Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING
(Penelitian kuasi eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Katapang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
oleh
Lavia Anjani
0901962
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING
(Penelitian kuasi eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Katapang)
Oleh Lavia Anjani
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Lavia Anjani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING
(Penelitian kuasi eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Katapang)
Oleh:
Lavia Anjani
NIM. 0901962
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Pembimbing I,
Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd.
NIP. 195101061976031004
Pembimbing II,
Drs. H. Cece Kustiawan, M.Si.
NIP. 196612131992031001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
Drs. Turmudi M.Ed.,M.Sc.,Ph.D
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Lavia Anjani (0901962). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual dengan Teknik Scaffolding.
Penelitian ini mengkaji tentang “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual dengan Teknik Scaffolding”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen menggunakan desain kelompok kontrol non-ekuisvalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Katapang, sedangkan sampel yang terpilih adalah kelas VIII-H sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-I sebagai kelas kontrol. Pembelajaran di kelas eksperimen dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran secara konvensional. Instrumen dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat tes, angket, dan lembar observasi. Seperangkat alat tes tersebut meliputi soal pretest dan posttest mengenai kemampuan komunikasi matematis, sedangkan angket dan lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik
scaffolding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil posttest, dari skor ideal 28, rata-rata kelas eksperimen yaitu 21,15, sedangkan kelas kontrol yaitu 15,07. Kemudian untuk rata-rata nilai indeks
gain kelas eksperimen yaitu 0,67, sedangkan rata-rata nilai indeks gain kelas
kontrol yaitu 0,41. Berdasarkan rata-rata hasil posttest dan indeks gain, terlihat bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan siswa kelas kontrol. Adapun untuk kualitas peningkatan berdasarkan rata-rata indeks gain, peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen berada pada interpretasi sedang. Sementara itu, hasil pengolahan angket menunjukkan bahwa hampir seluruhnya siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Lavia Anjani (0901962). The Increase of Mathematical Communication Ability using Contextual Approach with Scaffolding Techniques.
This study discusses The Increase of Mathematical Communication Ability using Contextual Approach with Scaffolding Techniques. The method that used in this study is quasi-experimental method using non-equivalent control group design. The population in this study were all students of 8th grade at one of the Junior High School in Katapang, whereas the chosen sample are a class VIII-H as an experimental class and VIII-I as a control class. The learning activity in experimental class is done by using contextual approach with scaffolding techniques, whereas the control class using conventional learning. Instrument in this study includes a set of test tools, questionnaires, and observation sheets. The set of test tools include of pre-test and posttest questions about mathematical communication, whereas the questionnaires and observation sheets in this study are used to determine the attitudes of students towards learning activity using contextual approach with scaffolding techniques. The results of this study showed that the increase in mathematical communication of students who get learning activity using contextual approach with scaffolding techniques is better than students who get the conventional learning. It can be seen from the average of post-test results, from the ideal score 28, the average of the experimental class is 21,15, whereas the control class is 15,07. Then, for the average score of index gain experimental class is 0,67, whereas the average score of the index gain control class is 0,41. Based on the average of post-test results and the index gain, it appears that the ability in mathematical communication of the experimental class students is better than the control class. As for the improvement quality based on the index gain average of experimental class, the increase is in medium interpretation. Meanwhile, the results of the questionnaire showed that the processing of almost all students give a positive attitude towards learning mathematics using a contextual approach with scaffolding techniques.
v Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Batasan Masalah... 5
D. Tujuan Penelitian ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 6
F. Definisi Operasional... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar yang Mendukung ... 9
B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 11
C. Pendekatan Kontekstual ... 14
D. Teknik Scaffolding ... 17
E. Pembelajaran Konvensional ... 19
F. Kerangka Berpikir ... 20
G. Sikap terhadap Pembelajaran Matematika ... 21
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
I. Hipotesis Penelitian ... 23
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 24
B. Populasi dan Sampel ... 24
C. Variabel Penelitian ... 25
D. Instrumen Penelitian... 25
E. Perangkat Pembelajaran ... 33
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 34
G. Rubrik Penilaian ... 35
H. Teknik Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45
B. Pembahasan ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 68
1 Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, kemampuan komunikasi
merupakan salah satu standar kompetensi lulusan bagi siswa sekolah dasar sampai
menengah. Senada dengan itu, Kist (Clark, 2005:1) mengatakan bahwa saat ini,
komunikasi yang efektif dilihat sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh
siswa sekolah menengah dalam semua pelajaran, bukan hanya bahasa, seni atau
sosial. Oleh karena itu, komunikasi menjadi salah satu kemampuan yang perlu
dikembangkan dalam matematika. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan umum
pembelajaran matematika menurut National Council of Teachers of Mathematics
(NCTM) (Tandililing, 2011:4) yaitu belajar untuk berkomunikasi (mathematical
communication).
