i Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Priska Nawang Retna Wulandari NIM : 041114007
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Untuk segala sesuatu ada masanya... Ia membuat segala sesuatu indah pada
waktu-Nya... (Pengkhotbah 3: 1. 11)
... Hari ini disebut the present (hadiah). Hadiah yang diberikan Tuhan ke
kita. Cara terbaik berterima kasih atas hadiah ini adalah mengisinya dengan hal-hal bermakna, sekaligus bersyukur terhadap apapun yang terjadi sekarang. (Gede Prama)
PERSEMBAHAN:
vii
TERHADAP USULAN TOPIK BIMBINGAN BELAJAR
Priska Nawang Retna Wulandari Universitas Sanata Dharma
2009
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Masalah pertama yang diteliti adalah “Bagaimanakah kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?”. Masalah yang kedua adalah “Topik bimbingan belajar apa sajakah yang tepat untuk mengembangkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?”.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta yang berjumlah 106 siswa. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner kebiasaan belajar siswa. Kuesioner tersebut terdiri dari pernyataan-pernyataan tentang kebiasaan belajar antara lain belajar secara teratur, membaca dan membuat catatan, mengulangi mempelajari bahan pelajaran, konsentrasi, dan mengerjakan tugas. Jumlah seluruh item yang digunakan sebanyak 50 butir item. Teknik analisis data yang digunakan adalah cara kategorisasi berdasar model distribusi normal dengan kategorisasi jenjang.
ix
2008/2009 AND THE IMPLICATION FOR SUGGESTIONS OF STUDY HABIT TOPICS
Priska Nawang Retna Wulandari Sanata Dharma University
2009
This research is held to get a description about study habit of student in eighth class BOPKRI 3 Junior High School Yogyakarta in academic year 2008/2009. The first problem is “How are their study habit?”. The second problem is “what happen are topics to develop their study habit?
The kind of research which uses in this is descriptive research with survey method. The subject of research is all of student in eighth class BOPKRI 3 Junior High School Yogyakarta in academic year 2008/2009, they are 106 students. The equipment which is used to collect the data is questioner of student study habit. The questioner consists of some statement about study habit for example routine studying, reading and making notes, repeating material study, consentrating and doing tasks. The item which uses are 50 items. The technique of analyzing data is categoritating based on normal distributive model with step categorization.
x
Nya yang melimpah, skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana.
Penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan tulus hati, diucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. M. M. Sri Hastuti, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.
2. Dra. M. J. Retno Priyani, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah mendampingi, membimbing, memberikan banyak kritik dan saran dengan sabar selama pembuatan skripsi.
3. Drs. Y. B. Adimassana M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik angkatan 2004 kelas A yang telah mendorong dan memberikan semangat dari awal kuliah sampai penyelesaian skripsi.
4. Paryadi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP BOPKRI 3 Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.
xi
tercinta yang sudah memberikan dukungan materi, doa dan semangat dalam penyelesaian skripsi. Keluarga Emak Dasai yang selalu mendoakan.
8. Suster Elizabeth, Fch atas selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi.
9. Bulik JF. Kadarini yang telah memberikan perhatian, dukungan, dan semangat dalam penyelesaikan skripsi.
10. Aca, Ocha, Sr Lina yang telah mendukung dan menguatkan untuk melewati kesulitan. Teman-teman BK kelas A dan B angkatan 2004 (Anting, Ardi, Sigit, Kristiadi, Sepri, Sr Yus, Sr Eva, Rm Agus, Pikal, Pim-pom, Yasinta, Lia, Dita, Leni, Irna, Tian, Mbak Ratna, Hana, Maria) yang telah memberikan keceriaan, kerjasama, persaudaraan, dukungan selama kuliah di BK sampai penyelesaian skripsi ini. Mas Martin dan keluarga yang telah mengingatkan dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
xii
Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya yang berminat dalam bimbingan dan konseling.
xiii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
xiv
1. Pembentukan Kebiasaan menurut Teori Thorndike ... 11
a. Law of Effect ... 12
b. Law of Exercise ... 13
2. Pembentukan Kebiasaan menurut Teori Covey ... 14
C. Macam-macam Kebiasaan Belajar ... 15
1. Belajar secara teratur ... 16
2. Membaca dan Membuat Catatan ... 17
3. Konsentrasi ... 18
4. Mengerjakan Tugas ... 19
5. Mengulangi Mempelajari Bahan Pelajaran ... 20
D. Bimbingan Belajar ... 21
1. Pengertian Bimbingan Belajar ... 21
2. Tujuan Bimbingan Belajar ... 22
3. Pelaksanaan Bimbingan Belajar ... 22
4. Fungsi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling ... 24
E. Peranan Guru Pembimbing dalam Mengembangkan Kebiasaan Belajar Siswa ... 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28
xv
3. Validitas dan Reliabilitas ... 32
a. Validitas ... 32
b. Reliabilitas ... 35
D. Tahap Pengumpulan Data ... 37
1. Persiapan ... 37
2. Pelaksanaan ... 37
E. Analisis Data... 38
Bab IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 43
B. Pembahasan ... 46
BAB V. USULAN TOPIK BIMBINGAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEBIASAAN BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009 ... 51
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 63
C. Keterbatasan ... 64
xvi
Tabel 2. Komposisi Kuesioner Kebiasaan Belajar ... 31 Tabel 3. Komposisi Kuesioner Kebiasaan Belajar setelah Uji coba
yang digunakan dalam penelitian ... 35 Tabel 4. Daftar Indeks Kualifikasi Reliabilitas ... 36 Tabel 5. Rumus Norma Kategorisasi Jenjang ... 39 Tabel 6. Norma Kategorisasi untuk Mengelompokkan Skor Kebiasaan
Belajar Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta
Tahun Pelajaran 2008/2009 ... 40 Tabel 7. Norma Kategorisasi untuk Mengelompokkan Skor Item
Kebiasaan Belajar sebagai Dasar dalam Penyusunan
Topik-topik Bimbingan Belajar ... 42 Tabel 8. Kategorisasi Kebiasaan Belajar Siswa Kelas VIII
SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 .... 44 Tabel 9. Kategorisasi Item Kebiasaan Belajar sebagai Dasar
Penyusunan Topik-topik Bimbingan Belajar ... 45 Tabel 10. Item yang Digunakan sebgai Dasar Penyusunan Topik
Bimbingan Belajar ... 51 Tabel 11. Usulan Topik Bimbingan Untuk Mengembangkan
Kebiasaan Belajar Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 3
xvii
Lampiran 1 : Validitas ... 68
Lampiran 2 : Reliabilitas ... 70
Lampiran 3 : Hasil Analisis Data Penelitian ... 71
Lampiran 4 : Kuesioner Kebiasaan Belajar uji coba ... 75
Lampiran 5 : Kuesioner Kebiasaan Belajar Penelitian ……... 79
1
Dalam bab ini, memuat beberapa hal yang berkaitan dengan pendahuluan,
antara lain latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan batasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Belajar bertujuan supaya siswa mendapatkan pengetahuan, sikap,
kecakapan dan keterampilan. Untuk mencapai tujuan belajar, siswa
diharapkan belajar dengan perilaku belajar yang tepat. Perilaku belajar
yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang menjadi kebiasaan
dalam belajar siswa.
Kebiasaan belajar merupakan pola belajar yang ada dalam diri
siswa yang bersifat teratur dan otomatis. Kebiasaan bukanlah bawaan
lahir, melainkan dapat dibentuk oleh siswa melalui proses yang
diulang-ulang (Gie, 1995). Proses pembentukan kebiasaan dalam belajar
dapat membuat siswa sudah memiliki kebiasaan dalam belajar yang baik
atau belum memiliki kebiasaan dalam belajar yang baik.
Kebiasaan belajar mempunyai peranan yang besar dalam perolehan
prestasi belajar (Gie, 1995). Siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik
akan memperoleh prestasi belajar optimal. Sebaliknya, siswa yang belum
optimal. Kebiasaan dalam belajar pada siswa, antara lain tampak melalui
cara belajar secara teratur, cara membaca dan cara membuat catatan, cara
mengulangi bahan pelajaran, cara berkonsentrasi, dan cara mengerjakan
tugas (Slameto, 1988).
