• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN METODE PARKER-SOCHACKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN METODE PARKER-SOCHACKI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT

OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL

PESAWAT DENGAN METODE PARKER-SOCHACKI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

oleh

NIKEN SAWITRI NIM: 073214001

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

NUMERICAL APPROACH FOR AUTOMATIC CONTROL

OF THE LONGITUDINAL MOTION OF FLIGHT SYSTEM

USING PARKER-SOCHACKI METHODS

SCRIPTION

Presented as Partial Fulfillment for the Requirement to Obtain the Sarjana Science

in Physics Department

by

NIKEN SAWITRI NIM : 073214001

PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE DAN TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)
(4)
(5)

v

tiada burung yang terbang terlalu tinggi saat dia

terbang dengan sayapnya sendiri

usaha yang tanpa menyerah jauh

lebih berharga dibanding hasil

yang gemilang

Saya persembahkan karya ini kepada

Orang tua dan Kakak tercinta

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN METODE

PARKER-SOCHACKI

(9)

ix

ABSTRACT

NUMERICAL APPROACH FOR AUTOMATIC CONTROL OF THE LONGITUDINAL MOTION OF FLIGHT SYSTEM USING

PARKER-SOCHACKI METHODS

(10)
(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

(13)

xiii

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II DASAR TEORI ... 6

2.1. Sistem Kontrol ... 6

2.2. Pendekatan Numerik dengan Metode Parker- Sochacki ... 9

2.3. Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta Orde Empat ... 10

2.4. Persamaan Gerak Longitudinal Pesawat ... 12

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Desain Sistem Kontrol Pilot Otomatis ... 17

3.2. Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis Sebagai Pembanding ... 20

3.3. Penerapan Metode Parker-Sochacki ... 21

(14)

xiv

3.5. Algoritma ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Komputasi Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis untuk Penerbangan ... 30

4.2. Pendekatan Numerik Sistem dengan Gangguan dan Tanpa Kontrol ... 34

4.3. Pendekatan Numerik Sistem Terkontrol dengan Gangguan Bervariasi dengan Metode Parker-Sochacki 36 4.4. Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta Sebagai Pembanding ... 44

BAB V KESIMPULAN ... 51

5.1. Kesimpulan ... 51

5.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 : Grafik pendekatan Runge-Kutta ... 12

Gambar 2.2 : Gambar arah gerak pesawat ... 15

Gambar 3.1 : Algoritma penyelesaian analitik sistem kontrol pilot

otomatis untuk penerbangan ... 26

Gambar 3.2 : Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem

kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode

Parker-Sochacki ... 27

Gambar 3.3 : Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem

kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode

Runge-Kutta ... 28

Gambar 4.1 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dengan

penyelesaian analitik ... 31 Gambar 4.2 : Perbandingan penyelesaian analitik, pendekatan numerik

Parker-Sochacki, dan pendekatan numerik Runge-Kuta .... 32 Gambar 4.3 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) tanpa

(16)

xvi

Gambar 4.4 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator

(∆𝛿𝛿𝑒𝑒) tanpa gangguan angin, dengan kontrol ... 37 Gambar 4.5 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator

(∆𝛿𝛿𝑒𝑒) untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R

𝑞𝑞𝑔𝑔 = 0 derajat/s ... 38 = 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan

Gambar 4.6 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator (∆𝛿𝛿𝑒𝑒) untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R

Gambar 4.8 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator (∆𝛿𝛿𝑒𝑒) untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R

𝑞𝑞𝑔𝑔 = 1 × 10−3 derajat/s... 42 = 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan

Gambar 4.9 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator (∆𝛿𝛿𝑒𝑒) untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R

𝑞𝑞𝑔𝑔 = 1 × 10−2 derajat/s ... 43 = 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan

Gambar 4.10 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) untuk ℎ = 0,1 s 45 Gambar 4.11 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) untuk

(17)

xvii

ℎ = 0,001 s ... 47 Gambar 4.13 : Perbandingan simulasi menggunakan pendekatan numerik

Runge-Kutta untuk interval waktu 0,1 detik, 0,01 detik, dan 0,001 detik dengan pendekatan numerik

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat pesawat terbang dibuat dan diterbangkan pertama kali, pesawat

tersebut hanya mampu bekerja dalam waktu yang relatif singkat. Seiring dengan

perkembangan teknologi, kemampuan kerja pesawat terbang mulai ditingkatkan

melalui berbagai penelitian. Kemampuan kerja yang meningkat tersebut

memungkinkan pesawat untuk terbang lebih jauh dan lebih lama. Penerbangan yang

lebih lama membutuhkan konsentrasi tinggi dan terus menerus dari pilot yang

menerbangkannya. Hal tersebut dapat menimbulkan kelelahan yang mengakibatkan

menurunnya konsentrasi pilot sehingga dapat terjadi kecelakaan pesawat terbang.

Untuk mengatasi hal tersebut, mulai dikembangkan sistem untuk

mengendalikan laju pesawat terbang tanpa pengawasan manusia. Sistem ini sering

disebut sistem pilot otomatis. Sistem pilot otomatis berfungsi mengatur gerak kontrol

pesawat untuk menggerakkan pesawat sesuai dengan yang diharapkan. Ada beberapa

jenis gerak pesawat, salah satunya adalah gerak longitudinal, yaitu gerak pesawat

naik dan turun yang disebabkan perubahan sudut antara pesawat dengan garis

horisontal. Gerak pesawat ini diatur menggunakan bagian pesawat yang disebut

elevator [Nelson, 1998]. Oleh karena itu, untuk mengendalikan gerak longitudinal

(19)

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendesain kontrol

sistem pilot otomatis. Salah satunya adalah dengan metode state space (ruang

keadaan). Metode ini pada dasarnya digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik

suatu sistem dalam bentuk persamaan diferensial [Groesen dan Molenaar, 2007].

Dengan mengetahui karakteristik suatu sistem, dapat dicari kontrol yang tepat untuk

mengendalikan sistem agar stabil.

Persamaan-persamaan diferensial yang merupakan karakter sistem yang

telah dikontrol tersebut dapat disimulasikan menggunakan pendekatan numerik.

Simulasi ini berguna untuk memprediksi respon sistem terhadap kontrol yang

diberikan sebelum kontrol yang sebenarnya dibuat. Hal ini membantu menekan biaya

eksperimen dengan mencegah kesalahan yang mungkin dibuat dalam mendesain

kontrol sistem tersebut.

Salah satu pendekatan numerik yang dapat dilakukan adalah dengan metode

iterasi Picard.

Untuk menanggulangi kelemahan dari metode iterasi Picard, G. Edgar

Parker dan James S. Sochacki melakukan modifikasi untuk menyatakan iterasi Picard

dalam bentuk yang lebih sederhana. Modifikasi ini kemudian disebut metode

Parker-Sochacki [Steward dan Bair, 2009]. Berkat metode Parker-Parker-Sochacki, pendekatan

Kelebihan dari metode iterasi ini adalah akurasi nilai keluaran yang

lebih tinggi untuk pendekatan dengan orde yang lebih tinggi. Namun, karena

menggunakan integrasi untuk menyatakan pendekatan pada setiap orde, untuk orde

(20)

numerik suatu persamaan diferensial lebih mudah dilakukan dengan hasil yang lebih

akurat dibandingkan dengan solusi menggunakan metode numerik lainnya.

Pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki ideal digunakan untuk

melakukan simulasi kontrol dan respon sistem pilot otomatis untuk penerbangan yang

dirumuskan dengan metode ruang keadaan. Selain itu, metode pendekatan numerik

ini mampu memprediksi keadaan sistem dengan lebih akurat sehingga kontrol sistem

dapat disesuaikan dengan keadaan sistem secara lebih cepat dan akurat. Dengan

demikian, diharapkan dapat dirumuskan desain kontrol sistem pilot otomatis untuk

penerbangan yang lebih baik dengan bantuan metode ini.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, yang menjadi

permasalahan adalah perumusan desain kontrol sistem pilot otomatis gerak

longitudinal pesawat menggunakan kombinasi antara metode ruang keadaan dan

metode pendekatan numerik Parker-Sochacki.

1.3. Batasan Masalah

Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini dibatasi pada masalah yang

menyangkut:

1. Penggunaan metode ruang keadaan untuk merumuskan karakter sistem dan

kontrol optimal pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal

(21)

2. Penggunaan penyelesaian analitik untuk merumuskan respon pesawat yang

tidak terkena gangguan terhadap kontrol dan dibandingkan dengan

penyelesaian menggunakan pendekatan numerik dengan metode

Parker-Sochacki dan metode Runge-Kutta untuk kasus yang sama.

3. Penggunaan kombinasi metode ruang keadaan dan pendekatan numerik

dengan metode Parker-Sochacki untuk merumuskan desain kontrol dan

respon sistem pilot otomatis pesawat yang mendapatkan gangguan.

4. Penggunaan kombinasi metode ruang keadaan dan pendekatan numerik

dengan metode Runge-Kutta untuk merumuskan desain kontrol untuk

pesawat yang dikenai gangguan dan dibandingkan dengan pendekatan

numerik menggunakan metode Parker-Sochacki untuk kasus yang sama.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan desain kontrol sistem

pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal pesawat menggunakan

kombinasi metode ruang keadaan dan pendekatan numerik dengan metode

Parker-Sochacki.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan desain optimal kontrol sistem pilot otomatis untuk

(22)

2. Menambah pustaka di bidang fisika komputasi mengenai pendekatan

numerik dengan metode Parker-Sochacki untuk melakukan desain kontrol

sistem pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal pesawat.

