UNGAN ANT HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN
iGAN PERFC PERFORMANSI KERJA KARYAVVAN
kt'pada Fakul ntuk Memem Guna Me FAF UNIVERS SKRIPSI ISLAM
*%&wm#m&
Oleh INOCKY AGRIAN 95231053 FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Dewan Penguji
1. Drs. Haryanto FR, MA
2, Dra, Emi Zulaifah, M.Sc
3. Qurotul Uyun, S.Psi
Pada Tanggal
2 * f r j a"r->»
Mengesahkan Fakultas Psikologi
IJniversitas Islam Indonesia
De
Dr. Sukarti
MOTTO
IV -t-. i>>
_-'A'/ah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya"
Atas segala kasih sayang, pengharapan, serta do'a yang tiada
hentinya.
Adik-adikku Tercinta
Renie Yulefi dan ZulhijriOktavani
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rohbil alamin, segala puji syukur kepada Allah SWT, atas segala karunia dan kemudahan petunjuk yang telah diberikan-Nya. Hanya Engkau ya Allah, Yang Maha Pengasih. lagi Maha Penyayang, yang memberikan kasih sayang kepada makhluk ciptaan-Mu, dan atas Ridha-Mu serta kehendak-Mu akhirnya penulis dapat menyelesaikan skipsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidaklah sempurna dan disadari sepenuhnya bahwa hal itu adalah karena keterbatasan penulis sebagai manusia. Namun demikian diharankan semoua ana van4* dihasilkan dalam ^enelitian ini dapat berguna bagi siapa saja yang membutuhkan.
Skripsi ini tidak lepas dari bantuan segala pihak. Ucapan terima kasih yang
tidak terhin.tfcra dan setulus-tulusnva kepada siana saia van** vano telah membantu
dan mengulurkan tangannya dengan sepenuh hati, dengan segala hormat mereka
adalah :
1. Ibu Dr. Sukarti, selaku Dekan Fakultas Psikologi IJniversitas Islam Indonesia, beserta seluruh staf akademik maupun non akademik yang telah
mendidik nenulis di Fakultas Psikologi IJniversitas Islam Indonesia ini.
2. Ba^ak Drs. Harvanto F.R, MA,, selaku Dosen Perobimbin<r L'tama van."
senantiasa membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
yang karena ke
sebutkan satu r»e
i SWT memba
in. Penulis berh;
lua pihak. Apa yang tak terkira
4. Ibu Ratna Syifa'a R, S.Psi, M.Si., selaku pembimbing akademik atas bimbingan, tuntunan serta dorongan untuk menyelesaikan studi dengan sebaik-baiknya.
5. Bapak Five, yang telah memberikan izin penelitian dan membantu penulis dalam pengumpulan data di PT. Matarindo Kreasisarana.
6. Seluruh keluarga besar staf dan karyawan PT. Matarindo Kreasisarana atas kerjasama dan bantuannya dalam penelitian ini.
7. Seluruh keluarga besar Zainun, khususnya yang di Jogja, Bang Ibon & Mbak Hana, Bang Yudi, Bang Eki, Mega, Iwan Tosz, Ade Greden, Pipin. 8. Rahmad Hendra, S.H., lin Chakay, Tachie, Rey, Atik, Nasrudin, Jerdoet
atas bantuan dan dorongannya untuk cepat-cepat menyelesaikan skripsi
ini.
9. Teman-teman Psikologi '95 UII atas bantuan yang telah diberikan dan suka duka yang kita lewati bersama. Semoga Ukhuwah Islamiyah yang kita jalin selama ini tetap terjaga dengan baik.
10. Teman-teman Komunitas Kost B-29: Array, Inop, Aa' Dedi, Iwan John, Aan, Iwan James, Ecang, Iyung, Ian atas persahabatan dan tekanannya.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JIIDUL '
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN MOTTO i"
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masaiah 1
B. Tujuan Penelitian 6
C. Manfaat Penelitian 6
D. Keaslian Penelitian 7
BAB II. TINJAUAN PIJSTAKA
A. Performansi Kerja 10
1. Pengertian performansi Kerja 10
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja 12
3. Tujuan Penilaian Performansi Kerja 16
B. Komitmen Organisasi
24
1. Pengertian Komitmen Organisasi
24
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
27
3. Macam-macam Komitmen Terhadap Organisasi 29
4. Pendekatan-Pendekatan untuk Mengembangkan Komitmen
Organisasi
-C. Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan Performansi
3(S Kerja
D. Hipotesis 38
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian -9
B. Defmisi Operasional Variabel Penelitian
39
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
40
D. Metode Pengumpulan Data
41
E. Validitas dan Reliabilitas 44
!. Validitas Alat Ukur 44
2. Reliabilitas Alat Ukur 45
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah Penelitian 47
B. Persiapan Penelitian
49
1. Ujicoba Alat Ukur
49
2. Uji Validitas dan Reliabilitas aitem
50
C. Pelaksanaan Penelitian
51-D. Hasil Penelitian ~2
1. Deskripsi Data Penelitian
52
2. Uji Asumsi
5-3. Hasil Uji Hipotesis
56
E. Pembahasan ~" BAB V. PENUTLP A. Kesimpulan Jy B. Saran-saran
5-DAFTAR PIJSTAKA
6!
LAMPIRAN 64Try Out Komiti
busi Skor Jawat
n s a s i
eliabilitas Try C
Penelitian Koit
busi Skor Jawal
ormalitas inearitas ipotesis < Scatter Plot .. k Normalitas K < Normalitas Pt Performansi Ke Knmitmpn Or2< tur Organisasi F
Izin dan Bukti
TABEL 1. Sebaran Aitem-aitem Skala Komitmen Organisasi Sebelum
UjiCoba
43
TABEL 2. Sebaran Aitem-aitem Skala Komitmen Organisasi Terseleksi 51
TABEL 3. Deskripsi Data Penelitian
53
TABEL 4. Kategorisasi Skala Komitmen 54
TABEL 5. Kategorisasi Performansi Kerja 54
HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERFORMANSI KERJA KARYAWAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi IJniversitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana
S-1 Pciknln«i
Oleh:
INOCKY AGRIAN 95231053
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja, adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam kerja mengandung unsur suatu kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada hakekatnya orang bekerja, tidak saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik (As'ad, 2001).
Manusia, dalam hal ini karyawan, dalam melakukan pekerjaannya berdasarkan suatu sistem kerja. Sistem kerja, pada dasarnya terdiri dari empat komponen utama, yaitu: manusia, bahan, mesin dan peralatan kerja, serta lingkungan kerja (Rachmat dan Henny, 1999). Dari keempat komponen tersebut, komponen manusia atau karyawan menjadi pusat dalam sistem kerja yang bersangkutan, karena pada dasarnya karyawan berperan sebagai perencana dan perancang suatu sistem kerja, selain sebagai pengendali yang berinteraksi dengan
Pada era globalisasi saat ini sebuah perusahaan dituntut untuk dapat
meningkatkan produktivitas perusahaan dengan berbagai cara. Produktivitas
adalah keseimbangan antara performansi dan profisiensi (Riyono & Zulaifah,
1997). Semakin kompetitifnya dunia usaha membutuhkan strategi-strategi yang
tepat, agar tujuan perusahaan tersebut tercapai. Seperti yang terjadi pada
Perusahaan Umum Pegadaian, yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik
Negara. Perum Pegadaian melakukan perombakan manajemen, yaitu dengan
mengganti jajaran direksinya. Perombakan manajemen ini bertujuan untuk lebih
meningkatkan kmerja perusahaan. Hingga triwulan I tahun 2001, target omset
Perum Pegadaian telah mencapai Rp 1,3 triliun atau sekitar 29,1 persen dari target
omset tahun 200! sebesar Rp 4,8 triliun (Republika, No. 156 Th ke-9, 16 Juni
2001).
Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi merupakan ciri khas dunia
usaha modern yang senantiasa menempalkan efisiensi dan efekuviias sebagai niiai
moral yang tinggi. Sumber daya manusia, dalam hai ini karyawan, merupakan aset
yang sangat berharga dalam pencapaian tujuan perusahaan (Flippo, 1988). Oleh
karena itu perhatian terhadap kemampuan karyawan sebagai tenaga kena nerlu
dikembangkan untuk mendorong pencapaian performansi kena van." ontimai vam>
selanjutnya dapat menghasilkan prestasi kerja atau produktivitas kena.