Siswa belajar baik di sekolah maupun di rumah. Di sekolah, siswa
belajar secara teratur berdasarkan jadwal belajar yang ditentukan oleh
sekolah. Di rumah, belum tentu siswa mampu untuk belajar secara teratur.
Siswa dapat terbantu dalam mengatur waktu dengan memiliki jadwal
belajar yang dibuat sendiri dan dilaksanakan dengan fleksibel. Pengaturan
waktu bertujuan agar siswa dapat belajar dengan baik sehingga dapat
mengurangi kebiasaan menunda-nunda untuk belajar atau malas belajar.
Siswa belajar dengan baik apabila mampu untuk konsentrasi
terhadap bahan pelajaran yang sedang dipelajari. Konsentrasi membantu
siswa agar mengesampingkan hal-hal yang mengganggu pikiran dan
hal-hal yang tidak berhubungan dengan bahan pelajaran yang dipelajari.
Siswa mampu memahami bahan pelajaran dan memperkuat daya ingat
dalam jangka waktu yang lama dengan membaca, mengulangi bahan
pelajaran, membuat catatan, dan mengerjakan tugas sehingga lebih mudah
dalam mempersiapkan diri untuk ulangan/ujian akhir.
Berdasarkan wawaancara penulis dengan guru bimbingan
konseling di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta, siswa SMP kelas VIII sudah
memiliki kebiasaan dalam belajar sendiri. Namun, belum tentu kebiasaan
pembimbing dalam bimbingan belajar. Bimbingan belajar bertujuan
membantu siswa mengatasi masalah-masalah seputar kegiatan akademik.
Guru pembimbing perlu mengetahui kebiasaan siswa dalam belajar
supaya siswa yang sudah memiliki kebiasaan belajar baik dibimbing untuk
mengembangkannya sehingga prestasi belajar lebih baik lagi melalui
bimbingan belajar di kelas. Bantuan yang diberikan oleh guru pembimbing
mesti tepat sasaran, sehingga perlu dibuat topik bimbingan sebelum
melaksanakan bimbingan di dalam kelas.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kebiasaan
belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta tahun ajaran
2008/2009 dan implikasinya terhadap usulan topik bimbingan belajar.
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi guru pembimbing untuk
mengembangkan kebiasaan belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?
2. Topik bimbingan belajar apa saja yang sesuai untuk mengembangkan
kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009.
2. Menyusun usulan topik bimbingan belajar yang sesuai untuk
mengembangkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru Pembimbing
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru pembimbing SMP
BOPKRI 3 Yogyakarta untuk mengembangkan program bimbingan
belajar dalam rangka mengembangkan kebiasaan dalam belajar siswa.
2. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan tambahan
informasi mengenai kebiasaan belajar siswa dan semakin memperkaya
E. Batasan Istilah
1. Kebiasaan belajar adalah perilaku yang dilakukan siswa secara
berulang-ulang dan teratur dalam melaksanakan kegiatan belajar
secara teratur, membaca dan membuat catatan, mengulangi bahan
pelajaran, konsentrasi, dan mengerjakan tugas.
2. Bimbingan belajar adalah bantuan yang diberikan oleh guru
pembimbing kepada siswa secara kelompok dan individual, untuk
membantu siswa dalam menemukan cara belajar yang tepat sehingga
6
Dalam bab ini, memuat beberapa hal yang berkaitan dengan kajian pustaka,
antara lain teori-teori kebiasaan belajar, pembentukan kebiasaan belajar,
macam-macam kebiasaan belajar, dan peranan guru pembimbing dalam mengembangkan
kebiasaan belajar siswa.
A. Kebiasaan Belajar
Siswa diharapkan melakukan kegiatan belajar, baik di sekolah atau di
rumah setiap hari. Siswa perlu menyadari bahwa kegiatan belajar yang
dilakukan setiap hari akan menjadi kebiasaan, yang dinamakan kebiasaan
belajar.
Witherington mengartikan kebiasaan belajar merupakan cara bertindak
yag diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang yang pada akhirnya
menjadi menetap dan bersifat otomatis (Djaali, 2007:128). Wedge (1996:9)
mengatakan kebiasaan merupakan suatu tindakan atau sikap yang selalu
dilakukan dengan cara yang sama. Kebiasaan adalah perilaku yang dipelajari
dan dilakukan begitu sering (Cohen & Cummins, 2004).
Kebiasaan terjadi karena melakukan tindakan yang sering diulang-ulang
sehingga merupakan pola yang terjadi secara otomatis. Kebiasaan yang
hidup seseorang yaitu seseorang akan berhasil atau gagal dalam hidupnya
(Covey, 1997).
Berdasarkan pengertian kebiasaan dari beberapa ahli, disimpulkan bahwa
kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan dengan cara yang sama secara
berulang-ulang dan teratur sehingga membentuk pola bertindak yang
otomatis.
Belajar menurut Morgan adalah “setiap perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku sebagai akibat dari latihan atau pengalaman” (Purwanto,
1996). Menurut Howard L. Kingsley, belajar adalah proses dimana tingkah
laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan
(Ahmadi & Supriono, 1991:120). Cronbach mendefinisikan belajar adalah
perubahan yag ditunjukkan melalui tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Suryabrata, 2001:231).
Berdasarkan penjelasan pengertian menurut beberapa ahli, disimpulkan
bahwa belajar adalah proses yang dilakukan siswa untuk memperoleh
perubahan tingkah laku (dari siswa yang memiliki kebiasaan belajar kurang
baik menjadi memiliki kebiasan belajar yang baik) melalui latihan di sekolah
maupun di rumah.
Djaali (2007:128) mendefinisikan “kebiasaan belajar sebagai cara atau
teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran,
membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk
menyelesaikan kegiatan”. Menurut Gie (1995:192), “Kebiasaan belajar adalah
waktu dalam rangka pelaksanaan studi di sekolah”. Gie menambahkan bahwa
siswa dapat memiliki kebiasaan belajar dengan melakukan latihan dalam
kegiatan belajar secara berulang-ulang dan konsisten.
Ralph dan Bolel mendefinisikan kebiasaan belajar adalah rutinitas yang
dilakukan siswa dengan tugas membaca, belajar di tempat dan waktu yang
sama, belajar mandiri (Gie,1995:193).
Kebiasaan belajar bukanlah bakat alamiah atau bawaan kelahiran yang
dimiliki siswa sejak kecil, melainkan dibentuk oleh siswa selama
waktu-waktu yang lalu, karena selalu diulang-ulang sehingga terbiasa,
akhirnya terlaksana dengan spontan dan otomatis dalam belajar
(Gie, 1995:192).
Kebiasaan belajar yang sudah ada dalam diri siswa akan membentuk
siswa yang berhasil dalam belajar atau tidak. Hasil penyelidikan yang
dilakukan oleh Henry Clay Lindgren terhadap mahasiswa di San Fransisco
State College mengenai alasan sukses dalam belajar, menunjukkan bahwa
kebiasaan-kebiasaan belajar yang baik sebanyak 33 %, minat sebanyak 25 %,
kecerdasan sebanyak 15 %, pengaruh keluarga sebanyak 5 %, lain-lain
sebanyak 22 % (Gie, 1995:194).
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, disimpulkan bahwa kebiasaan
belajar adalah perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dan teratur
dalam melaksanakan kegiatan belajar baik di sekolah atau di rumah oleh
B. Pembentukan Kebiasaan
Kebiasaan pada siswa terbentuk melalui proses, pertama saat siswa hanya
menuruti kemauannya dengan melakukan apa yang dianggap terbaik bagi
dirinya. Kedua, siswa terus-menerus mempraktekkan perilaku sama yang
telah dipelajari sampai titik dimana ia mampu melakukannya tanpa harus
banyak berpikir lagi karena terbiasa melakukannya (Cohen & Cummins,
2004). Dapat dikatakan bahwa kebiasaan pada siswa terbentuk karena
melakukan perilaku sama yang diulang secara teratur sampai terbiasa untuk
mempraktekkannya secara otomatis. Wedge (1996) juga menegaskan bahwa
kebiasaan terbentuk melalui pengulangan-pengulangan, maka perilaku yang
sudah menjadi kebiasaan dapat dilakukan dengan cepat dan mudah, tanpa
harus banyak berfikir.
