapi kucing melakukan berulang-ulang terhadap respon yang

tepat untuk keluar dari kurungan dan menghilangkan respon yang

kurang tepat (Suryabrata, 2001).

Melalui eksperimen Thorndike pada kucing, dapat

disimpulkan proses pembentukan kebiasaan berlangsung menurut

tiga macam hukum pokok yaitu law of effect, law of exercice, dan

law of readiness. Akan tetapi dalam pembentukkan kebiasaan ini, tidak menjelaskan tentang law of readiness, dikarenakan siswa

(29)

melakukan perilakunya. Sehingga apabila seseorang siap

melakukan akan tetapi tidak melakukannya maka tidak dapat

dikatakan sebagai kebiasaan.

a. Law of Effect

Law of effect menunjukkan adanya hubungan stimulus-respons, semakin kuat atau semakin lemah

hubungan sebagai akibat dari hasil respons yang dilakukan

(Suryabrata, 2001). Apabila hubungan antara

stimulus-respons menimbulkan rasa yang menyenangkan, maka

tingkatan penguatannya semakin besar. Sebaliknya, jika

hubungan stimulus-respons menimbulkan rasa yang tidak

menyenangkan, maka tingkatan penguatannya semakin lemah

(Suryabrata, 2001).

Dari penjelasan mengenai law of effect, dapat dikatakan

proses pembentukan kebiasaan melalui kecenderungan yang

dilakukan siswa untuk mengulang sesuatu yang memberikan

respon menyenangkan dan menghindari sesuatu yang tidak

memberikan respon menyenangkan.

Proses pembentukan kebiasaan dalam belajar dapat

disimpulkan dari kenyataan bahwa apabila siswa

menganggap belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan,

maka siswa tersebut cenderung melakukannya secara

(30)

sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, maka akan

cenderung menghindari belajar.

b. Law of Exercise

Law of exercise menunjukkan bahwa hubungan stimulus

dan respon akan menjadi kuat jika ada latihan yang segera

diulangi, dan sebaliknya hubungan stimulus dan respon akan

bertambah lemah atau terlupa kalau latihan

dihentikan/ditunda (Suryabrata, 2001). Revisi pendapat

Thorndike yaitu pengulangan akan membawa hasil kalau

diikuti oleh reward (hadiah) atau punishment (hukuman)

bukan karena diulang semata-mata (Suryabrata, 2001).

Dari penjelasan mengenai law of exercise, dapat

dikatakan bahwa proses pembentukan kebiasaan melalui

latihan. Apabila siswa melakukan latihan secara berulang dan

teratur yang diikuti oleh reward atau punisment maka ia akan

melakukan latihan kembali. Sebaliknya jika seseorang tidak

melakukan latihan secara berulang dan teratur maka latihan

akan dilupakan.

Proses pembentukan kebiasaan dalam belajar yaitu

melalui ada reward atau punishment dalam belajar. Siswa

yang mengetahui bahwa dalam belajarnya ada reward atau

punishment maka siswa cenderung mengulang-ulang latihan

(31)

belajarnya tidak ada reward atau punishment maka siswa

cenderung untuk tidak melakukan latihan.

2. Pembentukan Kebiasaan menurut Teori Stephen Covey

Kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dilakukan. Stephen Covey

mendefinisikan kebiasaan sebagai pertemuan dari pengetahuan,

keterampilan, dan keinginan (Covey, 1997).

a. Pengetahuan yaitu paradigma yang bersifat teoritis mengenai

sesuatu yang ingin di kerjakan. Paradigma adalah cara kita

memandang sesuatu bukan berkenaan dengan pengertian

visual melainkan berkenaan dengan menafsirkan, mengerti.

b. Keterampilan yaitu kemampuan untuk melakukannya.

c. Keinginan yaitu adanya motivasi atau kecenderungan untuk

melakukan sesuatu. Motivasi berperan dalam memberikan

semangat dan rasa senang untuk melakukan sesuatu.

Seseorang dapat membentuk kebiasaan dengan cara berusaha

mencari pengetahuan tentang sesuatu yang akan dilakukan dan

memiliki keyakinan dalam diri. Melatih diri secara berulang-ulang

sehingga terampil untuk melakukannya dan diteruskan dengan upaya

membangkitkan keinginan melakukannya. Apabila salah satu dari

ketiga hal tersebut tidak ada maka tingkah laku tidak dapat dikatakan

(32)

Dari penjelasan Stephen Covey, dapat disimpulkan bahwa

dalam pembentukan kebiasaan belajar, siswa perlu untuk mengetahui

tujuan dari belajar/manfaat belajar bagi dirinya. Dengan menyadari

tujuan belajarnya, siswa diharapkan belajar dengan baik sehingga

tujuan belajar tercapai secara maksimal. Siswa perlu untuk

mengetahui cara belajar misalnya dengan cara membaca buku

pelajaran, mencatat pelajaran, konsentrasi dalam belajar, dan

sebagainya. sehingga mampu untuk menggunakan cara belajar

dengan tepat. Siswa perlu memiliki keinginan belajar yang muncul

dari diri sendiri agar ia merasa senang untuk belajar. Maka dengan

adanya ketiga hal tersebut yaitu pengetahuan, keterampilan, dan

keinginan, siswa dapat membentuk kebiasaan belajar yang baik.

C. Macam-macam Kebiasaan Belajar

Siswa yang belajar dengan menggunakan cara belajar yang tepat,

baik di sekolah atau di rumah dapat memperoleh prestasi belajar yang baik.

Cara yang dipakai siswa secara berulang dan teratur dapat menjadi

kebiasaan. Kebiasaan belajar pada siswa, tampak melalui cara belajar secara

teratur, cara membaca dan cara membuat catatan, cara berkonsentrasi, cara

(33)

1. Belajar secara teratur

Menurut Slameto (1988), “jadwal adalah pembagian waktu

untuk sejumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang setiap

hari”. Siswa perlu membuat jadwal dalam belajar supaya mampu

memprioritaskan belajar dan membagi waktu untuk kegiatan yang

lain. Gie (1995) menambahkan, siswa yang mampu membagi

waktu untuk belajar dan dilaksanakan secara teratur dan disiplin

akan berhasil dalam belajar. Setelah membuat jadwal dalam belajar,

siswa perlu untuk melaksanakannya dengan teratur berdasarkan

kesadaran sendiri bukan karena paksaan dari orang lain.