1.6. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Pada bab I akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II Dasar Teori

Bab II berisi penguraian tentang sistem kontrol dengan metode ruang

keadaan, pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki,

pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta orde 4, dan

persamaan gerak longitudinal pesawat terbang.

BAB III Metode Penelitian

Bab III menguraikan langkah-langkah yang dilakukan saat penelitian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Pada bab IV akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan

penelitian.

BAB V Penutup

(23)

6

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Sistem Kontrol

Sistem merupakan kumpulan berbagai elemen yang saling berinteraksi

sedemikian rupa sehingga perubahan keadaan sebuah elemen akan mempengaruhi

keadaan elemen yang lain. Interaksi antar elemen tersebut dapat dikendalikan

sedemikian rupa sehingga dihasilkan keadaan elemen yang sesuai dengan keluaran

yang diharapkan. Sistem yang telah dikendalikan disebut sistem terkontrol [Meyers,

1992].

Perumusan proses kontrol sebuah sistem dimulai dengan menganalisis

karakter sistem tersebut. Untuk mempermudah proses analisis, suatu sistem dapat

dinyatakan dalam bentuk persamaan-persamaan diferensial. Salah satu metode yang

dapat digunakan untuk menyatakan persamaan karakter sistem adalah metode ruang

keadaan (state space). Metode ruang keadaan pada dasarnya merupakan perumusan

persamaan-persamaan diferensial orde satu yang mendeskripsikan karakteristik

sistem yang dianalisis [Nelson, 1998].

Metode ruang keadaan dinyatakan dalam bentuk persamaan [Ogata, 1985]

𝑥𝑥⃗̇=𝑨𝑨𝑥𝑥⃗+𝑩𝑩𝜇𝜇⃗ (2.1)

(24)

Dengan 𝑨𝑨 adalah matriks keadaan sistem, 𝑩𝑩 adalah matriks masukan, 𝑪𝑪 adalah

matriks keluaran, 𝑥𝑥⃗ adalah variabel keadaan, 𝜇𝜇⃗ adalah masukan yang diberikan, dan 𝑦𝑦⃗

adalah keluaran yang dihasilkan.

Dengan memperhitungkan pengaruh gangguan pada sistem, persamaan

ruang keadaan suatu sistem juga dapat dituliskan sebagai berikut [Nelson, 1998]

𝑥𝑥⃗̇=𝑨𝑨𝑥𝑥⃗+𝑩𝑩𝜇𝜇⃗+𝑫𝑫𝜀𝜀⃗ (2.3)

𝑦𝑦⃗=𝑪𝑪𝑥𝑥⃗ (2.4)

Dengan 𝑫𝑫 adalah matriks gangguan sistem dan 𝜀𝜀⃗ adalah variabel gangguan.

Pengendalian pada sistem dalam bentuk ruang keadaan dengan

menggunakan karakter sistem melalui huku m kontrol dinyatakan dalam persamaan

[Nelson, 1998]

𝜇𝜇⃗=−𝑘𝑘𝑇𝑇𝑥𝑥⃗+𝜇𝜇′ (2.5)

dengan 𝑘𝑘𝑇𝑇 adalah transpose feedback dan 𝜇𝜇′ adalah masukan yang diberikan tanpa

adanya feedback (masukan awal).

Persamaan (2.1) yang dikombinasikan dengan persamaan (2.5) akan

mengubah persamaan ruang keadaan sistem terkontrol menjadi [Nelson, 1998]

𝑥𝑥⃗̇= (𝑨𝑨 − 𝑩𝑩𝑘𝑘𝑇𝑇)𝑥𝑥⃗+𝑩𝑩𝜇𝜇′ (2.6)

Desain kontrol suatu sistem dapat dilakukan dengan cara menyamakan

(25)

diharapkan. Persamaan karakteristik sistem diperoleh melalui persamaan [Nelson,

1998]

|𝜆𝜆𝜆𝜆 −(𝑨𝑨 − 𝑩𝑩𝑘𝑘𝑇𝑇)| = 0 (2.7)

Sedangkan, karakteristik sistem yang diharapkan ditunjukkan melalui persamaan

[Nelson, 1998]

�𝜆𝜆2+ 2𝜉𝜉

𝑠𝑠𝑝𝑝𝜔𝜔𝑛𝑛𝑠𝑠𝑝𝑝𝜆𝜆+𝜔𝜔𝑛𝑛2𝑠𝑠𝑝𝑝� �𝜆𝜆2+ 2𝜉𝜉𝑝𝑝𝜔𝜔𝑛𝑛𝑝𝑝𝜆𝜆+𝜔𝜔𝑛𝑛2𝑝𝑝�= 0 (2.8)

Dengan 𝜉𝜉𝑠𝑠𝑝𝑝 adalah damping ratio untuk pergerakan dalam waktu singkat (short

phugoid motion), 𝜔𝜔𝑛𝑛𝑠𝑠𝑝𝑝 adalah frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan dalam

waktu singkat, 𝜉𝜉𝑝𝑝 adalah damping ratio untuk pergerakan dalam waktu yang lama

(long phugoid motion) 𝜔𝜔𝑛𝑛𝑝𝑝 adalah frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan

dalam waktu yang lama. Kontrol optimal diperoleh dengan memasukkan persamaan

karakteristik sistem yang diharapkan ke dalam persamaan karakteristik sistem yang

dimiliki sehingga dapat diperoleh nilai k yang optimal untuk setiap keadaan.

Persamaan (2.1) dapat diselesaikan dengan menggunakan metode analitik

dengan persamaan sebagai berikut

𝚽𝚽(𝑡𝑡) =ℒ−1[(𝑠𝑠𝐈𝐈 − 𝑨𝑨)−1] (2.9)

(26)

Dengan 𝚽𝚽(𝑡𝑡) adalah transisi matriks keadaan dan 𝑥𝑥⃗(0) adalah keadaan awal (pada

saat t = 0). Persamaan (2.9) dan (2.10) adalah penyelesaian persamaan keadaan

dengan matriks transisi dengan metode transformasi Laplace [Nelson, 1998].

2.2. Pendekatan Numerik dengan Metode Parker-Sochacki

Metode ruang keadaan digunakan untuk menyatakan kontrol sistem dalam

persamaan diferensial. Persamaan diferensial ini dapat dijabarkan melalui pendekatan

secara numerik menggunakan metode Picard. Metode ini pada dasarnya digunakan

untuk mencari solusi persamaan diferensial sederhana berbentuk

� 𝑦𝑦

(𝑡𝑡) =𝑓𝑓(𝑡𝑡,𝑦𝑦)

𝑦𝑦(𝑡𝑡0) =𝑦𝑦0

(2.11)

dari hubungan berulang yang memenuhi [Parker dan Sochacki, 1996]

𝑦𝑦(𝑡𝑡) =𝑦𝑦0+∫ 𝑓𝑓�𝑠𝑠𝑡𝑡𝑡𝑡 ,𝑦𝑦(𝑠𝑠)�𝑑𝑑𝑠𝑠

0 (2.12)

dengan asumsi 𝑓𝑓 dan 𝜕𝜕𝑓𝑓 𝜕𝜕𝑦𝑦⁄ kontinyu di daerah sekitar (𝑡𝑡0,𝑦𝑦0). Secara khusus,

hubungan berulang tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk [Parker dan Sochacki,

1996]

Untuk orde n yang semakin tinggi, metode tersebut semakin sulit dilakukan.

(27)

Picard pada persamaan diferensial sederhana dengan 𝑡𝑡0 = 0. Persamaan diferensial

sederhana tersebut dikonversi menjadi persamaan polinomial menggunakan substitusi

dan sistem penjumlahan [Parker dan Sochacki, 1996].

Pada metode ini, variabel sistem dengan orde yang lebih tinggi diselesaikan

menggunakan kondisi awal yang adalah variabel sistem orde sebelumnya. Bentuk

umum dari modifikasi iterasi Picard oleh Parker-Sochacki yaitu [Steward dan Bair,

2009]:

𝑦𝑦(𝑡𝑡+𝛥𝛥𝑡𝑡) =𝑦𝑦(𝑡𝑡) +∑𝑛𝑛𝑝𝑝=1𝑦𝑦𝑝𝑝(𝛥𝛥𝑡𝑡)𝑝𝑝 (2.14)

dengan 𝑦𝑦(𝑡𝑡) adalah nilai 𝑦𝑦 pada iterasi sampai ke 𝑡𝑡, 𝑦𝑦𝑝𝑝 adalah komponen y.

Metode Parker-Sochacki menawarkan penyelesaian yang lebih sederhana

dibandingkan dengan metode Picard, dengan tingkat ketelitian yang sama. Hanya

diperlukan satu persamaan untuk mendapatkan pendekatan numerik untuk setiap nilai

pada 𝑡𝑡.