Pembentukan kebiasaan dalam penelitian ini, dijelaskan melalui dua
macam teori yaitu pertama, pembentukan kebiasaan melalui teori Thorndike
dan kedua, pembentukan kebiasaan menurut teori Stephen Covey. Pertama,
pembentukan kebiasaan melalui teori Thorndike, Thorndike melakukan
eksperimen terhadap seekor kucing dan menghasilkan tiga macam hukum
yaitu law of effect, law of exercice, dan law of readiness (Suryabrata, 2001).
Thorndike mengatakan bahwa dasar belajar adalah asosiasi (gabungan)
antara stimulus (kesan pancaindera) dengan respon (impuls untuk bertindak).
Gabungan ini disebut connection. Koneksi itulah yang menjadi lebih kuat
Alasan menggunakan teori Thorndike dalam menjelaskan pembentukkan
kebiasaan adalah pertama, sebuah perilaku yang menyenangkan cenderung
untuk diulangi, sedangkan perilaku yang tidak menyenangkan cenderung
untuk dilupakan atau dihilangkan, jika perilaku tersebut diulang secara teratur
maka terbentuk kebiasaan. Kedua, sebuah perilaku dapat menjadi kebiasaan
apabila dilatih secara terus-menerus secara teratur, sedangkan apabila
latihannya dikurangi maka kebiasaan tidak muncul.
Kedua, pembentukan kebiasaan menurut teori Stephen Covey, Stephen
Covey menjelaskan bahwa kebiasaan dapat terbentuk karena pertemuan
antara pengetahuan, keinginan, dan keahlian (Covey, 1997). Pengetahuan
yaitu paradigma yang bersifat teoritis mengenai sesuatu yang ingin di
kerjakan. Keinginan yaitu adanya motivasi atau kecenderungan untuk
melakukan sesuatu. Keahlian yaitu kemampuan untuk melakukannya.
Apabila ada salah satu tidak terpenuhi maka perilaku seseorang tidak dapat
dikatakan sebagai kebiasaan.
Alasan menggunakan teori Stephen Covey dalam menjelaskan
pembentukkan kebiasaan, adalah untuk melakukan sebuah perilaku,
seseorang perlu untuk menyadari tujuan yang ingin dicapai dan perlu untuk
memiliki keyakinan dalam diri sehingga ia mempunyai dorongan yang kuat
dalam diri serta mampu untuk mencapai tujuan.
Di bawah ini dijelaskan secara lebih lengkap mengenai pembentukan
kebiasaan menurut teori Thorndike dan pembentukan kebiasaan menurut teori
1. Pembentukan kebiasaan menurut Teori Thorndike
Thorndike melakukan eksperimen pada hewan yaitu kucing.
Kucing dibiarkan lapar lalu dimasukkan ke dalam kurungan.
Kurungan tersebut dapat terbuka apabila kucing menyentuh tombol
pada pintu, sehingga dapat keluar dan dapat mengambil makanan
(Suryabrata, 2001).
Eksperimen ini menghasilkan teori trial and error. Usaha
(trial) yang dilakukan kucing bermacam-macam supaya dapat
menyentuh tombol pada pintu dan pintu terbuka. Waktu yang
dibutuhkan dalam usaha ini cukup lama. Percobaan yang sama
dilakukan secara berulang-ulang, dan pada usaha berikutnya waktu
yang dibutuhkan kucing agar dapat menyentuh tombol pada pintu
dan keluar semakin singkat. Thorndike menafsirkan bahwa kucing
sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan,
tetapi kucing melakukan berulang-ulang terhadap respon yang
tepat untuk keluar dari kurungan dan menghilangkan respon yang
kurang tepat (Suryabrata, 2001).
Melalui eksperimen Thorndike pada kucing, dapat
disimpulkan proses pembentukan kebiasaan berlangsung menurut
tiga macam hukum pokok yaitu law of effect, law of exercice, dan
law of readiness. Akan tetapi dalam pembentukkan kebiasaan ini, tidak menjelaskan tentang law of readiness, dikarenakan siswa
melakukan perilakunya. Sehingga apabila seseorang siap
melakukan akan tetapi tidak melakukannya maka tidak dapat
dikatakan sebagai kebiasaan.
a. Law of Effect
Law of effect menunjukkan adanya hubungan stimulus-respons, semakin kuat atau semakin lemah
hubungan sebagai akibat dari hasil respons yang dilakukan
(Suryabrata, 2001). Apabila hubungan antara
stimulus-respons menimbulkan rasa yang menyenangkan, maka
tingkatan penguatannya semakin besar. Sebaliknya, jika
hubungan stimulus-respons menimbulkan rasa yang tidak
menyenangkan, maka tingkatan penguatannya semakin lemah
(Suryabrata, 2001).
Dari penjelasan mengenai law of effect, dapat dikatakan
proses pembentukan kebiasaan melalui kecenderungan yang
dilakukan siswa untuk mengulang sesuatu yang memberikan
respon menyenangkan dan menghindari sesuatu yang tidak
memberikan respon menyenangkan.
Proses pembentukan kebiasaan dalam belajar dapat
disimpulkan dari kenyataan bahwa apabila siswa
menganggap belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan,
maka siswa tersebut cenderung melakukannya secara
sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, maka akan
cenderung menghindari belajar.
b. Law of Exercise
Law of exercise menunjukkan bahwa hubungan stimulus
dan respon akan menjadi kuat jika ada latihan yang segera
diulangi, dan sebaliknya hubungan stimulus dan respon akan
bertambah lemah atau terlupa kalau latihan
dihentikan/ditunda (Suryabrata, 2001). Revisi pendapat
Thorndike yaitu pengulangan akan membawa hasil kalau
diikuti oleh reward (hadiah) atau punishment (hukuman)
bukan karena diulang semata-mata (Suryabrata, 2001).
Dari penjelasan mengenai law of exercise, dapat
dikatakan bahwa proses pembentukan kebiasaan melalui
latihan. Apabila siswa melakukan latihan secara berulang dan
teratur yang diikuti oleh reward atau punisment maka ia akan
melakukan latihan kembali. Sebaliknya jika seseorang tidak
melakukan latihan secara berulang dan teratur maka latihan
akan dilupakan.
Proses pembentukan kebiasaan dalam belajar yaitu
melalui ada reward atau punishment dalam belajar. Siswa
yang mengetahui bahwa dalam belajarnya ada reward atau
punishment maka siswa cenderung mengulang-ulang latihan
belajarnya tidak ada reward atau punishment maka siswa
cenderung untuk tidak melakukan latihan.
2. Pembentukan Kebiasaan menurut Teori Stephen Covey
Kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dilakukan. Stephen Covey
mendefinisikan kebiasaan sebagai pertemuan dari pengetahuan,
keterampilan, dan keinginan (Covey, 1997).
a. Pengetahuan yaitu paradigma yang bersifat teoritis mengenai
sesuatu yang ingin di kerjakan. Paradigma adalah cara kita
memandang sesuatu bukan berkenaan dengan pengertian
visual melainkan berkenaan dengan menafsirkan, mengerti.
b. Keterampilan yaitu kemampuan untuk melakukannya.
c. Keinginan yaitu adanya motivasi atau kecenderungan untuk
melakukan sesuatu. Motivasi berperan dalam memberikan
semangat dan rasa senang untuk melakukan sesuatu.
Seseorang dapat membentuk kebiasaan dengan cara berusaha
mencari pengetahuan tentang sesuatu yang akan dilakukan dan
memiliki keyakinan dalam diri. Melatih diri secara berulang-ulang
sehingga terampil untuk melakukannya dan diteruskan dengan upaya
membangkitkan keinginan melakukannya. Apabila salah satu dari
ketiga hal tersebut tidak ada maka tingkah laku tidak dapat dikatakan
Dari penjelasan Stephen Covey, dapat disimpulkan bahwa
dalam pembentukan kebiasaan belajar, siswa perlu untuk mengetahui
tujuan dari belajar/manfaat belajar bagi dirinya. Dengan menyadari
tujuan belajarnya, siswa diharapkan belajar dengan baik sehingga
tujuan belajar tercapai secara maksimal. Siswa perlu untuk
mengetahui cara belajar misalnya dengan cara membaca buku
pelajaran, mencatat pelajaran, konsentrasi dalam belajar, dan
sebagainya. sehingga mampu untuk menggunakan cara belajar
dengan tepat. Siswa perlu memiliki keinginan belajar yang muncul
dari diri sendiri agar ia merasa senang untuk belajar. Maka dengan
adanya ketiga hal tersebut yaitu pengetahuan, keterampilan, dan
keinginan, siswa dapat membentuk kebiasaan belajar yang baik.
