• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Psikologi dalam Sastra - ANI SETIA HARINI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Psikologi dalam Sastra - ANI SETIA HARINI BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Psikologi dalam Sastra

Psikologi dan sastra merupakan dua disiplin ilmu yang berbeda tetapi keduannya memiliki titik kesamaan yaitu berbicara tentang manusia dan saling berinteraksi. Dengan demikian jelaslah bahwa antara psikologi dan sastra mempunyai keterkaitan. Hal itu dikarenakan karya sastra dianggap sebagai hasil kreatifitas dan ekspresi pengarang.Sedangkan psikologi dianggap dapat membantu seorang pengarang dalam hal mengentalkan kepekaannya pada kenyataan, mempertajam kemampuan pengamatan dan memberi kesempatan untuk menjajaki pola-pola yang belum terjamah sebelumnya. Ini berarti psikologi dapat digunakan oleh pengarang untuk memilih karakter tokoh serta kejiwaan tokoh dalam cerita yang dikisahkan karakter yang ditampilkan mampu mendukung jalannya cerita.

Bahwa pendekatan psikologi sastra pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama yaitu pengarang, karya sastra dan pembaca dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologi lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra (Ratna, 2009: 61).

(2)

terhadap tokoh-tokonya, misalnya masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam kaitan psike.

Psikologi sastra adalah suatu kajian yang memandang karya sastra yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh imajiner yang ada atau mungkin diperankan oleh tokoh-tokoh faktual (Sangidu, 2004: 30).

Keterkaitan karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, menurut Endraswara (2008: 97-99) bahwa psikologi dan sastra memiliki hubungan secara tidak langsung dan fungsional. Pertautan tidak langsung, karena baik sastra maupun psikologi mempunyai obyek yang sama yaitu kehidupan manusia, sedangkan pertautan fungsional karena psikologi dan sastra sama-sama memperlajari kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.

(3)

mengandung makna ilmu pengetauan tentang jiwa. Psikologi dan sastra mempunyai hubungan yang sangat erat karena psikologi menjadi salah satu kajian dalam menelaah karya sastra. Psikologi sastra adalah subjek yang menghasilkkan karya (Ratna, 2009: 341).

Psikologi sastra merupakan ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologi. Dengan demikian memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin. Dengan adanay kaitan yang erat antara aspek psikologis dengan unsur tokoh dan penokohan, maka karya sastra yang relevan untuk dianalisis secara psikologis dalam karya-karya yang memberikan intensitas pada aspek kejiwaan.

(4)

Terkait dengan psikologi, terutama dengan psikologi kepribadian, sastra menjadi salah satu bahan telaah yang menarik karena sastra bukan sekedar telaah teks yang menjemukan, tetapi menjadi bahan kajian yang melibatkan perwatakan atau kepribadian tokoh dalam karya satra (Minderop, 2010: 3). Perwatakan manusia dan aktivitas yang mereka lakukan disetiap kehidupan banyak yang dapat dijelaskkan dari problem-problem kejiwaan dalam kehidupan. Untuk dapat memahami berbagai bentuk kejiwaan yang dialami oleh para tokoh dalam sebuah karya sastra dapat dipahami dengan ilmu psikologi sastra. Psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologis dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang, sehingga pembaca merasa terbuai oleh problem psikologi yang terdapat di dalam karya satra (Minderop, 2010: 55)

Dari teori diatas bisa disimpulkan yaitu psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati atau menganalisis sastra dari sudut pandang psikologinya.Bisa kepada psikologi pengarang, pembaca atau kepada teks itu sendiri.

B. Psikologi Motivasi Abraham Maslow

Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu kondisi internal tersebut adalah “motivasi”. Motivasi adalah dorongan dasar yang

(5)

dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuia dengan motivasi yang mendasarinya (Uno, 2007: 1).

Motivasi yaitu dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi juga bisa diartikan sebagai usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau juga mendapat kepuasan dengan perbuatannya (Moeliono (Peny.) 1993: 593).

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti.

Salah satu teori pada psikologi tentang motivasi Abraham Maslow, yang menekankan pada hirarki kebutuhan manusia. Maslow meyakini bahwa manusia dimotivasi oleh kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktualisasikan, memelihara, dan meningkatkan dirinya. Kebutuhan ini sifatnya bawaan sebagai kebutuhan dasar jiwa manusia, yang meliputi kebutuhan fisik dan psikis.

(6)

sebelum kebutuhan dasar lainnya muncul. Kebutuhan ini bersifat instinktif, namun perilaku yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut sifatnya dipelajari, sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang dalam cara memuaskanny. Kebutuhan itu mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:

1. Kebutuhan yang lebih rendah dalam hirarki merupakan kebutuhan yang paling kuat, potensial, dan prioritas; sementara yang lebih tinggi dalam hirarki merupakan kebutuhan yang paling lemah.