Montowidlo (1995), memisahkan performansi kena keda1«m d>m h«ai;in
yaitu: task performance dan contextual performance. Task performance adalah
pikiran tradisionai tentang kemampuan: seberapa baik para pekerja meiaksanakan
dan menyelesaikan suatu tugas khusus, misalnya memadamkan api, menyajar
mendukung tujuan organisasi, hal-hal ini sama nentimmva dengan nerfonnansi
keria.
Penelitian Montowidlo (1995) menunjukkan bahwa task performance dan contextual performance menyumbang secara independen ke perfonnansi kerja secara keseluruhan. Selanjutnya, pengalaman kerja memprediksi task performance lebih baik daripada memprediksi contextual performance, Berbeda dengan pengalaman kerja, kepribadian memprediksi contextual performance lebih baik daripada memprediksi taskperformance.
Upaya yang dilakukan perasahaan untuk menggali dan mengembangkan kemampuan karyawan yang dimiliki adalah berkaitan dengan peningkatan perfonnansi kerjanya (Kustiyah, 1994). Penilaian perfonnansi seringkali dilaksanakan dalam organisasi untuk berbagai macam tujuan, tennasuk keputusan administratif (seperti: kenaikan gaji, promosi), umpan balik dan pengembangan serta riset kepegawaian. Penilaian perfonnansi merupakan yang terpenting diantara sistem-sistem sumber daya manusia dalam organisasi, seperti yang digambarkan dalam keputusan-keputusan kritis yang perlu untuk melengkapi berbagai macam tindakan-tindakan dan hasil-hasil sumber daya manusia (Judge & Ferris dalam Cowley, Keeping & Levy, 1998). Saat ini penilaian perfonnansi merupakan sesuatu yang urn urn dan penting dilakukan di dalam sebuah organisasi, penilaian perfonnansi merupakan salah satu dari bidang riset yang terbesar dalam
psikologi industri dan organisasi (Murphv & Cleveland Halam TowIpv Keeninp
& 1 pvu IQQS1
Roberts dan Pavlak (Riyono, 2001) mengemukakan bahwa ada dua tujuan
utama penilaian perfonnansi kerja. Pertama, penilaian perfonnansi kerja dilaksanakan untuk mengevaluasi performansi kerja karyawan pada masa iaiu dalam rangka memberi data yang cukup dan penting untuk pengambiian
keputusan personii. Hal ini disebut tujuan evaluasi. Kedua, salah satu strategi
penting untuk memou'vasi karyawan dalam rangka meningkatkan produktivitas. Hal ini disebut tujuan motivasional.
Dalam banyak kasus, kegagalan organisasi dalam mengelola sumber daya
manusia dapat dilihat dari banyaknya pemogokan, ketidakhadiran, dan
perpindahan karyawannya.
Munculnya reaksi-reaksi negatif karyawan ini
menunjukkan bahwa kebijakan organisasi dalam perencanaan dan pengelolaan
sumber daya manusia tidak dapat menumbuhkan sikap karyawan yang positif
pada organisasi. Salah satu sikap yang mempunyai kaitan erat dengan pemogokan,
ketidakhadiran, dan
perpindahan karyawan adalah komitmen organisasi.
Komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan ix>sitif individu
terhadap perusahaannya. Lebih lengkap lagi, komitmen karyawan
merepresentasikan persetujuan karyawan terhadap tujuan or°anisasi dan
kesediaannya mencapai tujuan tersebut. Juga, komitmen karvawan berarti
seberapa jauh karyawan menerima keputusan strategik dan mempunyai niat
kooperatif dalam melaksanakan keputusan yang telah diambil (Sihombing, dalam
Karyawan pada semua tingkatan merupakan inti organisasi, dan keterlibatan karyawan memungkinkan penggunaan kemamnuan van." dimiliki bagi manfaat organisasi. Dengan menerankan nrinsin keterlibatan karvawan maka dapat diharapkan perilaku sebagai berikut (Suwandi, 2001): (a"> merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah; (b) secara aktif mencari kesempatan untuk melakukan perbaikan; (c) secara aktif mencari kesem.natan
peningkatan kom.petensi, pengetahuan dan nenp^laman- tcW sppara hpha^ membagi pengetahuan dan pengalaman di dalam tim dan kelompok; (e) menitikberatkan pada penciptaan nilai bagi pelanggan; (f) menjadi inovatif dan kreatif dalam mencapai tujuan or^ani^a^'' (^ mpmnernlph k^nnaQfln dari keria yang dilakukan; (h) bersemangat dan bangga menjadi bagian organisasi. Prinsip
keterlibatan karyawan merupakan salah satu prinsip dari delapan prinsip
manajemen mutu, yang juga dasar dari Prinsip Manajemen Mutu yang terkandung
dalam standar ISO 9001.
Salah satu topik penelitian yang cakupannya luas dalam manajemen dan
psikologi adalah tentang konsep dan peran komitmen organisasi. Konsep ini telah.
dihubungkan
dengan
hasil-hasi!
penting seperti
performansi
kerja dan
perpindahan karyawan (Horn and Griffeth, 1995). Secara umum, komitmen
mengarah ke peningkatan hubungan dan performansi Mathieu dan Zajac (1990)
meninggalkan pekerjaan dan perpindahan karyawan sebagai sebuah hasil yang
dipengaruhi oleh komitmen organisasi.
Menyadari fenomena yang telah disebutkan, maka perlu kiranya hal ini
untuk dapat ditelaah lebih lanjut masaiah performansi kerja yang merupakan
komponen penting untuk tcrbentuknya produktivitas kerja selain profisiensi kerja.
Selanjutnya produktivitas kerja dapat menghasilkan prestasi kerja. Selain itu,
komitmen merupakan unsur yang menarik untuk diteliti karena dengan adanya
komitmen akan dapat meningkatkan kesempatan bekerjasama dan mernperbesar
dukungan bersama dalam kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pencapaian
tujuan organisasi.
Dari uraian tersebut, maka perumusan masaiah yang akan Hinnakan adalah
kaitan antara performansi kerja dan komitmen, untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara komitmen karyawan suatu perusahaan dengan performansi
kerjanya.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara komitmen karyawan dengan performansi kerja pada para
karvawan.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini mempunyai dua unsur, yaitu manfaat teoritis
segi komitmen dan mampu memberikan bantuan dalam bentuk referensi bag! penelitian selamutnva vano inoin Iphih mpnoiinokan secara lebih mendetail mengenai performansi kerja. Selain itu
memberikan data dan informasi mengenai hubungan antara komitmen
dengan performansi kerja karyawan nada nerusahaan. 2. Manfaat Praktis.
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan danat
dimanfaatkan untuk mengetahui anakah komitmen menentukan
performansi kerja sehingga bisa digunakan sebagai dasar dalam
menciptakan situasi lingkungan kerja yang kondusif untuk peningkatan
performansi kerja karyawan pada perusahaan. Serta menjadi bahan
masukan bagi organisasi perusahaan dalam usaha meningkatkan
performansi kerja pada para karyawannya.
D. Keaslian Penelitian
Penilaian performansi kerja merupakan salah satu bidang penelitian yang
besar cakupannya dalam psikologi industri dan organisasi. Penilaian performansi
kerja penting dilakukan didalam sebuah organisasi sebagai sebuah alat untuk
evaluasi kinerja karyawan dan untuk memotivasi karyawan. Ada beberapa
performansi kerja, akan tetapi penelitian yang mengambi! judul hubungan antara
komitmen organisasi dengan performansi kerja pada para karyawan belum ada,
maka penelitian dengan tema hubungan antara komitmen organisasi dengan
performansi kerja pada karyawan menarik untuk diteliti.
Tema lam yang yang hampir serupa antara lain stress kerja dengan
performansi kerja karyawan PT. Karunia Berca Indonesia Ciiegon yang diteliti
oleh Dewi (1998). Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel bebasnya yaitu
stress kerja. Penelitian lainnya yaitu hubungan antara kepuasan kerja dan locus of
control dengan komitmen karyawan PT (Persero) Angkasa Pura I Kantor Cabang
Bandar Udara Juanda Surabaya yang diteliti oleh Irawan (2001). Perbedaan
dengan penelitian mi yaitu variabel bebasnya yaitu kepuasan kerja dan locus of
control dan komitmen sebagai variabel tergantung. Selain itu, penelitian Yuwono
(2000) tentang hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen karyawan
Lembaga Pendidikan Pnmagama Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian ini
yaitu variabel bebasnya kepuasan kerja dan komitmen sebagai variabel tergantung.