C. Macam-macam Kebiasaan Belajar
Siswa yang belajar dengan menggunakan cara belajar yang tepat,
baik di sekolah atau di rumah dapat memperoleh prestasi belajar yang baik.
Cara yang dipakai siswa secara berulang dan teratur dapat menjadi
kebiasaan. Kebiasaan belajar pada siswa, tampak melalui cara belajar secara
teratur, cara membaca dan cara membuat catatan, cara berkonsentrasi, cara
1. Belajar secara teratur
Menurut Slameto (1988), “jadwal adalah pembagian waktu
untuk sejumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang setiap
hari”. Siswa perlu membuat jadwal dalam belajar supaya mampu
memprioritaskan belajar dan membagi waktu untuk kegiatan yang
lain. Gie (1995) menambahkan, siswa yang mampu membagi
waktu untuk belajar dan dilaksanakan secara teratur dan disiplin
akan berhasil dalam belajar. Setelah membuat jadwal dalam belajar,
siswa perlu untuk melaksanakannya dengan teratur berdasarkan
kesadaran sendiri bukan karena paksaan dari orang lain.
Slameto (1988) mengatakan cara untuk membuat jadwal yang
baik adalah sebagai berikut:
a. Memperhitungkan waktu setiap hari untuk berbagai
kegiatan.
b. Menentukan waktu-waktu yang tersedia setiap hari.
c. Merencanakan penggunaan belajar dengan cara
menetapkan jenis mata pelajaran dan urutan-urutan yang
harus dipelajari.
d. Menentukan waktu-waktu yang tepat untuk digunakan
2. Membaca dan membuat catatan
Siswa dapat belajar dengan baik jika membaca buku pelajaran
dengan baik juga. Membaca buku pelajaran sangat diperlukan
untuk memperoleh pengetahuan dan mengerti benar-benar apa
yang dibaca. Tujuan membaca yaitu memahami apa isi buku
tersebut, bukan hanya dimengerti kata demi kata atau kalimat demi
kalimat (Purwanto, 1996).
Ahmadi & Supriyono (1991) mengatakan bahwa dalam
membaca perlu dimulai dengan memperhatikan judul-judul bab,
topik-topik utama sehingga bahan pelajaran yang dibaca mudah
dipelajari. Hal senada juga dikatakan oleh DePorter & Hernacki
(2004), dalam membaca perlu dimulai dengan memperhatikan
daftar isi, judul-judul bab, huruf-huruf yang dicetak tebal/miring,
grafik/gambar-gambar.
Siswa perlu membaca buku pelajaran secara berulang dan
teratur agar memiliki kebiasaan belajar yang baik. Menurut Gie
(1995), membaca buku pelajaran yang baik adalah dengan
memperhatikan kesehatan mata, membuat tanda/catatan,
memanfaatkan perpustakaan, membaca buku pelajaran untuk
setiap mata pelajaran dengan sungguh-sungguh sampai memahami
isinya. Membaca buku pelajaran yang buruk antara lain membaca
tiduran, membaca sambil mendengarkan radio atau televisi,
membaca sambil melamun, dan lain-lain.
Selain membaca buku pelajaran, siswa juga dapat membuat
catatan. Membuat catatan mempunyai pengaruh terhadap
membaca, yaitu catatan yang rapi, lengkap, baik akan menambah
semangat dalam belajar sehingga tidak bosan membaca. Catatan
yang tidak lengkap, tidak jelas antara materi yang satu dengan
yang lain akan menimbulkan kebosanan dalam membaca.
Menurut Ahmadi & Supriyono (1991), catatan dibutuhkan
untuk merangsang ingatan kembali apa yang dipelajari. Catatan yang
dibuat hendaknya singkat tapi mencakup hal-hal yang penting.
Hal senada juga dijelaskan oleh DePorter & Hernacki (2004),
tujuan membuat catatan ialah untuk membantu siswa mengingat
pokok-pokok yang penting dan siswa akan mengingat dengan baik
saat menuliskan dalam catatan tanpa mencatat siswa hanya mampu
mengingat sebagian kecil materi yang dibaca/didengar. Maka siswa
sebaiknya tidak membuat catatan dengan menulis semua perkataan
guru, tetapi diambil intinya.
3. Konsentrasi
Slameto (1988) mengatakan “konsentrasi belajar adalah
pemusatan pikiran terhadap suatu bahan pelajaran dengan
dengan pelajaran”. Hal senada juga dikatakan oleh DePorter &
Hernacki (2004) “konsentrasi belajar adalah pemusatan pikiran
terhadap pelajaran/sesuatu hal yang dipelajari dengan
mengesampingkan segala hal yang tidak berhubungan dengan
pelajaran/sesuatu hal yang dipelajari”.
Konsentrasi muncul akibat adanya perhatian. Siswa dapat
berkonsentrasi jika ada perhatian terhadap bahan pelajaran yang
dipelajari (Suryabrata, 2001:14).
Siswa yang memiliki konsentrasi dengan baik saat belajar
mampu untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dan
sebaliknya tanpa konsentrasi, siswa kurang dapat belajar dengan
baik sehingga kurang memperoleh hasil belajar yang maksimal.
Konsentrasi dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang
mempengaruhi konsentrasi dalam belajar adalah lingkungan fisik
(suara, temperatur, desain belajar, alat-alat belajar, dan lain-lain) dan
lingkungan sosial (keluarga, teman, guru, dan lain-lain).
4. Mengerjakan tugas
Mengerjakan tugas mencakup mengerjakan pekerjaan/tugas
rumah (PR), menjawab soal latihan di buku pelajaran, tugas di
kelas (Slameto, 1988). Kebiasaan dalam belajar dapat dengan
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru di kelas atau di rumah
mengerjakan tugas secara kelompok, jika mengalami mengatasi
kesulitan saat mengerjakan tugas dapat bertanya atau berdiskusi
dengan teman sekelompoknya. Siswa juga dapat bertanya dengan
orang tua, kakak, dan sebagainya saat mengalami kesulitan
mengerjakan tugas di rumah. Namun, akan lebih baik jika siswa
mengerjakan tugasnya sendiri terlebih dahulu.
Siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru bisa
dengan mencari referensi dari buku pelajaran, majalah, koran,
televisi, radio, dan internet.
5. Mengulangi mempelajari bahan pelajaran
Kebiasaan dalam belajar dengan mengulangi bahan pelajaran
mempunyai pengaruh dalam belajar, karena dengan adanya
pengulangan, bahan pelajaran yang belum dimengerti dan mudah
dilupakan akan tetap diingat dan dimengerti. Cara yang dapat
dilakukan adalah dengan meringkas bahan pelajaran yang
dipelajari. Ringkasan membantu siswa dalam mengingat isi bahan
pelajaran yang dipelajari sehingga siswa dapat membedakan
hal-hal penting dan hal-hal kurang penting.
Siswa perlu untuk meringkas informasi dan gagasan penting
dan berarti yang perlu diingat saat akan mempelajari materi
membuat ringkasan secara berulang-ulang akan mempermudah
dirinya dalam belajar.
Siswa juga dapat mengulangi bahan pelajaran dengan
membuat pertanyaan-pertanyaan sendiri dan menjawabnya
berdasarkan apa yang telah dipelajari. Hal ini dapat membantu
siswa mengingat kembali apa yang telah dipelajari atau dapat
memperluas pengetahuannya.
D. Bimbingan Belajar
1. Pengertian bimbingan belajar
Menurut Winkel & Hastuti (2004:115), bimbingan akademik
ialah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat,
dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi
kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di
suatu institusi pendidikan. Dunsmoor dan Miller mengatakan
“bimbingan belajar adalah pertolongan yang diberikan kepada siswa
untuk mencapai sukses dalam belajar” (Gunawan,1992). Nurihsan,
Juntika & Sudianto (2005:12) mengatakan “bimbingan belajar
adalah untuk membantu siswa dalam menghadapi dan memecahkan
2. Tujuan bimbingan belajar
Ahmadi & Supriyono (1991) mengemukakan tujuan bimbingan
belajar secara umum adalah membantu siswa agar mendapat
penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap siswa
dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya, dan mengembangkan diri.
