• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Seri Lembar Informasi

|

Pencemaran Udara

|

November 2018 #3

Oleh: Margaretha Quina

MEMASTIKAN PEMENUHAN

KEWAJIBAN PENGENDALIAN

PENCEMARAN UDARA DARI

SUMBER BERGERAK:

(2)

ICEL

Oleh: Margaretha Quina

MEMASTIKAN PEMENUHAN

KEWAJIBAN PENGENDALIAN

PENCEMARAN UDARA DARI

SUMBER BERGERAK:

TRANSPORTASI

(3)

Peningkatan laju pertumbuhan armada

transportasi ini tidak jarang membutuhkan

intervensi pada skala yang lebih tinggi

dibandingkan pengendalian sumber pencemar

M

obilitas kita sehari-hari merupakan salah satu sumber emisi yang tidak kita sadari. Berbagai data yang ada menunjukkan bahwa kontributor utama buruknya kualitas udara kota-kota besar di Indonesia adalah sektor transportasi. Di Jakarta, sektor ini berkontribusi 47% (rata-rata) untuk keseluruhan parameter.1 Dalam pengendalian pencemaran, kendaraan bermotor yang

menghasilkan emisi yang tidak tetap lokasinya ini termasuk sebagai sumber bergerak, dan dengan demikian pengendaliannya termasuk dalam pengendalian sumber bergerak.

Mengendalikan sumber bergerak, khususnya pada sektor transportasi, membutuhkan strategi yang multi-sektoral. Di satu sisi, pembebanan kewajiban kepada pencemar individual (seperti kendaraan pribadi) perlu dilakukan dan diawasi kepatuhannya untuk armada yang telah ada sekarang. Di sisi lain, pertumbuhan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat akan menyebabkan meningkatnya mobilitas dan penggunaan transportasi, pribadi maupun publik, yang secara kumulatif meningkatan beban emisi. Peningkatan laju pertumbuhan armada transportasi ini tidak jarang membutuhkan intervensi pada skala yang lebih tinggi dibandingkan pengendalian sumber pencemar.2 Bukan tidak

mungkin jika sekalipun seluruh kewajiban yang dibebankan pada sumber pencemar individual telah ditaati dengan baik, beban emisi secara kumulatif masih meningkat. Penaatan pada sumber pencemar individual, dengan demikian, adalah hal terkecil yang dapat dilakukan segera oleh pemerintah.

Untuk memudahkan fokus, lembar informasi ini hanya akan membahas mengenai kewajiban yang telah

1 KPBB (2017) Breathe Easy Jakarta Stakeholder Workshop, dipresentasikan di Jakarta, 24-25 Januari 2017.

2 Dengan intervensi yang tepat sasaran, pengurangan beban emisi dari berbagai sumber bergerak dapat dikurangi hingga

(4)

dibebankan peraturan perundang-undangan terhadap sumber bergerak, melalui subjek produsen/ importir dan pengendara. Selain membahas mengenai kewajibannya, lembar informasi ini juga akan menjelaskan mengenai bagaimana pengawasan dan penegakan hukum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Diharapkan, dengan memahami kewajiban ini serta logika hukum dibaliknya, kita

semua sebagai sumber pencemar dapat membuat keputusan yang lebih bijak dalam menaati regulasi

yang dibuat dalam pengendalian sumber bergerak.

Pengaturan Sumber Bergerak di Indonesia

Dalam kerangka pengendalian pencemaran udara Indonesia, sumber bergerak didefinisikan sebagai

“sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor.”3

Dalam praktek, sumber bergerak terbagi dalam dua kategori besar. Kategori pertama adalah kendaraan di jalan raya, baik pribadi (misal mobil dan motor) maupun transportasi publik (misal bus). Regulasi kita mengenai kategori ini sebagai “sumber bergerak.” Kategori kedua mencakup kendaraan non-jalan raya, baik transportasi (misal pesawat, kereta api, kapal laut), maupun non-transport (misal peralatan pertanian dan konstruksi).4 Regulasi kita mengenal kategori ini sebagai “sumber bergerak spesifik.”5

3 Pasal 1 angka 12 PP No. 41 Tahun 1999.

4 M. Zakaria, Kementerian Lingkungan Hidup, “Dampak Emisi Kendaraan terhadap Lingkungan,” disampaikan pada AAI Summit

dan Seminar Internasional Mobil Listrik, Ditjen DIKTI, Kemendikbud, Bali, 25 November 2013.

5 Dalam definisi di PP No. 41 Tahun 1999, sumber bergerak spesifik adalah “sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada

suatu tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya.” Lih: Pasal 1 angka 13 PP No. 41 Tahun 1999.

Sumber bergerak :

“sumber emisi yang

bergerak atau tidak

tetap pada suatu

tempat yang berasal

dari kendaraan

bermotor.”

baik pribadi (misal mobil dan motor) maupun transportasi publik (misal bus).

Regulasi kita mengenai kategori ini sebagai “sumber bergerak

Regulasi kita mengenai kategori ini

sebagai “sumber bergerak spesifik

baik transportasi (misal pesawat, kereta api, kapal laut), maupun non-transport (misal peralatan pertanian dan konstruksi).