Slameto (1988) mengatakan cara untuk membuat jadwal yang

baik adalah sebagai berikut:

a. Memperhitungkan waktu setiap hari untuk berbagai

kegiatan.

b. Menentukan waktu-waktu yang tersedia setiap hari.

c. Merencanakan penggunaan belajar dengan cara

menetapkan jenis mata pelajaran dan urutan-urutan yang

harus dipelajari.

d. Menentukan waktu-waktu yang tepat untuk digunakan

(34)

2. Membaca dan membuat catatan

Siswa dapat belajar dengan baik jika membaca buku pelajaran

dengan baik juga. Membaca buku pelajaran sangat diperlukan

untuk memperoleh pengetahuan dan mengerti benar-benar apa

yang dibaca. Tujuan membaca yaitu memahami apa isi buku

tersebut, bukan hanya dimengerti kata demi kata atau kalimat demi

kalimat (Purwanto, 1996).

Ahmadi & Supriyono (1991) mengatakan bahwa dalam

membaca perlu dimulai dengan memperhatikan judul-judul bab,

topik-topik utama sehingga bahan pelajaran yang dibaca mudah

dipelajari. Hal senada juga dikatakan oleh DePorter & Hernacki

(2004), dalam membaca perlu dimulai dengan memperhatikan

daftar isi, judul-judul bab, huruf-huruf yang dicetak tebal/miring,

grafik/gambar-gambar.

Siswa perlu membaca buku pelajaran secara berulang dan

teratur agar memiliki kebiasaan belajar yang baik. Menurut Gie

(1995), membaca buku pelajaran yang baik adalah dengan

memperhatikan kesehatan mata, membuat tanda/catatan,

memanfaatkan perpustakaan, membaca buku pelajaran untuk

setiap mata pelajaran dengan sungguh-sungguh sampai memahami

isinya. Membaca buku pelajaran yang buruk antara lain membaca

(35)

tiduran, membaca sambil mendengarkan radio atau televisi,

membaca sambil melamun, dan lain-lain.

Selain membaca buku pelajaran, siswa juga dapat membuat

catatan. Membuat catatan mempunyai pengaruh terhadap

membaca, yaitu catatan yang rapi, lengkap, baik akan menambah

semangat dalam belajar sehingga tidak bosan membaca. Catatan

yang tidak lengkap, tidak jelas antara materi yang satu dengan

yang lain akan menimbulkan kebosanan dalam membaca.

Menurut Ahmadi & Supriyono (1991), catatan dibutuhkan

untuk merangsang ingatan kembali apa yang dipelajari. Catatan yang

dibuat hendaknya singkat tapi mencakup hal-hal yang penting.

Hal senada juga dijelaskan oleh DePorter & Hernacki (2004),

tujuan membuat catatan ialah untuk membantu siswa mengingat

pokok-pokok yang penting dan siswa akan mengingat dengan baik

saat menuliskan dalam catatan tanpa mencatat siswa hanya mampu

mengingat sebagian kecil materi yang dibaca/didengar. Maka siswa

sebaiknya tidak membuat catatan dengan menulis semua perkataan

guru, tetapi diambil intinya.

3. Konsentrasi

Slameto (1988) mengatakan “konsentrasi belajar adalah

pemusatan pikiran terhadap suatu bahan pelajaran dengan

(36)

dengan pelajaran”. Hal senada juga dikatakan oleh DePorter &

Hernacki (2004) “konsentrasi belajar adalah pemusatan pikiran

terhadap pelajaran/sesuatu hal yang dipelajari dengan

mengesampingkan segala hal yang tidak berhubungan dengan

pelajaran/sesuatu hal yang dipelajari”.

Konsentrasi muncul akibat adanya perhatian. Siswa dapat

berkonsentrasi jika ada perhatian terhadap bahan pelajaran yang

dipelajari (Suryabrata, 2001:14).

Siswa yang memiliki konsentrasi dengan baik saat belajar

mampu untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dan

sebaliknya tanpa konsentrasi, siswa kurang dapat belajar dengan

baik sehingga kurang memperoleh hasil belajar yang maksimal.

Konsentrasi dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang

mempengaruhi konsentrasi dalam belajar adalah lingkungan fisik

(suara, temperatur, desain belajar, alat-alat belajar, dan lain-lain) dan

lingkungan sosial (keluarga, teman, guru, dan lain-lain).

4. Mengerjakan tugas

Mengerjakan tugas mencakup mengerjakan pekerjaan/tugas

rumah (PR), menjawab soal latihan di buku pelajaran, tugas di

kelas (Slameto, 1988). Kebiasaan dalam belajar dapat dengan

mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru di kelas atau di rumah

(37)

mengerjakan tugas secara kelompok, jika mengalami mengatasi

kesulitan saat mengerjakan tugas dapat bertanya atau berdiskusi

dengan teman sekelompoknya. Siswa juga dapat bertanya dengan

orang tua, kakak, dan sebagainya saat mengalami kesulitan

mengerjakan tugas di rumah. Namun, akan lebih baik jika siswa

mengerjakan tugasnya sendiri terlebih dahulu.

Siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru bisa

dengan mencari referensi dari buku pelajaran, majalah, koran,

televisi, radio, dan internet.

5. Mengulangi mempelajari bahan pelajaran

Kebiasaan dalam belajar dengan mengulangi bahan pelajaran

mempunyai pengaruh dalam belajar, karena dengan adanya

pengulangan, bahan pelajaran yang belum dimengerti dan mudah

dilupakan akan tetap diingat dan dimengerti. Cara yang dapat

dilakukan adalah dengan meringkas bahan pelajaran yang

dipelajari. Ringkasan membantu siswa dalam mengingat isi bahan

pelajaran yang dipelajari sehingga siswa dapat membedakan

hal-hal penting dan hal-hal kurang penting.

