• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING

(Penelitian kuasi eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Katapang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

oleh

Lavia Anjani

0901962

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING

(Penelitian kuasi eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Katapang)

Oleh Lavia Anjani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Lavia Anjani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING

(Penelitian kuasi eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Katapang)

Oleh:

Lavia Anjani

NIM. 0901962

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I,

Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd.

NIP. 195101061976031004

Pembimbing II,

Drs. H. Cece Kustiawan, M.Si.

NIP. 196612131992031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi M.Ed.,M.Sc.,Ph.D

(4)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Lavia Anjani (0901962). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual dengan Teknik Scaffolding.

Penelitian ini mengkaji tentang “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual dengan Teknik Scaffolding”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen menggunakan desain kelompok kontrol non-ekuisvalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Katapang, sedangkan sampel yang terpilih adalah kelas VIII-H sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-I sebagai kelas kontrol. Pembelajaran di kelas eksperimen dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran secara konvensional. Instrumen dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat tes, angket, dan lembar observasi. Seperangkat alat tes tersebut meliputi soal pretest dan posttest mengenai kemampuan komunikasi matematis, sedangkan angket dan lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik

scaffolding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil posttest, dari skor ideal 28, rata-rata kelas eksperimen yaitu 21,15, sedangkan kelas kontrol yaitu 15,07. Kemudian untuk rata-rata nilai indeks

gain kelas eksperimen yaitu 0,67, sedangkan rata-rata nilai indeks gain kelas

kontrol yaitu 0,41. Berdasarkan rata-rata hasil posttest dan indeks gain, terlihat bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan siswa kelas kontrol. Adapun untuk kualitas peningkatan berdasarkan rata-rata indeks gain, peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen berada pada interpretasi sedang. Sementara itu, hasil pengolahan angket menunjukkan bahwa hampir seluruhnya siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.

(5)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Lavia Anjani (0901962). The Increase of Mathematical Communication Ability using Contextual Approach with Scaffolding Techniques.

This study discusses The Increase of Mathematical Communication Ability using Contextual Approach with Scaffolding Techniques. The method that used in this study is quasi-experimental method using non-equivalent control group design. The population in this study were all students of 8th grade at one of the Junior High School in Katapang, whereas the chosen sample are a class VIII-H as an experimental class and VIII-I as a control class. The learning activity in experimental class is done by using contextual approach with scaffolding techniques, whereas the control class using conventional learning. Instrument in this study includes a set of test tools, questionnaires, and observation sheets. The set of test tools include of pre-test and posttest questions about mathematical communication, whereas the questionnaires and observation sheets in this study are used to determine the attitudes of students towards learning activity using contextual approach with scaffolding techniques. The results of this study showed that the increase in mathematical communication of students who get learning activity using contextual approach with scaffolding techniques is better than students who get the conventional learning. It can be seen from the average of post-test results, from the ideal score 28, the average of the experimental class is 21,15, whereas the control class is 15,07. Then, for the average score of index gain experimental class is 0,67, whereas the average score of the index gain control class is 0,41. Based on the average of post-test results and the index gain, it appears that the ability in mathematical communication of the experimental class students is better than the control class. As for the improvement quality based on the index gain average of experimental class, the increase is in medium interpretation. Meanwhile, the results of the questionnaire showed that the processing of almost all students give a positive attitude towards learning mathematics using a contextual approach with scaffolding techniques.

(6)

v Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar yang Mendukung ... 9

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 11

C. Pendekatan Kontekstual ... 14

D. Teknik Scaffolding ... 17

E. Pembelajaran Konvensional ... 19

F. Kerangka Berpikir ... 20

G. Sikap terhadap Pembelajaran Matematika ... 21

(7)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

I. Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 24

B. Populasi dan Sampel ... 24

C. Variabel Penelitian ... 25

D. Instrumen Penelitian... 25

E. Perangkat Pembelajaran ... 33

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 34

G. Rubrik Penilaian ... 35

H. Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 68

(8)

1 Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, kemampuan komunikasi

merupakan salah satu standar kompetensi lulusan bagi siswa sekolah dasar sampai

menengah. Senada dengan itu, Kist (Clark, 2005:1) mengatakan bahwa saat ini,

komunikasi yang efektif dilihat sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh

siswa sekolah menengah dalam semua pelajaran, bukan hanya bahasa, seni atau

sosial. Oleh karena itu, komunikasi menjadi salah satu kemampuan yang perlu

dikembangkan dalam matematika. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan umum

pembelajaran matematika menurut National Council of Teachers of Mathematics

(NCTM) (Tandililing, 2011:4) yaitu belajar untuk berkomunikasi (mathematical

communication).

Perlunya kemampuan komunikasi matematis untuk dikembangkan di

kalangan siswa diutarakan oleh Baroody (Tandililing, 2011:4), bahwa

pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematis

melalui lima aspek komunikasi, yaitu representing, listening, reading, discussing

dan writing. Kemudian Baroody (Tandililing, 2011:4) juga menyebutkan,

sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran

matematika perlu ditingkatkan di kalangan siswa, yaitu: (1) Mathematics as

language, yang berarti matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool

to aid thinking), alat menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil

(9)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

variety of ideas clearly, precisely, and succinctly. (2) Mathematics learning as

social activity, yang berarti matematika sebagai aktivitas sosial dalam

pembelajaran matematika, sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga

komunikasi antara guru dan siswa.

Pentingnya komunikasi matematis juga diungkapkan oleh Lindquist dan

Elliot (Anggraeni, 2012:6) yang menyatakan bahwa kita memerlukan komunikasi

dalam belajar matematika jika hendak meraih secara penuh tujuan sosial seperti

belajar seumur hidup dan matematika untuk semua orang. Dengan komunikasi

matematis, siswa dapat mengemukakan ide mereka dengan cara

mengkomunikasikan pengetahuan matematika yang dimilikinya baik secara lisan

maupun tulisan. Melihat pentingnya kemampuan komunikasi matematis dalam

pembelajaran matematika, maka kemampuan komunikasi matematis harus

ditingkatkan.

Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa

kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Firdaus pada tahun 2005 (Hutapea, 2013:5)

ditemukan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran dalam kelompok kecil tipe Team-Assisted Individualization (TAI)

berbasis masalah masih tergolong rendah. Begitu juga penelitian yang dilakukan

oleh Sulastri pada tahun 2009 (Mustikawati, 2013: 3) pada siswa SMP Negeri 2

Soreang kelas VIII yaitu berdasarkan data hasil tes akhir kemampuan komunikasi

matematis terlihat dari 35 siswa memiliki rata-rata skor 50,54 atau 50,54% dari

skor ideal dengan skor ideal yaitu 100. Skor terendah yang diperoleh yaitu 16 dan

skor tertinggi yaitu 90 dari skor ideal. Dari perolehan rata-rata skor, tampak

bahwa secara umum siswa masih kurang dalam kemampuan komunikasi

(10)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Sullivan & Mousley (Tandililing, 2011:7) mengemukakan bahwa

merosotnya pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa di kelas

antara lain dikarenakan oleh: (a) dalam mengajar guru sering mencontohkan pada

siswa bagaimana menyelesaikan soal dan (b) siswa belajar dengan cara

mendengar dan menonton guru melakukan proses pembelajaran matematika,

kemudian guru mencoba memecahkan soal sendiri dengan satu cara penyelesaian,

dan memberi soal latihan. Brooks & Brooks (Tandaliling, 2011:7) menamakan

pembelajaran seperti ini sebagai konvensional, karena suasana kelas masih

didominasi guru dan titik berat pembelajaran ada pada keterampilan dasar.

Pembelajaran yang didominasi oleh guru sangat memungkinkan bagi

siswa untuk merasa bosan dan tidak berkembang. Cara mengajar yang monoton

juga dapat mengakibatkan rendahnya respon siswa terhadap pembelajaran

matematika. Hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan bahwa siswa akan

memiliki anggapan yang negatif terhadap matematika. Sikap yang negatif

terhadap matematika akan mempengaruhi proses pembelajaran. Akibatnya, siswa

menggunakan kemampuan yang dimilikinya secara biasa saja, siswa tidak tertarik

untuk mengeksplor pengetahuan yang telah dimilikinya, terlebih untuk melakukan

komunikasi dalam pembelajaran matematika di kelas. Sejalan dengan hal tersebut,

maka penting untuk memperhatikan sikap positif siswa terhadap matematika.

Seperti yang dikatakan oleh Ruseffendi (1991), bahwa sikap positif terhadap

matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar.

Pendapat lain dikemukakan oleh Utari, Rukmana, dan Suhendra

(Istiqomah, 2008:4) berdasarkan penelitiannya yang menyatakan bahwa

pembelajaran matematika di Indonesia saat ini dirasakan masih kurang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasan

matematika yang dimilikinya. Untuk itu, perlu disusun suatu pendekatan dalam

(11)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

komprehensif dan dapat mengaitkan materi dengan kenyataan yang ada di

lingkungan sekitarnya. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang bisa

digunakan dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan kontekstual

(Contextual Teaching and Learning). Pendekatan kontekstual fokus kepada siswa

sebagai pembelajar yang aktif, memberikan rentang yang luas tentang

peluang-peluang belajar bagi mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan

akademik mereka untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata yang

kompleks (Depdiknas, 2002: 15).

Untuk membantu siswa sewaktu mereka mengalami hambatan dalam

proses pembelajaran, Anderson (Sumarmo, 2000:7) menyarankan agar guru

melakukan teknik scaffolding. Scaffolding adalah pemberian sejumlah bantuan

kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi

bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih

tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Mulyana,

2008). Bantuan yang diberikan dapat berupa petunjuk, gambar, pemodelan, atau

memberi contoh.

Terdapat keterkaitan antara pembelajaran menggunakan pendekatan

kontekstual dan teknik scaffolding dengan indikator komunikasi matematis yang

hendak dicapai oleh siswa. Dalam langkah-langkah pembelajaran menggunakan

pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding, terdapat tahapan pembentukan

kelompok belajar untuk menciptakan aspek learning community. Pembentukan

kelompok belajar tersebut tentu dapat menciptakan komunikasi dua arah baik di

antara siswa maupun antar siswa dengan guru. Dapat dilihat juga pada tahap

konstruktivis dan inquiry, dimana siswa harus mengkonstruksi pengetahuan

barunya dengan bahasa sendiri kemudian menggali masalah yang berhubungan

dengan sehari-hari untuk menemukan temuan baru. Pada tahap tersebut siswa

(12)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

matematika, juga merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke

dalam ide matematika. Selain itu, tahapan lain dalam pembelajaran menggunakan

pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding yaitu modeling, dimana siswa

diharapkan dapat membuat model matematika atau membentuk persamaan aljabar

dari persoalan matematika dan melakukan perhitungan dengan tepat. Kemudian

pada tahap reflection dan authentic assessment dimana pada pelaksanaannya

dibutuhkan komunikasi yang baik, baik komunikasi secara tertulis maupun

komunikasi lisan seperti komunikasi dua arah antar siswa maupun siswa dengan

gurunya.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis ingin

melihat sejauh mana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP

dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual

dengan teknik scaffolding yang dituangkan dalam judul “Peningkatan

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pendekatan

Kontekstual dengan Teknik Scaffolding”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan

teknik scaffolding lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

dengan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik

(13)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan

pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding?

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu meluas, maka

permasalahannya akan dibatasi sebagai berikut.

1. Penelitian akan dilakukan terhadap siswa di salah satu SMP Negeri di

Katapang kelas VIII semester ganjil, tahun ajaran 2013/2014.

2. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Notasi Fungsi dan Grafik Fungsi.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan

teknik scaffolding lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

dengan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik

scaffolding.