2. Kebutuhan yang paling tinggi muncul terakhir dalam rentang kehidupan manusia. Kebutuhan fisiologis (biologis) dan rasa aman muncul pada usia anak, kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan muncul pada usia remaja, sementara kebutuhan aktualisasidiri muncul pada usia dewasa. 3. Kebutuhan yang lebih tinggi kurang diperlukan dalam rangka

mempertahankan hidup, sehingga pemuasannya dapat diabaikan. Kegagalan dalam pemuasannya tidak akan menimbulkan krisis, gtidak seperti apabila gagal dalam memenuhi kepuasan kebutuhan lebih rendah. Dengan alasan ini, Maslow menyebut kebutuhan yang lebih rendah ini dengan kebutuhan deficit atau defisiensi. Kegagalan dalam memuaskan kebutuhan ini akan mengakibatkan defisiensi (tidak kenyamanan) dalam diri individu.

(7)

kebutuhan yang lebih tinggi itu dapat meningkatkan kesehatan, panjang usia, dan efisiensi biologis. Dengan alasan ini, Maslow menanamkan kebutuhan ini dengan kebutuhan perkembangan atau berada (growth or being needs).

5. Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi amat bermanfaat baik bagi fisik maupun psikis. Kondisi ini dapat melahirkan rasa senang, bahagia, dan bermakna.

6. Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi memerlukan situasi eksternal yang lebih baik (sosial, ekonomi, dan politik) daripada pemuasan kebutuhan yang lebih rendah.

Maslow dalam Yusuf (2011: 157-160) menyampaikan teorinya tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun sebagai berikut:

1. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar, kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, seks, istirahat (tidur), dan oksigen. Maslow dalam Yusuf, mengemukakan bahwa manusia adalah binatang hasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna, kecuali untuk suatu saat yang terbatas. Apabila suatu hasrat telah terpuaskan, maka hasrat lain muncul sebagai penggantinya.

(8)

oksigen. Jika kebutuhan fisiologis ini tidak terpenuhi atau tidak terpuasakan, individu tidak akan bergerak untuk bertindak memuaskan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi. Apabila kebutuhan fisiologis sudah terpuaskan, dalam diri individu akan muncul kebutuhan yang dominan terhadap individu dan menuntut pemuasan akan kebutuhan rasa aman.

2. Kebutuhan Rasa Aman

Kebutuhan ini sangat penting bagi setiap orang, baik anak, remaja, maupun dewasa. Pada anak kebutuhan akan rasa aman ini Nampak jelas, sebab mereka suka mereaksi secara langsung terhadap sesuatu yang mengancam dirinya. Agar kebutuhan anak akan rasa aman ini terpenuhi, maka perlu diciptakan iklim kehidupan yang memberi kebebasan untuk berekspresi atau berperilaku itu perlu bimbingan dari orang tua, karena anak belum memiliki kemampuan untuk mengarahkan perilakunya secara tepat dan benar. Pada orang dewasa, kebutuhan ini memotivasinya untuk mencari kerja, menjadi peserta asuransi, atau menabung uang. Orang dewasa yang sehat mentalnya, ditandai dengan perasaan aman, bebas dari rasa takut dan cemas. Sementara yang tidak sehat ditandai dengan perasaan seolah-olah selalu dalam keadaan terancam bencana besar.

(9)

maupu kelompok masyarakat. Apabila kebutuhan rasa aman sudah terpenuhi, maka akan digerakan untuk memuasakan kebutuhan pengakuan dan kasih sayang.

3. Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang

Apabila kebutuhan fisiologis dan rasa aman sudah terpenuhi, maka individu mengembangkan kebutuhan untuk diakui dan disayang atau dicintai. Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara, seperti: persahabatan, percintaan, atau pergaulan yang lebih luas. Melalui kebutuhan ini seseorang mencari pengakuan, dan curahan kasih sayang dari orang lain, baik orang tua, saudara, guru, pemimpin, teman atau orang dewasa lainnya.

4. Kebutuhan Penghargaan

Jika seseorang sudah merasa dicintai atau diakuai maka orang itu akan mengembangkan kebutuhan perasaan berharga. Kebutuhan dimiliki dan mencintai telah relative terpuasakan, kekuatan motivasi melemah diganti motivasi harga diri. Kebutuhan ini meliputi dua kategori, yaitu:

a. Menghargai diri sendiri meliputi: kepercayaan diri, kompetensi, kecukupan, prestasi dan kebebasan;

(10)

self-esteem maka dia akan mengalami rendah diri, tidak berdya, tidak bersemangat, dan kurang percaya diri akan kemampuannya untuk mengatasi masalah kehidupan yang dihadapinya.