Siswa perlu untuk meringkas informasi dan gagasan penting

dan berarti yang perlu diingat saat akan mempelajari materi

(38)

membuat ringkasan secara berulang-ulang akan mempermudah

dirinya dalam belajar.

Siswa juga dapat mengulangi bahan pelajaran dengan

membuat pertanyaan-pertanyaan sendiri dan menjawabnya

berdasarkan apa yang telah dipelajari. Hal ini dapat membantu

siswa mengingat kembali apa yang telah dipelajari atau dapat

memperluas pengetahuannya.

D. Bimbingan Belajar

1. Pengertian bimbingan belajar

Menurut Winkel & Hastuti (2004:115), bimbingan akademik

ialah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat,

dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi

kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di

suatu institusi pendidikan. Dunsmoor dan Miller mengatakan

“bimbingan belajar adalah pertolongan yang diberikan kepada siswa

untuk mencapai sukses dalam belajar” (Gunawan,1992). Nurihsan,

Juntika & Sudianto (2005:12) mengatakan “bimbingan belajar

adalah untuk membantu siswa dalam menghadapi dan memecahkan

(39)

2. Tujuan bimbingan belajar

Ahmadi & Supriyono (1991) mengemukakan tujuan bimbingan

belajar secara umum adalah membantu siswa agar mendapat

penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap siswa

dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya, dan mengembangkan diri.

Tujuan bimbingan belajar dapat dirinci sebagai berikut

(Ahmadi & Supriyono, 1991):

a. Menunjukkan cara-cara belajar yang efisien dan efektif

bagi siswa.

b. Menunjukkan cara-cara mempelajari dan menggunakan

buku pelajaran.

c. Memberikan informasi (saran dan petunjuk) bagi yang

memanfaatkan perpustakaan.

d. Memberikan informasi mengenai pembagian waktu dan

perencanaan jadwal belajar.

3. Pelaksanaan bimbingan belajar

Bimbingan belajar dapat dilakukan secara kelompok atau

individual oleh guru pembimbing kepada siswa. Dengan bimbingan

belajar dalam kelompok, guru pembimbing dapat memberikan

pelayanan bimbingan belajar kepada sekelompok siswa pada waktu

(40)

Djumhur & Surya (1975) mengatakan bahwa bimbingan belajar

dalam kelompok adalah teknik yang dilakukan guru pembimbing

dalam membantu siswa atau sekelompok siswa memecahkan

masalah-masalah belajar dengan memberikan informasi mengenai

cara belajar yang baik sehingga siswa dapat mengembangkan

kebiasaan belajar yang baik, serta siswa dapat mengurangi kebiasaan

belajar yang kurang baik melalui kegiatan kelompok. Hal ini

bertujuan untuk membantu siswa dalam memperoleh prestasi belajar

yang tinggi.

Menurut Djumhur & Surya (1975), beberapa bentuk dari

bimbingan belajar dalam kelompok, yaitu:

a. Home room program adalah suatu program kegiatan yang

dilakukan dengan tujuan agar guru dapat mengenal

siswanya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara

efisien.

b. Diskusi kelompok merupakan suatu cara dimana siswa

akan mendapat kesempatan untuk memecahkan masalah

bersama-sama.

c. Pengajaran remedial (Remedial teaching) yaitu bentuk

pengajaran yang diberikan kepada siswa untuk membantu

(41)

Bimbingan belajar yang dilakukan secara individual melalui

wawancara konseling. Konseling adalah proses pemberian bantuan

yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh konselor kepada

siswa yang sedang mengalami masalah yang bermuara pada

teratasinya masalah yang dihadapi siswa (Prayitno & Amti, 2004).

Pelaksanaan konseling bertujuan membahas dan memecahkan

masalah-masalah pribadi yang dialami oleh seorang siswa dan

pembicaraannya bersifat pribadi serta rahasia.

Wawancara konseling menjadi salah satu cara lain yang bisa

dilakukan oleh guru pembimbing untuk membantu siswa mengatasi

masalah belajarnya. Dengan adanya wawancara konseling, siswa

bisa lebih terbuka untuk mengungkapkan kebiasaan dan kesulitan

dalam belajar. Keterbukaan siswa menjadi sesuatu yang berguna dan

penting bagi guru pembimbing dalam menemukan akar masalah

belajar yang dihadapi sehingga guru dan siswa mampu untuk

menemukan pemecahan masalah dengan tepat.

4. Fungsi pelaksanaan bimbingan dan konseling

Ada 4 fungsi dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling,

yaitu fungsi preventif, fungsi korektif, fungsi pemahaman, dan

fungsi pemeliharan dan pengembangan. Fungsi preventif dalam

pelaksanaan bimbingan belajar, bila diberikan dengan maksud

(42)

pemahaman dilakukan salah satunya dengan memberikan informasi

mengenai cara belajar yang efisien. Fungsi korektif dalam

pelaksanaan bimbingan belajar, bila diberikan dengan maksud untuk

membantu siswa dalam mengatasi/memperbaiki masalah belajar

(misalnya cara belajar, sikap, dan kebiasaan belajar yang buruk)

sehingga siswa dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi.

Fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam pelaksanaan

bimbingan belajar berarti memelihara potensi yang ada dalam diri

siswa dan dikembangkan ke arah yang positif (Prayitno & Amti,

2004).

E. Peranan Guru Pembimbing dalam Mengembangkan Kebiasaan Belajar Siswa

Sejalan dengan tujuan bimbingan belajar, pelayanan bimbingan

belajar sangat penting bagi siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Melalui pelayanan bimbingan belajar yang berkesinambungan, siswa

memperoleh perhatian untuk mengembangkan kebiasaan belajar. Pelayanan

bimbingan belajar berjalan dengan baik, bila guru pembimbing mampu

mengenal dan memahami siswa secara individual ataupun kelompok (Winkel

& Hastuti, 2004). Tujuannya yaitu agar guru pembimbing mengetahui

karakter dari masing-masing siswa, sehingga memudahkan guru pembimbing

(43)

kepada guru pembimbing, sehingga mudah untuk mengetahui kebiasaan

belajar siswa.