3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan

pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini diantaranya:

1. Sebagai bahan kajian atau referensi bagi guru dalam sistem pengajaran di

kelas, khususnya dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

(14)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2. Sebagai pengalaman baru bagi siswa dalam pembelajaran matematika, juga

untuk merangsang kemampuan komunikasi matematis siswa.

3. Sebagai masukkan bagi sekolah dan sebagai sumbangan pemikiran bagi

peneliti lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran

matematika.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda terhadap

istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka ada beberapa istilah-istilah yang perlu

didefinisikan sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematis, merupakan kemampuan siswa untuk

berkomunikasi dalam matematika yang meliputi aspek written text,

mathematical expression, dan drawing. Adapun indikator komunikasi

matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:

1) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika.

2) Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, grafik, tabel, dan diagram ke

dalam ide matematika.

3) Menginterpretasi persoalan matematika ke dalam gambar, diagram, tabel

atau grafik.

4) Membuat model matematika atau membentuk persamaan aljabar dari

persoalan matematika dan melakukan perhitungan dengan tepat.

2. Pendekatan kontekstual, merupakan suatu pendekatan dalam proses

pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan yang terkait

dengan dunia nyata kehidupan siswa, constructivism agar siswa dapat

membangun pemahaman sendiri, inquiry agar siswa mengidentifikasi dan

menemukan konsep dengan bimbingan guru, questioning agar siswa

(15)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dalam kerja kelompok, modeling agar siswa dapat memberikan contoh,

reflection agar siswa dapat mereviu kembali pengalaman belajarnya, serta

authentic assessment agar penilaian yang diberikan sangat objektif.

3. Teknik Scaffolding, merupakan sejumlah bantuan yang diberikan oleh guru

saat siswa mengalami kebuntuan dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Bantuan tersebut dapat berupa pertanyaan, contoh, umpan, atau pancingan

yang terjangkau oleh pemikiran siswa yang dapat menjembatani siswa untuk

menyelesaikan masalah.

4. Pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding, merupakan suatu model

pembelajaran yang digunakan penulis sebagai upaya untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa SMP dengan menggunakan

pendekatan kontekstual dan dibantu oleh teknik scaffolding dalam

pelaksanaannya. Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam pendekatan

kontekstual dengan teknik scaffolding yang akan penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Membentuk kelompok belajar dan menciptakan komunikasi dua arah

antara guru dengan murid atau antara murid dengan murid (Learning

Community).

2) Memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki dan mengkonstruksi

sendiri pengetahuan barunya (Kostruktivis).

3) Menggali mengenai fenomena yang berkaitan dengan kompetensi yang

akan dikuasai sebagai titik awal siswa melakukan penemuan (Inquiry).

4) Melalui pertanyaan, guru mendorong, membimbing, mengembangkan rasa

ingin tahu siswa (Questioning).

5) Melakukan pemodelan dengan menampilkan contoh atau rujukan

(16)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

6) Bertukar informasi dan mereviu mengenai pembelajaran yang telah

didapat (Reflection).

7) Melakukan penilaian dengan berpijak pada kegiatan yang dilakukan oleh

siswa selama pembelajaran berlangsung (Authentic Assessment).

5. Pembelajaran konvensional, merupakan pembelajaran dengan menggunakan

metode ekspositori yang pada umumnya berorientasi pada presentasi

(17)

24 Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan penelitian kuasi eksperimen karena peneliti

tidak memilih siswa untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol, tetapi peneliti menggunakan kelas yang ada. Seperti yang dikatakan oleh

Ruseffendi (Magfiroh, 2013:18), pada penelitian dengan metode kuasi eksperimen

subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek

seadanya. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol

non-ekuivalen, dimana pada desain penelitian ini melibatkan dua kelompok yang tidak

dipilih secara acak. Kelompok pertama menerima perlakuan yaitu pembelajaran

kontekstual dengan teknik scaffolding, sedangkan kelompok lainnya hanya

diberikan pembelajaran konvensional. Adapun desain penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

O X O

O O

Dimana, O: Pretest dan posttest

X: Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan pendekatan

kontekstual dengan teknik scaffolding

Pada desain ini, dapat dilihat bahwa kedua kelompok masing-masing

diberi pretest pada awal pembelajaran, dan setelah mendapatkan perlakuan yang

berbeda, kemudian diukur dengan posttest yang diberikan pada akhir

pembelajaran. Perbedaan antara hasil pretest dan posttest diasumsikan sebagai

(18)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu

SMP Negeri di Katapang. Sampel yang terambil untuk penelitian ini adalah dua

kelas dari populasi yang ada, dimana dalam pemilihan kelasnya dilakukan dengan

teknik Non Probability Sampling yaitu dengan Purposive Sampling atau yang

biasa dikenal sebagai sampling pertimbangan. Menurut Sudjana (2005:168),

pengambilan sampel seperti ini terjadi apabila pengambilan dilakukan

berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti, dimana dalam

penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian di suatu sekolah yang kelasnya

sudah terbentuk dan pemilihan kelas dilakukan atas dasar pertimbangan guru

matematika di sekolah tersebut.

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel penelitian yaitu variabel bebas

dan variabel terikat. Variabel bebas adalah faktor yang dipilih untuk melihat

pengaruh terhadap gejala yang akan diamati dalam penelitian. Variabel bebas

pada penelitian ini adalah pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.

Variabel terikat adalah faktor yang diukur dan diamati dalam penelitian

untuk mengetahui efek variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah

kemampuan komunikasi matematis siswa.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan

non-tes. Instrumen tes berupa instrumen data kuantitatif yaitu tes kemampuan

pemahaman konsep matematis, sedangkan instrumen non-tes berupa instrumen

data kualitatif yaitu angket dan lembar observasi.

1. Instrumen Data Kuantitatif

(19)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Tes tertulis yang digunakan berupa uraian, karena menurut

Suherman dan Kusumah (1990:94), soal uraian amat baik untuk menarik

hubungan antara pengetahuan atau fakta-fakta yang telah mengendap

dalam struktur kognitif siswa dengan pengertian materi yang sedang

dipikirkannya.