2 Kategori Sumber bergerak:

Kendaraan

di Jalan Raya

(5)

Terdapat beberapa instrumen kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah dalam pengendalian sumber

bergerak, sebagai berikut:

1. Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor6

2. Pengawasan terhadap penaatan ambang batas emisi gas buang7 dan pemeriksaan emisi

gas buang untuk kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama, pemeriksaan emisi gas buang kendaaraan bermotor di jalan

3. Pengadaan bahan bakar minyak bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai standar internasional

Berikut penjabaran instrumen-instrumen ini secara detail:

Instrumen 1:

Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor

(sekarang “baku mutu emisi gas buang”)

Dalam regulasi Indonesia, standard emisi untuk sumber bergerak dinamakan “ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor.” Ambang batas ini ditentukan berbeda untuk kendaraan tipe baru (yang akan dan sedang diproduksi) dan tipe lama (yang telah beredar di pasaran). Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan mempertimbangkan parameter dominan dan kritis, kualitas bahan bakar dan bahan baku, serta teknologi yang ada.8 Di Indonesia, ambang batas emisi gas buang kendaraan yang kini berlaku diatur

dalam peraturan sebagai berikut:

1. Kendaraan roda empat atau lebih tipe baru dan sedang diproduksi.

Untuk kendaraan bermotor tipe baru serta kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori M, N dan O (roda 4 atau lebih), peraturan terkini yang berlaku adalah PermenLH No. 20 Tahun 2017.9 Baku mutu

emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi produsen dan/ atau importir kendaraan untuk produksi tipe baru (akan diproduksi atau

diimpor) sejak diundangkan tanggal 7 April 2017. Sementara, untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi pada saat peraturan ini diundangkan, diberikan masa peralihan selama 18 (delapan belas) bulan untuk kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, CNG dan LGP; atau 4 (empat) tahun untuk kendaraan bermotor berbahan bakar diesel. Peraturan ini mengacu pada standar Euro 4, menggantikan pengaturan untuk kendaraan bermotor kategori M, N

6 Pasal 8 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999. 7 Pasal 31 PP No. 41 Tahun 1999. 8 Pasal 8 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999.

(6)

dan O yang diatur dalam PermenLH No. 4 Tahun 2009, yang mengacu pada standar Euro 2.

2. Kendaraan roda dua tipe baru dan sedang diproduksi. Untuk kendaraan bermotor tipe baru serta kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3 (roda dua dengan kapasitas silinder > 50 cm3 atau kecepatan maksimum > 50 km/jam), peraturan terkini yang berlaku adalah PermenLH No. 23 Tahun 201210 dan PermenLH

No. 10 Tahun 2012.11 Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi

produsen dan/atau importir kendaraan bermotor tipe baru kategori L3 sejak diundangkan tanggal 1 Agustus 2013. Sedangkan, untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3, diberikan waktu peralihan selama 2 (dua) tahun.12 PermenLH No. 10 Tahun 2012

menggantikan PermenLH No. 4 Tahun 2009 selama terkait dengan pengaturan baku mutu emisi kategori L3 (Lampiran I huruf A nomor 1 huruf c dan d).13

3. Kendaraan roda dua kecil (moped) dan roda tiga tipe baru dan sedang diproduksi. Untuk kendaraan bermotor tipe baru serta kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L1 (roda dua dengan kapasitas silinder < 50 cm3 atau kecepatan maksimum < 50 km/jam) serta kategori L2, L4 dan L5 (roda 3), peraturan terkini yang berlaku

adalah PermenLH No. 4 Tahun 2009.14 Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai

berlaku bagi produsen dan/atau importir kendaraan bermotor tipe baru kategori L1, L2, L4 dan L5 sejak ditetapkan tanggal 25 Maret 2009, tanpa masa peralihan.15 PermenLH No. 4

Tahun 2009 mengacu pada standar Euro 2, menggantikan dan mencabut PermenLH No. 141 Tahun 2003.16

4. Kendaraan bermotor tipe lama. Untuk kendaraan bermotor tipe lama, baik roda dua maupun roda empat atau lebih, peraturan yang berlaku sudah cukup usang, yaitu KepmenLH No. 5 Tahun 2006.17

10 PermenLH No. 23 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang

Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3. Perubahan yang ada dalam PermenLH ini hanya bersifat korektif, tampaknya karena ada kesalahan pengetikan metode uji pada Lampiran 1 PermenLH No. 10 Tahun 2012.

11 PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3.

12 Pasal 9 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menyatakan bahwa “untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3,

Permen ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2015.”

13 Pasal 10 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menyatakan bahwa “Pada saat Permen ini mulai berlaku, PermenLH No. 4 Tahun 2009

tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dinyatakan tetap berlaku, kecuali Lampiran I huruf A nomor 1 huruf c dan huruf d.”

14 PermenLH No. 4 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru.

15 PermenLH No. 4 Tahun 2009 hanya memberikan masa peralihan bagi kendaraan bermotor tipe baru kategori M, N dan O, namun

tidak memberikan masa peralihan bagi semua kategori L. Lih: Pasal 4 PermenLH No. 4 Tahun 2009.

16 PermenLH No. 141 Tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor

yang Sedang Diproduksi (Current Production).

(7)

Kewajiban untuk memenuhi baku mutu emisi gas buang ini dikenakan bagi “kendaraan

bermotor lama” tanpa spesifikasi subjek hukum yang harus memastikan pemenuhan

kewajiban ini (misal: pemilik kendaraan).18 Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini

mulai berlaku bagi kendaraan bermotor lama sejak ditetapkan tanggal 1 Agustus 2006, tanpa masa peralihan.19 Akan tetapi, dalam penormaan BME gas buang, peraturan ini membedakan

nilai BME gas buang berdasarkan tahun pembuatan kendaraan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu untuk kendaraan yang dibuat sebelum 2007, pada 2007 atau setelahnya, sebelum 2010, dan pada 2010 atau setelahnya.20 Peraturan ini menggantikan dan mencabut KepmenLH No.