Selain penelitian-penelitian yang telah disebutkan diatas masih banyak
lagi penelitian lam dengan tema performansi kerja atau komitmen organisasi.
Penilaian perfonnansi kerja tidak dapat disamakan dalam setiap pekerjaan.
Penilaian tentang performansi kerja tergantung pada jenis pekerjaannya dan tujuan
organisasi yang bersangkutan. Hal ini menentukan apa kriteria Sl,kses vano
berlaku untuk jenis pekerjaan dan jabatan itu, serta aspek-aspek mana dari
komitmen organisasi dengan performansi kerja karyawan bel urn ada dalam
penelitian sebelumnya. Penelitian dengan tema hubungan antara komitmen
organisasi dengan performansi kerja karyawan cukup orisinal dan menarik untuk
diteliti. Penilaian performansi kerja berbeda-beda tergantung pada jenis
BAB II
TINJAUAN PIJSTAKA
A. Performansi Kerja 1. Pengertian Performansi Kerja
Maier (As'ad, 2001) menyatakan bahwa performansi kerja banyak
diartikan sebagai kesuksesan yang dicapai seseorang di dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Lebih tegas lagi adalah menurut Lawler dan Porter (1967) yang
menyatakan bahwa performansi kerja adalah
prestasi peran yang baik yang
diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Kesuksesan yang dimaksud di
sini ukurannya tidak dapat disamakan pada semua orang, namun lebih merupakan
hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku sesuai dengan
pekerjaan yang ditekuninya.
Performansi kerja adalah hasil perpaduan antara usaha yang telah
dikeluarkan, persepsi terhadap peran, kemampuan dan trait (Landv, 1989).
Performansi kerja lebih mengarah kepada tingkat prestasi yang dicapai oleh
individu atau karyawan. Istilah lain yang hampir serupa adalah proficiency
(Wexley & Yukl, 1977). Proficiency mengandung arti yang lebih Juas, sebab
mencakup sekaligus segi usaha, performansi, inisiatif, loyalitas, notensi
kepemimpinan dan moral kerja.
Bailey (1982) mendefinisikan performansi keria sebagai hasil dari nnla
perbuatan yang ditarapilkan. Pola perbuatan tersebut sesuai dengan standar.
Standar umum yang biasanya dipakai adalah. kualitas dan kuantitas. Perilaku kerja
pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode waktu tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Performansi keria dipenoaruhi oleh effort <usaha^ van" ditnniiikkan
individu dalam proses kerja dan ability (kemampuan) yang dimiliki untuk menyelesaikan pekerjaannya (Davis, 1985). Kemampuan tersebut adalah karakteristik individual seperti inteligensi, manual skill, dan keterampilan tertentu yang merupakan kekuatan potensial individu untuk berbuat dan sifatnya relatif stabil. Apabila potensi dasar yang dimiliki karyawan tersebut tidak didukung oleh aspek lain dalam diri karyawan, kemungkinan besar potensi tersebut tidak dapat teraktualisasikan secara prima. Karyawan yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata ternyata malah tidak menghasilkan performansi kerja yang memadai, sehingga dapat dikatakan usaha dan kemampuan secara bersama-sama akan mempengaruhi pencapaian performansi kerja.
Lebih lanjut, Vroom (As'ad, 2001) mengemukakan bahwa performansi kerja karyawan merupakan fungsi langsung kemampuan dan motivasi untuk bertingkah laku, khususnya motivasi kerja. Oleh karena itu, penting sekali menempatkan karyawan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya yang tidak hanya baik dalam melaksanakan pekerjaan tetapi juga dapat mengembangkan potensinya dalam pekerjaan tersebut (Kustiyah, 1994).
12
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat dijelaskan, bahwa
performansi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan menurut ukuran yang berlaku pada perusahaan tersebut
untuk pekerjaan yang bersangkutan pada suatu periode tertentu.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja
Perusahaan sebagai suatu organisasi perilaku mempunyai harapan-harapan
terhadap produktivitas terhadap semua karyawannya, misalnya menghasilkan
prestasi kerja yang optimal. Banyak faktor yang mempengaruhi performansi kerja,
baik yang berasal dari dalam diri individu maupun dari lingkungan. Salah satu
cara untuk mengetahui performansi kerja karyawan dengan adanya sistem
evaluasi yaitu dengan penilaian performansi kerja. Penilaian performansi kerja
tidak hanya melihat hal fisik yang telah dihasilkan oleh seorang karyawan.
Vroom (As'ad, 2001) mengemukakan bahwa performansi kerja karyawan
dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi untuk bertingkah laku, khususnya
motivasi kerja. Motivasi kerja merupakan kemauan individu untuk menggunakan
usaha yang tinggi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Apabila tuntutan kerja yang dibebankan pada individu
tidak sesuai dengan kemampuannya maka performansi kerja yang diharapkan
akan sulit tercapai. Tuntutan tugas yang terlalu rendah tidak akan memotivasi
individu untuk mengerahkan segala kemampuannya dalam mencapai tujuan.
Sebaliknya, apabila tuntutan kerja terlalu tinggi dibandingkan kemampuan
pada jalur itu bai
endah.
bila individu me uju tujuan terteni akan cenderung h ialah apabila ti
ida saat itu tidak
th goal theory
erproduksi den; tujuan yang b hadap tujuan y;
'ertama kali dil
3utzin, 1974). n sebagai berik P -performance motivation ability nenjadi sanga ;mbicaraan r ), Lawler da menurut teoi ) (kemampuai
Ketidakmampuan untuk mencapai performansi kerja vang diharankan akan
membuat individu merasa tertekan dalam bekerja.
Teori tentang performansi kerja dalam hal ini adalah teori psikologi
tentang proses tingkah laku kerja seseorang sehingga ia menghasilkan sesuatu
yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. Maier (As'ad, 2001) menyatakan bahwa
perbedaan performansi kerja antara orang yang satu dengan lainnya di dalam
suatu situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik dari individu. Di samping
itu, orang yang sama dapat menghasilkan performansi kerja yang berbeda di
dalam situasi yang berbeda pula.
Performansi kerja pada gans besarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu
faktor-faktor individu dan faktor-faktor situasi. Namun pendapat tersebut bel urn
menerangkan tentang prosesnya. Khusus yang menyangkut proses, ada dua teori,
yaitu goal theory dan expectancy theory.
Goal theory yang dikemukakan oleh Locke (1968) menyatakan bahwa
tingkah laku manusia banyak didasarkan untuk mencapai suatu tujuan. Teori yang
lain yang dikemukakan oleh Gergopoulos (1975) yang disebut "path goal theory'.
Performansi adalah fungsi dari "facilitating process "dan "inhibiting process ".
Prinsip dasarnya adalah kalau seseorang tnelihat bahwa performansi yang tinggi
itu merupakan jalur untuk memuaskan kebutuhan (tujuan) tertentu, maka ia akan
berbuat mengikuti jalur tersebut sebagai fungsi dari tingkat kebutuhannya
facilitating process). Namun demikian, apakah proses tersebut akan melahirkan
performansi adalah tergantung dari tingkat kebebasan yang ada pada jalur itu.
14
tinooi Han <;phaliknva iika naHa jalur itu banvak hambatannva maka perfonnansi kerja yang dihasilkan akan rendah.
Disamping itu, apabila individu melihat bahwa berproduksi rendah itu merupakan jalur untuk menuju tujuan tertentu misalnya agar bisa diterima teman-teman sekerjanya, maka ia akan cenderung menjadi berproduksi rendah. Adapun syarat agar suatu jalur dipilih ialah apabila tingkat kebutuhannya tinggi, tujuannya cukup menonjol, dan bila pada saat itu tidak ada jalur lain yang lebih efektif serta
lebih ekonomis.
Kesimpulan dari path goal theory bahwa performansi kerja itu adalah fungsi dari motivasi untuk berproduksi dengan level tertentu. Motivasi ditentukan kebutuhan yang mendasari tujuan yang bersangkutan dan merupakan alat dari tingkah laku produktif itu terhadap tujuan yang diinginkan.