Instrumen tes yang diberikan pada penelitian ini adalah pretest dan

posttest. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum dan sesudah

pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.

Pretest dilakukan pada awal pembelajaran, sedangkan posttest dilakukan

pada akhir pembelajaran. Pretest dilakukan untuk mengetahui kemampuan

awal siswa sebelum diberi perlakuan, sedangkan posttest dilakukan untuk

mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberi

perlakuan. Dengan demikian, dapat diketahui perbedaan kemampuan

komunikasi matematis siswa diantara kedua kelas kontrol tersebut, yang

pada akhirnya dapat memberikan gambaran mengenai tingkat keberhasilan

pembelajaran.

Sebelum instrumen tes ini diberikan kepada kelas kontrol dan kelas

eksperimen, terlebih dahulu instrumen tes diujicobakan kepada siswa di

luar sampel dimana siswa tersebut sudah pernah mendapatkan materi

pembelajaran yang menjadi bahasan dalam instrumen tes tersebut. Data

yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian dianalisis dengan uji validitas,

reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda untuk memperoleh

keterangan layak atau tidaknya soal tersebut digunakan dalam penelitian.

1) Validitas

Suatu alat evaluasi dikatakan valid apabila alat tersebut mampu

(20)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kusumah, 1990:135). Untuk mengetahui validitas intrumen tes yang telah

dibuat, maka dilakukan perhitungan validitas intrumen tes dengan

menggunakan rumus korelasi produk momen memakai angka kasar (raw

score), (Suherman dan Kusumah, 1990:154) yaitu:

∑ ∑ ∑

√( ∑ 2 2)( 2 2)

dengan = koefisien korelasi antara variabel dan variabel .

= skor siswa pada tiap butir soal.

= skor total tiap siswa.

= jumlah siswa.

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat validitas intrumen

tes dapat menggunakan tolak ukur menurut J. P Guilford (Suherman dan

Kusumah, 1990:147). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.1

berikut:

Tabel 3.1

Klasifikasi Koefisien Korelasi

Besarnya rxy Interpretasi

0,80 < rxy ≤ 1,00 Validitas Sangat Tinggi

0,60 < rxy ≤ 0,80 Validitas Tinggi

0,40 < rxy ≤ 0,60 Validitas Sedang

0,20 < rxy ≤ 0,40 Validitas Rendah

0,00 < rxy ≤ 0,20 Validitas Sangat Rendah

rxy ≤ 0,00 Tidak Valid

Selanjutnya dengan menggunakan Anates 4.0, diperoleh nilai

validitas tiap butir soal yang disajikan pada Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2

Validitas Setiap Butir Soal

No. Soal Koefisien Korelasi Interpretasi

(21)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1.b. 0,753 Validitas Sangat Tinggi

2.a. 0,698 Validitas Tinggi

2.b. 0,629 Validitas Tinggi

3 0,760 Validitas Sangat Tinggi

4.a. 0,697 Validitas Tinggi

4.b. 0,732 Validitas Sangat Tinggi

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas, diperoleh bahwa hasil pengolahan

data untuk tiap butir soal yaitu soal nomor 1.a, 1.b, 3, dan 4.b berkorelasi

sangat tinggi, artinya soal nomor 1.a, 1.b, 3, dan 4.b memiliki validitas

sangat tinggi (sangat baik). Untuk soal nomor 2.a, 2.b, dan 4.a berkorelasi

tinggi, artinya soal nomor 2.a, 2.b, dan 4.a memiliki validitas tinggi (baik).

Untuk perhitungan selengkapnya, dapat dilihat pada lampiran C.1 dan

lampiran C.2.

2) Reliabilitas

Untuk soal tipe subjektif dengan bentuk uraian penilaiannya tidak

hanya dilihat pada hasil akhir, melainkan pada langkah pengerjaannya

pula. Realibilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi (tes dan non-tes)

dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang relatif tetap

(konsisten, ajeg). Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi

tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Istilah relatif

tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan

yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan (Suherman dan

Kusumah, 1990:167)

Untuk mengetahui koefisien reliabilitas intrumen tes bentuk uraian

yaitu dengan menggunakan rumus Alpha (Suherman dan Kusumah,

1990:194) sebagai berikut:

(22)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Dengan 11 = koefisien reliabilitas

n = banyak butir soal

Si2 = jumlah varians skor tiap butir soal

St2 = varians skor total

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen

tes dapat menggunakan tolak ukur yang dibuat oleh J. P Guilford

(Suherman dan Kusumah, 1990:147). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

Tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Besarnya r 11 Interpretasi

0,80 11 ≤ 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi 0,60 11 ≤ 0,80 Reliabilitas Tinggi 0,40 11 ≤ 0,60 Reliabilitas Sedang

0,20 11 ≤ 0,40 Reliabilitas Rendah

11 ≤ 0,20 Reliabilitas Sangat Rendah

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software Anates

4.0, diperoleh data bahwa butir soal intrumen tes memiliki koefisien

reliabilitas sebesar 0,84. Dengan mengacu kepada tolak ukur yang dibuat

oleh J. P Guilford, maka instrumen tes kemampuan komunikasi matematis

memiliki derajat reliabilitas sangat tinggi. Untuk perhitungan

selengkapnya, dapat dilihat pada lampiran C.1 dan lampiran C.2.

3) Indeks Kesukaran

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan

yang disebut indeks kesukaran. Indeks kesukaran adalah proporsi siswa

menjawab butir soal dengan benar. Indeks kesukaran berkisar pada interval

(23)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

butir soal tersebut telalu sukar, sedangkan soal dengan indeks kesukaran

1,00 berarti butir soal terlalu mudah (Suherman dan Kusumah,

1990:212-213).