Kep-35/MENLH/10/1993.21

Penjabaran lebih lengkap mengenai peraturan-peraturan di atas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Keterangan mengenai masing-masing kategori kendaraan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Peninjauan kembali ambang batas dapat dilakukan setelah 5 (lima) tahun, yang memungkinkan ambang batas diketatkan dari waktu ke waktu seiring perkembangan teknologi22 melalui kajian yang

mempertimbangkan faktor-faktor di atas.23 Akan tetapi, semua peraturan yang dijabarkan di atas

menerjemahkan kebolehan ini dalam bentuk suruhan, di mana semuanya memuat ketentuan agar peraturan tersebut “ditinjau kembali” atau “dievaluasi” paling lama setiap 5 (lima) tahun.24 Dengan melihat

ketentuan ini, baku mutu emisi gas buang pada 3 (tiga) dari 4 (empat) kategori di atas seharusnya telah ditinjau kembali, yaitu baku mutu emisi untuk kendaraan roda dua (kategori L3), kendaraan roda dua kecil (kategori L1) dan roda tiga (kategori L2, L4 dan L5) tipe baru dan sedang diproduksi; serta untuk kendaraan bermotor tipe lama (semua kategori).

18 Pasal 4 ayat (1) dan (2) KepmenLH No. 5 Tahun 2006 menyatakan “setiap kendaraan bermotor lama” wajib memenuhi ambang

batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama dan melakukan uji emisi sesuai dengan peraturna perundang-undangan.

19 Pasal 13 KepmenLH No. 5 Tahun 2006.

20Lih: Lampiran 1 KepmenLH No. 5 Tahun 2006. Lih. juga Lampiran 1.

21 Pasal 12 PermenLH No. 5 Tahun 2006 menyatakan bahwa “dengan berlakunya Permen ini maka Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. KEP-35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dinyatakan tidak berlaku.”

22Pasal 8 ayat (3) PP No. 41 Tahun 1999.

23 Pasal 9 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999

24 Ketentuan ini dirumuskan dengan kalimat yang berbeda-beda, namun intinya sama. PermenLH No. 10 Tahun 2012 dalam Pasal

(8)

Instrumen 2:

Uji Tipe Emisi dan Uji Emisi Berkala

Kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama yang mengeluarkan emisi gas buang wajib memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor.25 Akan tetapi, dengan membebankan kewajiban

pada “kendaraan bermotor,” PP No. 41 Tahun 1999 tidak menjelaskan

siapakah yang bertanggungjawab untuk memastikan kendaraan memenuhi

ambang batas ini: apakah produsen, pedagang (baik impor ataupun penyalur domestik), atau pengendara. Hal ini diperjelas dalam PermenLH yang mengatur ambang batas emisi yang diterbitkan kemudian, dengan membebankan kewajiban melakukan uji emisi pada produsen,26 begitu juga dengan

kewajiban mengumumkan hasil uji emisinya.27

Bagi kendaraan tipe baru, penaatan terhadap kewajiban pemenuhan ambang batas emisi dilakukan dengan uji tipe emisi. Kendaraan tipe baru wajib menjalani uji tipe emisi,28 dan hanya jika telah lolos uji

emisi maka kendaraan tipe baru mendapatkan tanda lulus uji tipe emisi.29 Tanda lulus uji tipe emisi ini

merupakan persyaratan untuk persyaratan jalan kendaraan.30

PP No. 41 Tahun 1999 mengatur pelaksana uji tipe emisi ini adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.31 Hasil uji tipe emisi ini lebih lanjut disampaikan kepada Menteri

LHK dan produsen/importir.32 Lebih lanjut, produsen/importir wajib mengumumkan nilai dari setiap

parameter hasil uji tersebut.33

Akan tetapi, pada prakteknya, tidak semua norma ini diterjemahkan secara rigid mengikuti PP No. 41 Tahun 1999 dalam peraturan turunannya. Sebagaimana ditentukan dalam beberapa peraturan turunan yang mengatur uji emisi pada kendaraan tipe baru, subjek hukum yang melakukan uji tipe emisi pada

25 Pasal 33 PP No. 41 Tahun 1999.

26 Pasal 2 PermenLHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017. 27 Pasal 4 PermenLHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017. 28 Pasal 34 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999.

29 Pasal 34 yat (2) PP No. 41 Tahun 1999.

30 Pengaturan mengenai hal ini tidak seragam. Untuk tipe baru kategori M, N dan O, persyaratan dimaksud merujuk pada “sertifikat

uji tipe kendaraan bermotor. Untuk tipe baru kategori L3, tidak diatur sama sekali. Sementara untuk tipe baru kategori L1, L2, L4 dan L5, disebut “persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor.” Lih: Lampiran 1, PermenLHK No. 20 Tahun 2017, PermenLH No. 10 Tahun 2012, dan PermenLH No. 4 Tahun 2009, kolom “ketentuan lain.”

31 Pasal 34 ayat (4) PP No. 41 Tahun 1999. Akan tetapi, dalam peraturan turunannya, tidak selalu jelas siapa instansi yang berwenang

melakukan uji emisi. Untuk tipe baru kategori M, N dan O instansi pelaksana uji emisi tidak disebutkan sama sekali. Untuk tipe baru kategori L3, hanya merujuk pada peraturan mengenai pelaksanaan uji emisi. Untuk tipe baru kategori L1, L2, L4 dan L5, merujuk pada “instansi yang bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan darat. Lih: Lampiran 1, PermenLHK No. 20 Tahun 2017, PermenLH No. 10 Tahun 2012, dan PermenLH No. 4 Tahun 2009, kolom “ketentuan lain.”