5. Kebutuhan Kognitif

Secara ilmiah manusia memiliki hasrat ingin tahu (memperoleh pengetahuan atau pemahaman tentang sesuatu). Hasrat ini mulai berkembang sejak akhir usia bayi dan awal masa anak, yang diekspreikan sebagai rasa ingin tahunya dalam bentuk pengajuan pertanyaan tentang berbagai hal, baik diri maupun lingkungannya. Rasa ingin tahu ini biasanya terhambat perkembangannya oleh lingkungan, baik keluarga maupun sekolah. Menurut Maslow rasa ingin tahu ini merupakan ciri mental yang sehat. Kebutuhan kognitif diekspresikan sebagai kebutuhan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan, mencari sesuatu atau suasana baru dan meneliti.

6. Kebutuhan Estetika

(11)

7. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan ini merupakan puncak dari hirarki kebutuhan manusia yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan kapasitas secara penuh. Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadi segala sesuatu yang dia mampu untuk menjadi itu. Walaupun kebutuhan lainnya terpenuhi, namun apabila kebutuhan aktualisasi diri tidak terpenuhi, tidak mengembangkan atau tidak mampu menggunakan kemempuan bawaan secara penuh, maka seseorang akan mengalami kegelisahan, ketidak senangan, atau frustasi.

Contohnya : misalnya seorang pelukis harus melukis, seorang sastrawan harus menulis, dan seorang musikus harus membuat musik.

C. Psikologi Kepribadian

Banyak para ahli yang mendefinisikan kepribadian. Salah satu yang paling penting menurut Allport (dalam Robbins, 2003) .Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Terjadinya interaksi psikofisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan.

(12)

digunakan oleh para pemain sandiwaran di Zaman Romawi dalam memainkan peran-perannya. Dari sini lambat laun kata person berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima individu dari kelompok atau masyarakatnya, dimana kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku sesuai dengan gambaran social (peran) yang diterimanya. Dalam kehidupan sehari-hari kita jumpai pengertian kepribadian semacam ini melalui ungkapan-ungkapan seperti: “Didi berkepribadian pahlawan,” atau “ Dewi memiliki kepribadian Kartini sejati”. Gambaran bahwa kepribadian, menurut

pengertian sehari-hari, menunjuk kepada bagaimana individu tampil menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya (Koswara, 1991: 10).

Pendapat Cattel (dalam Yusuf, 2007: 186) kepribadian adalah “Personality is that which permits a preadiction of what a person will do

in a given situation” kepribadian merupakan suatu yang prekditif tentang apa yang akan dilakukan oleh individu dalam situasi tertentu.

Dalam kehidupan sehari- hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan: (1) identintas diri. Jati diri seseorang, seperti: “saya

seorang terbuka” atau “saya seorang pendiam”, (2) kesan umum

seseorang tentang diri anda atau orang lain, seperti: “dia agresif” atau “dia jujur”, dan (3) fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah, seperti: “dia baik” atau “dia pendendam”. Untuk

(13)

a. Hall & Lindzey mengemukakan bahwa secara popular, kepribadian dapat diartikan sebagai: (1) ketrampilan atau kecakapan social (social skill), dan (2) kesan yang paling menonjol, yang ditunjukkan seseorang terhadap orang lain (seperti seseorang yang dikesankan sebagai orang yang agresif atau pendiam).

b. Woodworth mengemukakan bahwa kepribadian merupakan “kualitas

tingkah laku total individu”.

c. Dashniell mengartikannya sebagai “gambaran total tentang tingkah laku total individu”.

d. Dashiell mengartikannya sebagai “gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi”.

e. Derlege, Winstead & Jones mengartikannya sebagai “system yang relatif stabil mengenai karateristik individu yang bersifat internal, yang berkontribusi terhadap pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang konsisten”.

Menurut (Yusuf, 2011: 19) secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (enivorinment):

a. Faktor genetika (pembawaan)

(14)

menentukn jenis penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah lahir.

Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung adalah (1) kualitas system saraf, (2) keseimbangan biokimia tubuh, dan (3) struktur tubuh.

Bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah (1) sebagai sumber bahan mentah (raw materials) kepribadian seperti fisik, intelegensi, dan temperamen, (2) membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungannya sangat baik, perkembangan kepribadian itu tidak nisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas, dan mempengaruhi keunikan kepribadian.

Contohnya seorang anak perempuan yang wajahnya kurang, dia akan merasa rendah diri apabila berada dalam lingkungan yang sngat menghargai wanita dari segi kecantikan fisiknya. Dari contoh tersebut, bahwa hereditas mempengaruhi “konsep diri” individu

sebgai dasar individualitasnya (keunikannya) sehingga tidak ada dua orang yang mempunyai pola-pola kepribadian yang sama, meskipun kembar identik.

b. Faktor lingkungan (environment)

(15)

1) Keluarga

Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah (1) merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan kepribadian

anak.Apabila anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, maka dia cenderung berkembang menjadi seorang pribadi yang sehat.