Tujuan bimbingan belajar dapat dirinci sebagai berikut
(Ahmadi & Supriyono, 1991):
a. Menunjukkan cara-cara belajar yang efisien dan efektif
bagi siswa.
b. Menunjukkan cara-cara mempelajari dan menggunakan
buku pelajaran.
c. Memberikan informasi (saran dan petunjuk) bagi yang
memanfaatkan perpustakaan.
d. Memberikan informasi mengenai pembagian waktu dan
perencanaan jadwal belajar.
3. Pelaksanaan bimbingan belajar
Bimbingan belajar dapat dilakukan secara kelompok atau
individual oleh guru pembimbing kepada siswa. Dengan bimbingan
belajar dalam kelompok, guru pembimbing dapat memberikan
pelayanan bimbingan belajar kepada sekelompok siswa pada waktu
Djumhur & Surya (1975) mengatakan bahwa bimbingan belajar
dalam kelompok adalah teknik yang dilakukan guru pembimbing
dalam membantu siswa atau sekelompok siswa memecahkan
masalah-masalah belajar dengan memberikan informasi mengenai
cara belajar yang baik sehingga siswa dapat mengembangkan
kebiasaan belajar yang baik, serta siswa dapat mengurangi kebiasaan
belajar yang kurang baik melalui kegiatan kelompok. Hal ini
bertujuan untuk membantu siswa dalam memperoleh prestasi belajar
yang tinggi.
Menurut Djumhur & Surya (1975), beberapa bentuk dari
bimbingan belajar dalam kelompok, yaitu:
a. Home room program adalah suatu program kegiatan yang
dilakukan dengan tujuan agar guru dapat mengenal
siswanya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara
efisien.
b. Diskusi kelompok merupakan suatu cara dimana siswa
akan mendapat kesempatan untuk memecahkan masalah
bersama-sama.
c. Pengajaran remedial (Remedial teaching) yaitu bentuk
pengajaran yang diberikan kepada siswa untuk membantu
Bimbingan belajar yang dilakukan secara individual melalui
wawancara konseling. Konseling adalah proses pemberian bantuan
yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh konselor kepada
siswa yang sedang mengalami masalah yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi siswa (Prayitno & Amti, 2004).
Pelaksanaan konseling bertujuan membahas dan memecahkan
masalah-masalah pribadi yang dialami oleh seorang siswa dan
pembicaraannya bersifat pribadi serta rahasia.
Wawancara konseling menjadi salah satu cara lain yang bisa
dilakukan oleh guru pembimbing untuk membantu siswa mengatasi
masalah belajarnya. Dengan adanya wawancara konseling, siswa
bisa lebih terbuka untuk mengungkapkan kebiasaan dan kesulitan
dalam belajar. Keterbukaan siswa menjadi sesuatu yang berguna dan
penting bagi guru pembimbing dalam menemukan akar masalah
belajar yang dihadapi sehingga guru dan siswa mampu untuk
menemukan pemecahan masalah dengan tepat.
4. Fungsi pelaksanaan bimbingan dan konseling
Ada 4 fungsi dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling,
yaitu fungsi preventif, fungsi korektif, fungsi pemahaman, dan
fungsi pemeliharan dan pengembangan. Fungsi preventif dalam
pelaksanaan bimbingan belajar, bila diberikan dengan maksud
pemahaman dilakukan salah satunya dengan memberikan informasi
mengenai cara belajar yang efisien. Fungsi korektif dalam
pelaksanaan bimbingan belajar, bila diberikan dengan maksud untuk
membantu siswa dalam mengatasi/memperbaiki masalah belajar
(misalnya cara belajar, sikap, dan kebiasaan belajar yang buruk)
sehingga siswa dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam pelaksanaan
bimbingan belajar berarti memelihara potensi yang ada dalam diri
siswa dan dikembangkan ke arah yang positif (Prayitno & Amti,
2004).
E. Peranan Guru Pembimbing dalam Mengembangkan Kebiasaan Belajar Siswa
Sejalan dengan tujuan bimbingan belajar, pelayanan bimbingan
belajar sangat penting bagi siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Melalui pelayanan bimbingan belajar yang berkesinambungan, siswa
memperoleh perhatian untuk mengembangkan kebiasaan belajar. Pelayanan
bimbingan belajar berjalan dengan baik, bila guru pembimbing mampu
mengenal dan memahami siswa secara individual ataupun kelompok (Winkel
& Hastuti, 2004). Tujuannya yaitu agar guru pembimbing mengetahui
karakter dari masing-masing siswa, sehingga memudahkan guru pembimbing
kepada guru pembimbing, sehingga mudah untuk mengetahui kebiasaan
belajar siswa.
Guru pembimbing dapat membantu siswa untuk mengubah kebiasaan
secara individu, dengan menggali alasan apa yang menjadi pendorong siswa
melakukan kegiatan. Dengan mengetahui alasan pendorong, guru
pembimbing dapat mengembangkan kebiasaan dalam diri siswa dengan
menanamkan motivasi. Motivasi berperan dalam pembentukan kebiasaan
karena dapat memberikan semangat atau rasa senang. Siswa yang mempunyai
semangat atau rasa senang dalam melakukan sesuatu akan mengulanginya
kembali secara terus-menerus sehingga menjadi kebiasaaan. Adanya motivasi
membuat seseorang mempunyai sesuatu yang menggerakkan untuk
melakukan sesuatu. Motivasi menjadi dasar atau alasan seseorang melakukan
kegiatan.
Bentuk pelayanan bimbingan belajar secara kelompok untuk
mengembangkan kebiasaan belajar yang baik adalah dengan memberikan
bimbingan klasikal tentang cara belajar yang tepat, misalnya menjelaskan
cara membuat jadwal belajar, cara membaca dan membuat catatan yang baik,
cara mengulangi bahan pelajaran dengan meringkas, cara berkonsentrasi
dalam belajar, cara mengerjakan tugas yang tepat, cara belajar dengan
membuat kelompok belajar.
Usaha yang dilakukan dapat berjalan dengan baik bila sebelum
memberikan pelayanan bimbingan klasikal, guru pembimbing perlu membuat
mengadakan pelayanan bimbingan adalah Satuan Pelayanan Bimbingan
(SPB). Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) dibuat oleh guru pembimbing
berdasarkan topik-topik bimbingan yang sesuai dengan masalah dan
kebutuhan siswa. Topik-topik bimbingan yang dimaksud yaitu topik-topik
28
Dalam bab ini, memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi
penelitian, antara lain jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian,
tahap pengumpulan data dan analisis data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.
Furchan (2005:447) mengatakan tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
melukiskan variabel atau kondisi apa adanya dalam suatu situasi.
Furchan (2005:415-418) mengatakan penelitian deskriptif dengan
metode survei dirancang untuk memperoleh informasi dengan
mengumpulkan data yang relatif terbatas dari kasus-kasus yang relatif
besar jumlahnya. Penelitian deskriptif dengan metode survei dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang
kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta
Tahun Pelajaran 2008/2009.
B. Subjek Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Penelitian populasi
adalah penelitian yang meneliti semua subjek yang ada dalam wilayah
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009, maka
penelitian ini termasuk penelitian populasi.
Populasi penelitian berjumlah 116 siswa; semula direncanakan
seluruh anggota populasi di teliti, tetapi pada saat pengumpulan data ada 10
siswa yang tidak hadir. Rincian populasi penelitian disajikan pada tabel 1.
Tabel 1
Rincian Populasi Subjek
Kelas Jumlah Siswa Jumlah Siswa
yang tidak hadir
1. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dengan bentuk tertutup. Kuesioner dengan bentuk tertutup
adalah kuesioner yang setiap item sudah disediakan jawabannya,
sehingga responden tinggal memilih (Arikunto, 2002). Kuesioner
kebiasaan belajar disusun oleh peneliti berdasarkan penjabaran kajian
teori yang tersaji dalam Bab II. Kuesioner ini bertujuan untuk
menggambarkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Kuesioner ini terdiri dari tiga
bagian kedua berisi item-item pernyataan; bagian ketiga berisi lembar
jawaban.