Untuk menghitung indeks kesukaran soal bentuk uraian dapat

menggunakan rumus berikut ini:

̅

dengan: ̅ = rata-rata skor setiap butir soal

SMI = Skor Maksimum Ideal

Hasil perhitungan indeks kesukaran dapat diinterpretasikan

kedalam beberapa kriteria yang dapat dilihat di Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Nilai IK Interpretasi

0,00 Soal Terlalu Sukar

0,00 ≤ 0,30 Soal Sukar

0,30 ≤ 0,70 Soal Sedang

0,70 ≤ 1,00 Soal Mudah

1,00 Soal Terlalu Mudah

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan Anates

4.0, diperoleh indeks kesukaran tiap butir soal sebagai berikut:

Tabel 3.5

Indeks Kesukaran Setiap Butir Soal

(24)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1.a. 0,56 Soal Sedang

1.b. 0,54 Soal Sedang

2.a. 0,72 Soal Mudah

2.b. 0,27 Soal Sukar

3 0,64 Soal Sedang

4.a. 0,75 Soal Mudah

4.b. 0,56 Soal Sedang

Dari Tabel 3.5 diperoleh bahwa butir soal tes kemampuan

komunikasi matematis nomor 2.a dan 4.a memiliki tingkat kesukaran

mudah, nomor 1.a, 1.b, 3 dan 4.b memiliki tingkat kesukaran sedang,

sedangkan nomor 2.b memiliki tingkat kesukaran sukar. Untuk

perhitungan selengkapnya, dapat dilihat pada lampiran C.1 dan lampiran

C.2.

4) Daya Pembeda

Daya pembeda (DP) dari sebuah soal menyatakan seberapa jauh

kemampuan soal tersebut dapat membedakan siswa yang pandai dengan

siswa yang kurang pandai. Derajat daya pembeda (DP) suatu butir soal

dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi (Discriminating Index) yang

bernilai dari -1,00 sampai dengan 1,00. Jika Indeks Diskriminasi semakin

mendekati 1,00 berarti daya pembeda soal tersebut makin baik, sebaliknya

jika semakin mendekati 0,00 berarti daya pembeda soal tersebut makin

buruk (Suherman dan Kusumah, 1990:199-201). Sebelum menghitung

daya pembeda terlebih dahulu kita membagi siswa kedalam dua kelompok,

yaitu kelompok atas (kelompok siswa yang tergolong pandai) dan

kelompok bawah (kelompok siswa yang tergolong rendah).

Untuk menghitung daya pembeda butir soal bentuk uraian dapat

(25)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

̅̅̅ ̅̅̅

Dengan ̅̅̅= rata-rata skor dari siswa-siswa kelompok atas yang

menjawab benar untuk butir soal yang akan dicari daya

pembedanya

̅̅̅= rata-rata skor dari siswa-siswa kelompok bawah yang menjawab benar untuk butir soal yang akan dicari daya

pembedanya

SMI= Skor Maksimum Ideal

Hasil perhitungan daya pembeda dapat diinterpretasikan kedalam

beberapa kriteria yang dapat dilihat di Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Nilai DP Interpretasi

0,00 Sangat Jelek

0,00 ≤ 0,20 Jelek

0,20 ≤ 0,40 Cukup

0,40 ≤ 0,70 Baik

0,70 ≤ 1,00 Sangat Baik

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan Anates 4.0,

diperoleh data yang disajikan dalam Tabel 3.7 sebagai berikut:

Tabel 3.7

Nilai Daya Pembeda Setiap Butir Soal

No. Soal Daya Pembeda (DP) Interpretasi

1.a. 0,86 Sangat Baik

1.b. 0,72 Sangat Baik

2.a. 0,54 Baik

2.b. 0,45 Baik

3 0,38 Cukup

(26)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

4.b. 0,77 Sangat Baik

Berdasarkan Tabel 3.7 di atas, dapat diuraikan bahwa butir soal

nomor 1.a, 1.b dan 4.b tergolong sangat baik, artinya butir soal nomor 1.a,

1.b dan 4.b sangat baik untuk membedakan kemampuan antara siswa

pandai dan siswa kurang pandai. Untuk butir soal nomor 2.a, 2.b, dan 4.a

tergolong baik, artinya butir soal nomor 2.a, 2.b, dan 4.a dengan baik

mampu membedakan kemampuan antara siswa pandai dan siswa kurang

pandai. Sedangkan butir soal nomor 3 tergolong cukup, artinya butir soal

nomor 3 sudah cukup mampu membedakan kemampuan siswa pandai

dengan siswa kurang pandai. Untuk perhitungan selengkapnya, dapat

dilihat pada lampiran C.1 dan lampiran C.2.

Berikut ini adalah hasil analisis setiap butir soal secara

keseluruhan, yaitu:

Tabel 3.8

Rekapitulasi Analisis Butir Soal

No. Soal

Validitas Indeks Kesukaran Daya Pembeda

Keterangan Koefisien

Korelasi Interpretasi IK Interpretasi

Daya

Pembeda Interpretasi

1.a. 0,804 Sangat Baik 0,56 Sedang 0,86 Sangat Baik Digunakan 1.b. 0,753 Sangat Baik 0,54 Sedang 0,72 Sangat Baik Digunakan 2.a. 0,698 Baik 0,72 Mudah 0,54 Baik Digunakan 2.b. 0,629 Baik 0,27 Sukar 0,45 Baik Digunakan 3 0,760 Sangat Baik 0,64 Sedang 0,38 Cukup Digunakan 4.a. 0,697 Baik 0,75 Mudah 0,50 Baik Digunakan 4.b. 0,732 Baik 0,56 Sedang 0,77 Sangat Baik Digunakan

Reliabilitas 0,84

Berdasarkan validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda dan

indeks kesukaran dari setiap butir soal yang diujicobakan, maka semua

(27)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Untuk perhitungan selengkapnya, dapat dilihat pada lampiran C.1 dan

lampiran C.2.