2.3. Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta Orde Empat

Selain menggunakan metode Parker-Sochacki, pendekatan numerik untuk

menjabarkan persamaan diferensial suatu sistem dapat dilakukan dengan metode

Runge-Kutta. Metode Runge-Kutta yang paling sering digunakan adalah metode

Runge-Kutta orde empat. Pada metode ini, persamaan diferensial dengan ketentuan

seperti pada persamaan (2.11), didekati dengan menggunakan persamaan [Chapra,

(28)

𝑦𝑦𝑖𝑖+1 =𝑦𝑦𝑖𝑖 +𝜙𝜙ℎ (2.15)

Dengan 𝜙𝜙 adalah fungsi penambahan, ℎ adalah interval waktu yang dipilih, 𝑘𝑘1adalah

slope pertama, 𝑘𝑘2 adalah slope kedua, 𝑘𝑘3 adalah slope ketiga, 𝑘𝑘4 adalah slope

keempat.

Grafik metode Runge-Kutta digambarkan pada grafik 2.1. 𝑘𝑘1 adalah kemiringan grafik pada awal interval waktu (pada saat t = 𝑡𝑡𝑖𝑖). Kemiringan grafik 𝑘𝑘1

ini kemudian digunakan untuk menentukan pendekatan pertama titik y dengan

kemiringan grafik 𝑘𝑘2 dan berada di t = 𝑡𝑡𝑖𝑖+1 2

. Kemiringan grafik 𝑘𝑘2 kemudian

digunakan untuk menentukan pendekatan titik y dengan kemiringan grafik 𝑘𝑘3 yang juga berada di titik t = 𝑡𝑡𝑖𝑖+1

2

. Kemiringan grafik 𝑘𝑘3 digunakan untuk menentukan

pendekatan ketiga titik y dengan kemiringan grafik 𝑘𝑘4 yang berada di t = 𝑡𝑡𝑖𝑖+1.

(29)

(2.16) untuk menghasilkan kemiringan rata-rata 𝜙𝜙 dalam menentukan pendekatan

terakhir titik y di t = 𝑡𝑡𝑖𝑖+1 [Chapra, 2008].

Gambar 2.1 Grafik Pendekatan Runge-Kutta

2.4. Persamaan Gerak Longitudinal Pesawat

Pesawat di udara dan lingkungan di sekitarnya merupakan salah satu bentuk

sistem. Gerak pesawat yang terbang di udara dipengaruhi gaya dan momentum

aerodinamis yang bekerja pada pesawat tersebut. Selain itu, gangguan berupa angin

juga mempengaruhi gerak pesawat. Sehingga, pada saat mendesain kontrol gerak

pesawat otomatis, pengaruh-pengaruh tersebut perlu diperhatikan.

Bentuk umum persamaan gaya dan momentum sudut aerodinamis yang

(30)

𝐹𝐹𝑥𝑥 − 𝑚𝑚𝑔𝑔 𝑠𝑠𝑖𝑖𝑛𝑛 𝜃𝜃= 𝑚𝑚(𝑢𝑢̇+𝑞𝑞𝑤𝑤 − 𝑟𝑟𝑟𝑟) (2.21)

𝐹𝐹𝑦𝑦 +𝑚𝑚𝑔𝑔cos𝜃𝜃sin𝜃𝜃= 𝑚𝑚(𝑟𝑟̇+𝑟𝑟𝑢𝑢 − 𝑝𝑝𝑤𝑤) (2.22)

𝐹𝐹𝑧𝑧 +𝑚𝑚𝑔𝑔cos𝜃𝜃cos𝜙𝜙 =𝑚𝑚(𝑤𝑤̇+𝑝𝑝𝑟𝑟 − 𝑞𝑞𝑢𝑢) (2.23)

𝐿𝐿𝑥𝑥 =𝜆𝜆𝑥𝑥𝑝𝑝̇ − 𝜆𝜆𝑥𝑥𝑧𝑧𝑟𝑟̇+𝑞𝑞𝑟𝑟�𝜆𝜆𝑧𝑧 − 𝜆𝜆𝑦𝑦� − 𝜆𝜆𝑥𝑥𝑧𝑧𝑝𝑝𝑞𝑞 (2.24)

𝐿𝐿𝑦𝑦 = 𝜆𝜆𝑦𝑦𝑞𝑞̇+𝑟𝑟𝑞𝑞(𝜆𝜆𝑥𝑥− 𝜆𝜆𝑧𝑧) +𝜆𝜆𝑥𝑥𝑧𝑧(𝑝𝑝2− 𝑟𝑟2) (2.25)

𝐿𝐿𝑧𝑧 = −𝜆𝜆𝑥𝑥𝑧𝑧𝑝𝑝̇+𝜆𝜆𝑧𝑧𝑟𝑟̇+𝑝𝑝𝑞𝑞�𝜆𝜆𝑦𝑦 − 𝜆𝜆𝑥𝑥�+𝜆𝜆𝑥𝑥𝑧𝑧𝑞𝑞𝑟𝑟 (2.26)

dengan 𝐹𝐹𝑥𝑥 , 𝐿𝐿𝑥𝑥 , 𝑢𝑢, 𝑝𝑝, dan 𝜆𝜆𝑥𝑥 adalah komponen gaya aerodinamis, komponen

momentum sudut aerodinamis, komponen kecepatan linier pesawat, komponen

kecepatan sudut pesawat, dan komponen momen inersia pesawat searah sumbu x, 𝐹𝐹𝑦𝑦,

𝐿𝐿𝑦𝑦, 𝑟𝑟, 𝑞𝑞, dan 𝜆𝜆𝑦𝑦 adalah komponen gaya aerodinamis, komponen momentum sudut

aerodinamis, komponen kecepatan linier pesawat, komponen kecepatan sudut

pesawat, dan komponen momen inersia pesawat searah sumbu y, 𝐹𝐹𝑧𝑧, 𝐿𝐿𝑧𝑧, 𝑤𝑤, 𝑟𝑟, dan 𝜆𝜆𝑧𝑧

adalah komponen gaya aerodinamis, komponen momentum sudut aerodinamis,

komponen kecepatan linier pesawat, komponen kecepatan sudut pesawat, dan

komponen momen inersia pesawat searah sumbu z, 𝑚𝑚 adalah massa pesawat, 𝜃𝜃

adalah sudut kenaikan pesawat, dan 𝜆𝜆𝑥𝑥𝑧𝑧 adalah produk komponen momen inersia

(31)

Didefinisikan

∆𝛿𝛿𝑎𝑎 adalah perubahan sudut aileron.

Pada pesawat yang bergerak dengan tenang (tidak melakukan gerakan yang

ekstrim), gerak pesawat tersebut dapat diasumsikan terbagi menjadi dua grup

persamaan yaitu, persamaan gerak longitudinal (gerak yang disebabkan perubahan

sudut 𝜃𝜃) dan persamaan gerak lateral (gerak yang disebabkan perubahan sudut 𝜙𝜙).

(32)

komponen momentum sudut searah sumbu z (𝐿𝐿𝑧𝑧), dan persamaan komponen gaya searah sumbu y (𝐹𝐹𝑦𝑦) [Nelson, 1998].

Gambar 2.2 Gambar arah gerak pesawat

Persamaan gerak longitudinal dan lateral pesawat yang bergerak tenang

dapat dianalisis secara terpisah. Untuk persamaan gerak longitudinal, pada proses

analisis variabel 𝑟𝑟, 𝑝𝑝, 𝑟𝑟, dan turunannya dianggap nol. Dengan adanya pengaruh angin pada atmosfer, melalui proses linearisasi, persamaan gerak longitudinal

pesawat menjadi [Nelson, 1998]

𝑑𝑑𝑡𝑡𝑑𝑑 − 𝑋𝑋𝑢𝑢� ∆𝑢𝑢+𝑋𝑋𝑢𝑢𝑢𝑢𝑔𝑔+�𝑤𝑤𝑔𝑔− ∆𝑤𝑤�𝑋𝑋𝑤𝑤 +𝑔𝑔∆𝜃𝜃 =𝑋𝑋𝛿𝛿∆𝛿𝛿𝑒𝑒 (2.33)

𝑑𝑑𝑡𝑡𝑑𝑑 − 𝑍𝑍𝑤𝑤� ∆𝑤𝑤+𝑍𝑍𝑤𝑤𝑤𝑤𝑔𝑔+�𝑢𝑢𝑔𝑔 − ∆𝑢𝑢�𝑍𝑍𝑢𝑢 − 𝑢𝑢0∆𝑞𝑞=𝑍𝑍𝛿𝛿∆𝛿𝛿𝑒𝑒 (2.34)

𝑑𝑑𝑡𝑡𝑑𝑑 − 𝑀𝑀𝑞𝑞� ∆𝑞𝑞+𝑀𝑀𝑞𝑞𝑞𝑞𝑔𝑔+�𝑢𝑢𝑔𝑔 − ∆𝑢𝑢�𝑀𝑀𝑢𝑢 +�𝑤𝑤𝑔𝑔 − ∆𝑤𝑤�𝑀𝑀𝑤𝑤 = 𝑀𝑀𝛿𝛿∆𝛿𝛿𝑒𝑒 (2.35)

(33)

Dengan 𝑢𝑢𝑔𝑔 adalah gangguan searah u, 𝑤𝑤𝑔𝑔 adalah gangguan searah w, 𝑞𝑞𝑔𝑔 adalah

gangguan searah q, dan didefinisikan

(34)

17

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Sistem Kontrol Pilot Otomatis

Analisis sistem yang terdiri atas pesawat dan lingkungan di sekitarnya yang

mempengaruhi gerak pesawat tersebut dilakukan dengan menggunakan metode ruang

keadaan. Berdasarkan persamaan umum dari metode ruang keadaan pada persamaan

(2.3), persamaan gerak longitudinal pesawat (persamaan (2.33) sampai (2.36))

dituliskan sebagai berikut

Persamaan (3.1) tersebut kemudian ditata ulang menjadi

(35)

Secara umum, persamaan (3.2) dapat ditulis

𝑥𝑥̇=𝑨𝑨′(𝑥𝑥 − 𝜀𝜀) +𝑩𝑩𝜇𝜇 (3.3)

Dari persamaan ini diperoleh matriks keadaan sistem yang baru (𝑨𝑨′) yang

berubah-ubah sesuai dengan nilai 𝑞𝑞′.