Kuesioner ini disusun dalam bentuk skala bertingkat berdasarkan
prinsip Likert’s Summated Ratings. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu “selalu”,
“sering”, “jarang”, “tidak pernah”. Alasan menggunakan empat
alternatif jawaban adalah untuk menghindari kemungkinan responden
cenderung memilih alternatif jawaban yang di tengah-tengah. Menurut
Azwar (2007:34) bila pilihan tengah disediakan maka responden akan
cenderung memilihnya sehingga data mengenai perbedaan di antara
responden menjadi kurang informatif.
Pernyataan pada kuesioner dibagi menjadi dua bagian yaitu item
positif (favorable) dan item negatif (unfavorable). Penentuan skor
kuesioner untuk setiap pernyataan adalah sebagai berikut: a) Item
pernyataan positif; skor 4 untuk alternatif jawaban “selalu”, skor 3
untuk alternatif jawaban “sering”, skor 2 untuk alternatif jawaban
“jarang”, skor 1 untuk alternatif jawaban “tidak pernah”. b) Item
pernyataan negatif; skor 1 untuk alternatif jawaban “selalu”, skor 2
untuk alternatif jawaban “sering”, skor 3 untuk alternatif jawaban
“jarang”, skor 4 untuk alternatif jawaban “tidak pernah”. Komposisi
Tabel 2
Komposisi Kuesioner Kebiasaan Belajar
Pernyataan Macam-macam
kebiasaan belajar Positif Negatif
Jumlah
Jumlah pernyataan 70
2. Uji Coba Alat Penelitian
Langkah-langkah persiapan dalam uji coba alat penelitian yaitu
pertama, peneliti menyusun kuesioner kebiasaan belajar. Kedua, peneliti
mengkonsultasikan kuesioner kebiasaan belajar kepada dosen
pembimbing. Ketiga, peneliti meminta surat ijin ujicoba/penelitian ke
sekretariatan BK. Keempat, peneliti datang ke SMP Stella Duce 2
dengan maksud meminta ijin kepada kepala sekolah dan guru
pembimbing untuk mengadakan uji coba kuesioner kebiasaan belajar
dan menentukan waktu pelaksanaan uji coba kuesioner kebiasaan
belajar.
Langkah-langkah pelaksanaan uji coba alat penelitian yaitu
pertama, Pada hari Kamis, 20 November 2008; peneliti datang ke SMP
Stella Duce 2 Yogyakarta untuk mengumpulkan data uji coba kuesioner
Yogyakarta. Jumlah siswa untuk uji coba kuesioner ada 31 orang. Waktu
pengumpulan data sesuai dengan jam bimbingan yang telah terjadwal.
Kedua, Peneliti masuk kelas VIII Teratai didampingi guru pembimbing
kemudian diawali dengan perkenalan. Ketiga, Peneliti memberikan
penjelasan mengenai maksud diadakan uji coba kuesioner kebiasaan
belajar dan meminta siswa untuk membantu mengisi kuesioner
kebiasaan belajar. Keempat, Peneliti membagikan kuesioner kebiasaan
belajar kemudian menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner dan
memberikan kesempatan bertanya bagi siswa yang belum jelas. Kelima,
Siswa mengisi kuesioner kebiasaan belajar dan setelah selesai kuesioner
diserahkan kembali kepada peneliti. Proses pengisian kuesioner berjalan
dengan lancar dan tertib. Siswa mengerjakan dengan tenang dan ada
beberapa siswa yang kurang menangkap maksud dari pernyataan.
3. Validitas dan Reliabilitas a. Validitas
Suatu alat pengumpulan data dikatakan baik apabila
memiliki validitas dan reliabilitas yang baik pula. Pada
penelitian ini, untuk menentukan validitas kuesioner digunakan
validitas isi. Furchan (2005:295) mengatakan “validitas
diperlukan dalam penelitian untuk mengetahui sejauh mana alat
itu dapat mengukur apa yang hendak diukurnya”. Masidjo
yang menunjukkan sampai mana isi alat ukur mencerminkan
hal-hal yang akan diukur”. Dalam penelitian ini item-item
kuesioner disusun berdasarkan empat aspek kebiasaan belajar
yang telah dibahas pada bab II. Seleksi item kuesioner dalam
penelitian ini menggunakan daya diskriminasi item. Azwar
(2007:59) mendefinisikan “daya diskriminasi item adalah
sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau
kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut
yang diukur”. Kriteria penilaian item berdasarkan korelasi skor
setiap item dan skor total skala, digunakan batasan rxy ≥ 0,30.
Jadi, item yang memiliki koefisien korelasinya ≥ 0,30 dianggap
valid, sedangkan item yang memiliki koefisien korelasinya
< 0,30 dinyatakan gugur atau tidak valid.
Proses penghitungan taraf validitas dilakukan dengan cara
memberi skor pada setiap item, mentabulasi data uji coba,
mengelompokkan item-item menjadi dua bagian yaitu bagian
item gasal dan bagian item genap, menjumlahkan skor item
gasal (x) dan item genap (y), mengkuadratkan, mengkalikan
skor item gasal (x) dan skor item genap (y), mengkorelasikan
skor item (x) dan skor total (jumlah skor seluruh item) (y).
Penghitungan validitas digunakan rumus Product Moment
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara X dan Y X = Skor butir
Y = Skor total (jumlah skor seluruh butir)
N = Jumlah Subyek
Penghitungan koefisien korelasi untuk mendapatkan taraf
validitas dilakukan dengan bantuan komputer melalui program
SPSS 12.0 for Windows. Rekapitulasi hasil analisis uji validitas
kuesioner terdapat pada lampiran 1.
Berdasarkan hasil penghitungan taraf validitas alat ukur
yang dilakukan terhadap 70 item kuesioner dari 31 responden
saat uji coba diperoleh 50 item dianggap valid karena memiliki
koefisien korelasi ≥ 0,30. Kuesioner yang telah di uji coba
perlu disusun kembali supaya menjadi alat pengumpulan data
saat penelitian. Komposisi kuesioner kebiasaan belajar setelah
uji coba yang digunakan dalam penelitian disajikan pada
Tabel 3
Komposisi Kuesioner Kebiasaan Belajar setelah Uji coba yang digunakan dalam penelitian
Pernyataan Macam-macam
kebiasaan belajar Positif Negatif
Jumlah
Jumlah pernyataan 50
b. Reliabilitas
Furchan (2005:310) mendefinisikan “reliabilitas alat ukur
adalah derajad keajegan alat tersebut dalam mengukur apa saja
yang diukurnya”. Reliabilitas diperlukan dalam penelitian
untuk mengetahui keajegan suatu alat dalam mengukur apa
yang hendak diukurnya. Dalam penelitian ini, metode yang
digunakan untuk mengukur taraf reliabilitas alat ukur adalah
metode belah dua. Masidjo (2007:218) mengatakan “metode
belah dua merupakan metode yang lebih efisien karena hanya
mempergunakan satu tes untuk satu kali pengukuran”.
Proses penghitungan taraf reliabilitas alat ukur dilakukan
dengan memberi skor pada tiap item, mentabulasikan data uji
coba, mengelompokkan item-item menjadi dua bagian yaitu
item gasal (x) dan item genap (y), mengkuadratkan dan
mengkalikan skor item gasal (x) dan skor item genap (y),
mengkorelasikan antara (x) dan (y) menggunakan rumus
Product Moment Pearson. Oleh karena indeks korelasi yang
diperoleh baru menunjukkan hubungan antara dua belahan
instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas masih
harus menggunakan rumus korelasi Spearman–Brown, yaitu
sebagai berikut (Furchan, 2005:322)
Keterangan:
rtt = Koefisien reliabilitas
rgg = Koefisien korelasi item gasal dan genap
Penghitungan taraf reliabilitas dilakukan dengan bantuan
komputer program SPSS 12.0 for Windows. Untuk melihat
taraf reliabilitas digunakan pedoman indeks kualifikasi
reliabilitas (Masidjo, 2007). Daftar indeks kualifikasi
reliabilitas disajikan dalam tabel 4.
Tabel 4
Daftar Indeks Kualifikasi Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kualifikasi
0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
Berdasarkan hasil penghitungan taraf reliabilitas
diperoleh taraf reliabilitas kuesioner uji coba adalah 0,919.
Dengan mengacu pada daftar indeks kualifikasi reliabilitas di
atas, taraf reliabilitas kuesioner uji coba termasuk pada
kualifikasi sangat tinggi.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan pengolahan data
terhadap alat pengumpulan data berupa kuesioner dalam
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa alat pengumpulan data
valid dan reliabel.