32 Pasal 35 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999. Dalam peraturan turunannya, penyampaian langsung menunjuk “Menteri,” dalam hal

ini MenteriLHK. Penyampaian kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan hanya ada dalam PermenLH No. 4 Tahun 2009.

33 Pasal 35 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999. Kewajiban ini hanya ada untuk tipe baru kategori M, N dan O. Untuk L3, tidak diatur

(9)

kendaraan tipe baru diperjelas yaitu produsen dan/atau importir.34 Mereka juga harus menanggung biaya

yang ditimbulkan dari pelaksanaan uji emisi ini. Hal-hal lain yang berbeda dapat dilihat di catatan kaki

dari setiap norma yang dijelaskan di atas serta pada Lampiran 1, kolom “ketentuan lain.”

Bagi kendaraan tipe lama, penaatan terhadap kewajiban pemenuhan ambang batas emisi dilakukan dengan uji emisi berkala.35 Berbeda dengan uji tipe emisi bagi kendaraan baru, pelaksana uji emisi

berkala untuk kendaraan tipe lama ini adalah Bupati/Walikota, dengan koordinasi oleh Gubernur dan pembinaan oleh Menteri.

Ketentuan ini pada prakteknya tidak terlepas dari pengaturan mengenai lalu lintas dan angkutan jalan, yang membebankan kewajiban untuk “mencegah terjadinya pencemaran udara” kepada pemilik dan/atau pengemudi,36 serta mewajibkan “setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan” untuk memenuhi

persyaratan ambang batas emisi gas buang.37 Lolos atau tidak lolosnya kendaraan terhadap uji emisi

berkala menentukan kepatuhan pengendara terhadap peraturan lalu lintas. Pada PP No. 41 Tahun

1999, ketidakpatuhan ini juga membawa konsekuensi pidana spesifik,38 akan tetapi dalam peraturan

lalu lintas terbaru konsekuensi pidana ini dihapuskan dan menjadi bagian dari ancaman pidana atas tindakan mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan.39 Apabila kendaraan tipe lama tidak memenuhi ambang batas emisi karena

kerusakan tertentu, maka pemilik dan/atau pengemudi kendaraan bermotor dan perusahaan angkutan umum wajib melakukan perbaikan terhadap kerusakan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara dan kebisingan tersebut.40

Evaluasi penaatan BME. Selain kewajiban yang dibebankan kepada produsen dan/atau importir, terdapat juga kewajiban yang dibebankan kepada Menteri LHK untuk melakukan evaluasi terhadap penaatan kententuan BME gas buang kendaraan bermotor tipe baru.41 Selain tipe baru, Menteri juga

mendapatkan rekapitulasi hasil uji emisi berkala dari Gubernur, yang seharusnya juga digunakan untuk

34 Lih: Bagian “subjek hukum” pada Lampiran 1. 35 Pasal 36 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999.

36 Pasal 211 UU No. 22 Tahun 2009 membebankan kewajiban bagi “setiap pemilik dan/atau pengemudi kendaraan bermotor” dan

“perusahaan angkutan umum” untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.

37 Pasal 210 UU No. 22 Tahun 2009 mewajibkan “setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan” untuk memenuhi

persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Namun, hal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

38 Pasal 56 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999 menyatakan “Barangsiapa melanggar ketentuan dalam Pasal 33 yang berkaitan dengan

kendaraan bermotor lama, Pasal 36 ayat (1), Pasal 40 yang berkaitan dengan kendaraan bermotor lama, dan Pasal 43 ayat (1) PP ini yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau ambang batas kebisingan, diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

39 Pasal 286 UU No. 22 Tahun 2009 mengatur bahwa “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau

lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) jo. Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.

40 Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1992 memberikan pengemudi ancaman hukuman pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau

denda senilai Rp 2 juta. Ketentuan pidana ini diperberat dalam UU No. 22 Tahun 2009.

(10)

evaluasi penaatan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama.42 Hasil evaluasi ini terkait dengan kaji ulang BME gas buang, sebagaimana dijelaskan dalam “Instrumen 1” di atas. Pada beberapa

peraturan, hasil evaluasi ini harus diumumkan kepada masyarakat.43

Instrumen 3:

Pengadaan BBM bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah

sesuai standar internasional

Sekalipun disebutkan sebagai salah satu bentuk penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak, pengadaan BBM bebas timah hitam serta solar berkadar

belerang rendah sesuai standar internasional tidak dijelaskan lebih lanjut dalam PP

No. 41 Tahun 1999. Peraturan mengenai bahan bakar minyak ini merupakan ranah dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM). Hingga saat ini telah ada beberapa peraturan relevan yang ditujukan untuk mengadakan BBM yang lebih bersih,

yang terus diperbarui seiring perkembangan teknologi, misal standar dan mutu (spesifikasi) BBM yang

dipasarkan di dalam negeri untuk jenis bensin (gasoline) RON 98,44 bensin 90,45 bensin 88,46 minyak solar

48,47 minyak bakar,48 minyak diesel.49

Semua peraturan tersebut mengatur kadar sulfur maksimum dan melarang injeksi timbal pada bahan bakar. Kadar sulfur maksimum untuk solar 48 adalah 2.500 ppm, dan solar 51 telah dibatasi pada 500 ppm sejak 2006.50 Untuk bensin, kadar sulfur ditentukan pada 500 ppm. Agar dapat beredar di pasaran,

semua bahan bakar tersebut harus lolos pengujian, dan tunduk pada pengawasan yang dilakukan Kementerian ESDM.51

42 Pasal 9 ayat (1) PermenLH No. 5 Tahun 2006. 43 Pasal 6 ayat (3) PermenLH No. 10 Tahun 2012.

44 Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 0177.K/10/DJM.T/2018 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi)

Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin (Gasoline) RON 98 Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri.