Expectancy theory, pertama kali dikemukakan oleh Heider (1958), (yang
dikutip dari Anderson & Butzin, 1974). Pendekatan teori atribusi mengenai performansi kerja dirumuskan sebagai berikut:
P - M X A
Keterangan : P = performance
M = motivation
A - ability
Konsep ini akhimya menjadi sangat popuier dan sering sekali dikutip oleh ahli-ahli lainnya dalam pembicaraan mereka tentang performansi, seperti misalnya, oleh Maier (1965), Lawler dan Porter (1967) dan Vroom (1964). Berpijak dari formula di atas, menurut teori ini nerformansi adalah hasil interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan). Dengan demikian, orang yang tinggi
motivasinya tetapi memiliki kemampuan yang rendah akan menghasilkan
performansi yang rendah. Begitu pula halnya dengan orang yang sebenamya
berkemampuan tinggi tetapi rendah motivasinya akan menghasilkan performansi
yang rendah juga.
McAffe dan Champagne (1987) mengatakan bahwa performansi kerja
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
a. Motivasi, merupakan daya gerak yang mendorong manusia untuk bertindak.
Bila motivasi ini kuat, maka daya dorongnya akan kuat pula.
b. Pendidikan dan pelatihan, pada dasarnya merupakan upaya untuk
meningkatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan. Selain itu pendidikan
dan pelatihan mempakan usaha untuk memberikan kemungkinan perubahan
sikan yam* dilandasi oleh motivasi untuk berprestasi.
c. Pengalaman, membuat individu lebih mengenai dan memahami proses
kerjanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan performansi kerja.
d Teknnlnoi npnooiinaan tpknnlnoi modern akan lebih produktif dibandingkan
dengan penggunaan peralatan tradisional.
Tiffin dan McCormick (dalam Arsenault dan Dolan, 1983) menambahkan
bahwa performansi kerja juga dipengaruhi oleh lingkungan dan iklim kerja.
Lingkungan yang bersemangat, optimis dan menyukai kerja akan mempengaruhi
seseorang untuk mengikuti keadaan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor
diri individu karyawan, misalnya motivasi kerja dan faktor-faktor vano berasal dari lingkungan, misalnya teknologi.
3. Tujuan Penilaian Performansi Kena
Pengawasan yang baik merupakan salah satu syarat utama menuju
kesuksesan sebuah organisasi. Apapun bentuk organisasi tersebut, baik organisasi
yang berorientasi profit atau organisasi sosial. Pengawasan itu difokuskan kenada
karyawan atau anggota organisasi. Penilaian performansi kerja merupakan salah
satu cara evaluasi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan karyawan.
Dengan adanya sistem penilaian performansi kerja, akan didapat informasi
mengenai karyawan, seberapa baik seorang karyawan melaksanakan tugas pada
pekerjaannya sekarang dan potensi-potensi yang dimiliki seoran^ karvawan untuk pekerjaan-pekerjaan yang memiliki tanggung jawab lebih berat. Penilaian perfonnansi kerja sangat erat hubungannya dengan masaiah latihan dan
pengembangan, perencanaan karir atau kenaikan pangkat maupun masaiah
pengupahan (Cascio, 1998).
Perkembangan organisasi dimasa depan tergantung pada dipunyainya
tenaga kerja yang terlatih dengan baik dan bermotivasi tinggi. Program penilaian
performansi yang efektif mencapai tujuannya dengan melibatkan setiap karyawan
dalam program pengembangan yang berkesinambungan yang telah sama-sama
saling dipahami dan diterima secara baik oleh kedua belah pihak baik karyawan
a karyawan un
;tertarikan dala
bib. tinggi. ;rsediaan yang $an baik untuk k
mtuk membantu
[at yang memba
untuk administ
esempatan pac hal-hal yang be ;mbangan hubu rja yang berstai nengerti diman
n-sasaran ter
a atasan dan t
li, dan
hasil-ebut, dapat untuk pengem i performansi an untuk kary;
SoeprihantO (2001) m.engatakan lU'Uan npnilaian nprfnrmand keria adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui keadaan keterampilan dan kemampuan setiap karyawan secara
rutin.
2. Untuk digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia, khususnya
penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3. Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin; sehingga antara lain dapat diarahkan jenjang kariernya
atau perencanaan karier, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan
bawahan.
5. Mengetahui kondisi perusahaan secara keseluruhan dari bidang personalia, khususnya prestasi karyawan dalam bekeria.
6. Secara pribadi, bagi karyawan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan
masing-masing sehingga dapat memacu perkembangannya. Sebaliknya bagi
atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenai bawahan/karyawannya, sehingga dapat membantu dalam memotivasi karyawan dalam bekerja.
7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang personalia secara keseluruhan.
Hal-hal berikut ini menjadi tujuan umum dari rencana nenilaian performansi (dalam Putti, Koontz & Weihrich, 1998), yaitu:
19
4. Jenis-jenis Penilaian Performansi Kerja
Pembinaan dan pengembangan terhadap para karyawan adalah salah satu kegiatan dalam rangka menyesuaikan diri dengan nerubahan dan nerkembangan yang terjadi, baik bagi karyawan lama maupun karyawan yang baru. Dalam
melaksanakan pembinaan dan pengembangan karier para karyawan, maka perlu dilakukan penilaian atas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh para karyawan. Penilaian pelaksanaan pekerjaan adalah suatu sistem yang digunakan untuk
menilai dan mengetahui sejauh mana seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan.
Penilaian performansi kerja sangat penting untuk pengembangan
perusahaan maupun untuk karyawan yang bersangkutan. Untuk memudahkan
pengukuran performansi kerja Meier (As'ad, 2001) membagi pekerjaan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Pekerjaan produksi, dimana secara kuantitatif orang bisa membuat suatu standar yang objektif.
2. Pekerjaan non produksi, dimana penentuan sukses tidaknya seseorang didalam
tugas biasanya didapat melalui pertimbangan subjektif
Cascio (1998), menyatakan bahwa penilaian performansi kerja dapat diklasifikasikan kedalam dua tipe umum yaitu tipe objektif dan tipe subjektif. Dalam penilaian performansi kerja tipe objektif memasukkan data produksi atau pemasaran, misalnya jumlah barang yang diproduksi, jumlah atau nilai penjualan, jumlah kerusakan, jumlah sisa dan Iain-lain. Demikian juga mengenai data personalia, seperti data kecelakaan, absensi, turn-over karyawan, jam kerja dan
Iain-lain. Dalam penilaian performansi tipe subjektif tergantung pada pertimbangan kemanusiaan yang memiliki berbagai kecenderungan. Penilaian
Performansi tipe subjektif bisa dalam bentuk relatif (dimana
perbandingan-perbandingan dibuat antar anggota sebuah kelompok penilaian) atau absolut (yang
mana seseorang yang dinilai dideskripsikan tanpa referensi pada yang lain).
Penilaian performansi tipe objektif difokuskan bukan pada perilaku, tetapi lebih
kepada hasil dari perilaku tersebut sedangkan penilaian performansi tipe subjektif
lebih memperhatikan kepada perilaku seseorang dalam bekerja.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian performansi kerja dapat dibagi dalam dua jenis yaitu penilaian performansi
objektif, dimana penilaian ditentukan secara kuantitatif misalnya berdasarkan
jumlah produksi atau pemasaran, jumlah jam kerja dan penilaian performansi
subjektif, dimana penilaian berdasarkan pertimbangan kemanusiaan. Penilaian performansi subjektif misalnya dilakukan dengan membandingkan antar anggota
kelompok sebuah penilaian atau tanpa membandingkan anggota-anggota dalam
sebuah kelompok.
5. Cara-cara Pengukuran Performansi Kerja
Macam-macam prosedur subjektif untuk menilai performansi kerja dari
para karyawan (Soeprihanto, 2001; As'ad, 1998): 1. Rating Scale
Suatu metode penilaian yang dilakukan oleh atasan terhadap karyawan
Metode ini memerlukan penilai untuk memberikan suatu evaluasi yam*
subjektif mengenai performansi individu pada skala dari rendah sampai tinggi.