Guru pembimbing dapat membantu siswa untuk mengubah kebiasaan

secara individu, dengan menggali alasan apa yang menjadi pendorong siswa

melakukan kegiatan. Dengan mengetahui alasan pendorong, guru

pembimbing dapat mengembangkan kebiasaan dalam diri siswa dengan

menanamkan motivasi. Motivasi berperan dalam pembentukan kebiasaan

karena dapat memberikan semangat atau rasa senang. Siswa yang mempunyai

semangat atau rasa senang dalam melakukan sesuatu akan mengulanginya

kembali secara terus-menerus sehingga menjadi kebiasaaan. Adanya motivasi

membuat seseorang mempunyai sesuatu yang menggerakkan untuk

melakukan sesuatu. Motivasi menjadi dasar atau alasan seseorang melakukan

kegiatan.

Bentuk pelayanan bimbingan belajar secara kelompok untuk

mengembangkan kebiasaan belajar yang baik adalah dengan memberikan

bimbingan klasikal tentang cara belajar yang tepat, misalnya menjelaskan

cara membuat jadwal belajar, cara membaca dan membuat catatan yang baik,

cara mengulangi bahan pelajaran dengan meringkas, cara berkonsentrasi

dalam belajar, cara mengerjakan tugas yang tepat, cara belajar dengan

membuat kelompok belajar.

Usaha yang dilakukan dapat berjalan dengan baik bila sebelum

memberikan pelayanan bimbingan klasikal, guru pembimbing perlu membuat

(44)

mengadakan pelayanan bimbingan adalah Satuan Pelayanan Bimbingan

(SPB). Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) dibuat oleh guru pembimbing

berdasarkan topik-topik bimbingan yang sesuai dengan masalah dan

kebutuhan siswa. Topik-topik bimbingan yang dimaksud yaitu topik-topik

(45)

28

Dalam bab ini, memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi

penelitian, antara lain jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian,

tahap pengumpulan data dan analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.

Furchan (2005:447) mengatakan tujuan penelitian deskriptif adalah untuk

melukiskan variabel atau kondisi apa adanya dalam suatu situasi.

Furchan (2005:415-418) mengatakan penelitian deskriptif dengan

metode survei dirancang untuk memperoleh informasi dengan

mengumpulkan data yang relatif terbatas dari kasus-kasus yang relatif

besar jumlahnya. Penelitian deskriptif dengan metode survei dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang

kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta

Tahun Pelajaran 2008/2009.

B. Subjek Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Penelitian populasi

adalah penelitian yang meneliti semua subjek yang ada dalam wilayah

(46)

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas

VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009, maka

penelitian ini termasuk penelitian populasi.

Populasi penelitian berjumlah 116 siswa; semula direncanakan

seluruh anggota populasi di teliti, tetapi pada saat pengumpulan data ada 10

siswa yang tidak hadir. Rincian populasi penelitian disajikan pada tabel 1.

Tabel 1

Rincian Populasi Subjek

Kelas Jumlah Siswa Jumlah Siswa

yang tidak hadir

1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner dengan bentuk tertutup. Kuesioner dengan bentuk tertutup

adalah kuesioner yang setiap item sudah disediakan jawabannya,

sehingga responden tinggal memilih (Arikunto, 2002). Kuesioner

kebiasaan belajar disusun oleh peneliti berdasarkan penjabaran kajian

teori yang tersaji dalam Bab II. Kuesioner ini bertujuan untuk

menggambarkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Kuesioner ini terdiri dari tiga

(47)

bagian kedua berisi item-item pernyataan; bagian ketiga berisi lembar

jawaban.

Kuesioner ini disusun dalam bentuk skala bertingkat berdasarkan

prinsip Likert’s Summated Ratings. Kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu “selalu”,

“sering”, “jarang”, “tidak pernah”. Alasan menggunakan empat

alternatif jawaban adalah untuk menghindari kemungkinan responden

cenderung memilih alternatif jawaban yang di tengah-tengah. Menurut

Azwar (2007:34) bila pilihan tengah disediakan maka responden akan

cenderung memilihnya sehingga data mengenai perbedaan di antara

responden menjadi kurang informatif.

Pernyataan pada kuesioner dibagi menjadi dua bagian yaitu item

positif (favorable) dan item negatif (unfavorable). Penentuan skor

kuesioner untuk setiap pernyataan adalah sebagai berikut: a) Item

pernyataan positif; skor 4 untuk alternatif jawaban “selalu”, skor 3

untuk alternatif jawaban “sering”, skor 2 untuk alternatif jawaban

“jarang”, skor 1 untuk alternatif jawaban “tidak pernah”. b) Item

pernyataan negatif; skor 1 untuk alternatif jawaban “selalu”, skor 2

untuk alternatif jawaban “sering”, skor 3 untuk alternatif jawaban

“jarang”, skor 4 untuk alternatif jawaban “tidak pernah”. Komposisi

(48)

Tabel 2

Komposisi Kuesioner Kebiasaan Belajar

Pernyataan Macam-macam

kebiasaan belajar Positif Negatif

Jumlah

Jumlah pernyataan 70

2. Uji Coba Alat Penelitian

Langkah-langkah persiapan dalam uji coba alat penelitian yaitu

pertama, peneliti menyusun kuesioner kebiasaan belajar. Kedua, peneliti

mengkonsultasikan kuesioner kebiasaan belajar kepada dosen

pembimbing. Ketiga, peneliti meminta surat ijin ujicoba/penelitian ke

sekretariatan BK. Keempat, peneliti datang ke SMP Stella Duce 2

dengan maksud meminta ijin kepada kepala sekolah dan guru

pembimbing untuk mengadakan uji coba kuesioner kebiasaan belajar

dan menentukan waktu pelaksanaan uji coba kuesioner kebiasaan

belajar.

Langkah-langkah pelaksanaan uji coba alat penelitian yaitu

pertama, Pada hari Kamis, 20 November 2008; peneliti datang ke SMP

Stella Duce 2 Yogyakarta untuk mengumpulkan data uji coba kuesioner

(49)

Yogyakarta. Jumlah siswa untuk uji coba kuesioner ada 31 orang. Waktu

pengumpulan data sesuai dengan jam bimbingan yang telah terjadwal.