D. Tahap Pengumpulan Data 1. Persiapan
a. Peneliti menyusun kembali kuesioner kebiasaan belajar.
b. Peneliti mengkonsultasikan kembali kepada dosen
pembimbing.
c. Peneliti datang ke SMP BOPKRI 3 dengan maksud meminta
ijin kepada kepala sekolah dan guru pembimbing untuk
mengadakan penelitian serta menentukan waktu untuk
penelitian.
2. Pelaksanaan
a. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan dua kali yaitu
pertama; pada hari Rabu, 7 Januari 2009 kepada siswa kelas
Kedua; Sabtu, 10 Januari 2009, kepada siswa kelas VIII C
SMP BOPKRI 3 Yogyakarta. Jumlah siswa untuk penelitian
ada 106 siswa. Waktu pengumpulan data sesuai dengan jam
bimbingan yang telah terjadwal.
b. Peneliti masuk kelas didampingi guru pembimbing kemudian
diawali dengan perkenalan.
c. Peneliti memberikan penjelasan mengenai maksud diadakan
penelitian dan meminta siswa untuk membantu mengisi
kuesioner kebiasaan belajar.
d. Peneliti membagikan kuesioner, menjelaskan petunjuk
pengisian kuesioner dan memberikan kesempatan bertanya
bagi siswa yang belum jelas.
e. Siswa mengisi kuesioner, setelah selesai mengisi kuesioner
kemudian kuesioner diserahkan kembali kepada peneliti.
Proses pengisian kuesioner berjalan dengan lancar dan tertib.
Siswa mengerjakan dengan tenang dan menangkap maksud
setiap pernyataan dengan jelas.
E. Analisis Data
Analisis data adalah pengolahan data hasil penelitian. Tujuan analisis
data adalah untuk mendapatkan kesimpulan hasil penelitian. Dalam
penelitian ini. Langkah-langkah yang digunakan yaitu dengan menghitung
skor total dari masing-masing responden dan skor masing-masing item
kuesioner.
Untuk memberi interpretasi terhadap skor skala digunakan cara
kategorisasi berdasar model distribusi normal. Kategorisasi dalam
menentukan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 dengan menggunakan kategorisasi
jenjang. Tujuan kategorisasi jenjang adalah “menempatkan individu ke
dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu
kontinum berdasar atribut yang diukur” (Azwar, 2007:107). Kontinum
jenjang terbagi ke dalam lima jenjang, yaitu sebagai berikut: Sangat baik,
Baik, Cukup baik, Kurang baik, Sangat kurang baik. Rumus norma
kategorisasi disajikan dalam tabel 5.
Tabel 5
Rumus Norma Kategorisasi Jenjang
1. Acuan atau norma kategorisasi dalam pengelompokan skor individu
untuk mengetahui kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI
3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009, yaitu sebagai berikut:
Diketahui: X siswa maks (skor tertinggi yang mungkin diperoleh
setiap item) adalah 50x4 = 200. X siswa min (skor terendah yang
sebarannya adalah 200-50 = 150. Satuan standar deviasi (σ) adalah
jarak rentangan yang dibagi dalam 6 standar deviasi sebaran
bernilai σ = 150/6 = 25. Mean teoretik (rata-rata teoritis dari skor
max dan min) adalah µ = (200+50) /2 = 125. Norma kategorisasi
untuk mengelompokkan skor kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP
BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 disajikan pada
tabel 6.
Tabel 6
Norma Kategorisasi untuk Mengelompokkan Skor Kebiasaan Belajar Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta
Tahun Pelajaran 2008/2009
Rumus Norma Kategorisasi Norma
2. Acuan atau norma kategorisasi dalam pengelompokan skor item
kebisaan belajar yang digunakan dalam penyusunan topik-topik
bimbingan belajar untuk siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009, yaitu sebagai berikut:
Diketahui: X item maks (skor tertinggi yang mungkin diperoleh
setiap item) adalah 106x4 = 424. X item min (skor terendah yang
mungkin diperoleh setiap item) adalah 106x1 = 106. Luas jarak
sebarannya adalah 424-106 = 318. Satuan standar deviasi (σ) adalah
jarak rentangan yang dibagi dalam 6 standar deviasi sebaran
bernilai σ = 318/6 = 53. Mean teoretik (rata-rata teoritis dari skor
max dan min) adalah µ = (424 + 106) /2 = 265. Norma kategorisasi
untuk mengelompokkan skor item kebiasaan belajar sebagai dasar
dalam penyusunan topik-topik bimbingan belajar disajikan pada
Tabel 7
Norma Kategorisasi untuk Mengelompokkan Skor Item Kebiasaan Belajar sebagai Dasar dalam Penyusunan
Topik-topik Bimbingan Belajar
Rumus Norma Kategorisasi Norma Kategorisasi Kategori
43
Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan dari hasil penelitian.
Bab ini sekaligus memuat jawaban atas masalah penelitian yaitu (1) “Bagaimana
kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran
2008/2009?”; (2) “Topik bimbingan belajar apa sajakah yang tepat untuk
mengembangkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta
Tahun Pelajaran 2008/2009?”.
A. Hasil Penelitian
Bagian ini memuat hasil pengolahan data penelitian.
1. Hasil pengolahan data ini merupakan jawaban terhadap masalah
pertama yaitu “Bagaimana kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP
BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?”. Kategorisasi
kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta
Tabel 8
Kategorisasi Kebiasaan Belajar Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009
Norma Kategorisasi f Persentase Kategori
X ≤ 87 0 0 % Sangat kurang baik
87 < X ≤ 112 5 4,72 % Kurang baik
112 < X ≤ 138 65 61,32 % Cukup Baik
138 < X ≤ 163 31 29,24 % Baik
163 < X 5 4,72 % Sangat baik
Total 106 100 %
Berdasarkan data dalam tabel 8, diperoleh data bahwa tidak ada
siswa yang perolehan skor kurang dari 87, berarti tidak ada siswa
yang memiliki kebiasaan belajar dalam kategori sangat kurang baik,
5 (4,72 %) siswa yang perolehan skor antara 87 – 112, berarti ada 5
siswa dari 106 siswa yang memiliki kebiasaan belajar dalam kategori
kurang baik, 65 (61,32 %) siswa yang perolehan skor antara 112 – 138,
berarti ada 65 siswa dari 106 siswa yang memiliki kebiasaan belajar
dalam kategori cukup baik, 31 (29,24 %) siswa yang perolehan skor
antara 138 – 163, berarti ada 31 siswa dari 106 siswa yang memiliki
kebiasaan belajar dalam kategori baik, 5 (4,72 %) siswa yang
perolehan skor lebih dari 163, berarti ada 5 siswa dari 106 siswa
2. Hasil pengolahan data ini merupakan jawaban terhadap masalah kedua
yaitu “Topik bimbingan belajar apa sajakah yang tepat untuk
mengembangkan kebiasaan belajar siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009?”. Kategorisasi item kebisaan
belajar sebagai dasar penyusunan topik-topik bimbingan belajar
disajikan pada tabel 9.
Tabel 9
Kategorisasi Item Kebiasaan Belajar sebagai Dasar Penyusunan Topik-topik Bimbingan Belajar
Norma Kategorisasi f Persentase Kategori
X ≤ 185 0 0 % Sangat kurang
Berdasarkan data dalam tabel 9, disimpulkan bahwa tidak ada
item kebiasaan belajar yang termasuk dalam kategori sangat kurang
baik, ada 5 item kebiasaan belajar yang termasuk dalam kategori
kurang baik, ada 26 item kebiasaan belajar yang termasuk dalam
kategori cukup baik, ada 15 item kebiasaan belajar yang termasuk
dalam kategori baik, dan ada 4 item kebiasaan belajar yang termasuk
dalam kategori sangat baik. Penyusunan topik-topik bimbingan
belajar berdasarkan item kebiasaan belajar yang termasuk dalam
kategori kurang baik, yaitu item no 4, item no 7, item no 22, item no
B. Pembahasan
Karena penelitian deskriptif maka penelitian ini hanya akan
menguraikan keadaan yang terjadi di lapangan. Dari penjabaran hasil
penelitian terlihat bahwa tidak ada siswa yang memiliki kebiasaan
belajar dalam kategori sangat kurang baik. Berdasarkan teori Stephen
Covey, kebiasaan dapat terbentuk apabila memiliki ketiga hal yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan keinginan. Tidak adanya siswa dalam
kategori memiliki kebiasaan belajar sangat kurang baik berarti tidak ada
siswa yang lemah dalam bidang akademik.