Caranya adalah
supervisor berkumpul
untuk
mengidentifikasi
serta
menentukan dimensi-dimensi apa yang dianggap sukses dari pekerjaan yang
akan diukur (menentukan narameternya\
2. Checklist
Pada metode penilaian dengan checklist ini penilai diberi daftar
pernyataan-pernyataan khusus dan diminta melaporkan secara ringkas mengenai perilaku
yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan baik yang sudah ada atau
belum nampak diketahuinya. j. Employee Comvarison
Prosedur ini terdiri dari tigajenis, yaitu:
a. Alternation Hanking
Alternation ranking ini meminta penilai untuk mengurutkan karyawan
(yang dimlai) dari yang paling rendah ke paling tinggi. Cara yang lain
ialah, pada mulanya dimensi-dimensi dari kemampuan atau kesuksesan
kerja diidentifikasi terlebih dahulu. Kemudian mengurutkan karyawan
secara terpisah untuk masing-masing dimensi. Selanjutnya dibuat rangking
menyeluruh untuk semua karyawan dengan menghitung rata-rata rangking
bagi dimensi-dimensi tersebut. b. Paired Comparisons
Metode Paired Comparison adalah suatu metode yang menyangkut proses
pola pengambiian keputusan dari penilai. Dengan metode ini, penilai
ini mempunyai seorang sebagai pemimpin kelompok vang bertanggung jawab agar evaluasi yang dilakukan tersebut seobjektif mungkin. Kelompok evaluasi ini menurut Beach (As'ad, 2001) dapat membantu supervisor untuk
mendiskusikan tentang perilaku kerja yang meliputi : performansi kerja
karyawan sekarang, tingkat produktivitas kerjanya dan
rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan selanjutnya. 6. Essay Evaluation
Pada prosedur ini menugaskan pada evaluator untuk menuliskan sebuah
karangan (essay) yang isinya bisa menggambarkan kemampuan-kemampuan
dan
kelemahan-kelemahan setiap karyawan.
Dari hasilnya kemudian
dimintakan komentar atau tanggapan dari evaluator lain dalam organisasi
perusahaan bersangkutan.
Prosedur-prosedur atau model dari pendekatan subjektif ini, masing-masing
model ada kelebihan maupun kekurangannya. Teriepas dari masaiah
kesalahan-kesalahan karena subjektifitasnya.
Pengukuran performansi kerja tergantung pada jenis pekerjaannya dan
tujuan dari organisasi perusahaan yang bersangkutan. Hal ini akan menentukan
apa kriteria sukses yang berlaku untuk jabatan itu, serta dimensi-dimensi mana
dari pekerjaan tersebut yang dianggap lebih penting. Dimensi mana yang lebih
24
B. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi
Salah satu bagian penting yang berperan dalam menentukan keberhasilan perusahaan adalah dengan pembinaan tenaga kerja secara profesional. Perusahaan berusaha mencari dan membina karyawan dengan semangat kerja tinggi, menciptakan dan memeiihara keunggulan Sumber Daya Manusia yang mampu bersaing dan karyawan harus mempunyai komitmen organisasi yang kuat (Pfeffer,
1976).
Pengertian komitmen terhadap perusahaan dapat dilihat dengan beberapa ciri khusus didalamnya, termasuk tingkat kualitas hubungan karyawan dengan perusahaan. Hubungan antara karyawan dengan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat: terdapat ketertarikan dan penerimaan oleh karyawan terhadap nilai-nilai organisasi perusahaan, kemauan karyawan berusaha keras dalam pelaksanaan tugas untuk pencapaian tujuan perusahaan, keinginan dan kesediaan karyawan untuk tetap menjadi anggota perusahaan (Mowday & Boulian, Porter, 1974).
Davis (1985) berpendapat bahwa komitmen karyawan pada organisasi adalah tingkat dimana karyawan mengidentifikasi organisasi dan ingin seterusnya berpartisipasi secara aktif didalamnya. Oreily dan Chatman (1986) memandang komitmen sebagai dasar dari suatu kelekatan psikologis yang dimiliki seorang individu pada organisasinya.
Allan dan Meyer (1990) merangkum pandangan Kanter dan Buchanan (1968), memandang komitmen sebagai suatu kelekatan afeksi atau emosi terhadap
organisasi seperti individu melakukan identifikasi yang kuat, memiliki
keterlibatan tinggi, dan senatig menjadi anggota organisasi.
Steers dan Porters (1983) mengutip beberapa pengertian komitmen
karyawan pada organisasi dari beberapa ahli yaitu:
a. Sheldon (1971) berpendapat bahwa komitmen merupakan suatu orientasi
terhadap organisasi yang menghubungkan atau melekatkan individu pada
organisasi tersebut.
b. Kanter (1968) memandang komitmen sebagai keinginan dari pelaku-pelaku
sosial untuk memberikan tenaga dan kesetiaannya kepada sistem-sistem sosial.
c. Hrebiniak dan Alutto (1972) berpendapat bahwa komitmen adalah suatu gejala
struktural yang terjadi sebagai akibat dari suatu hasil transaksi
individu-organisasi dalam taruhan (Side-bets) atau penanaman (Invesments) setelah
selang beberapa waktu.
d. Salancik (1977) berpendapat bahwa komitmen adalah suatu keadaan seorang
individu menjadi terikat pada aktivitasnya, dan melaiui aktivitas tersebut
tumbuh keyakinan untuk tetap mempertahankan segala aktivitas dan
keterlibatannya.
e. Hall (1970) memandang komitmen sebagai suatu proses dimana tujuan
organisasi dan tujuan individu menjadi semakin berintegrasi atau semakin
mendekat satu sama lain (congruent).
Komitmen dipandang sebagai suatu perilaku apabila individu tersebut
terikat oleh aktivitas-aktivitas masa lalu atau individu mempunyai dan
menanamkan suatu hal yang berharga (sunk-cost) dalam organisasi. Karyawan
26
yang memiliki komitmen pada organisasi dan telah lama bekerja akan merasa banyak kehilangan keuntungan apabila meninggalkan organisasi {Steers dan
Porters, 1983).
Becker (Meyer dan. Allen, 1984) menJelaskan konsen komitmen sebagai perilaku menyatakan bahwa komitmen adalah suatu kecenderungan untuk tetap melakukan aktivitas secara terus menerus sebagai suatu hasil dari akumulasi taruhan (Side-bets) yang mana taruhan tersebut akan hilam* anabila
aktivitas-aktivitas tersebut tidak dilakukan lagi. Aktivitas yang dimaksud adalah dorongan untuk tetap menjadi anggota organisasi dan taruhan yang dimaksud adalah semua hal yang dianggap berharga oleh individu dan telah ditanamkan selama individu tersebut bekerja seperti waktu, uang, keterampilan, status, jaminan bantuan pensiun, dan fasilitas-fasilitas organisasi lainnya. Pandangan ini menganggap bahwa individu menjadi terlibat pada sebagian aktivitasnya disebabkan
kerugian-kerugian mungkin akan dialaminya. Hal ini apabila dihubungkan dengan resiko
perilaku sebaliknya yang sangat tinggi.
Steers dan Porters (1983) mendefinisikan komitmen sebagai kekuatan
relatif identifikasi karyawan pada organisasi dan keterlibatan karyawan dalam
organisasi. Ada tiga indikator komitmen karyawan pada organisasi yaitu: (a)
kepercayaan yang kuat dan penerimaan yang penuh terhadap tujuan dan nilai-nilai
organisasi. (b) kesetiaan bekerja keras demi kepentingan organisasi, dan (c)
keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat dijelaskan, bahwa
nilai-nilai dan tujuan perusahaan, keinginan terlibat aktif dalam bekerja, serta keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi perusahaan.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Komitmen merupakan kekuatan identifikasi individu secara menyeluruh terhadap aspek-aspek pekerjaan dan berbagai kondisi organisasi kerja. Komitmen seseorang pada organisasi bukanlah sesuatu yang hanya berkaitan dengan diri karyawan semata. Banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan komitmen terhadap organisasi. Berdasar berbagai hasil penelitian tentang komitmen terhadap perusahaan, dapat dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen adalah (Steers & Porter, 1983): a). Karakteristik Personal
Karakteristik personal adalah kondisi potensi, kapasitas kemampuan dan kemauan seorang sesuai kebutuhan dunia kerja. Perusahaan mencari calon karyawan dengan potensi, kapasitas kemampuan, dan kemauan bekerja meliputi: umur, masa kerja, jenis kelamin, pendidikan, motivasi berprestasi, dan nilai-nilai personal. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa usia, masa kerja dan motivasi berprestasi mempunyai hubungan positif dengan tcrbentuknya komitmen. Selain itu juga ditemukan bahwa ada pengaruh jenis kelamin, ras, dan beberapa sifat kepribadian pada komitmen. Tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang negatif dengan komitmen.