45 Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi nomor 313.K/10/DJM.T/2013 tentang Standar dan Mutu (spesifikasi) BBM

jenis Bensin 90 yang Dipasarkan di Dalam Negeri.

46 Keputusan Dirjen Migas No: 933.K/10/DJM.S/2013 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin 88

Yang di Pasarkan di Dalam Negeri.

47 Keputusan Dirjen Migas No: 978.K/10/DJM.S/2013 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar

48 Yang dipasarkan di Dalam Negeri.

48 Keputusan Dirjen Migas No. 14496 K/14/DJM/2008 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak

Bakar Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri.

49 Keputusan Dirjen Migas No. 14499 K/14/DJM/2008 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak

Diesel Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri.

50 Indonesia juga telah merencanakan pengetatan solar secara menyeluruh ke 500 ppm pada 2021 dan 50 ppm pada 2025. Lih: https://www.transportpolicy.net/standard/indonesia-fuels-diesel-and-gasoline/

51 Keputusan Dirjen Migas No. 8757. K/24/DJM/2006 Tentang Tata Cara Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, LPG,

(11)

Instrumen Lain

Selain instrumen-instrumen di atas, secara global telah terdapat beberapa alternatif

alat kebijakan lain dalam pengendalian pencemaran dari sumber bergerak, antara lain:

1. Standar bahan bakar bersih untuk mengakomodir penurunan emisi/km dari kendaraan;

2. Pergantian bahan bakar (misal: persyaratan campuran bahan bakar nabati, penggunaan bahan bakar gas atau non-fosil, insentif bagi kendaraan rendah emisi, standard CAFÉ)

3. Pengurangan laju penggunaan sumber bergerak (misal: penataan ruang, desain mobilitas rendah emisi, angkutan massal).

(12)

LAMPIRAN

Memastikan Pemenuhan

Kewajiban Pengendalian

Pencemaran Udara dari Sumber

(13)

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

Lampiran 1: Peraturan terkait Baku Mutu Emisi (Ambang Batas Emisi) Gas Buang Kendaraan dan Teknis Uji Emisi

Peraturan Objek pengaturan dan subjek yang

diatur Kewajiban yang diatur Ketentuan lain

PermenLH No. 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan

Objek yang diatur adalah kendaraan Kategori M, N dan O, yang

didefinisikan sebagai kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih dengan penggerak motor bakar penyalaan kompresi sesuai dengan

SNI 09-1825-2002.52 Kendaraan

kategori M, N, O yang diatur mencakup yang diproduksi di Indonesia maupun diimpor dalam keadaan utuh ataupun tidak utuh,

baik tipe baru53 atau yang sedang

diproduksi.54

Produsen dan/atau importir55

kendaraan diberi kewajiban sebagai berikut:

a. Memenuhi ketentuan

baku mutu emisi gas buang sebagaimana tercantum dalam

Lampiran 1,56 melalui

pengujian emisi gas buang sesuai ketentuan

peraturan ini.57

b. Mengumumkan hasil uji

emisi kepada

Dalam hal BME, nilai BME yang ditentukan dalam PermenLH ini dibedakan berdasarkan kategori dan sub-kategori kendaraan yang berbeda (lih: Lampiran 2). Selain

berdasarkan kategori kendaraannya, baku mutu

PermenLHK ini juga mengatur mengenai pelaksanaan pengujian emisi gas buang, dan menempatkan hasil uji emisi sebagai dasar diterbitkannya sertifikat uji

tipe kendaraan bermotor.59

PermenLHK No. 20 Tahun 2017 tidak mengatur siapa instansi pelaksana uji emisi untuk kendaraan tipe baru kategori M, N dan O. Namun, peraturan ini mengatur bagaimana uji emisi dilakukan, mencakup: (a) otoritas pengujiannya (laboratorium terakreditasi); (b) metode uji yang digunakan; dan (c) syarat spesifikasi bahan bakar yang

digunakan.60 Peraturan ini

menentukan pelaporan dan pengumuman hasil uji emisi, berikut format dan isinya Subjek yang dibebani kewajiban

dalam peraturan ini adalah produsen dan/atau importir

kendaraan,63 yang dalam

PermenLH ini disebut dengan

terminologi “usaha dan/atau

kegiatan produksi kendaraan

bermotor.” Kewajiban antara

produsen dan/atau importir

kendaraan “tipe baru” dan “yang sedang diproduksi” adalah sama,

52 SNI ini mengatur sistem penggolongan / pengklasifikasian kendaraan bermotor.

53Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PermenLH No. 20 Tahun 2017, “kendaraan bermotor tipe baru” didefinisikan sebagai “kendaraan

bermotor yang menggunakan mesin dan/atau transmisi tipe baru yang akan diproduksi atau dimasukkan ke dalam wilayah NKRI

dalam keadaan utuh atau tidak utuh.”

54Berdasarkan Pasal 1 angka 3 PermenLH No. 20 Tahun 2017, “kendaraan bermotor yang sedang diproduksi” adalah kendaraan

bermotor dengan tipe dan jenis yang sama dan sedang diproduksi, diproduksi ulang, atau dimasukkan ke dalam wilayah NKRI dalam keadaan utuh atau tidak utuh, tanpa perubahan desain mesin dan/atau transmisi kendaraan bermotor.

55Dalam PermenLH No. 20 Tahun 2017, subjek hukum yang dikenakan kewajiban adalah “usaha dan/atau kegiatan produksi

kendaraan bermotor,” yangdidefinisikan dalam Pasal 1 angka 24 sebagai “usaha dan/atau kegiatan yang memproduksi kendaraan bermotor dan/atau memasukkan kendaraan bermotor dalam keadaan utuh atau dalam keadaan tidak utuh.” Definisi ini mencakup

importir.