Dipilih 𝜉𝜉𝑠𝑠𝑝𝑝 = 0,6, 𝜉𝜉𝑝𝑝 = 0,05, 𝜔𝜔𝑠𝑠𝑝𝑝 = 3,0 derajat/s, dan 𝜔𝜔𝑝𝑝 = 0,1 derajat/s. Nilai yang diberikan ini mempengaruhi kontrol dan gerak pesawat sebagai respon

terhadap kontrol. Damping ratio dan frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan

dalam waktu singkat mempengaruhi pola gerak pesawat saat mulai mendapat

gangguan (awal dilakukan simulasi). Sedangkan, damping ratio dan frekuensi natural

tak teredam untuk pergerakan dalam waktu yang lama mempengaruhi pola gerak

pesawat selama simulasi dilakukan. Diperoleh persamaan karakteristik yang

dikehendaki, yaitu

𝜆𝜆4+ 3,61𝜆𝜆3+ 9,05𝜆𝜆2+ 0,126𝜆𝜆+ 0,09 = 0 (3.4)

Pada penelitian, diambil nilai 𝑋𝑋𝑢𝑢, 𝑋𝑋𝑤𝑤, 𝑍𝑍𝑢𝑢, 𝑍𝑍𝑤𝑤, 𝑀𝑀𝑢𝑢, 𝑀𝑀𝑤𝑤, 𝑀𝑀𝑞𝑞, 𝑢𝑢0,

𝑋𝑋𝛿𝛿𝑒𝑒,𝑍𝑍𝛿𝛿𝑒𝑒, 𝑀𝑀𝛿𝛿𝑒𝑒, dan 𝑔𝑔 dari data penanganan pesawat Boeing 747 [Heffley dan Jewell,

1972]. Matriks keadaan sistem dan matriks masukan menjadi

(36)

𝑩𝑩=�

Persamaan karakteristik sistem dicari menggunakan persamaan (2.7). Nilai

𝑨𝑨′ dan 𝑩𝑩 dimasukkan ke dalam persamaan tersebut sehingga diperoleh konstanta

persamaan karakteristik sistem untuk setiap orde 𝜆𝜆 sebagai berikut

𝜆𝜆3 (0,959 𝑘𝑘

Dengan menyamakan konstanta persamaan (3.4) dengan persamaan (3.5)

sampai (3.8), diperoleh nilai 𝑘𝑘1, 𝑘𝑘2, 𝑘𝑘3, dan 𝑘𝑘4 sebagai kontrol yang sesuai untuk

sistem tersebut. Sehingga, sesuai dengan persamaan (2.5), tanpa adanya masukan

(37)

∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡) =− �𝑘𝑘1�∆𝑢𝑢(𝑡𝑡)− 𝑢𝑢𝑔𝑔�+𝑘𝑘2�∆𝑤𝑤(𝑡𝑡)− 𝑤𝑤𝑔𝑔�+𝑘𝑘3�∆𝑞𝑞(𝑡𝑡)− 𝑞𝑞𝑔𝑔�+

𝑘𝑘4∆𝜃𝜃(𝑡𝑡)� (3.9)

3.2. Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis Sebagai Pembanding

Berdasarkan persamaan (2.6), persamaan (3.3) dapat ditulis sebagai berikut

𝑥𝑥̇=𝑨𝑨′′(𝑥𝑥 − 𝜀𝜀) (3.10)

𝑨𝑨′′ =𝑨𝑨− 𝑩𝑩𝑘𝑘𝑇𝑇 (3.11)

Dengan menggunakan persamaan (2.9), diperoleh

𝚽𝚽(𝑡𝑡) =ℒ−1[(𝑠𝑠𝐈𝐈 − 𝑨𝑨′′)−1] (3.12)

Namun, nilai 𝑨𝑨′ yang terus berubah karena adanya varibel 𝑞𝑞′ yang terus berubah

menyebabkan 𝚽𝚽(𝑡𝑡) juga terus berubah. Artinya, penyelesaian analitik untuk setiap

nilai 𝑡𝑡 berbeda. Hal ini sangat sulit dilakukan. Karena itu, sebagai pembanding,

dilakukan penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis tanpa gangguan (𝜀𝜀 =

(38)

Jika matriks 𝑨𝑨 dan 𝑩𝑩 dimasukkan ke dalam persamaan (3.11) dan dengan nilai awal

∆𝑢𝑢(0) = 0, ∆𝑤𝑤(0) = 0, ∆𝑞𝑞(0) = 0, ∆𝜃𝜃(0) = 5, berdasarkan persamaan (2.10) dan

(3.12) diperoleh penyelesaian

∆𝜃𝜃(𝑡𝑡) = 5�(−0,00208712−0,0102818𝑖𝑖)𝑒𝑒(1,80014−2,40155𝑖𝑖)𝑡𝑡

(0,00208712−0,0102818𝑖𝑖)𝑒𝑒(−1,80014 +2,40155𝑖𝑖)𝑡𝑡+ (0,502087 +

0,234752𝑖𝑖)𝑒𝑒(−0,00499923−0,0998723𝑖𝑖)𝑡𝑡+

(0,502087−0,234752𝑖𝑖)𝑒𝑒(−0,00499923 +0,0998723𝑖𝑖)𝑡𝑡� (3.13)

3.3. Penerapan Metode Parker-Sochacki

Untuk mengawali metode Parker-Sochacki, diperlukan pendefinisian

beberapa variabel, seperti

∆𝑢𝑢(𝑡𝑡) =∆𝑢𝑢1+∆𝑢𝑢2𝑡𝑡+∆𝑢𝑢3𝑡𝑡2+∆𝑢𝑢

4𝑡𝑡3+⋯+∆𝑢𝑢𝑛𝑛+1𝑡𝑡𝑛𝑛 (3.14)

∆𝑤𝑤(𝑡𝑡) =∆𝑤𝑤1+∆𝑤𝑤2𝑡𝑡+∆𝑤𝑤3𝑡𝑡2+∆𝑤𝑤4𝑡𝑡3+⋯+∆𝑤𝑤𝑛𝑛+1𝑡𝑡𝑛𝑛 (3.15)

∆𝑞𝑞(𝑡𝑡) =∆𝑞𝑞1+∆𝑞𝑞2𝑡𝑡+∆𝑞𝑞3𝑡𝑡2+∆𝑞𝑞

4𝑡𝑡3+⋯+∆𝑞𝑞𝑛𝑛+1𝑡𝑡𝑛𝑛 (3.16)

∆𝜃𝜃(𝑡𝑡) =∆𝜃𝜃1+∆𝜃𝜃2𝑡𝑡+∆𝜃𝜃3𝑡𝑡2+∆𝜃𝜃4𝑡𝑡3+⋯+∆𝜃𝜃𝑛𝑛+1𝑡𝑡𝑛𝑛 (3.17)

sehingga

∆𝑢𝑢̇(𝑡𝑡) =∆𝑢𝑢2+ 2 ∆𝑢𝑢3𝑡𝑡+ 3 ∆𝑢𝑢4𝑡𝑡2+ 4 ∆𝑢𝑢

5𝑡𝑡3+⋯+ (𝑛𝑛+ 1)∆𝑢𝑢𝑛𝑛+2𝑡𝑡𝑛𝑛

(3.18)

∆𝑤𝑤̇(𝑡𝑡) =∆𝑤𝑤2+ 2 ∆𝑤𝑤3𝑡𝑡+ 3 ∆𝑤𝑤4𝑡𝑡2+ 4 ∆𝑤𝑤5𝑡𝑡3+⋯+ (𝑛𝑛+ 1)∆𝑤𝑤𝑛𝑛+2𝑡𝑡𝑛𝑛

(39)

∆𝑞𝑞̇(𝑡𝑡) =∆𝑞𝑞2+ 2 ∆𝑞𝑞3𝑡𝑡+ 3 ∆𝑞𝑞4𝑡𝑡2+ 4 ∆𝑞𝑞5𝑡𝑡3+⋯+ (𝑛𝑛+ 1)∆𝑞𝑞𝑛𝑛+2𝑡𝑡𝑛𝑛

(3.20)

∆𝜃𝜃̇(𝑡𝑡) =∆𝜃𝜃2+ 2 ∆𝜃𝜃3𝑡𝑡+ 3 ∆𝜃𝜃4𝑡𝑡2+ 4 ∆𝜃𝜃5𝑡𝑡3+⋯+ (𝑛𝑛+ 1)∆𝜃𝜃𝑛𝑛+2𝑡𝑡𝑛𝑛

(3.21)