Kedua, Peneliti masuk kelas VIII Teratai didampingi guru pembimbing

kemudian diawali dengan perkenalan. Ketiga, Peneliti memberikan

penjelasan mengenai maksud diadakan uji coba kuesioner kebiasaan

belajar dan meminta siswa untuk membantu mengisi kuesioner

kebiasaan belajar. Keempat, Peneliti membagikan kuesioner kebiasaan

belajar kemudian menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner dan

memberikan kesempatan bertanya bagi siswa yang belum jelas. Kelima,

Siswa mengisi kuesioner kebiasaan belajar dan setelah selesai kuesioner

diserahkan kembali kepada peneliti. Proses pengisian kuesioner berjalan

dengan lancar dan tertib. Siswa mengerjakan dengan tenang dan ada

beberapa siswa yang kurang menangkap maksud dari pernyataan.

3. Validitas dan Reliabilitas a. Validitas

Suatu alat pengumpulan data dikatakan baik apabila

memiliki validitas dan reliabilitas yang baik pula. Pada

penelitian ini, untuk menentukan validitas kuesioner digunakan

validitas isi. Furchan (2005:295) mengatakan “validitas

diperlukan dalam penelitian untuk mengetahui sejauh mana alat

itu dapat mengukur apa yang hendak diukurnya”. Masidjo

(50)

yang menunjukkan sampai mana isi alat ukur mencerminkan

hal-hal yang akan diukur”. Dalam penelitian ini item-item

kuesioner disusun berdasarkan empat aspek kebiasaan belajar

yang telah dibahas pada bab II. Seleksi item kuesioner dalam

penelitian ini menggunakan daya diskriminasi item. Azwar

(2007:59) mendefinisikan “daya diskriminasi item adalah

sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau

kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut

yang diukur”. Kriteria penilaian item berdasarkan korelasi skor

setiap item dan skor total skala, digunakan batasan rxy ≥ 0,30.

Jadi, item yang memiliki koefisien korelasinya ≥ 0,30 dianggap

valid, sedangkan item yang memiliki koefisien korelasinya

< 0,30 dinyatakan gugur atau tidak valid.

Proses penghitungan taraf validitas dilakukan dengan cara

memberi skor pada setiap item, mentabulasi data uji coba,

mengelompokkan item-item menjadi dua bagian yaitu bagian

item gasal dan bagian item genap, menjumlahkan skor item

gasal (x) dan item genap (y), mengkuadratkan, mengkalikan

skor item gasal (x) dan skor item genap (y), mengkorelasikan

skor item (x) dan skor total (jumlah skor seluruh item) (y).

Penghitungan validitas digunakan rumus Product Moment

(51)

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara X dan Y X = Skor butir

Y = Skor total (jumlah skor seluruh butir)

N = Jumlah Subyek

Penghitungan koefisien korelasi untuk mendapatkan taraf

validitas dilakukan dengan bantuan komputer melalui program

SPSS 12.0 for Windows. Rekapitulasi hasil analisis uji validitas

kuesioner terdapat pada lampiran 1.

Berdasarkan hasil penghitungan taraf validitas alat ukur

yang dilakukan terhadap 70 item kuesioner dari 31 responden

saat uji coba diperoleh 50 item dianggap valid karena memiliki

koefisien korelasi ≥ 0,30. Kuesioner yang telah di uji coba

perlu disusun kembali supaya menjadi alat pengumpulan data

saat penelitian. Komposisi kuesioner kebiasaan belajar setelah

uji coba yang digunakan dalam penelitian disajikan pada

(52)

Tabel 3

Komposisi Kuesioner Kebiasaan Belajar setelah Uji coba yang digunakan dalam penelitian

Pernyataan Macam-macam

kebiasaan belajar Positif Negatif

Jumlah

Jumlah pernyataan 50

b. Reliabilitas

Furchan (2005:310) mendefinisikan “reliabilitas alat ukur

adalah derajad keajegan alat tersebut dalam mengukur apa saja

yang diukurnya”. Reliabilitas diperlukan dalam penelitian

untuk mengetahui keajegan suatu alat dalam mengukur apa

yang hendak diukurnya. Dalam penelitian ini, metode yang

digunakan untuk mengukur taraf reliabilitas alat ukur adalah

metode belah dua. Masidjo (2007:218) mengatakan “metode

belah dua merupakan metode yang lebih efisien karena hanya

mempergunakan satu tes untuk satu kali pengukuran”.

Proses penghitungan taraf reliabilitas alat ukur dilakukan

dengan memberi skor pada tiap item, mentabulasikan data uji

coba, mengelompokkan item-item menjadi dua bagian yaitu

(53)

item gasal (x) dan item genap (y), mengkuadratkan dan

mengkalikan skor item gasal (x) dan skor item genap (y),

mengkorelasikan antara (x) dan (y) menggunakan rumus

Product Moment Pearson. Oleh karena indeks korelasi yang

diperoleh baru menunjukkan hubungan antara dua belahan

instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas masih

harus menggunakan rumus korelasi Spearman–Brown, yaitu

sebagai berikut (Furchan, 2005:322)

Keterangan:

rtt = Koefisien reliabilitas

rgg = Koefisien korelasi item gasal dan genap

Penghitungan taraf reliabilitas dilakukan dengan bantuan

komputer program SPSS 12.0 for Windows. Untuk melihat

taraf reliabilitas digunakan pedoman indeks kualifikasi

reliabilitas (Masidjo, 2007). Daftar indeks kualifikasi

reliabilitas disajikan dalam tabel 4.

Tabel 4

Daftar Indeks Kualifikasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

(54)

Berdasarkan hasil penghitungan taraf reliabilitas

diperoleh taraf reliabilitas kuesioner uji coba adalah 0,919.

Dengan mengacu pada daftar indeks kualifikasi reliabilitas di

atas, taraf reliabilitas kuesioner uji coba termasuk pada

kualifikasi sangat tinggi.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan pengolahan data

terhadap alat pengumpulan data berupa kuesioner dalam

penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa alat pengumpulan data

valid dan reliabel.