63Pasal 2 PermenLH No. 20 Tahun 2017 mewajibkan “setiap usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor tipe baru” untuk

(14)

kecuali untuk waktu berlakunya.64

Produsen dan/atau importir kendaraan yang sedang diproduksi diberikan masa peralihan.

emisi juga dibedakan berdasarkan bahan bakarnya, yaitu bensin, gas (LPG/CNG), solar (untuk mesin diesel); serta dibedakan pula mode-nya (TEST, ESC TEST, ETC TEST).

Penetapan nilai BME dalam peraturan ini mengacu pada standar Euro 4.

masing-masing.61 Peraturan

ini mengatur juga mengenai hubungan antara hasil uji emisi dengan sertifikat uji tipe

kendaraan bermotor.62

Sertifikat uji tipe kendaraan bermotor, yang diterbitkan oleh instansi yang

bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3

Peraturan dapat

diunduh di sini.

Objek yang diatur adalah kendaraan roda dua kategori L3, yaitu

kendaraan bermotor tipe baru beroda 2 (dua) dengan kapasitas silinder lebih dari 50 (lima puluh)

cm3 atau dengan desain kecepatan

maksimum lebih dari 50 (lima puluh) km/jam apapun jenis tenaga

penggeraknya.65 Kendaraan

bermotor kategori L3 yang diatur mencakup kendaraan tipe baru, yang dalam definisinya mencakup kendaraan bermotor: (a) yang menggunakan mesin dan/atau transmisi tipe baru yang siap diproduksi dan akan dipasarkan;

atau (b) yang sudah beroperasi di jalan tetapi akan diproduksi dengan perubahan desain mesin dan/atau

sistem transmisinya; atau (c) yang

diimpor dalam keadaan utuh tetapi belum beroperasi di jalan wilayah

NKRI.66

Produsen dan/atau importir67

kendaraan diberi kewajiban sebagai berikut:

a. Memenuhi baku mutu

emisi gas buang kendaraan bermotor;

b. Melakukan uji emisi

kendaraan bermotor tipe baru kategori L3; Baku mutu emisi gas buang yang diatur dalam peraturan ini dibedakan berdasarkan metode ujinya, yaitu: (a) UN Regulation 40 dan EU

Directive 2002/51/EC; atau (b)

EMTC. Dalam PermenLH No. 10 Tahun 2012, penulisan metode uji ini salah ketik, sehingga diperbaiki dalam PermenLH No. 23 Tahun 2012. Tidak ada perubahan

PermenLH No. 10 Tahun 2012 mendelegasikan pengaturan mengenai pelaksanaan uji emisi pada pejabat yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasana lalu lintas dan angkutan jalan mengenai uji tipe kendaraan bermotor

tipe baru.68 Sementara,

peraturan ini hanya mengatur mengenai (a) otoritas pengujiannya (laboratorium

terakreditasi)69 dan (b) metode

ujinya,70 tanpa mengatur

spesifikasi bahan bakar yang digunakan dalam pengujian. Peraturan ini juga

menentukan pelaporan hasil uji emisi oleh pejabat yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan

berikut isi laporannya,71 akan

64Lih: instrumen 1 angka 1, lih. juga: Ibid.

61 Untuk pelaporan, lih. Pasal 3 ayat (3) dan untuk pengumuman, lih. Pasal 4 PermenLH No. 20 Tahun 2017. Untuk pelaporan kepada

(15)

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah produsen dan/atau importir yang dalam PermenLH ini disebut dengan terminologi

“penanggungjawab usaha dan/atau

kegiatan.”72 Kewajiban antara

produsen dan/atau importir

kendaraan “tipe baru” dan “yang sedang diproduksi” adalah sama,

kecuali untuk waktu berlakunya.73

Produsen dan/atau importir kendaraan yang sedang diproduksi diberikan masa peralihan.

substantif pada PermenLH No. 23 Tahun 2012.

Lihat juga: PermenLH No. 23

Tahun 2012 tentang Perubahan atas PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3. Peraturan

dapat diunduh di sini.

tetapi tidak membebankan kewajiban pengumuman bagi produsen dan/atau importir. Tidak diatur juga mengenai hubungan antara uji emisi dengan prasyarat jalan dalam kelalulintasan.

PermenLH ini telah digantikan oleh PermenLH No. 20 Tahun 2017 untuk Kategori M, N, dan O; serta PermenLH No. 10 Tahun 2012 jo. PermenLH No. 23 Tahun 2013 untuk Kategori L3. Dengan demikian, objek pengaturan yang masih berlaku untuk kendaraan tipe baru adalah Kategori L1, L2, L4 dan L5. Secara umum, kendaraan bermotor tipe baru kategori L

didefinisikan sebagai “kendaraan

bermotor tipe baru beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) dengan penggerak motor bakar cetus api dan penggerak motor bakar penyalaan kompresi (2 langkah atau 4 langkah) sesuai SNI 09-1825-2002. Penjelasan lebih lanjut untuk

Produsen dan/atau importir diwajibkan untuk:

a. Melakukan uji tipe

emisi;75

b. Memenuhi ambang batas

emisi gas buang;76

Produsen dan/atau importir yang telah memperoleh sertifikat uji tipe kendaraan bermotor wajib

mengumumkan hasil uji tipe emisi kendaraan bermotor

tipe baru.77

Selain berdasarkan kategorisasi kendaraan bermotor, nilai BME dalam peraturan ini juga dibedakan

PermenLH No. 4 Tahun 2009 mengatur bahwa instansi yang melaksanakan uji emisi adalah instansi yang bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan

darat.78 Peraturan ini juga

mengatur mengenai: (a) otoritas pengujian yang berwenang (laboratorium

terakreditasi);79 (b) metode

pengujian;80 dan (c) spesifikasi

bahan bakar referensi yang

digunakan dalam pengujian.81

Peraturan ini juga

menentukan pelaporan hasil uji emisi kepada Menteri berikut isinya, yang mana diwajibkan bagi instansi yang

72 Dalam PermenLH No. 10 Tahun 2010, subjek hukum yang dikenakan kewajiban adalah “penanggungjawab usaha dan/atau

kegiatan,” yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 6 sebagai “orang perseorangan dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum

yang memproduksi kendaraan bermotor tipe baru dan/atau melakukan impor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh atau dalam

keadaan tidak utuh.”