Suasana keluarga sngat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga harmonis dan agamis maka anak tersebut cenderung positif, sehat (welladjustment). Sedangkan anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluaraga yang broken home, kurang harmonis, orang bersikap keras kepada anak, atau tidak memperhatikan nilai agama, maka perkembangan kepribadiannya cenderung mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya (maladjustment).

2) Kebudayaan

(16)

warganya, baik yang menyangkut cara berfikir, cara bersikap, atau cara berperilaku. Pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian ini dapat dilihat dari perbedaan antara masyarakat modern, yang budayanya maju dengan masyarakat primitive, yang budayanya masih sederhana. Perbedaan ini tampak dalam gaya hidupnya, seperti dalam cara makan, berpakain, memelihara kesehatan, berinteraksi, pencaharian, dan cara berfikir (memandang sesuatu).

Setiap suku dan bangsa di dunia ini masing-masing memiliki tipe kepribadian dasar yang relativ berbeda (meskipun dalam banyak hal, dengan pengaruh globalisasi perbedaan karateristik kepribadian itu cenderung berkurang). Contohnya bangsa Indonesia memiliki karakteristik kepribadian dasar: religious, ramah, namun kurang disiplin. Sedangkan Jepang: ulet, kreatif, dan berdisiplin.

3) Sekolah

Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dipandang berpengaruh itu diantaranya sebagai berikut:

a) Iklim emosional kelas

(17)

perkembangan psikis anak, seperti merasa nyaman, bahagia, mau bekerja sama, termotivasi untuk belajar, dan mau menaati peraturan.

Sedangkan kelas yang iklim emosinya tidak sehat (guru bersikap otoriter, dan tidak menghargai siswa) berdampak kurang baik bagi anak, seperti merasa tegang, nerveus, sangat kritis, mudah marah, malas untuk belajar, dan berperilaku yang mengganggu ketertiban.

b) Sikap dan perilaku guru

Sikap dan perilaku guru ini tercermin dalam hubungannya dengan siswa. Hubungan guru dengan siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:

(1) Stereotype budaya terhadap guru (pribadi dan profesi), positif atau negative.

(2) Sikap guru terhadap siswa. (3) Metode mengajar.

(4) Penegakkan disiplin dalam kelas. (5) Penyesuaian pribadi guru.

Sikap perilaku guru, secara langsung mempengaruhi “self-concept” siswa, melalui sikap-sikapnya terhadap tugas

(18)

terkait dengan upayanya membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosialnya. c) Disiplin (tata tertib)

Tata tertib ditunjukan untuk membentuk sikap dan tingkah laku siswa. Disiplin yang otoriter cenderung mengembangkan sifat-sifat pribadi siswa yang tegang, cemas dan antagonistic. Disiplin yang permisif, cenderung membentuk siswa sifat yang kurang tanggung jawab, kurang menghargai otoritas, dan egoentris. Sementara disiplin yang demokratis, cenderung mengembangkan perasaan berharga, merasa bahagia, perasaan tenang, dan sikap bekerja sama.

d) Prestasi belajar

Perolehan prestasi belajar, atau peringkat kelas dapat memepengaruhi peningkatan harga diri, dan sikap percaya diri siswa.

e) Penerimaan teman sebaya

Referensi

Dokumen terkait

Maka pada penelitian ini dibutuhkan sistem pencarian ayat Al-Qur’an berbasis mobile dengan teknik fonetik atau pencocokan kata berdasarkan pe- ngucapan

Penguasaan kompetensi profesional terdiri atas penguasaan materi struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu dan mengembangkan

Isolat jamur yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan fusarium diidentifikasi berdasarkan ciri- ciri makroskopis dan mikroskopis dengan menggunakan buku

Karena derajat disosiasi asam lemah kecil, maka berdasarkan persamaan kimia dari reaksi ionisasi asam lemah tersebut diketahui bahwa konsentrasi ion hidrogen sama dengan

Clooney (dalam Burns, 1993) dengan teori looking glass self menyatakan konsep diri mempengaruhi perilaku yang merupakan hasil dari penilaian atau evaluasi terhadap diri

Hasil penelitian menunjukkan daya pompa (Wp) maksimum adalah 0.11 watt terdapat pada variasi head: 3 m, pemanas: 1470 watt, diameter selang osilasi ½ inci, dan debit 238.9

Desa Pasar Binanga, warga bernama Tamin Hasibuan, umur 50 tahun, pekerjaan tani dan beralamat di Pasar Binanga, Kecamatan Barumun Tengah, Padang Lawas, menerangkan bahwa