D. Tahap Pengumpulan Data 1. Persiapan

a. Peneliti menyusun kembali kuesioner kebiasaan belajar.

b. Peneliti mengkonsultasikan kembali kepada dosen

pembimbing.

c. Peneliti datang ke SMP BOPKRI 3 dengan maksud meminta

ijin kepada kepala sekolah dan guru pembimbing untuk

mengadakan penelitian serta menentukan waktu untuk

penelitian.

2. Pelaksanaan

a. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan dua kali yaitu

pertama; pada hari Rabu, 7 Januari 2009 kepada siswa kelas

(55)

Kedua; Sabtu, 10 Januari 2009, kepada siswa kelas VIII C

SMP BOPKRI 3 Yogyakarta. Jumlah siswa untuk penelitian

ada 106 siswa. Waktu pengumpulan data sesuai dengan jam

bimbingan yang telah terjadwal.

b. Peneliti masuk kelas didampingi guru pembimbing kemudian

diawali dengan perkenalan.

c. Peneliti memberikan penjelasan mengenai maksud diadakan

penelitian dan meminta siswa untuk membantu mengisi

kuesioner kebiasaan belajar.

d. Peneliti membagikan kuesioner, menjelaskan petunjuk

pengisian kuesioner dan memberikan kesempatan bertanya

bagi siswa yang belum jelas.

e. Siswa mengisi kuesioner, setelah selesai mengisi kuesioner

kemudian kuesioner diserahkan kembali kepada peneliti.

Proses pengisian kuesioner berjalan dengan lancar dan tertib.

Siswa mengerjakan dengan tenang dan menangkap maksud

setiap pernyataan dengan jelas.

E. Analisis Data

Analisis data adalah pengolahan data hasil penelitian. Tujuan analisis

data adalah untuk mendapatkan kesimpulan hasil penelitian. Dalam

penelitian ini. Langkah-langkah yang digunakan yaitu dengan menghitung

(56)

skor total dari masing-masing responden dan skor masing-masing item

kuesioner.

Untuk memberi interpretasi terhadap skor skala digunakan cara

kategorisasi berdasar model distribusi normal. Kategorisasi dalam

menentukan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 dengan menggunakan kategorisasi

jenjang. Tujuan kategorisasi jenjang adalah “menempatkan individu ke

dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu

kontinum berdasar atribut yang diukur” (Azwar, 2007:107). Kontinum

jenjang terbagi ke dalam lima jenjang, yaitu sebagai berikut: Sangat baik,

Baik, Cukup baik, Kurang baik, Sangat kurang baik. Rumus norma

kategorisasi disajikan dalam tabel 5.

Tabel 5

Rumus Norma Kategorisasi Jenjang

1. Acuan atau norma kategorisasi dalam pengelompokan skor individu

untuk mengetahui kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI

3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009, yaitu sebagai berikut:

Diketahui: X siswa maks (skor tertinggi yang mungkin diperoleh

setiap item) adalah 50x4 = 200. X siswa min (skor terendah yang

(57)

sebarannya adalah 200-50 = 150. Satuan standar deviasi (σ) adalah

jarak rentangan yang dibagi dalam 6 standar deviasi sebaran

bernilai σ = 150/6 = 25. Mean teoretik (rata-rata teoritis dari skor

max dan min) adalah µ = (200+50) /2 = 125. Norma kategorisasi

untuk mengelompokkan skor kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP

BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 disajikan pada

tabel 6.

Tabel 6

Norma Kategorisasi untuk Mengelompokkan Skor Kebiasaan Belajar Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta

Tahun Pelajaran 2008/2009

Rumus Norma Kategorisasi Norma

(58)

2. Acuan atau norma kategorisasi dalam pengelompokan skor item

kebisaan belajar yang digunakan dalam penyusunan topik-topik

bimbingan belajar untuk siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009, yaitu sebagai berikut:

Diketahui: X item maks (skor tertinggi yang mungkin diperoleh

setiap item) adalah 106x4 = 424. X item min (skor terendah yang

mungkin diperoleh setiap item) adalah 106x1 = 106. Luas jarak

sebarannya adalah 424-106 = 318. Satuan standar deviasi (σ) adalah

jarak rentangan yang dibagi dalam 6 standar deviasi sebaran

bernilai σ = 318/6 = 53. Mean teoretik (rata-rata teoritis dari skor

max dan min) adalah µ = (424 + 106) /2 = 265. Norma kategorisasi

untuk mengelompokkan skor item kebiasaan belajar sebagai dasar

dalam penyusunan topik-topik bimbingan belajar disajikan pada

(59)

Tabel 7

Norma Kategorisasi untuk Mengelompokkan Skor Item Kebiasaan Belajar sebagai Dasar dalam Penyusunan

Topik-topik Bimbingan Belajar

Rumus Norma Kategorisasi Norma Kategorisasi Kategori

(60)

43

Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan dari hasil penelitian.

Bab ini sekaligus memuat jawaban atas masalah penelitian yaitu (1) “Bagaimana

kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran

2008/2009?”; (2) “Topik bimbingan belajar apa sajakah yang tepat untuk

mengembangkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta

Tahun Pelajaran 2008/2009?”.

A. Hasil Penelitian

Bagian ini memuat hasil pengolahan data penelitian.

1. Hasil pengolahan data ini merupakan jawaban terhadap masalah

pertama yaitu “Bagaimana kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP

BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?”. Kategorisasi

kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta

(61)

Tabel 8

Kategorisasi Kebiasaan Belajar Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009

Norma Kategorisasi f Persentase Kategori

X ≤ 87 0 0 % Sangat kurang baik

87 < X ≤ 112 5 4,72 % Kurang baik

112 < X ≤ 138 65 61,32 % Cukup Baik

138 < X ≤ 163 31 29,24 % Baik

163 < X 5 4,72 % Sangat baik

Total 106 100 %

Berdasarkan data dalam tabel 8, diperoleh data bahwa tidak ada

siswa yang perolehan skor kurang dari 87, berarti tidak ada siswa

yang memiliki kebiasaan belajar dalam kategori sangat kurang baik,

5 (4,72 %) siswa yang perolehan skor antara 87 – 112, berarti ada 5

siswa dari 106 siswa yang memiliki kebiasaan belajar dalam kategori

kurang baik, 65 (61,32 %) siswa yang perolehan skor antara 112 – 138,

berarti ada 65 siswa dari 106 siswa yang memiliki kebiasaan belajar

dalam kategori cukup baik, 31 (29,24 %) siswa yang perolehan skor

antara 138 – 163, berarti ada 31 siswa dari 106 siswa yang memiliki

kebiasaan belajar dalam kategori baik, 5 (4,72 %) siswa yang

perolehan skor lebih dari 163, berarti ada 5 siswa dari 106 siswa

(62)