Siswa yang memiliki kebiasaan belajar kurang baik ada 5
(4,72%). Berdasarkan teori Thorndike, siswa yang termasuk kategori
memiliki kebiasaan belajar yang kurang baik, penyebabnya adalah (1)
law of effect, siswa kurang memiliki respon yang menyenangkan dalam belajar. Siswa menganggap belajar sebagai kegiatan yang membosankan
dan dilakukan berulang-ulang mengakibatkan siswa malas belajar. (2)
law of exercise, siswa jarang untuk melatih diri untuk belajar secara
berulang-ulang. Akibatnya siswa menjadi cepat lupa dan cenderung
untuk menunda-nunda dalam belajar. Siswa menjadi malas dalam belajar
karena tidak ada reward/punishment dari orang tua ataupun guru
sehingga kurang termotivasi untuk belajar.
Berdasarkan teori Stephen Covey, siswa yang termasuk kategori
memiliki kebiasaan belajar yang kurang baik, penyebabnya adalah siswa
belajar bagi dirinya sehingga siswa belajar seenaknya. siswa mampu
untuk belajar, akan tetapi keinginan untuk belajar kurang maka yang
dilakukan adalah malas-malasan belajar, belajar menjelang ujian.
Ada beberapa faktor penyebabnya antara lain: Pertama, siswa
melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal waktu, siswa sering
menunda-nunda sehingga waktu terbuang sia-sia tanpa dipergunakan
untuk menyelesaikan tugas ataupun belajar. Siswa kurang membuat
rencana/jadwal sehari-hari, sehingga kadang-kadang siswa belajar tidak
teratur atau terus menerus, hanya belajar menjelang ulangan atau ujian.
Akibatnya siswa kurang istirahat dan bisa sakit. Pembagian waktu yang
baik membuat siswa selalu mempunyai waktu untuk belajar, misalnya
mengerjakan tugas, mengulangi pelajaran di rumah, membaca buku
pelajaran, dan sebagainya.
Kedua, pengaruh lingkungan keluarga terutama orang tua. Orang
tua yang kurang memperhatikan belajar anak, misalnya karena sibuk
mengurus pekerjaannya, mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya,
kesulitan-kesulitan yang dialami anak dalam belajar, tidak
memperhatikan apakah anak belajar atau tidak dan lain-lain menjadi
akibat siswa memiliki kebiasaan belajar kurang baik dan prestasi belajar
anak tidak memuaskan atau kurang berhasil dalam belajarnya. Anak
sendiri sebetulnya pandai, tetapi karena cara belajarnya tidak teratur,
akhirnya kesulitan dalam belajar menumpuk sehingga mengalami
Ketiga, Suasana rumah yang ramai, tegang, sering terjadi
pertengkaran antar anggota keluarga, bising (dengan suara radio, tape
recorder atau televisi) saat waktu anak belajar sangat mengganggu
belajar anak terutama untuk konsentrasi pada hal yang sedang
dipelajarinya. Alat pelajaran, buku-buku pelajaran kurang lengkap, tidak
ada tempat belajar, ruang belajar kurang terang, kurang bersih dapat
mengganggu konsentrasi siswa.
Siswa yang memiliki kebiasaan belajar cukup berjumlah 65
(61,32 %) siswa. Jumlah ini cukup banyak dilihat dari jumlah keseluruhan
siswa SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.
Berdasarkan teori Thorndike, siswa yang termasuk kategori
memiliki kebiasaan belajar cukup adalah siswa terkadang menyadari
belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi dirinya dan mampu
untuk berlatih secara berulang-ulang, akan tetapi terkadang karena
pengaruh pergaulan, televisi, situasi di rumah membuat siswa menjadi
malas belajar atau menunda untuk belajar.
Berdasarkan teori Stephen Covey, siswa yang termasuk kategori
memiliki kebiasaan belajar cukup, mampu untuk belajar, akan tetapi
pengetahuan (tujuan dalam belajar) dan keinginan untuk belajar masih
setengah-setengah. Akibatnya prestasi belajar pun kurang maksimal.
Faktor penyebab yang lain adalah siswa masih setengah-setengah
dalam belajar sehingga ia mengalami kesulitan dalam membiasakan diri
untuk mengerjakan tugas, mengulangi pelajaran di rumah, membaca
buku pelajaran, dan sebagainya, orang tua mendukung dalam belajar
misalnya memberikan fasilitas dalam belajar, membantu dalam kesulitan
belajar, dan sebagainya, akan tetapi siswa kurang mempergunakannya
dengan teratur. Siswa lebih senang untuk belajar saat ada pekerjaan rumah,
belajar saat menjelang ujian, jika ada kesulitan dalam belajar tidak
langsung diselesaikan sehingga mengakibatkan prestasi belajar kurang
memuaskan.
Siswa yang memiliki kebiasaan belajar baik berjumlah 31
(29,24 %) siswa dan siswa yang memiliki kebiasaan belajar sangat baik
berjumlah 5 (4,72 %) siswa. Jumlah ini dapat dikatakan masih sedikit dari
jumlah keseluruhan siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.
Berdasarkan teori Thorndike, siswa yang termasuk kategori
memiliki kebiasaan belajar baik, menganggap belajar sebagai kegiatan
yang menyenangkan dan sudah berlatih dengan baik secara
berulang-ulang sehingga prestasi belajar yang dicapai maksimal.
Berdasarkan teori Stephen Covey, siswa yang termasuk kategori
memiliki kebiasaan belajar baik dan sangat baik, yaitu siswa sudah
mengetahui tujuan belajar yang ingin dicapainya, siswa juga selalu
berkeinginan untuk belajar dengan teratur dan mampu untuk belajar maka
Faktor penyebab yang lain, antara lain: Pertama, siswa yang
memiliki kebiasaan belajar sangat baik dan kebiasaan belajar baik berarti
sudah mengetahui cara belajar yang baik, dilakukan secara teratur. Siswa
mampu untuk membagi waktu antara belajar dengan kegiatan yang
lainnya. Orang tua pun membantu untuk mengatur waktu belajar anaknya,
mendampingi saat anak mengalami kesulitan dalam belajar sehingga anak
dapat belajar dengan baik dan disiplin dengan waktu belajarnya.
Pembagian waktu yang baik membuat siswa selalu mempunyai waktu
untuk belajar, misalnya mengerjakan tugas, mengulangi pelajaran di
rumah, membaca buku pelajaran, dan sebagainya.
Kedua, siswa menyadari bahwa belajar itu penting, akibatnya siswa
mampu untuk berkonsentrasi dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi
belajar tinggi, ada tempat belajar dengan meja yang bersih, dapat
mencegah timbulnya kebosanan dan siswa mempunyai perhatian terhadap
bahan pelajaran yang dipelajarinya. Siswa dapat belajar dengan baik
apabila memiliki kebiasaan untuk memusatkan pikiran (Slameto, 1988).
Siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah, menjawab soal latihan yang
dibuat sendiri atau yang ada dalam buku pelajaran, ulangan dengan
sebaik-baiknya maka siswa dapat memperoleh prestasi belajar yang
51
YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009
Bab ini memuat implikasi hasil penelitian tentang usulan topik bimbingan
siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Topik
bimbingan untuk siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran
2008/2009 yang diusulkan dalam penelitian ini didasarkan pada kategorisasi
dalam pengelompokan skor item kebisaan belajar.
Berdasarkan acuan/norma pengelompokkan skor item kuesioner kebiasaan
belajar, item yang termasuk dalam kategori kurang baik adalah item yang ada
dalam rentang skor 185 < X ≤ 238. Item yang digunakan sebagai dasar
penyusunan topik bimbingan belajar disajikan pada tabel 10.
Tabel 10
Item yang Digunakan Sebagai Dasar Penyusunan Topik Bimbingan Belajar
Macam-macam Kebiasaan Belajar Nomor Item Total Skor Item
7 209 1. Belajar secara teratur
4 220 42 226 2. Mengulangi bahan pelajaran
46 230
3. Konsentrasi 22 238
Total Item 5
Dari data-data tersebut, peneliti mengusulkan 5 topik berdasarkan teori