2. Instrumen Data Kualitatif

a. Angket

Suherman dan Sukjaya (Maulidyawati, 2013:28) mengemukakan

bahwa angket adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus

diisi oleh orang yang akan dievaluasi (responden). Tujuan pembuatan

angket ini adalah untuk mengetahui respon siswa terhadap kesulitan atau

kemudahan dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding yang

telah diberikan dan mengetahui sikap siswa terhadap matematika. Angket

diberikan kepada seluruh siswa kelompok eksperimen. Pengisian angket

dilakukan setelah berakhirnya pembelajaran.

Skala yang digunakan dalam angket adalah skala Likert. Ada dua

jenis pernyataan dalam skala Likert, yaitu pernyataan positif (favorable)

dan pernyataan negatif (unfavorable). Jawaban pernyataan positif dan

negatif dalam skala Likert dikategorikan dalam skala Sangat Setuju (SS),

Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

b. Lembar Observasi

Instrumen ini digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik

scaffolding yang telah disusun dengan mengobservasi aktivitas guru dan

aktivitas siswa. Observer hanya memberikan tanda cek () pada kolom

yang sesuai dengan aktivitas yang diobservasi. Dalam hal ini yang menjadi

observer adalah guru matematika di kelas eksperimen.

(28)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP dibuat untuk setiap pertemuan, dimana dalam penelitian ini dibuat

RPP untuk empat kali pertemuan. RPP tersebut merupakan pedoman untuk

melaksanakan langkah-langkah pembelajaran di dalam kelas. Pada kelas

eksperimen, pembelajaran diawali dengan pemilihan topik, kemudian

melakukan tanya jawab. Sedangkan pada kelas kontrol, pembelajaran lebih

terpusat pada guru sebagai pemberi informasi, karena kelas kontrol

menggunakan pendekatan konvensional. Pada kelas eksperimen, RPP dibuat

berkarakter dan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran matematika

menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.

2. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS digunakan sebagai panduan pembelajaran bagi siswa secara

berkelompok. LKS disusun sesuai dengan kurikulum dan standar kompetensi

yang akan dicapai oleh siswa. Selain itu, LKS ini pun dibuat sesuai dengan

indikator komunikasi matematis yang ingin dicapai dalam penelitian ini.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa SMP melalui pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.

Maka dari itu, dalam implementasinya dilakukan beberapa tahap, diantaranya:

1. Tahap Persiapan

(29)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

a. Mengidentifikasi masalah mengenai bahan ajar, merencanakan

pembelajaran, serta alat dan bahan yang akan digunakan.

b. Melakukan observasi ke sekolah dan melakukan perizinan untuk

tempat penelitian.

c. Menyiapkan instrumen penelitian.

d. Melakukan proses bimbingan dengan dosen pembimbing.

e. Melakukan uji coba soal tes kepada siswa di luar sampel penelitian.

f. Menganalisis kualitas instrumen.

g. Merevisi instrumen penelitian (jika diperlukan).

h. Pemilihan sampel penelitian dari populasi yang telah ditentukan.

i. Menghubungi kembali pihak sekolah untuk teknis pelaksanaan

penelitian.

j. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar

dalam bentuk LKS.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu:

a. Memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Melaksanakan perlakuan berupa pembelajaran konvensional terhadap

kelas kontrol dan memberikan pembelajaran menggunakan pendekatan

kontekstual dengan teknik scaffolding terhadap kelas eksperimen.

c. Melakukan observasi yang dibantu oleh rekan mahasiswa.

d. Memberikan angket pada pertemuan terkahir kepada siswa kelas

eksperimen.

e. Memberikan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Tahap Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu:

(30)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

b. Mengolah dan menganalisis hasil data kuantitatif berupa pretest,

posttest, dan indeks gain.

c. Mengolah dan menganalisis hasil data kualitatif berupa angket dan

lembar observasi.

d. Mengonsultasikan hasil pengolahan data dengan dosen pembimbing.

4. Tahap Penulisan Laporan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu:

a. Membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan hipotesis yang telah

dirumuskan.

b. Menyusun laporan penelitian.

c. Melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing.

G. Rubrik Penilaian

[image:30.595.113.516.127.667.2]

Berikut adalah tabel rubrik penilaian kemampuan komunikasi matematis:

Tabel 3.9 Rubrik Penilaian

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Aspek yang Dinilai Skor Keterangan

Menyatakan peristiwa

sehari-hari dalam

0 Tidak ada jawaban sama sekali.

(31)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

bahasa dan simbol

matematika.

dalam bahasa dan simbol matematika, kalaupun

ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman

konsep sehingga informasi yang diberikan tidak

berarti apa-apa

2

Dapat menyatakan peristiwa sehari-hari dalam

bahasa dan sedikit simbol matematika namun

kurang lengkap dan benar.

3

Dapat menyatakan peristiwa sehari-hari dalam

bahasa dan simbol matematika dengan lengkap

namun ada sedikit kesalahan.

4

Dapat menyatakan peristiwa sehari-hari dalam

bahasa dan simbol matematika secara

matematis dengan lengkap dan benar.

Merefleksikan

[image:31.595.117.522.109.665.2]

benda-benda nyata, gambar,

grafik, tabel dan

diagram ke dalam ide

matematika.

0 Tidak ada jawaban sama sekali.

1

Tidak dapat merefleksikan benda-benda nyata,

gambar, grafik, tabel dan diagram ke dalam ide

matematika, kalaupun ada hanya

memperlihatkan ketidakpahaman konsep,

sehingga informasi yang diberikan tidak berarti

apa-apa

2

Dapat merefleksikan benda-benda nyata,

gambar, grafik, tabel dan diagram ke dalam ide

matematika namun kurang lengkap dan benar.

3

Dapat merefleksikan benda-benda nyata,

gambar, grafik, tabel dan diagram ke dalam ide

(32)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kesalahan.

4

[image:32.595.116.524.110.663.2]

Dapat merefleksikan benda-benda nyata,

gambar, grafik, tabel dan diagram ke dalam ide

matematika secara lengkap dan benar.