28
Merupakan kondisi 'nyata berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri. Karakteristik pekerjaan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan terhadap tempat bekerja (Luthans, 1985). Karakteristik pekerjaan mendukung berkembangnya variasi keahlian (skill variety), otonomi pelaksanaan tugas, pekerjaan yang menantang, dan bidang cakupan pekerjaan yang lebih luas akan dapat meningkatkan komitmen seseorang (Mathiew & Zajac, 1990). c). Karakteristik Struktural
Karakteristik struktural didalamnya meliputi: (1) desentralisasi dan otonomi tanggung jawab, (2) partisipasi aktif karyawan, (3) hubungan atasan bawahan, (4) sifat dan karakteristik pimpinan serta cara-cara dalam pengambiian keputusan dan kebijakan. Ditemukan ada hubungan positif antara tingkat
formalisasi, ketergantungan fungsional, dan desentralisasi dengan komitmen
karyawan pada organisasi. Selain itu, tingkat partisipasi dalam pengambiian keputusan, tingkat andil yang dimiliki, dan fungsi kontrol terhadap organisasi
ditemukan mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen. d). Pengalaman Kerja
Komitmen karyawan pada organisasi proses terbentuknya dipengaruhi oleh
sifat dan kualitas pengalaman kerja yang terjadi selama masa kerja karyawan
dalam organisasi. Pengalaman kerja dipandang sebagai suatu kekuatan sosial yang penting dalam mempengaruhi pembentukan kelekatan psikologis
karyawan pada organisasi. Sifat dan kualitas pengalaman kerja yang berkorelasi secara positif dengan komitmen terhadap perusahaan meliputi: (1)
organisasi, (2) sejauh mana karyawan merasa dapat mempercayai bahwa perusahaan telah memperhatikan minat-minatnya, (3) sejauh mana karyawan merasakan bahwa dirinya penting bagi organisasi, (4) sejauh mana karyawan merasakan bahwa harapannya tentang pekerjaan dapat terpenuhi.
Wiener (Muchinsky, 1987) menyatakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi dapat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kecenderungan pribadi (personal
predisposition) dan campur tangan organisasi (organizational intervention).
Kecenderungan pribadi mengandung pengertian sejauh mana perusahaan mampu menyeleksi orang-orang yang diperkirakan akan mempunyai komitmen terhadap organisasi, sedangkan campur tangan organisasi mengandung pengertian sejauh mana perusahaan dapat melakukan sesuatu yang membuat karyawan mempunyai komitmen pada organisasi.
Berdasar uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen adalah karakteristik nersonal, karakteristik nekeriaan, karakteristik struktural dan pengalaman kerja.
3. Macam-maeam Komitmen Terhadap Organisasi
Steers dan Porters (1983) serta Mowday (Oliver, 1990) mengemukakan ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep komitmen karyawan pada organisasi. Pendekatan pertama adalah memandang komitmen sebagai suatu perilaku (behavioral commitment), sedangkan pendekatan kedua adalah memandang komitmen sebagai suatu sikap (attitudinal commitment).
30
Komitmen seba<rai suatu nerilaku (behavioral commitment), menunjukkan terdapat ketergantungan karyawan akibat ketertarikan terhadap berbagai aktivitas dalam organisasi kena. Komitmen dibahas menurut bentuk lingkup pembatas
(boundary) yang dirasakan karyawan terhadap organisasi. Boundary dibuat untuk
menumbuhkan keikatan moral terhadap tempat kerja. Organisasi membuat
boundary; sejak pertama kali ketika penerimaan anggota, berlanjut selama proses
magang dan pelatihan sampai individu akhirnya mempunyai komitmen untuk melaksanakan aktivitas kerja. Karyawan menjadi lebih terikat dalam beberapa bentuk ikatan psikologis. Ikatan moral terhadap organisasi kerja mulai tumbuh, sehingga karyawan merasa sebagai bagian didalamnya. Karyawan seolah tidak berdaya mengambil keputusan untuk meniggalkan tempat kerja karena alasan keterikatan moral dan takut kehilangan apa-apa yang didapat dari tempat kerja seperti: gaji, jabatan, sarana dan fasilitas jabatan, rekan dan relasi kerja, atau kemungkinan pengembangan karir (Caldwell, 1990 dalam Irawan, 2001)
Komitmen sebagai suatu sikap (attitudinal commitment), dapat diartikan sebagai sikap seorang karyawan dalam mengidentifikasi diri terhadap nilai-nilai dan kondisi organisasi guna mencapi tujuan perusahaan, serta keinginan untuk tetap menjadi bagian dari anggota organisasi perusahaan tersebut. Komitmen merupakan suatu kekuatan relatif identifikasi individu dan keterlibatan dalam organisasi kerja untuk pencapaian tujuan perusahaan (Porter, 1983).
Secara lebih terperinci dapat dijelaskan kondisi-kondisi yang terlibat didalam attitudinal commitment (Porter, 1983):
2. Terdapat perasaan kesanggupan untuk menjadi bagian dan terlibat aktif dalam usaha pencapaian tujuan organisasi.
3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bertahan menjadi anggota
organisasi
Komitmen sebagai suatu sikap tidak hanya sebatas pada loyalitas pasif, namun lebih merupakan partisipasi aktif karyawan. Komitmen yang terbentuk merupakan respon afeksi hasil dari keterikatan dan kesadaran karyawan, dan bukan sekedar pertimbangan keuntun^an ekonomis semata.
Meyer dan Allen (Greenberg, 1996) mengemukakan tiga bentuk komitmen terhadap organisasi, yaitu:
1. Continuance commitment, keinginan yang kuat dari karyawan untuk tetap bekerja bagi perusahaannya karena kepercayaannya bahwa akan merugikannya apabila keluar. Lebih lama seseorang bertahan di perusahaannya, maka ia akan lebih banyak kehilangan atas apa yang telah mereka investasikan di dalam perusahan selama bertahun-tahun (misalnya rencana pensiun, hubungan teman karib). Banyak orang yang berkomitmen untuk bertahan pada pekerjaan mereka hanya karena mereka tidak ingin beresiko kehilangan hal-hal tersebut.
2. Affective commitment, keinginan yang kuat dari karyawan untuk terus bekerja untuk perusahaannya karena mereka setuju dengan cita-cita dan nilai-nilai
Hpncran menm dengan cita-c membantu da Akhirnya, ini dalam nekeria sebagai sebua Beberana gkauan kend< ningkatkan ras dah ketika pe pah. Walaupi rar, mereka di in bekerja pac Greenber ningkatkan kc Memperkaya terhadap or kesempatan lakukan dari diakui. Pembagian 1 perusahaan perencanaan
karvawannva Han apa yang diharapkan karyawan dari organisasi sebagai
imbalannya diharapkan dapat terpenuhi secara adil. Konsep hubungan dapat tercipta karena terdapat situasi kompromis antara karyawan dengan organisasi kerja.
Cara-cara untuk meningkatkan komitmen organisasi karyawan adalah
(Porter, 1983):
1. Organisasi dapat berusaha keras untuk memban^un komitmen dengan menempatkan karyawan dalam situasi dimana mereka mempunyai kesempatan-kesempatan untuk mencapai tujuan yang secara pribadi benar-benar berarti bagi mereka. Untuk meningkatkan organisasi yang dilihat
anggotanya sebagai sebuah sumber utama untuk pemenuhan kebutuhan, keterikatan dan komitmen akan meningkat.
2. Para karyawan harus ditunjukkan bahwa rekan sekerja dan atasan mereka betul-betul peduli mengenai kesejahteraan mereka. Salah satu jalan yang memungkinkan untuk melihat ketertarikan tersebut adalah melalui Program Konseling karir, dimana para karyawan ditunjukkan variasi pilihan yang ada
untuk mereka jika mereka tetap bertahan.
3. Dalam beberapa kasus, ada kemungkinan untuk memodifikasi aspek-aspek tertentu dari pekerjaan karyawan tersebut sehingga mereka mempunyai otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar serta dapat lebih mengenali tugas-tugas sebenamya yang mereka lakukan.
4. Merupakan hal yang penting bahwa karyawan mengerti dan mengenali tujuan dan cita-cita perusahaan. Salah satu cara dimana hal ini dapat terlaksana
C. Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan Performansi Kerja
Teori yang mendasari konsep komitmen organisasi menyarankan
komitmen itu harus menunjuk ke beberapa hasil dari perilaku. Diharapkan
karyawan berkomitmen tinggi itu akan lebih suka untuk menggunakan usaha yang
keras dalam pekerjaan, memungkinkan mempunyai tingkat performansi lebih
tinggi, mempunyai masa kerja yang lebih lama, dan mempunyai catatan kehadiran
lebih tinggi (Crampon, Mowday, Smith, &Porter, 1978; Mowday, Porter, &
Dubin, 1974; Steers, 1977).