Berdasarkan persamaan ruang keadaan sistem pilot otomatis,

∆𝑢𝑢̇(𝑡𝑡) =𝑋𝑋𝑢𝑢�∆𝑢𝑢(𝑡𝑡)− 𝑢𝑢𝑔𝑔�+𝑋𝑋𝑤𝑤�∆𝑤𝑤(𝑡𝑡)− 𝑤𝑤𝑔𝑔� − 𝑔𝑔∆𝜃𝜃(𝑡𝑡) +𝑋𝑋𝛿𝛿𝑒𝑒∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡)

(3.22)

∆𝑤𝑤̇(𝑡𝑡) =𝑍𝑍𝑢𝑢�∆𝑢𝑢(𝑡𝑡)− 𝑢𝑢𝑔𝑔�+𝑍𝑍𝑤𝑤�∆𝑤𝑤(𝑡𝑡)− 𝑤𝑤𝑔𝑔�+𝑢𝑢0𝑞𝑞′�∆𝑞𝑞(𝑡𝑡)− 𝑞𝑞𝑔𝑔�+

𝑍𝑍𝛿𝛿𝑒𝑒∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡) (3.23)

∆𝑞𝑞̇(𝑡𝑡) =𝑀𝑀𝑢𝑢�∆𝑢𝑢(𝑡𝑡)− 𝑢𝑢𝑔𝑔�+𝑀𝑀𝑤𝑤�∆𝑤𝑤(𝑡𝑡)− 𝑤𝑤𝑔𝑔�+𝑀𝑀𝑞𝑞�∆𝑞𝑞(𝑡𝑡)− 𝑞𝑞𝑔𝑔�+

𝑀𝑀𝛿𝛿𝑒𝑒∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡) (3.24)

∆𝜃𝜃̇(𝑡𝑡) =𝑞𝑞′�∆𝑞𝑞(𝑡𝑡)− 𝑞𝑞𝑔𝑔� (3.25)

Melalui proses substitusi persamaan (3.14) sampai (3.21) ke dalam

persamaan (3.22) sampai (3.25), diperoleh

∆𝑢𝑢2 =𝑋𝑋𝑢𝑢�∆𝑢𝑢1− 𝑢𝑢𝑔𝑔�+𝑋𝑋𝑤𝑤(∆𝑤𝑤1− 𝑤𝑤𝑔𝑔)− 𝑔𝑔∆𝜃𝜃1 +𝑋𝑋𝛿𝛿𝑒𝑒∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡) (3.26)

∆𝑤𝑤2 = 𝑍𝑍𝑢𝑢�∆𝑢𝑢1− 𝑢𝑢𝑔𝑔�+𝑍𝑍𝑤𝑤(∆𝑤𝑤1− 𝑤𝑤𝑔𝑔) +𝑢𝑢0𝑞𝑞′(∆𝑞𝑞1− 𝑞𝑞𝑔𝑔) +𝑍𝑍𝛿𝛿𝑒𝑒∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡)

(40)

∆𝑞𝑞2 =𝑀𝑀𝑢𝑢�∆𝑢𝑢1− 𝑢𝑢𝑔𝑔�+𝑀𝑀𝑤𝑤(∆𝑤𝑤1− 𝑤𝑤𝑔𝑔) +𝑀𝑀𝑞𝑞(∆𝑞𝑞1− 𝑞𝑞𝑔𝑔) +𝑀𝑀𝛿𝛿𝑒𝑒∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡)

(3.28)

∆𝜃𝜃2 =𝑞𝑞′(∆𝑞𝑞1− 𝑞𝑞𝑔𝑔) (3.29)

dan

∆𝑢𝑢𝑛𝑛+1 =

𝑋𝑋𝑢𝑢∆𝑢𝑢𝑛𝑛 +𝑋𝑋𝑤𝑤∆𝑤𝑤𝑛𝑛 − 𝑔𝑔∆𝜃𝜃𝑛𝑛 +𝑋𝑋𝛿𝛿𝑒𝑒∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡)

𝑛𝑛

(3.30)

∆𝑤𝑤𝑛𝑛+1 =

𝑍𝑍𝑢𝑢∆𝑢𝑢𝑛𝑛 +𝑍𝑍𝑤𝑤∆𝑤𝑤𝑛𝑛+𝑢𝑢0𝑞𝑞′∆𝑞𝑞𝑛𝑛 +𝑍𝑍𝛿𝛿𝑒𝑒∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡)

𝑛𝑛

(3.31)

∆𝑞𝑞𝑛𝑛+1 =

𝑀𝑀𝑢𝑢∆𝑢𝑢𝑛𝑛 +𝑀𝑀𝑤𝑤∆𝑤𝑤𝑛𝑛 +𝑀𝑀𝑞𝑞∆𝑞𝑞𝑛𝑛 +𝑀𝑀𝛿𝛿𝑒𝑒∆𝛿𝛿𝑒𝑒(𝑡𝑡)

𝑛𝑛

(3.32)

∆𝜃𝜃𝑛𝑛+1 =

𝑞𝑞′∆𝑞𝑞𝑛𝑛

𝑛𝑛

(3.33)

dengan n = 2, 3, 4, ... adalah orde persamaan (3.14) sampai (3.17).

Melalui persamaan (3.26) sampai (3.33), didapatkan nilai setiap variabel

pada persamaan (3.14) sampai (3.17). Dari persamaan-persamaan tersebut diperoleh

nilai ∆𝑢𝑢, ∆𝑤𝑤, ∆𝑞𝑞, dan ∆𝜃𝜃 pada saat 𝑡𝑡. Dengan demikian, komputasi dari pendekatan

numerik dengan metode Parker-Sochacki sistem pilot otomatis untuk penerbangan

(41)

3.4. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Empat sebagai Pembanding

Persamaan ruang keadaan sistem pilot otomatis pesawat seperti pada

persamaan (3.22) sampai (3.25) dijabarkan dengan pendekatan numerik dengan

metode Runge-Kutta orde empat. Sesuai dengan persamaan (2.15) sampai (2.20),

persamaan ruang keadaan sistem pilot otomatis pesawat dijabarkan sebagai berikut

(42)
(43)

𝑘𝑘𝜃𝜃2 =𝑞𝑞′ ��∆𝑞𝑞(𝑡𝑡)− 𝑞𝑞𝑔𝑔�+

1

2ℎ𝑘𝑘𝜃𝜃1� (3.50)

𝑘𝑘𝜃𝜃3 =𝑞𝑞′ ��∆𝑞𝑞(𝑡𝑡)− 𝑞𝑞𝑔𝑔�+

1

2ℎ𝑘𝑘𝜃𝜃2� (3.51)

𝑘𝑘𝜃𝜃4 =𝑞𝑞′ ��∆𝑞𝑞(𝑡𝑡)− 𝑞𝑞𝑔𝑔�+ℎ𝑘𝑘𝜃𝜃3� (3.52)

𝜃𝜃(𝑡𝑡+ℎ) =𝜃𝜃(𝑡𝑡) +1

6ℎ�𝑘𝑘𝜃𝜃1+ 2𝑘𝑘𝜃𝜃2 + 2𝑘𝑘𝜃𝜃3 +𝑘𝑘𝜃𝜃4� (3.53)

Dengan persamaan-persamaan yang diperoleh (persamaan (3.34) sampai

(3.53)), komputasi dari pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta sistem pilot

otomatis untuk penerbangan dapat dilakukan.

3.5. Algoritma

Flowchart untuk penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis

digambarkan pada gambar 3.1

(44)

Flowchart untuk metode Parker-Sochacki digambarkan pada gambar 3.2

(45)

Flowchart untuk metode Runge-Kutta digambarkan pada gambar 3.3

Gambar 3.3 Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode Runge-Kutta

Listing program untuk penyelesaian analitik, pendekatan numerik dengan

metode Parker-Sochacki, dan pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta

(46)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendekatan numerik sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan

dilakukan dengan menggunakan metode Parker-Sochacki, dengan masukan awal

∆𝑢𝑢1 =∆𝑤𝑤1 = 0 ft/s, ∆𝑞𝑞1 = �𝑞𝑞𝑔𝑔 + 0,1� derajat/s, dan ∆𝜃𝜃1= 5𝑜𝑜. Nilai ∆𝑢𝑢1, ∆𝑤𝑤1,

∆𝑞𝑞1, dan ∆𝜃𝜃1 menunjukkan nilai ∆𝑢𝑢(0), ∆𝑤𝑤(0), ∆𝑞𝑞(0) dan ∆𝜃𝜃(0). Nilai 0 pada ∆𝑢𝑢1

dan ∆𝑤𝑤1 menandakan tidak terjadi perubahan nilai 𝑢𝑢 dan 𝑤𝑤 pada awal simulasi yang

dilakukan. Sedangkan, nilai 5o

Dipilih nilai ∆𝑞𝑞1 =�𝑞𝑞𝑔𝑔 + 0,1� karena pada saat mendesain kontrol sistem

pesawat, 𝑞𝑞𝑔𝑔 tidak boleh sama dengan 𝑞𝑞1. Jika hal ini terjadi, maka nilai 𝑞𝑞′ akan

menjadi tidak terdefenisi sehingga desain tidak dapat dilakukan. Penambahan nilai

0,1 pada 𝑞𝑞1 tidak terlalu berpengaruh pada perhitungan nilai ∆𝑞𝑞 selanjutnya. Selain

itu, jika 𝑞𝑞1 diberi nilai 0, maka berapa pun nilai 𝑞𝑞𝑔𝑔 yang diberikan, nilai 𝑞𝑞′ pertama

akan sama dengan 0. Hal ini akan mengakibatkan matriks keadaan sistem menjadi

singular dan desain kontrol sistem tidak dapat dilakukan.

pada ∆𝜃𝜃1 menunjukkan nilai simpangan sudut awal

pesawat (𝜃𝜃).