Menginterpretasi

persoalan matematika

ke dalam gambar,

diagram, tabel atau

grafik.

0 Tidak ada jawaban sama sekali.

1

Tidak dapat menginterpretasi persoalan

matematika ke dalam gambar, diagram, tabel

atau grafik. Kalaupun ada, hanya

memperihatkan ketidakpahaman konsep

sehingga informasi yang diberikan tidak berarti

apa-apa.

2

Dapat menginterpretasi persoalan matematika

ke dalam gambar, diagram, tabel atau grafik

namun kurang lengkap dan benar.

3

Dapat menginterpretasi persoalan matematika

ke dalam gambar, diagram, tabel atau grafik

secara lengkap namun ada sedikit kesalahan.

4

Dapat menginterpretasi persoalan matematika

ke dalam gambar, diagram, tabel atau grafik

secara lengkap dan benar.

Membuat model

matematika atau

membentuk

persamaan aljabar dari

persoalan matematika

dan melakukan

0 Tidak ada jawaban sama sekali

1

Tidak dapat membuat model matematika atau

membentuk persamaan aljabar dari persoalan

matematika dan melakukan perhitungan dengan

tepat. Kalaupun ada hanya memperlihatkan

(33)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

perhitungan dengan

tepat.

yang diberikan tidak berarti apa-apa.

2

Dapat membuat model matematika atau

membentuk persamaan aljabar dari persoalan

matematika dan melakukan perhitungan namun

kurang lengkap dan benar.

3

Dapat membuat model matematika atau

membentuk persamaan aljabar dari persoalan

matematika dan melakukan perhitungan secara

lengkap namun ada sedikit kesalahan.

4

Dapat membuat model matematika atau

membentuk persamaan aljabar dari persoalan

matematika dan melakukan perhitungannya

secara lengkap dan benar.

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini berasal dari tes (pretest dan

posttest) yang berupa uraian, dan soal non tes berupa angket siswa dan lembar

observasi. Data-data yang diperoleh dari tes diolah sebagai berikut:

1. Pengolahan Data Kuantitatif

a. Analisis Data Pretest (Tes Awal)

Adapun langkah-langkah dalam menguji data hasil pretest adalah

sebagai berikut:

1) Menganalisis Data Secara Deskriptif

Sebelum menguji data hasil pretest, terlebih dahulu melakukan

analisis data secara deskriptif yang meliputi skor minimum, skor

(34)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2) Uji Normalitas

Data hasil pretest di uji normalitasnya dengan tujuan untuk

mengetahui apakah hasil pretest sampel berasal dari populasi

berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian

dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 17.0. Uji

normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Saphiro-Wilk dengan taraf nyata 5%, karena sampel yang akan digunakan

adalah sampel dengan kelompok besar yang berjumlah lebih dari 30

orang.

Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji normalitas

pretest adalah sebagai berikut:

Data pretest berasal dari populasi berdistribusi normal.

Data pretest berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka

diterima.

b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.

Jika kedua kelas tersebut berdistribusi normal, dilanjutkan

dengan uji homogenitas varians. Jika kedua kelas atau salah satu kelas

bertistribusi tidak normal, maka dilakukan pengujian statistika

nonparametrik yaitu dengan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan

Uji Mann-Whitney.

3) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah

kedua kelas penelitain memiliki variansi yang homogen atau tidak

homogen. Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan dengan

(35)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians kelas

menggunakan uji Levene’s test dengan taraf nyata 5%. Jika salah satu

kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka pengujian dilakukan

dengan statistika nonparametrik.

Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas

varians pretest adalah sebagai berikut:

Varians pretest untuk kedua kelas penelitian homogen.

Varians pretest untuk kedua kelas tidak homogen.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka

diterima.

b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.

4) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui

apakah rata-rata skor pretest dan posttest kelas kontrol dan eksperimen

sama atau tidak. Jika kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan

variansnya homogen, maka dilanjutkan dengan uji-t. Jika kedua kelas

tersebut berdistribusi normal tapi variansnya tidak homogen, maka

dilanjutkan dengan uji- ’.

Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji kesamaan dua

rata-rata adalah sebagai berikut:

Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis

awal antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol.

Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis awal

antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol.

(36)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka

diterima.

b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.

b. Analisis Data Posttest (Tes Akhir)

Jika tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis

siswa awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka untuk melihat

peningkatan komunikasi matematis siswa cukup dengan menganalisis data

posttest, sebagai berikut:

1) Menganalisis Data Secara Deskriptif

Sebelum menguji data hasil posttest, terlebih dahulu melakukan

analisis data secara deskriptif yang meliputi skor minimum, skor

maksimum, rata-rata, dan simpangan baku.

2) Uji Normalitas

Data hasil posttest di uji normalitasnya dengan tujuan untuk

mengetahui apakah hasil posttest sampel berasal dari populasi

berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian

dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 17.0. Uji

normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Saphiro-Wilk dengan taraf nyata 5%.

Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji normalitas

posttest adalah sebagai berikut:

Data posttest berasal dari populasi berdistribusi normal.

Data posttest berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

(37)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka

diterima.

b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.

Jika kedua kelas tersebut berdistribusi normal, dilanjutkan

dengan uji homogenitas varians. Jika kedua kelas atau salah satu kelas

bertistribusi tidak normal, maka dilakukan pengujian statistika

nonparametrik yaitu dengan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan

Uji Mann-Whitney.

3) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah

kedua kelas penelitain memiliki variansi yang homogen atau tidak

homogen. Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan dengan

menggunakan software SPSS versi 17.0. Jika kedua kelas berdistribusi

normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians kelas

menggunakan uji Levene’s test dengan taraf nyata 5%. Jika salah satu

kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka pengujian dilakukan

dengan statistika nonparametrik.

Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji homogentitas

varians posttest adalah sebagai berikut:

Varians posttest unuk kedua kelas penelitian homogen.