Karyawan yang mempunyai perasaan komitmen yang mendalam terhadap
organisasinya mempunyai perilaku yang berbeda dibandingkan dengan karyawan
yang tidak mempunyai perasaan tersebut. Semakin tinggi komitmen para
karyawan terhadap organisasinya, semakin sedikit kemungkinan mereka untuk
berhenti dan tidak hadir dalam pekerjaannya. Komitmen akan membawa
seseorang untuk tetap pada pekerjaannya dan akan menunjukkannya ketika
mereka harus melakukan itu. Fenomena ini ditunjukkan dalam sebuah penelitian
berskala besar dimana tingkat dropout diantara para kadet angkatan udara
Amerika Serikat sedikit selama empat tahun yang diwajibkan untuk mendapatkan
gelar (Greenberg, 1996). Semakin kuat komitmen terhadap dinasnva para kadet
memasuki program, semakin sedikit kemungkinan mereka untuk keluar.
Penemuan ini menunjukkan bahwa tingkat komitmen bisa memperkirakan
perilaku saat ini untuk masa depan sebagai sebuah indikasi yang baik dari
pentingnya komitmen organisasi sebagai suatu sikap yang berhuhUnoan <\Pnmn
37
Untuk tetap bertahan didalam organisasi, mereka vano memnunyai komitmen yang tinggi akan memperlihatkan keinginan yang kuat tersebut dengan membagi dan membuat pengorbanan yang dibutuhkan untuk kemajuan organisasi yang pesat. Penelitian Steers membuktikan bahwa semakin tinggi komitmen karyawan terhadap organisasinya, semakin besar usaha yang diberikan oleh karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya (Northcraft dan Neale,1990). Para Karyawan yang mempunyai komitmen tinggi lebih suka untuk tetap menjadi anggota organisasi untuk waktu yang lama, dalam hal ini terdapat hubungan yang positif antara tingkat komitmen organisasi dan masa kerja (Mowday, Steers, Porter; Steers; Koch & Steers dalam Northcraft dan Neaie, 1990). Hal ini merupakan alasan-alasan mengapa sebuah organisasi harus meningkatkan komitmen terhadap organisasi diantara para anggotanya.
Pengaruh komitmen terhadap perfonnansi tidak begitu kuat dan hanya
dapat diamati pada aspek-aspek performansi seperti: tingkat motivasi, kejelasan
peran karyawan dalam pekerjaan, dan kemauan kerja (Keller, 1997). Karvawan
dengan komitmen tinggi diharapkan menjadi lebih giat bekerja, dan mempunyai
motivasi berprestasi lebih kuat (Crampon, Mowday, Smith & Porter, 1978). Berdasar uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi
mempunyai peranan penting dalam performansi kerja karyawan. Karyawan yang
mempunyai komitmen yang tinggi akan mempunyai tingkat kehadiran yang lebih
tinggi, semakin besar usaha yang diberikan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dan menjadi lebih giat dalam bekerja, dan mempunyai motivasi berprestasi yang lebih kuat, dan hal ini akan berpengaruh terhadap performansi kerja karyawan.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada rancangan penelitian ini adalah ada hubungan positif antara komitmen organisasi dengan perfonnansi kerja. Semakin tinggi komitmen organisasi yang dimiliki karyawan akan tinggi pula performansi kerjanya, sebaliknya semakin rendah komitmen organisasi yang dimiliki karyawan maka makin rendah performansi kerjanya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Dalam penelitian yang akan dilakukan, variabel penelitian yang digunakan
yaitu :
Variabel bebas
.
Komitmen Organisasi
Variabel tergantung
:
Performansi Kerja
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi adalah suatu pencerminan respon afeksi terhadap
organisasi dalam wujud sikap atau perilaku kerja seorang karyawan (Porter,
1983). Sebagai suatu sikap yang menunjukkan bagaimana karyawan
mengidentifikasi diri terhadap nilai-nilai dan kondisi serta keterlibatannya dalam
organisasi untuk mencapai tujuan. Komitmen organisasi diukur dengan
menggunakan skala komitmen organisasi yang disusun berdasar aspek-aspek :(a).
keinginan kuat untuk tetap terlibat menjadi anggota organisasi, (b). Kemauan
berusaha dan bekerja sekuat tenaga demi pencapaian tujuan organisasi, (c).
mempunyai penerimaan dan kepercayaan terhadap nilai-nilai dan tujuan
organisasi. Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi komitmen
terhadap tempat bekerja. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh
menunjukkan semakin rendah komitmen terhadap tempat bekerja.
2. Performansi Kerja
Performansi kerja adalah hasil yang dicapai oleh karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan menurut ukuran yang berlaku pada perusahaan tersebut
untuk pekerjaan yang bersangkutan pada suatu periode tertentu. Performansi kerja
mi dilihat dari skor penilaian performansi yang berlaku di perusahaan yang
bersangkutan. Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi
performansi kerja karyawan tersebut. Sebaliknya, apabila semakin rendah skor
yang diperoleh menunjukkan semakin rendah performansi karyawan tersebut
terhadap tempat bekerjanya.
C. Populasi, Sampe! dan Teknik Sampling
Populasi merupakan sejumlah individu atau sejumlah penduduk yang
setidak-tidaknya mempunyai satu kesamaan sifat (Hadi, 1996). Populasi dalam
penelitian ini adalah para karyawan. Sampel adalah sejumlah penduduk yang
jumlahnya kurang dari jumlah populasi (Hadi, 1996).
Jenis sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sample,
yaitu dengan cara pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-cin atau
sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan
ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Subjek dalam penelitian ini adalah para karyawan dan karyawati dengan
41
1. Karyawan tetap dan telah bekerja sekurang-kurangnya satu tahun. Karyawan
yang mempunyai masa kerja lebih atau sama dengan setahun telah melewati
masa percobaan sehingga dapat mengetahui dengan baik proses kerja yang
harus dilakukannya. Karyawan dianggap cukup merasakan dan memahami
berbagai pekerjaan.
2. Memiliki tingkat pendidikan minimal SLTP atau sederajat. Hal tersebut
didasari asumsi bahwa karyawan mempunyai kemampuan penalaran,
pemahaman, dan keterampilan dalam menerjemahkan setiap tugas dengan
baik. Proses kerja akan beriangsung lancar dan efektif sesuai tujuan, bila
terdapat pemahaman dan kesesuaian antara konsep dengan pelaksanaan.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian
yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan angket komitmen dan data
dokumentasi Performansi Kerja. Angket Komitmen yang terdiri dari beberapa
item dan dokumentasi data penilaian performansi kerja mengungkap performansi
kerja karyawan pada suatu periode penilaian.
Kuesioner atau angket adalah usaha untuk mengumpulkan informasi
dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis, untuk dijawab secara tertulis
pula oleh responden. Kuesioner atau angket pertanyaan yang disampaikan adalah
untuk memperoleh informasi dari responden tentang dirinya sendiri(Hadi, 3996).
Metode pengumpulan data dalam nenelitian ini vaitu 1. Angket Skala Komitmen Oroankasi
Skala komitmen organisasi digunakan untuk mengungkap tingkat
komitmen karyawan terhadap organisasinya. Skala tersebut disusun oleh Budi
Yuwono (2000). Penyusunan skala komitmen adalah berdasar pengembangan dari
Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) dengan melihat aspek-aspek
Attitudinal Commitment (Porter, 1974). OCQ dikembangkan untuk mengukur
aspek-aspek komitmen berupa keikatan emosiona! karyawan karena terdapat
kesesuaian dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi kerja, keterlibatan karyawan
dalam mencapai tujuan, dan keinginan untuk tetap menjadi ang.nta nroan,™
kerja.
Skala komitmen terdiri dan 60 butir nernyataan, yang terdiri dan 36 aitem
favorable dan 24 aitem unfavorable. Skala komitmen ini mencakup tiga aspek
yaitu keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota, kemauan berusaha demi
pencapaian tujuan organisasi, serta keyakinan atas nilai-nilai dan tujuan
organisasi. Setiap pernyataan disusun dalam empat skala kontmum dengan besar
nilai dari 1sampai 4. Aitem favorable nilai bergerak dari 4-1 dengan penncian :
Sangat Sesuai (SS) =4, Sesuai (S) - 3, Tidak Sesua, (TS) =2, Sangat Tidak
Sesuai (STS) = 1. Aitem unfavorable besar nilai bergerak dan 1-4 dengan
penncan :Sangat Sesuai (SS) =1, Sesuai (S) - 2, Tidak Sesua. (TS) =3, Sangat
Tidak Sesuai (STS) = 4.