Perlunya kemampuan komunikasi matematis untuk dikembangkan di
kalangan siswa diutarakan oleh Baroody (Tandililing, 2011:4), bahwa
pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematis
melalui lima aspek komunikasi, yaitu representing, listening, reading, discussing
dan writing. Kemudian Baroody (Tandililing, 2011:4) juga menyebutkan,
sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran
matematika perlu ditingkatkan di kalangan siswa, yaitu: (1) Mathematics as
language, yang berarti matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool
to aid thinking), alat menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
variety of ideas clearly, precisely, and succinctly. (2) Mathematics learning as
social activity, yang berarti matematika sebagai aktivitas sosial dalam
pembelajaran matematika, sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga
komunikasi antara guru dan siswa.
Pentingnya komunikasi matematis juga diungkapkan oleh Lindquist dan
Elliot (Anggraeni, 2012:6) yang menyatakan bahwa kita memerlukan komunikasi
dalam belajar matematika jika hendak meraih secara penuh tujuan sosial seperti
belajar seumur hidup dan matematika untuk semua orang. Dengan komunikasi
matematis, siswa dapat mengemukakan ide mereka dengan cara
mengkomunikasikan pengetahuan matematika yang dimilikinya baik secara lisan
maupun tulisan. Melihat pentingnya kemampuan komunikasi matematis dalam
pembelajaran matematika, maka kemampuan komunikasi matematis harus
ditingkatkan.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Firdaus pada tahun 2005 (Hutapea, 2013:5)
ditemukan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dalam kelompok kecil tipe Team-Assisted Individualization (TAI)
berbasis masalah masih tergolong rendah. Begitu juga penelitian yang dilakukan
oleh Sulastri pada tahun 2009 (Mustikawati, 2013: 3) pada siswa SMP Negeri 2
Soreang kelas VIII yaitu berdasarkan data hasil tes akhir kemampuan komunikasi
matematis terlihat dari 35 siswa memiliki rata-rata skor 50,54 atau 50,54% dari
skor ideal dengan skor ideal yaitu 100. Skor terendah yang diperoleh yaitu 16 dan
skor tertinggi yaitu 90 dari skor ideal. Dari perolehan rata-rata skor, tampak
bahwa secara umum siswa masih kurang dalam kemampuan komunikasi
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Sullivan & Mousley (Tandililing, 2011:7) mengemukakan bahwa
merosotnya pemahaman matematis dan komunikasi matematis siswa di kelas
antara lain dikarenakan oleh: (a) dalam mengajar guru sering mencontohkan pada
siswa bagaimana menyelesaikan soal dan (b) siswa belajar dengan cara
mendengar dan menonton guru melakukan proses pembelajaran matematika,
kemudian guru mencoba memecahkan soal sendiri dengan satu cara penyelesaian,
dan memberi soal latihan. Brooks & Brooks (Tandaliling, 2011:7) menamakan
pembelajaran seperti ini sebagai konvensional, karena suasana kelas masih
didominasi guru dan titik berat pembelajaran ada pada keterampilan dasar.
Pembelajaran yang didominasi oleh guru sangat memungkinkan bagi
siswa untuk merasa bosan dan tidak berkembang. Cara mengajar yang monoton
juga dapat mengakibatkan rendahnya respon siswa terhadap pembelajaran
matematika. Hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan bahwa siswa akan
memiliki anggapan yang negatif terhadap matematika. Sikap yang negatif
terhadap matematika akan mempengaruhi proses pembelajaran. Akibatnya, siswa
menggunakan kemampuan yang dimilikinya secara biasa saja, siswa tidak tertarik
untuk mengeksplor pengetahuan yang telah dimilikinya, terlebih untuk melakukan
komunikasi dalam pembelajaran matematika di kelas. Sejalan dengan hal tersebut,
maka penting untuk memperhatikan sikap positif siswa terhadap matematika.