Varians posttest unuk kedua kelas tidak homogen.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka

diterima.

b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.

(38)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui

apakah kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen

lebih baik daripada siswa kelas kontrol. Jika kedua kelas tersebut

berdistribusi normal dan variansnya homogen, maka dilanjutkan

dengan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji-t. Jika kedua

kelas tersebut berdistribusi normal tapi variansnya tidak homogen,

maka dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan

’.

Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji perbedaan dua

rata-rata adalah sebagai berikut:

Kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen tidak

lebih baik daripada siswa kelas kontrol.

Kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih

baik daripada siswa kelas kontrol.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka

diterima.

b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.

c. Analisis Data Indeks Gain

Jika terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa

awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka untuk melihat

peningkatan komunikasi matematis siswa perlu dilakukan perhitungan

nilai indeks Gain dengan rumus sebagai berikut:

(39)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Setelah diperoleh data indeks Gain, kemudian data tersebut diperlakukan

seperti perhitungan terhadap data posttest untuk menjawab perbedaan dua

rata-rata posttest.

Adapun untuk melihat kualitas peningkatan komunikasi matematis

siswa, berikut adalah kriteria skor indeks Gain menurut Hake (dalam

[image:39.595.119.517.183.676.2]

Magfiroh, 2013):

Tabel 3.10

Klasifikasi Indeks Gain (g)

Besarnya Indeks Gain (g) Klasifikasi

0,7 1 Tinggi

0,3 0,7 Sedang

0 0,3 Rendah

2. Pengolahan Data Kualitatif

a. Angket

Menurut Suherman dan Kusumah (1990:235), dalam menganalisis

hasil angket, skala kualitatif ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Untuk

pernyataan yang bersifat positif (favorable), kategori SS diberi skor

tertinggi, semakin menuju ke kategori STS, skor yang diberikan

berangsur-angsur menurun. Sebaliknya untuk pernyataan yang bersifat

negatif (unfavorable), kategori SS diberi skor terendah, semakin menuju

ke kategori STS, skor yang diberikan berangsur-angsur semakin tinggi.

Pada angket ini responden diminta untuk memberikan penilaian yang

berkaitan dengan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan

kontekstual dengan teknik scaffolding yang telah diberikan. Angket ini

berisikan pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS),

(40)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

membubuhkan anda cek √ pada kolom yan e sed a. Menurut Suherman dan Kusumah (Magfiroh, 2013: 38), pembobotan yang dipakai

untuk pernyataan yang bersifat positif adalah:

 SS diberi skor 5

 S diberi skor 4

 TS diberi skor 2

 STS diberi skor 1

Sedangkan pembobotan yang dipakai untuk pernyataan yang bersifat

negatif adalah:

 SS diberi skor 1

 S diberi skor 2

 TS diberi skor 4

 STS diberi skor 5

Sebelum dilakukan penafsiran, terlebih dahulu menghitung

rata-rata dari data yang diperoleh untuk menentukan kategori siswa terhadap

angket dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

̅ ∑

dengan:

̅ = Rata-rata

W = Nilai setiap kategori

F = Jumlah siswa yang memilih setiap kategori

Kriteria:

1) Jika ̅ , maka dapat dikatakan bahwa sikapnya positif.

2) Jika ̅ , maka dapat dikatakan bahwa sikapnya negatif.

(41)

Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Dalam penelitian ini, data hasil lembar observasi merupakan data

pendukung dalam untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran

matematika menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik

scaffolding. Adapun pengolahan atau proses menganalisis lembar

(42)

64 Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa SMP menggunakan pendekatan kontekstual dengan

teknik scaffolding, diperoleh kesimpulan:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik

scaffolding lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

2. Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan

pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik

scaffolding termasuk ke dalam kategori sedang.

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan pendekatan

kontekstual dengan teknik scaffolding menunjukkan sikap yang positif.

B. Saran

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian, pembahasan dan simpulan

mengenai peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP

menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding, saran yang

dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding dapat dijadikan sebagai

salah satu alternatif pembelajaran matematika karena dapat meningkatkan

(43)

65 Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2. Penelitian selanjutnya mengenai penggunaan pendekatan kontekstual

dengan teknik scaffolding dapat dilakukan pada materi, indikator dan

kompetensi matematika yang berbeda dengan subyek penelitian yang lebih

(44)

65 Lavia Anjani, 2013

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Amalia, S. S. (2010). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Teknik

Scaffolding terhadap Kemampuan Representasi Matematik. Skripsi.

FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Ansari, B. A. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui

Gambar

Tabel 3.1 Klasifikasi Koefisien Korelasi
Tabel 3.3 berikut ini:
Tabel 3.5  Kesukaran Setiap Butir Soal
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda
+6

Referensi

Dokumen terkait

Data diperoleh dari instrumen tes, yaitu seperangkat soal berbentuk uraian untuk mengukur kemampuan penalaran induktif matematis siswa dan instrumen non tes, yaitu

Hal ini ditunjukkan dari peningkatan rata-rata pretest-posttest pada tes kemampuan komunikasi matematis siswa dikelas dengan model pembelajaran concept attainment yaitu dari

Hasil uji normalitas menunjuk- kan bahwa data pretest dan posttest kemampuan komunikasi matematis siswaberasal dari populasi yang berdistribusi normal.Oleh karena itu,

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar wawancara, soal pretest- posttest, lembar validasi, lembar observasi, angket motivasi belajar, dan

Teknik pengumpulan data langkah pertama pada tahap ini yaitu siswa diberikan lembar soal tes kemampuan komunikasi matematis diambil dengan menggunakan metode tes

Berdasarkan persentase tertinggi dari hasil pretest dan posttest untuk kelas kontrol, sebelum dilakukan pembelajaran diperoleh bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa

Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol sehingga secara umum kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberikan

Data dalam penelitian ini diambil menggunakan angket kesiapan belajar, lembar observasi aktivitas guru, siswa dan komunikasi lisan siswa, serta tes evaluasi