73Pasal 9 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menyatakan bahwa “untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3, Permen

ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2015.”

75 Pasal 3 ayat (1) PermenLH No. 4 Tahun 2009.

76Ibid.

77 Pasal 7 PermenLH No. 4 Tahun 2009.

78 Permohonan uji tipe emisi oleh produsen atau importir juga ditujukan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang lalu lintas

dan angkutan jalan. Lih: Pasal 5 ayat (1) PermenLH No. 4 Tahun 2009.

79 Pasal 5 ayat (1) huruf b PermenLH No. 4 Tahun 2009.

80 Pasal 3 ayat (4) PermenLH No. 4 Tahun 2009 jo. Lampiran I.

(16)

kategori L1, L2, L4 dan L5 dapat

melihat pada Lampiran 2.74

berdasarkan: (a) bahan bakar (bensin, solar, LPG/CNG); (b) penggerak motor bakar (cetus api, penyalaan kompresi); dan (c) mode (TEST, IDLE TEST). Penetapan nilai BME untuk kategori M, N dan O dalam peraturan ini mengacu pada standar Euro 2.

bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan

serta laboratorium.82 Juga

diatur pengumuman hasil uji

oleh Menteri.83 Selain itu,

peraturan ini mengatur juga mengenai hubungan uji tipe emisi sebagai bagian dari persyaratan teknis dan laik

jalan kendaraan bermotor.84

Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah produsen dan/atau importir yang dalam PermenLH ini disebut dengan terminologi

“penanggungjawab usaha dan/atau

kegiatan produksi kendaraan

bermotor.”85 Dalam hal

pembebanan kewajiban bagi subjek hukum, peraturan ini tidak

membedakan norma yang berlaku bagi produsen dan/atau importir tipe baru dengan yang sedang diproduksi.

Objek yang diatur adalah kendaraan bermotor yang sudah diproduksi,

dirakit atau diimpor dan sudah

beroperasi di Indonesia.86 Jika

melihat pengaturan pada

lampirannya, tidak semua ambang batas kendaraan bermotor lama diatur dalam peraturan, melainkan hanya kendaraan bermotor di jalan raya (roda dua, roda empat atau lebih), yang mencakup motor

penggerak dan berat kendaraan.87

Selain berdasarkan kategorisasi jenis kendaraan, penormaan

Tidak memberikan kewajiban baru atau menunjuk subjek yang lebih spesifik, melainkan hanya menegaskan kewajiban

bagi “setiap kendaraan bermotor lama” untuk:

a. memenuhi ambang batas

emisi gas buang kendaraan bermotor lama; dan

b. melakukan uji emisi.

Selebihnya membebankan suruhan pelaksanaan uji emisi

PermenLH No. 5 Tahun 2006 mengatur bahwa instansi yang bertanggung jawab melaksanakan uji emisi kendaraan bermotor lama adalah Bupati/Walikota untuk kendaraan yang terdaftar di

daerahnya;91 serta

mengumumkan hasil uji emisi kepada masyarakat minimal 1

(satu) tahun sekali.92

Bupati/Walikota juga diberikan suruhan untuk melakukan evaluasi

74 Untuk ketegori M, N, dan O, valid sepanjang berlaku pada tahun 2009 s.d. 2017 (delapan tahun), sementara untuk kategori L3 valid

sepanjang berlaku pada tahun 2009 s.d. 2012. Sehingga, seharusnya kendaraan kategori M, N, O dan L3 yang diproduksi pada saat peraturan ini masih berlaku baginya masing-masing memenuhi ambang batas emisi yang diatur dalam peraturan ini.

82 Pasal 5 ayat (2) dan (3) PermenLH No. 4 Tahun 2009.

83 Pasal 5 ayat (5) PermenLH No. 4 Tahun 2009.

84 Pasal 3 ayat (3) PermenLH No. 4 Tahun 2009.

85Dalam Pasal 1 angka 6 PermenLH No. 4 Tahun 2009, “penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor”

adalah “orang perseorangan dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum yang memproduksi kendaraan bermotor tipe baru

dan/atau melakukan impor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh (completely built-up) atau dalam keadaan tidak utuh.”

86Sebagaimana judulnya, peraturan ini mengatur “kendaraan bermotor lama.” Dalam Pasal 1 angka 4, “kendaraan bermotor lama”

didefinisikan sebagai “kendaraan yang sudah diproduksi, dirakit atau diimpor dan sudah beroperasi di wilayah Republik Indonesia”

pada saat peraturan ini berlaku.

87 Lampiran PermenLH No. 5 Tahun 2006 mengatur kendaraan bermotor Kategori L (roda dua) serta Kategori M, N dan O (roda empat

atau lebih). Akan tetapi, penormaan ini belum mengatur secara rinci hingga level sub-kategori.