Komputasi dilakukan dengan ketentuan

(47)

2. Gangguan angin diberi nilai yang bervariasi (0 sampai dengan 500 ft/s untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔

dan 𝑤𝑤𝑔𝑔, serta 0 sampai dengan 1 × 10−2 derajat/s untuk 𝑞𝑞

𝑔𝑔) pada komputasi

yang dilakukan.

3. Komputasi dilakukan sampai detik ke 1000 dengan interval waktu 0,1 detik

dan orde persamaan 4 untuk setiap nilai yang ditampilkan.

Sebagai pembanding, dilakukan juga pendekatan numerik menggunakan

metode Runge-Kutta dengan masukan awal yang sama. Pada bagian ini dilakukan

komputasi dengan ketentuan

1. Gangguan angin (𝑢𝑢𝑔𝑔, 𝑤𝑤𝑔𝑔, dan𝑞𝑞𝑔𝑔) konstan sepanjang waktu dengan nilai untuk

𝑢𝑢𝑔𝑔R

2. Komputasi dilakukan sampai detik ke 1000 untuk interval waktu 0,1 detik dan

sampai detik ke 100 untuk interval waktu 0,01 detik dan 0,001 detik.

= 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 = 1 × 10−3derajat/s.

4.1. Komputasi Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis untuk

Penerbangan

Dilakukan komputasi penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis

untuk penerbangan tanpa gangguan angin seperti yang dijabarkan pada subbab 3.2.

(48)

Gambar 4.1 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dengan penyelesaian analitik

Perubahan sudut kemiringan pesawat terhadap bidang horisontal dinyatakan

dengan ∆𝜃𝜃. Dari data yang diperoleh, nilai lonjakan maksimum pada awal

∆𝜃𝜃 menurut penyelesaian analitik adalah 5,4293o. Nilai di mana ∆𝜃𝜃 dianggap cukup

stabil (2% dari nilai maksimum ∆𝜃𝜃) adalah 0,108587o

Dilakukan juga perbandingan antara simulasi perubahan sudut pesawat

menggunakan penyelesaian analitik, pendekatan numerik Parker-Sochacki, dan . ∆𝜃𝜃 mencapai nilai stabil

(49)

pendekatan numerik Runge-Kutta. Diperoleh hasil seperti ditampilkan seperti pada

gambar 4.2.

Gambar 4.2 Perbandingan penyelesaian analitik, pendekatan numerik Parker-Sochacki, dan pendekatan numerik Runge-Kuta

Simulasi dilakukan dengan interval waktu 0,1 detik untuk penyelesaian

analitik, 0,1 detik dan orde persamaan 4 untuk pendekatan numerik Parker-Sochacki,

dan 0,0001 detik untuk pendekatan numerik Runge-Kutta. Simulasi hanya dilakukan

sampai detik ke 100 karena diperlukan waktu yang lama untuk melakukan simulasi

(50)

Persentase kesalahan pada pendekatan numerik dengan metode

Parker-Sochacki dan Runge-Kutta terhadap penyelesaian analitik simulasi desain kontrol

sistem pilot otomatis diperoleh melalui persamaan

𝑒𝑒=|𝑝𝑝𝑛𝑛𝑝𝑝−𝑝𝑝𝑎𝑎|

𝑎𝑎 × 100% (4.1)

Dengan 𝑒𝑒 adalah persentase kesalahan dari pendekatan numerik yang dilakukan

terhadap penyelesaian analitiknya, 𝑝𝑝𝑛𝑛 adalah besarnya hasil yang diperoleh melalui

pendekatan numerik, dan 𝑝𝑝𝑎𝑎 adalah besarnya hasil yang diperoleh melalui

penyelesaian analitik.

Berdasarkan data yang diperoleh, nilai lonjakan maksimal simulasi desain

kontrol sistem pilot otomatis yang dilakukan menggunakan penyelesaian analitik

adalah 5,4293o. Sedangkan, nilai lonjakan maksimal simulasi desain kontrol sistem

pilot otomatis yang dilakukan menggunakan pendekatan numerik dengan metode

Parker-Sochacki dan Runge-Kutta adalah 5,4432o dan 5,4370o

Pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki dan Runge-Kutta

mampu melakukan simulasi kontrol dan respon pesawat terhadap kontrol dengan

cukup akurat. Dengan demikian, pendekatan numerik tersebut sesuai digunakan untuk . Sehingga, persentase

kesalahan pendekatan numerik yang dilakukan adalah 0,256% untuk pendekatan

numerik dengan metode Parker-Sochacki dengan interval waktu 0,1 detik dan 0,14%

untuk pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta dengan interval waktu

(51)

melakukan simulasi kontrol sistem pilot otomatis untuk penerbangan yang didesain

menggunakan persamaan ruang keadaan.

4.2. Pendekatan Numerik Sistem Dengan Gangguan Angin dan Tanpa Kontrol

Untuk mendesain kontrol sistem pesawat dengan gangguan angin, perlu

dilakukan penataan ulang matriks keadaan sistem pesawat dengan memasukkan

elemen gangguan angin ke dalam sistem tersebut. Gangguan angin pada pesawat ini

menyebabkan matriks keadaan sistem pesawat berubah-ubah sehingga penyelesaian

analitik untuk melakukan simulasi kontrol yang didesain menjadi sulit dilaksanakan.

Karena itu, pendekatan numerik dengan komputasi diperlukan untuk melakukan

simulasi tersebut.

Dilakukan penataan ulang matriks keadaan sistem dengan persamaan

(52)

dengan 𝑢𝑢𝑔𝑔 = 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan 𝑞𝑞𝑔𝑔 = 1 × 10−3derajat/s.

Untuk mengecek kebenaran penataan ulang matriks keadaan sistem seperti

pada persamaan (4.3), dilakukan perbandingan hasil simulasi perubahan sudut

pesawat sesuai dengan persamaan (4.2) dan (4.3). Diperoleh hasil seperti terlihat pada

gambar 4.3.

Gambar 4.3 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) tanpa kontrol berdasarkan

persamaan (4.2) dan (4.3)

Pada gambar 4.3, ditunjukkan kemiripan hasil yang diperoleh dari

(53)

matriks keadaan sistem dengan adanya nilai 𝑞𝑞′ seperti pada persamaan (4.3) dapat

dilakukan.

Grafik perubahan sudut kemiringan pesawat tanpa kontrol menunjukkan

bahwa tanpa adanya kontrol pada pesawat tersebut, sudut kemiringan pesawat

menjadi semakin tidak terkendali selama komputasi dilakukan. Hal ini ditunjukkan

dengan nilai ∆𝜃𝜃 yang semakin tinggi selama komputasi dilakukan. Sistem yang telah

ditata ulang tersebut kemudian dikontrol sedemikian rupa sehingga kestabilannya

terjaga.

4.3. Pendekatan Numerik Sistem Terkontrol dengan Gangguan Angin

Bervariasi dengan Metode Parker-Sochacki

Dilakukan komputasi pendekatan numerik menggunakan metode

Parker-Sochacki untuk melakukan simulasi respon sistem terhadap kontrol dengan gangguan

angin yang bervariasi.

(54)

Gambar 4.4 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator (∆𝛿𝛿𝑒𝑒) tanpa gangguan angin, dengan kontrol

Nilai ∆𝜃𝜃 maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4432o. ∆𝜃𝜃 mencapai

nilai yang dianggap stabil pada detik ke 821,9. Nilai maksimum ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 dari data yang

diperoleh yaitu 1,7757o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu

1878,41 detik. Garis biru dan merah pada grafik ∆𝜃𝜃 menunjukkan nilai stabil yang

(55)

2. Untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R= 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 = 0 derajat/s

Gambar 4.5 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator (∆𝛿𝛿𝑒𝑒) untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R

= 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 = 0 derajat/s

Nilai ∆𝜃𝜃 maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4470o. ∆𝜃𝜃 mencapai

nilai yang dianggap stabil pada detik ke 821,3. Nilai maksimum ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 dari data yang

diperoleh yaitu 2,8936o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu

(56)

3. Untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R= 500 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 500 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 = 0 derajat/s

Gambar 4.6 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator (∆𝛿𝛿𝑒𝑒) untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R

= 500 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 500 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 = 0 derajat/s

Nilai ∆𝜃𝜃 maksimum dari data yang diperoleh yaitu 7,7287o.∆𝜃𝜃 mencapai

nilai yang dianggap stabil pada detik ke 882,4. Nilai maksimum ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 dari data yang

diperoleh yaitu 13,1532o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu

(57)

Pada gambar 4.4 sampai 4.6 ditunjukkan bahwa perubahan nilai 𝑢𝑢𝑔𝑔 dan 𝑤𝑤𝑔𝑔

berpengaruh pada bagian awal perubahan sudut pesawat (∆𝜃𝜃). Untuk nilai 𝑢𝑢𝑔𝑔 dan 𝑤𝑤𝑔𝑔 yang semakin tinggi, lonjakan pada awal perubahan juga semakin tinggi. Lonjakan

ini berpengaruh pada kontrol yang segera bekerja mengendalikan pesawat tersebut.