2. Hasil pengolahan data ini merupakan jawaban terhadap masalah kedua

yaitu “Topik bimbingan belajar apa sajakah yang tepat untuk

mengembangkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?”. Kategorisasi item kebisaan

belajar sebagai dasar penyusunan topik-topik bimbingan belajar

disajikan pada tabel 9.

Tabel 9

Kategorisasi Item Kebiasaan Belajar sebagai Dasar Penyusunan Topik-topik Bimbingan Belajar

Norma Kategorisasi f Persentase Kategori

X ≤ 185 0 0 % Sangat kurang

Berdasarkan data dalam tabel 9, disimpulkan bahwa tidak ada

item kebiasaan belajar yang termasuk dalam kategori sangat kurang

baik, ada 5 item kebiasaan belajar yang termasuk dalam kategori

kurang baik, ada 26 item kebiasaan belajar yang termasuk dalam

kategori cukup baik, ada 15 item kebiasaan belajar yang termasuk

dalam kategori baik, dan ada 4 item kebiasaan belajar yang termasuk

dalam kategori sangat baik. Penyusunan topik-topik bimbingan

belajar berdasarkan item kebiasaan belajar yang termasuk dalam

kategori kurang baik, yaitu item no 4, item no 7, item no 22, item no

(63)

B. Pembahasan

Karena penelitian deskriptif maka penelitian ini hanya akan

menguraikan keadaan yang terjadi di lapangan. Dari penjabaran hasil

penelitian terlihat bahwa tidak ada siswa yang memiliki kebiasaan

belajar dalam kategori sangat kurang baik. Berdasarkan teori Stephen

Covey, kebiasaan dapat terbentuk apabila memiliki ketiga hal yaitu

pengetahuan, keterampilan, dan keinginan. Tidak adanya siswa dalam

kategori memiliki kebiasaan belajar sangat kurang baik berarti tidak ada

siswa yang lemah dalam bidang akademik.

Siswa yang memiliki kebiasaan belajar kurang baik ada 5

(4,72%). Berdasarkan teori Thorndike, siswa yang termasuk kategori

memiliki kebiasaan belajar yang kurang baik, penyebabnya adalah (1)

law of effect, siswa kurang memiliki respon yang menyenangkan dalam belajar. Siswa menganggap belajar sebagai kegiatan yang membosankan

dan dilakukan berulang-ulang mengakibatkan siswa malas belajar. (2)

law of exercise, siswa jarang untuk melatih diri untuk belajar secara

berulang-ulang. Akibatnya siswa menjadi cepat lupa dan cenderung

untuk menunda-nunda dalam belajar. Siswa menjadi malas dalam belajar

karena tidak ada reward/punishment dari orang tua ataupun guru

sehingga kurang termotivasi untuk belajar.

Berdasarkan teori Stephen Covey, siswa yang termasuk kategori

memiliki kebiasaan belajar yang kurang baik, penyebabnya adalah siswa

(64)

belajar bagi dirinya sehingga siswa belajar seenaknya. siswa mampu

untuk belajar, akan tetapi keinginan untuk belajar kurang maka yang

dilakukan adalah malas-malasan belajar, belajar menjelang ujian.

Ada beberapa faktor penyebabnya antara lain: Pertama, siswa

melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal waktu, siswa sering

menunda-nunda sehingga waktu terbuang sia-sia tanpa dipergunakan

untuk menyelesaikan tugas ataupun belajar. Siswa kurang membuat

rencana/jadwal sehari-hari, sehingga kadang-kadang siswa belajar tidak

teratur atau terus menerus, hanya belajar menjelang ulangan atau ujian.

Akibatnya siswa kurang istirahat dan bisa sakit. Pembagian waktu yang

baik membuat siswa selalu mempunyai waktu untuk belajar, misalnya

mengerjakan tugas, mengulangi pelajaran di rumah, membaca buku

pelajaran, dan sebagainya.

Kedua, pengaruh lingkungan keluarga terutama orang tua. Orang

tua yang kurang memperhatikan belajar anak, misalnya karena sibuk

mengurus pekerjaannya, mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya,

kesulitan-kesulitan yang dialami anak dalam belajar, tidak

memperhatikan apakah anak belajar atau tidak dan lain-lain menjadi

akibat siswa memiliki kebiasaan belajar kurang baik dan prestasi belajar

anak tidak memuaskan atau kurang berhasil dalam belajarnya. Anak

sendiri sebetulnya pandai, tetapi karena cara belajarnya tidak teratur,

akhirnya kesulitan dalam belajar menumpuk sehingga mengalami

(65)

Ketiga, Suasana rumah yang ramai, tegang, sering terjadi

pertengkaran antar anggota keluarga, bising (dengan suara radio, tape

recorder atau televisi) saat waktu anak belajar sangat mengganggu

belajar anak terutama untuk konsentrasi pada hal yang sedang

dipelajarinya. Alat pelajaran, buku-buku pelajaran kurang lengkap, tidak

ada tempat belajar, ruang belajar kurang terang, kurang bersih dapat

mengganggu konsentrasi siswa.

Siswa yang memiliki kebiasaan belajar cukup berjumlah 65

(61,32 %) siswa. Jumlah ini cukup banyak dilihat dari jumlah keseluruhan

siswa SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.

Berdasarkan teori Thorndike, siswa yang termasuk kategori

memiliki kebiasaan belajar cukup adalah siswa terkadang menyadari

belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi dirinya dan mampu

untuk berlatih secara berulang-ulang, akan tetapi terkadang karena

pengaruh pergaulan, televisi, situasi di rumah membuat siswa menjadi

malas belajar atau menunda untuk belajar.