Distnbusi penyebaran aitem-aitem tiap-tiap aspek komitmen organisasi
Tabel - !
Sebaran Aitem-aitem Skala Komitmen Organisasi
Sebelum Uji Coba
i
Aspek-aspek
Keinginan kuat untuk^tetap
menjadi anggota.
Kemauan berusaha dan bekerja
t o - .Keras untuk mencapai tujuan
organisasi.
Keyakinan dan kepercayaan
terhadap nilai-nilai dan tujuan
organisasi. Jumlah Nomor Aitem Eavorabie 1,5,10,16,22,27, 29,32,38.43,47. 53. 3,7,12,13,18,24. 4,8,14,19 25
28,30,31,34,39, | 35,40,45,50 '
44,49,55,59. 9,15,20,26,36, 41,46,51,56. Unfavorable 2,6,11,17,23, 33,48,54,58. 21,37,42,52, 57,60. 24 Jumlah 24 15 602. Data Penilaian Performansi Kerja
Data penilaian performansi kerja karyawan ini merupakan data sekunder.
Data sekunder yaitu data yang secara tidak langsung dikumpulkan oleh penelit.
(Suryabrata, 1998). Biasanya data ini telah tersusun dalam bentuk
dokumen-dokumen. Data penilaian performansi kerja tersebut diperoleh dari ars,P
perusahaan berdasarkan hasil penilaian performansi kerja perusahaan yang telah
dilakukan. Data tersebut akan digunakan dalam penelitian ini.
Performansi kerja karyawan diungkap dengan menggunakan penilaian
performansi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian perfonnansi kerja
ini disusun berdasarkan aspek :(a) s.kap; (b) kerjasama; (c) keterampilan dan (d)
kedisiplinan. Penilaian performansi karyawan dilakukan oleh atasan langsung
karyawan, kepala bagian personalia dan kepala bagian Quality Control. Penilaian
performansi kerja karyawan menggunakan nilai yang bergerak dan 3sampai 1
untuk asPek sikap, kerjasama, dan keterampilan sedangkan untuk aspek
Keaisin.man menggunakan nilai indeks disiP!,n yang bergerak dan 0sampai 10.
Setiap aspek mempunyai bobot yang berbeda-beda, untuk aspek sikap bobot
nilainya adalah 5, kerjasama bobot nilainya adalah 32, keterampilan bobot
nilainya adalah 47 dan kedisiplinan bobot nilainya adalah 16. Total nilai
performansi kerja karyawan didapat dengan mengalikan nilai setiap aspek dengan
bobot nilai aspek tersebut kemudian dijumlahkan
E. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas alat ukur
Hadi (1991) menyatakan bahwa validitas dibatasi sebagai tingkat
kemampuan suatu alat ukur untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran
pokok pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur tersebut. Alat ukur dapat
dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila dapat menjalankan fungsi ukurnya,
atau memberikan has,! ukur yang sesua, dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut (Azwar, 1997). Validitas alat ukur penelitian mi
menggunakan kritena validitas ,s. (Content Validity) atau sesuai dengan
ukuran-ukuran yang dianggap dapat menggambarkan aspek yang diukur. Dengan
demikian, penyusunan alat ukur ,m berpedoman Pada blue print yang memuat
cakupan isi yang hendak diungkap (lihat tabel 1).
Alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan
tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data
tersebut. Untuk melakukan seleksi item digunakan uji validitas dengan teknik
konsistensi internal, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total.
/-yfcTiT:
Teknik untuk mengujin.va men<Tcrunakan teknik korelasi Part Whole untuk menghindari diperolehnya taksiran yang terlalu tinggi (Hadi, 1993).
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas alat ukur adalah sejauh mana suatu pengukuran dapat memberikan hasil yan.tr relatif tidak berbeda bila dilakukan nenoukuran kembali terhadap subjek yang sama atau sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 1997).
Pengertian reliabilitas alat ukur dan reliabilitas hasil ukur biasan.va dianggap relatif sama. Namun. penggunaan masing-masing perlu diperhatikan. Reliabilitas alat ukur erat kaitannya dengan masaiah kesalahan pengukuran
(standard error of measurement). Kesalahan pengukuran sendiri menunjuk pada
sejauh mana inkosistensi hasil pengukuran terjadi apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok subjek yang sama. Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur erat kaitannya dengan kesalahan dalam pengambiian sampel (sampling
error) yang mengacu pada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan
ulang pada kelompok individu yang berbeda (Azwar, 1997). Uji reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis reliabilitas alpha.
F. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam rancangan penelitian ini adalah analisis statistik. Sesuai dengan tujuan penelitian ini dan sifat data yang terkumpul
yaitu variabel bebas dan variabel tergantung maka analisis yang digunakan adalah
teknik korelasi Product Moment dari Pearson /.Hadi, 19961 Semua nerhitunran
dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 11.5.
BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah Penelitian
PT. Matarindo Kreasisarana merupakan sebuah perusahaan yang bergerak
dibidang industri furniture. Perusahaan yang dirintis oleh Drs. H. A. Hafidh
Asrom, MM didirikan pada tanggal 8 September 1989. Pada awal berdinnya lebih
banyak menggunakan bahan baku rotan dalam membuat desain-desain produknya,
sampai dengan pertengahan tahun 1994, pangsa pasar produk "Marta" sebagai
brand name PT. Matarindo Kreasisarana telah menjelajah pasar ekspor, terutama
Amerika Serikat.
Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin langkanya persediaan
bahan baku, kemudian perusahaan beralih dari produk yang mempergunakan
bahan baku rotan menjadi bahan baku kayu, terutama kayu jati dan sungkai.
Beralihnya bahan dasar produksi tersebut membuat pangsa pasarnya berubah,
orientasi pasarnya dalam skala lokal dan nasional. Menangani pengadaan mebelair
berbagai proyek, seperti dari kantor Bank Tabungan Negara (BTN) seluruh
Indonesia, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) seluruh Indonesia. Saat ini sedang
diupayakan membuka kembali pangsa pasar ekspor.
Lokasi produksi PT. Matarindo Kreasisarana berada di Dowangan,
Banyuraden, Camping, Sleman, Yogyakarta, sedangkan kantor pusatnya berlokasi
di Jalan Kaliurang Pandega Rini 09 Yogyakarta. Pada awal berdiri PT. Matarindo
Kreasisarana mempekerjakan tidak lebih dari 20 orang karyawan, kemudian
berkembang hingga sekarang menjadi 150 orang karyawan.
Struktur organisasi PT. Matarindo Kreasisarana mempunyai bentuk lini
dan staf. Perusahaan dipimpin oleh direktur yang bertanggung jawab kepada
dewan komisaris perusahaan. Direktur dibantu oleh seorang manajer. Manajer
membawahi beberapa departemen, yaitu Quality Control & Desain, Produksi,
Keuangan. dan Administrasi dan Penelitian dan Pengembangan. Pada bagian
produksi terdiri dari 3 bagian yaitu pembakalan, pengecatan, dan instalasi. Para
karyawan di departemen produksi dibagi dalam beberapa kelompok kerja, dengan
tiap-tiap kelompok kerja terdiri dari 25 orang. Pada departemen keuangan dan
administrasi dibagi dalam dua bagian yaitu bagian akuntansi dan keuangan dan
bagian personalia.
Fasilitas-fasilitas yang diberikan perusahaan dapat dikatakan baik.
Perusahaan
memberikan
pelatihan-pelatihan
bagi
karyawannya
dengan
bekerjasama dengan Balai Latihan Keja, pelatihan keterampilan mempergunakan
cat bekerjasama dengan PT. Propan Raya. Untuk menunjang produktivitas dan
keterampilan pada bagian Akuntansi dan Keuangan diberikan pelatihan seperti
Brevet A dan Brevet B. Selain itu seluruh karyawan PT. Matarindo Kreasisarana
diikutsertakan dalam program asuransi PT. Jamsostek. Karyawan dilengkapi juga
dengan peralatan-peralatan yang mendukung keselamatan kerja, seperti masker,
sarung tangan, alat pemadam kebakaran dan Iain-lain. Dalam masaiah kesehatan