Terlihat nilai maksimal ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 pada masing-masing grafik semakin tinggi pada

gangguan yang semakin besar. Karena lonjakan perubahan sudut pesawat ini hanya

terjadi pada saat pesawat mulai mendapat gangguan angin (awal dilakukan simulasi),

lonjakan ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 yang tinggi juga hanya terjadi itu. Setelah pesawat mulai terkendali,

nilai ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 kembali menurun.

Nilai gangguan ini juga berpengaruh pada kerja kontrol untuk membuat ∆𝜃𝜃

mencapai nilai yang dianggap stabil. Hal ini terlihat pada waktu yang diperlukan

kontrol pada masing-masing grafik untuk membuat ∆𝜃𝜃 mencapai nilai stabil. Pada

gangguan yang semakin besar, waktu yang diperlukan untuk membuat ∆𝜃𝜃 mencapai

(58)

4. Untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R= 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 = 1 × 10

−4 derajat/s

Gambar 4.7 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator (∆𝛿𝛿𝑒𝑒) untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R

= 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 =1 × 10−4 derajat/s

Nilai ∆𝜃𝜃 maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4553o. ∆𝜃𝜃 mencapai

nilai yang dianggap stabil pada detik ke 821,6. Nilai maksimum ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 dari data yang

diperoleh yaitu 2,8931o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu

(59)

5. Untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R= 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 = 1 × 10−

3 derajat/s

Gambar 4.8 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator (∆𝛿𝛿𝑒𝑒) untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R

= 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 = 1 × 10−3 derajat/s

Nilai ∆𝜃𝜃 maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4470o. ∆𝜃𝜃 mencapai

nilai yang dianggap stabil pada detik ke 740,6. Nilai maksimum ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 dari data yang

diperoleh yaitu 32,0741o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu

(60)

Adanya nilai 𝑞𝑞𝑔𝑔 menyebabkan proses penstabilan nilai ∆𝜃𝜃 menjadi

terganggu. Pada grafik 4.8 ditunjukkan adanya lonjakan kecil pada grafik ∆𝜃𝜃. Hal ini

menyebabkan adanya lonjakan nilai ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 (kontrol) yang berfungsi mempertahankan

kestabilan nilai ∆𝜃𝜃. Pada nilai 𝑞𝑞𝑔𝑔 yang kecil, kontrol masih mampu mempertahankan

kestabilan nilai ∆𝜃𝜃 seperti ditunjukkan pada gambar 4.8.

6. Untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R= 100 ft/s, 𝑤𝑤𝑔𝑔 = 100 ft/s, dan𝑞𝑞𝑔𝑔 = 1 × 10−

2 derajat/s

Gambar 4.9 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) dan elevator (∆𝛿𝛿𝑒𝑒) untuk 𝑢𝑢𝑔𝑔R

(61)

Nilai ∆𝜃𝜃 maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4470o. Nilai maksimum

∆𝛿𝛿𝑒𝑒 dari data yang diperoleh yaitu 436,9073o

Gambar 4.9 menunjukkan proses penstabilan ∆𝜃𝜃 (perubahan sudut

kemiringan pesawat) yang kurang sempurna. Hal ini disebabkan karena nilai

gangguan 𝑞𝑞𝑔𝑔 yang konstan (1 × 10−2 derajat/s) sementara nilai ∆𝑞𝑞1 berubah-ubah sesuai dengan persamaan yang diberikan. Pada saat tertentu, terjadi lonjakan nilai 𝑞𝑞′

yang menyebabkan ikut melonjaknya nilai ∆𝜃𝜃. Hal ini berpengaruh pada kontrol yang

diberikan untuk menjaga kestabilan nilai ∆𝜃𝜃. Terlihat pada gambar 4.9, pada saat ∆𝜃𝜃

melonjak, kontrol ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 (sudut kemiringan elevator) ikut melonjak secara ekstrim.

Lonjakan ini menandakan kontrol bekerja mengembalikan kestabilan ∆𝜃𝜃 setelah

terjadi lonjakan seperti terlihat pada gambar 4.9. Setelah terjadi lonjakan, nilai ∆𝜃𝜃

kembali bergerak menuju 0 (stabil). Namun, hal ini sulit dilakukan pada alat yang

sebenarnya karena lonjakan ∆𝛿𝛿𝑒𝑒 yang terlalu ekstrim. Hal ini menunjukkan bahwa

kontrol yang didesain mampu mengendalikan gerak longitudinal pesawat untuk

gangguan 𝑞𝑞𝑔𝑔 yang kecil.

. Karena dilakukan sampai detik ke

4000, waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi menjadi lebih lama, yaitu

7705,22 detik.

4.4. Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta sebagai Pembanding

Dilakukan komputasi pendekatan numerik menggunakan metode

Runge-Kutta untuk melakukan simulasi respon sistem terhadap kontrol dengan interval

(62)

1. Untuk ℎ (interval waktu) = 0,1 detik

Gambar 4.10 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) untuk ℎ = 0,1 s

Untuk ℎ (interval waktu) 0,1 detik, komputasi tidak memberikan hasil yang

akurat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ∆𝜃𝜃 yang menuju tak berhingga seperti

terlihat pada gambar 4.10. Padahal, pada pendekatan numerik dengan metode

Parker-Sochacki untuk kasus yang sama (gambar 4.8), kontrol masih mampu mengendalikan

∆𝜃𝜃 untuk nilai 𝑞𝑞𝑔𝑔 = 1 × 10−3 derajat/s. Waktu yang diperlukan untuk melakukan

(63)

2. Untuk ℎ = 0,01 detik

Gambar 4.11 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) untuk ℎ = 0,01 s

Untuk interval waktu 0,01 detik, komputasi tidak dapat memberikan hasil

yang cukup akurat. Hal ini ditunjukkan pada nilai ∆𝜃𝜃 yang melonjak sangat rendah

seperti pada gambar 4.11. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi ini

yaitu 1909,73 detik. Komputasi yang menghasilkan gambar 4.11 ini hanya dilakukan

untuk simulasi selama 100 detik. Dibutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk

(64)

3. Untuk ℎ = 0,001 detik

Gambar 4.12 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆𝜃𝜃) untuk h = 0,001 s

Untuk interval waktu 0,001 detik, komputasi juga belum dapat memberikan

hasil yang cukup akurat. Hal ini ditunjukkan pada nilai ∆𝜃𝜃 yang melonjak sangat

tinggi seperti pada gambar 4.12, walaupun lonjakan sudat tidak setinggi lonjakan ∆𝜃𝜃

pada saat dilakukan simulasi untuk interval waktu 0,01 detik (gambar 4.11). Seperti

pada komputasi untuk interval waktu 0,01 detik, simulasi hanya dilakukan selama

100 detik karena dibutuhkan waktu komputasi yang sangat lama untuk memperoleh

data simulasi selama 1000 detik. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi

(65)

Dilakukan simulasi menggunakan pendekatan numerik dengan metode

Runge-Kutta selama 3,5 detik pertama dan dibandingkan dengan pendekatan numerik

Parker-Sochacki dalam waktu yang sama. Hasil simulasi dijabarkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Perbandingan tingkat keberhasilan pendekatan numerik untuk interval waktu 0,1 detik, 0,01 detik, dan 0,001 detik antara metode Runge-Kutta dan

Parker-Sochacki

No. Interval waktu (detik)

Metode Runge-Kutta Metode Parker-Sochacki

Pada data tabel ditunjukkan bahwa pada interval waktu 0,1 detik pendekatan

numerik dengan metode Runge-Kutta hanya mampu melakukan simulasi sampai

detik ke 0,3. Pada detik ke 0,4 nilai ∆𝜃𝜃 mulai melonjak sehingga menghasilkan

simulasi seperti terlihat pada gambar 4.10. Pada interval waktu 0,01 detik, pendekatan

numerik dengan metode Runge-Kutta mampu melakukan simulasi sampai detik ke

1,07. Pada detik ke 1,08 nilai ∆𝜃𝜃 mulai melonjak dan menghasilkan simulasi seperti

terlihat pada gambar 4.11. Pada interval waktu 0,001 detik, pendekatan numerik

dengan metode Runge-Kutta mampu melakukan simulasi sampai detik ke 3,232. Pada

(66)

pada gambar 4.12. Grafik hasil simulasi pendekatan numerik Runge-Kutta

ditunjukkan pada gambar 4.13.

Gambar 4.13 Perbandingan simulasi menggunakan pendekatan numerik Runge-Kutta untuk interval waktu 0,1 detik, 0,01 detik, dan 0,001 detik dengan pendekatan

numerik Parker-Sochacki untuk interval waktu 0,1 detik

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa dengan metode Runge-Kutta,

pada interval waktu 0,001 detik hasil yang diperoleh lebih akurat dibandingkan hasil

yang diperoleh pada interval waktu yang lebih besar (0,01 detik dan 0,1 detik).