Berdasarkan teori Stephen Covey, siswa yang termasuk kategori

memiliki kebiasaan belajar cukup, mampu untuk belajar, akan tetapi

pengetahuan (tujuan dalam belajar) dan keinginan untuk belajar masih

setengah-setengah. Akibatnya prestasi belajar pun kurang maksimal.

Faktor penyebab yang lain adalah siswa masih setengah-setengah

dalam belajar sehingga ia mengalami kesulitan dalam membiasakan diri

(66)

untuk mengerjakan tugas, mengulangi pelajaran di rumah, membaca

buku pelajaran, dan sebagainya, orang tua mendukung dalam belajar

misalnya memberikan fasilitas dalam belajar, membantu dalam kesulitan

belajar, dan sebagainya, akan tetapi siswa kurang mempergunakannya

dengan teratur. Siswa lebih senang untuk belajar saat ada pekerjaan rumah,

belajar saat menjelang ujian, jika ada kesulitan dalam belajar tidak

langsung diselesaikan sehingga mengakibatkan prestasi belajar kurang

memuaskan.

Siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik berjumlah 31

(29,24 %) siswa dan siswa yang memiliki kebiasaan belajar sangat baik

berjumlah 5 (4,72 %) siswa. Jumlah ini dapat dikatakan masih sedikit dari

jumlah keseluruhan siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.

Berdasarkan teori Thorndike, siswa yang termasuk kategori

memiliki kebiasaan belajar baik, menganggap belajar sebagai kegiatan

yang menyenangkan dan sudah berlatih dengan baik secara

berulang-ulang sehingga prestasi belajar yang dicapai maksimal.

Berdasarkan teori Stephen Covey, siswa yang termasuk kategori

memiliki kebiasaan belajar baik dan sangat baik, yaitu siswa sudah

mengetahui tujuan belajar yang ingin dicapainya, siswa juga selalu

berkeinginan untuk belajar dengan teratur dan mampu untuk belajar maka

(67)

Faktor penyebab yang lain, antara lain: Pertama, siswa yang

memiliki kebiasaan belajar sangat baik dan kebiasaan belajar baik berarti

sudah mengetahui cara belajar yang baik, dilakukan secara teratur. Siswa

mampu untuk membagi waktu antara belajar dengan kegiatan yang

lainnya. Orang tua pun membantu untuk mengatur waktu belajar anaknya,

mendampingi saat anak mengalami kesulitan dalam belajar sehingga anak

dapat belajar dengan baik dan disiplin dengan waktu belajarnya.

Pembagian waktu yang baik membuat siswa selalu mempunyai waktu

untuk belajar, misalnya mengerjakan tugas, mengulangi pelajaran di

rumah, membaca buku pelajaran, dan sebagainya.

Kedua, siswa menyadari bahwa belajar itu penting, akibatnya siswa

mampu untuk berkonsentrasi dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi

belajar tinggi, ada tempat belajar dengan meja yang bersih, dapat

mencegah timbulnya kebosanan dan siswa mempunyai perhatian terhadap

bahan pelajaran yang dipelajarinya. Siswa dapat belajar dengan baik

apabila memiliki kebiasaan untuk memusatkan pikiran (Slameto, 1988).

Siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah, menjawab soal latihan yang

dibuat sendiri atau yang ada dalam buku pelajaran, ulangan dengan

sebaik-baiknya maka siswa dapat memperoleh prestasi belajar yang

(68)

51

YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009

Bab ini memuat implikasi hasil penelitian tentang usulan topik bimbingan

siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Topik

bimbingan untuk siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran

2008/2009 yang diusulkan dalam penelitian ini didasarkan pada kategorisasi

dalam pengelompokan skor item kebisaan belajar.

Berdasarkan acuan/norma pengelompokkan skor item kuesioner kebiasaan

belajar, item yang termasuk dalam kategori kurang baik adalah item yang ada

dalam rentang skor 185 < X ≤ 238. Item yang digunakan sebagai dasar

penyusunan topik bimbingan belajar disajikan pada tabel 10.

Tabel 10

Item yang Digunakan Sebagai Dasar Penyusunan Topik Bimbingan Belajar

Macam-macam Kebiasaan Belajar Nomor Item Total Skor Item

7 209 1. Belajar secara teratur

4 220 42 226 2. Mengulangi bahan pelajaran

46 230

3. Konsentrasi 22 238

Total Item 5

Dari data-data tersebut, peneliti mengusulkan 5 topik berdasarkan teori

Gambar

Tabel 1 Rincian Populasi Subjek
Tabel 2 Komposisi Kuesioner Kebiasaan Belajar
Tabel 5 Rumus Norma Kategorisasi Jenjang
Tabel 6 Norma Kategorisasi untuk Mengelompokkan Skor Kebiasaan Belajar
+5

Referensi

Dokumen terkait

apabila kelengkapan persyaratan berkas permohonan telah memenuhi ketentuan yang berlaku, petugas front office memberikan tanda bukti penerimaan berkas sebagai alat

Penelitian tentang degree diameter problem menghasilkan dua kegiatan penelitian yang utama, yaitu mengkonstruksi graf berarah dengan ordo lebih besar dari ordo graf berarah yang

Dari penjelasan diatas daya tarik merupakan produk dari suatu daerah tujuan wisata, yang bersifat nyata (barang) maupun tidak nyata (jasa) yang dapat memberikan kenikmatan

Untuk menjelaskan Tugas Pokok dan Fungsi tersebut di atas, Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dilengkapi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan Peraturan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mencari dan membandingkan besar tegangan torsi, geser,dan lentur yang terjadi pada struktur balok

--- Menimbang, bahwa berdasarkan uraian-uraian Memori Banding yang diajukan oleh pihak Tergugat / Pembanding, telah dapat disimpulkan bahwa dengan sering terjadi

Merupakan pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendahara pemerintah baik pusat maupun swasta berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan

Investasi Jangka Panjang adalah penanaman modal yang dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk saham, obligasi, atau surat berharga lainnya dengan tujuan untuk digunakan