91 Pasal 6 ayat (1) dan (2) PermenLH No. 5 Tahun 2006.

(17)

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

ambang batas dibedakan juga

berdasarkan umur kendaraan.88

kepada bupati/walikota89 dan

suruhan koordinasi kegiatan pelaksanaan uji emisi kepada

gubernur.90

pelaksanaan uji emisi

kendaraan bermotor lama dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Gubernur minimal 6 (enam)

bulan sekali.93

Selain tugas Bupati/Walikota,

tugas Gubernur94 dan

Menteri95 juga dirinci dalam

PermenLH ini. Sebuah kewenangan yang menarik diberikan untuk Gubernur, dimana Gubernur dapat menetapkan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama di daerahnya yang sama atau lebih ketat dari ambang batas PermenLH

ini.96 secara eksplisit. Selain itu, hubungan uji emisi dengan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor juga tidak diatur.

Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah

“kendaraan bermotor lama,” dan

tidak dispesifikkan apakah pemilik atau pengendara yang harus menjalankan kewajiban ini.

88 Untuk kendaraan roda dua (kategori L), nilai ambang batas emisi dibedakan untuk sepeda motor yang tahun pembuatannya

sebelum 2010 (s.d. 31 Desember 2009) dan 2010 atau setelahnya (mulai dari 1 Januari 2010). Sementara untuk kendaraan roda empat atau lebih (kategori M, N dan O), nilai ambang batas emisi dibedakan lagi berdasarkan motor penggeraknya. Untuk kendaraan berpenggerak motor bakar cetus api (berbahan bakar bensin), nilai ambang batas emisi dibedakan untuk kendaraan yang tahun pembuatannya sebelum 2007 (s.d. 31 Desember 2006) dan 2007 atau setelahnya (mulai dari 1 Januari 2007). Sementara untuk kendaraan berpenggerak penyalaan kompresi (diesel) dibedakan untuk kendaraan yang tahun pembuatannya sebelum 2010 (s.d. 31 Desember 2009) dan 2010 atau setelahnya (mulai dari 1 Januari 2010).

89 Pasal 6 ayat (1) s.d. (4) PermenLH No. 5 Tahun 2006. 90 Pasal 7 ayat (1) s.d. (3) PermenLH No. 5 Tahun 2006.

93 Pasal 6 ayat (3) PermenLH No. 5 Tahun 2006.

94 Gubernur juga diberikan tugas untuk mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan uji emisi di daerahnya, melaksanakan evaluasi

kegiatan uji emisi minimal 1 (satu) tahun sekali, mengumumkan hasil uji emisi berkala kepada masyarakat melalui media cetak maupun elektronik, dan melaporkan hasil uji emisi yang dilaksanakan Bupati/Walikota kepada Menteri sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

95 Menteri diberikan kewenangan untuk (a) mengevaluasi pelaksanaan penataan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor

lama; (b) melakukan uji petik emisi (spot check) dalam rangka pengumpulan data; dan (c) memberikan pembinaan (bimbingan teknis)

(18)

PermenLH ini memandatkan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor

lama untuk “dievaluasi

sekurang-kurangnya sekali

dalam 5 (lima) tahun.”97

(19)

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

Lampiran 2: Penggolongan Kendaraan Berdasarkan SNI (Perindustrian)

Golongan Keterangan

Kategori L Kendaraan beroda kurang dari empat

Kategori L1 Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm' dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 kg/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.

Kategori L2 Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda sembarang dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.

Kategori L3 Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.

Kategori L4 Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya (sepeda motor dengan kereta).

Kategori L5 Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.

Kategori M Kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang.

Kategori M1 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi.

Kategori M2 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton.

Kategori M3 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 5 ton.

Kategori N Kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan barang.

(20)

diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 12 ton.

Kategori N3 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) tebih dari 12 ton.

Kategori O Kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel.

Kategori O1 Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton.

Kategori O2 Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih dari 3,5 ton.

Kategori O3 Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak tebih dari 10 ton.

Kategori O4 Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 10 ton.

Kategori Khusus kendaraan bermotor khusus dari pengembangan atau modifikasi kategori kendaraan bermotor

kategori M, N atau O untuk angkutan penumpang atau barang dan diperlukan pembuatan bodi khusus dan / atau perlengkapannya untuk menunjang fungsi khusus tersebut.

Kategori T Kendaraan bermotor baik beroda maupun menggunakan roda rantai mempunyai paling sedikit

dua sumbu roda, yang mempunyai fungsi pokok sebagai tenaga penarik, yaitu untuk menarik, menekan atau menggerakkan peralatan khusus, mesin atau gandengan untuk keperluan pertanian atau kehutanan.

Kategori G Kendaraan bermotor off road merupakan pengembangan atau modifikasi kendaraan yang

termasuk dalam kategori M dan N yang memenuhi persyaratan tertentu.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Balai POM di Kendari mempunyai tugas mengawasi peredaran Obat dan Makanan di wilayah Sulawesi Tenggara. Dalam rangka

Agar keberanian bertanya dan keaktifan belajar Geografi di kelas X 4 meningkat, maka perlu dilakukan adanya tindakan yang berasal dari guru dengan menerapkan

Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikroorganisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media dapat meningkatkan efisiensi

indicator, some students can finish the test because they familiar to count proportion formula, and geometric volume when they took mathematic course. In representation

[r]

[r]

suatu teknologi yang memanfaatkan Internet Protokol untuk menyediakan komunikasi voice secara elektronis dan real time..  Teknologi ini muncul

Karakteristik personal adalah kondisi potensi, kapasitas kemampuan dan kemauan seorang sesuai kebutuhan dunia kerja. Perusahaan mencari calon karyawan dengan potensi,