Namun, diperlukan waktu jauh lebih lama untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.

Hal ini disebabkan banyaknya iterasi yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil

(67)

iterasi untuk mensimulasikan gerak pesawat selama 100 detik. Untuk interval waktu

yang lebih besar, jumlah iterasi yang diperlukan menjadi lebih sedikit sehingga

diperlukan waktu komputasi yang lebih singkat. Namun, hasil yang diperoleh

menjadi semakin tidak akurat.

Pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki yang dilakukan pada

penelitian ini menggunakan interval waktu 0,1 detik untuk setiap pelaksanaan

komputasi. Hasil yang diperoleh jauh lebih akurat dibandingkan dengan metode

Runge-Kutta untuk interval waktu yang sama (0,1 detik). Karena itu, untuk

mendapatkan hasil yang cukup akurat bagi metode ini, iterasi yang diperlukan jauh

lebih sedikit. Akibatnya, waktu komputasi yang diperlukan juga lebih sedikit. Maka,

metode Parker-Sochacki lebih baik dibandingkan metode Runge-Kutta untuk

melakukan pendekatan numerik sistem pilot otomatis untuk penerbangan dengan

(68)

51

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Telah dilakukan komputasi pendekatan numerik sistem pilot otomatis untuk

penerbangan menggunakan metode Parker-Sochacki. Dari penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa

1. Metode ruang keadaan dapat digunakan untuk mendesain kontrol optimal gerak

longitudinal pesawat.

2. Gangguan angin searah elemen kecepatan sudut pesawat searah sumbu 𝑦𝑦 yang

terus menerus mengakibatkan penyelesaian analitik untuk simulasi kontrol dan

respon pesawat sulit dilakukan. Kombinasi metode Parker-Sochacki dan

metode ruang keadaan dapat digunakan untuk mendesain kontrol dan

melakukan simulasi respon pesawat dengan adanya gangguan tersebut.

3. Desain kontrol yang dihasilkan dari kombinasi metode ruang keadaan dan

pendekatan numerik Parker-Sochacki pada kasus pesawat yang terkena

gangguan angin mampu menanggulangi gangguan yang searah kecepatan sudut

pesawat dengan nilai kecil.

4. Metode Parker-Sochacki menghasilkan pendekatan yang lebih akurat

dibandingkan dengan metode Runge-Kutta pada interval waktu yang sama (0,1

(69)

5. Metode Runge-Kutta dengan interval waktu 0,001 detik mampu menghasilkan

pendekatan yang hampir sama akurat dengan metode Parker-Sochacki untuk

3,5 detik pertama. Namun, setelah 3,5 detik, kesalahan pendekatan dengan

metode Runge-Kutta semakin besar sehingga hasil yang diperoleh tidak lagi

akurat.

5.2. Saran

Pada penelitian ini, matriks keadaan sistem pesawat dianggap hanya berubah

pada elemen kecepatan pesawat. Pada sistem yang sebenarnya, saat terkena

gangguan, matriks keadaan sistem berubah secara keseluruhan. Untuk penelitian yang

selanjutnya, sebaiknya perubahan matriks keadaan sistem lebih diperhatikan agar

hasil yang diperoleh lebih baik.

Pada penelitian ini, nilai gangguan searah elemen kecepatan sudut pesawat

searah sumbu 𝑦𝑦 dibatasi pada nilai yang kecil. Diharapkan pada penelitian

selanjutnya dapat dimodifikasi kontrol pesawat yang dapat menanggulangi nilai

(70)

53

DAFTAR PUSTAKA

Chapra, S. C. 2008. Applied Numerical Methods with MATLAB, for Engineers and

Scientists. New York: McGraw-Hill.

van Groesen, E. dan Molenaar, J. 2007. Continuum Modelling in the Physical

Sciences. Philadelphia: Siam.

Heffley, R. K. dan Jewell, W. F. 1972. Aircraft Handling Qualities

Data.

2011.

Meyers, R. A. 1992. Encyclopedia of Physical Science and Technology Second

Edition. San Diego: Academic Press, Inc.

Nelson, R. C. 1998. Flight Stability and Automatic Control Second Edition.

Singapore: McGraw-Hill.

Ogata, K. 1985. Teknik Kontrol Automatik.Jakarta: Erlangga.

Parker, G. E. dan Sochacki, J. S. 1996. Implementing the Picard

Iteration.

Steward, R. D. dan Bair, W. 2009. Spiking Neural Network Simulation: Numerical

Integration With the Parker-Sochacki

Method.

(71)

54

Lampiran 1

Listing Program untuk Penyelesaian Analitik

tic

Listing Program untuk Pendekatan Numerik dengan Metode Parker-Sochacki

(72)

for time=1:b

s=q(1)/(q(1)-qg);

A=[-0.0209 0.122 0 -32.2;-0.202 -0.512 218.5725*s 0;0.000117

(73)
(74)

u(n)=(A(1,1)*u(n-1)+A(1,2)*w(n-1)+A(1,3)*q(n-subplot(2,1,1)

Listing Program untuk Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta

tic

A=[-0.0209 0.122 0 -32.2;-0.202 -0.512 218.5725*s 0;0.000117

0.00177 -0.357 0;0 0 s 0];

(75)
(76)

(3.8687e-1)*s-82.6204*k2*s-(3.78e-1)*k4*s+(2.2559e-kq1=A1(3,1)*u2+A1(3,2)*w2+A1(3,3)*q2+A1(3,4)*th(time-1);

kq2=A1(3,1)*(u2+0.5*h*kq1)+A1(3,2)*(w2+0.5*h*kq1)+A1(3,3)*(q2+0.

5*h*kq1)+A1(3,4)*(th(time-1)+0.5*h*kq1);

kq3=A1(3,1)*(u2+0.5*h*kq2)+A1(3,2)*(w2+0.5*h*kq2)+A1(3,3)*(q2+0.

5*h*kq2)+A1(3,4)*(th(time-1)+0.5*h*kq2);

kq4=A1(3,1)*(u2+h*kq3)+A1(3,2)*(w2+h*kq3)+A1(3,3)*(q2+h*kq3)+A1(

3,4)*(th(time-1)+h*kq3);

q(time)=q(time-1)+1/6*h*(kq1+2*kq2+2*kq3+kq4);

kth1=A1(4,1)*u2+A1(4,2)*w2+A1(4,3)*q2+A1(4,4)*th(time-1);

kth2=A1(4,1)*(u2+0.5*h*kth1)+A1(4,2)*(w2+0.5*h*kth1)+A1(4,3)*(q2

+0.5*h*kth1)+A1(4,4)*(th(time-1)+0.5*h*kth1);

kth3=A1(4,1)*(u2+0.5*h*kth2)+A1(4,2)*(w2+0.5*h*kth2)+A1(4,3)*(q2

+0.5*h*kth2)+A1(4,4)*(th(time-1)+0.5*h*kth2);

kth4=A1(4,1)*(u2+h*kth3)+A1(4,2)*(w2+h*kth3)+A1(4,3)*(q2+h*kth3)

+A1(4,4)*(th(time-1)+h*kth3);

th(time)=th(time-1)+1/6*h*(kth1+2*kth2+2*kth3+kth4);

end

plot(h:h:(h*(b)),th)

ylabel('\fontsize{16}\it{\theta}^o')

xlabel('\fontsize{14}waktu (detik)')

Gambar

Gambar 2.1 : Grafik pendekatan Runge-Kutta  ........................................
Gambar 4.4 : Perubahan sudut kemiringan pesawat  (∆
Gambar 4.13 : Perbandingan simulasi menggunakan pendekatan numerik
Grafik metode Runge-Kutta digambarkan pada grafik 2.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:Peningkatan Aktivitas belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 09 Toho.Aktivitas belajar meningkatkan siswa

Tafsir bi al-Ma‟tsur adalah penjelasan Al-Qur‟an sendiri dari Rasulullah SAW yang disampaikan kepada para Sahabat, dari para sahabat berdasarkan ijtihadnya, dan dari para tabi‟in

Untuk itu dirasa perlu membuat sebuah regulasi kesehatan yang salah satunya adalah mencuci tangan dengan menggunakan sabun, untuk itu dirasa perlu dalam

Metode pendekatan yang akan dilakukan guna menyelesaiakan permasalahan mitra dibagi atas (1) Produksi berupa prototipe pengolahan jahe menjadi serbuk, produksi coklat, jelly

kinerja pengurus kurang maksimal dalam memperhatikan kebersihan ruang Kokalum. Masih adanya sampah-sampah plastik yang terlihat berserakan dan banyaknya debu-debu

Melalui teks berita yang telah ditulis oleh Majalah Detik, dikatakan bahwa Ahok meminta adanya transparasi dalam gaya kepemimpinan serta program-programnya, Ahok tegas

Sedangkan untuk Tim Managemen Komplain dan Survei kepuasan Pelanggan “jimat” yang harus dikuasai adalah Permenpan nomor 14 tahun 2017 tentang Survei Kepuasan Masyarakat, karena di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) karakteristik modul berbasis model pembelajaran NTGD; (2) kelayakan modul berbasis model pembelajaran NTGD; (3)