Seperti yang dikatakan oleh Ruseffendi (1991), bahwa sikap positif terhadap
matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar.
Pendapat lain dikemukakan oleh Utari, Rukmana, dan Suhendra
(Istiqomah, 2008:4) berdasarkan penelitiannya yang menyatakan bahwa
pembelajaran matematika di Indonesia saat ini dirasakan masih kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasan
matematika yang dimilikinya. Untuk itu, perlu disusun suatu pendekatan dalam
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
komprehensif dan dapat mengaitkan materi dengan kenyataan yang ada di
lingkungan sekitarnya. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang bisa
digunakan dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan kontekstual
(Contextual Teaching and Learning). Pendekatan kontekstual fokus kepada siswa
sebagai pembelajar yang aktif, memberikan rentang yang luas tentang
peluang-peluang belajar bagi mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan
akademik mereka untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata yang
kompleks (Depdiknas, 2002: 15).
Untuk membantu siswa sewaktu mereka mengalami hambatan dalam
proses pembelajaran, Anderson (Sumarmo, 2000:7) menyarankan agar guru
melakukan teknik scaffolding. Scaffolding adalah pemberian sejumlah bantuan
kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi
bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Mulyana,
2008). Bantuan yang diberikan dapat berupa petunjuk, gambar, pemodelan, atau
memberi contoh.
Terdapat keterkaitan antara pembelajaran menggunakan pendekatan
kontekstual dan teknik scaffolding dengan indikator komunikasi matematis yang
hendak dicapai oleh siswa. Dalam langkah-langkah pembelajaran menggunakan
pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding, terdapat tahapan pembentukan
kelompok belajar untuk menciptakan aspek learning community. Pembentukan
kelompok belajar tersebut tentu dapat menciptakan komunikasi dua arah baik di
antara siswa maupun antar siswa dengan guru. Dapat dilihat juga pada tahap
konstruktivis dan inquiry, dimana siswa harus mengkonstruksi pengetahuan
barunya dengan bahasa sendiri kemudian menggali masalah yang berhubungan
dengan sehari-hari untuk menemukan temuan baru. Pada tahap tersebut siswa
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
matematika, juga merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke
dalam ide matematika. Selain itu, tahapan lain dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding yaitu modeling, dimana siswa
diharapkan dapat membuat model matematika atau membentuk persamaan aljabar
dari persoalan matematika dan melakukan perhitungan dengan tepat. Kemudian
pada tahap reflection dan authentic assessment dimana pada pelaksanaannya
dibutuhkan komunikasi yang baik, baik komunikasi secara tertulis maupun
komunikasi lisan seperti komunikasi dua arah antar siswa maupun siswa dengan
gurunya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis ingin
melihat sejauh mana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP
dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual
dengan teknik scaffolding yang dituangkan dalam judul “Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menggunakan Pendekatan
Kontekstual dengan Teknik Scaffolding”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan
teknik scaffolding lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional?
2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding?
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu meluas, maka
permasalahannya akan dibatasi sebagai berikut.
1. Penelitian akan dilakukan terhadap siswa di salah satu SMP Negeri di
Katapang kelas VIII semester ganjil, tahun ajaran 2013/2014.
2. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Notasi Fungsi dan Grafik Fungsi.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan
teknik scaffolding lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik
scaffolding.
3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini diantaranya:
1. Sebagai bahan kajian atau referensi bagi guru dalam sistem pengajaran di
kelas, khususnya dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2. Sebagai pengalaman baru bagi siswa dalam pembelajaran matematika, juga
untuk merangsang kemampuan komunikasi matematis siswa.
3. Sebagai masukkan bagi sekolah dan sebagai sumbangan pemikiran bagi
peneliti lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda terhadap
istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka ada beberapa istilah-istilah yang perlu
didefinisikan sebagai berikut:
1. Kemampuan komunikasi matematis, merupakan kemampuan siswa untuk
berkomunikasi dalam matematika yang meliputi aspek written text,
mathematical expression, dan drawing. Adapun indikator komunikasi
matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika.
2) Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, grafik, tabel, dan diagram ke
dalam ide matematika.
3) Menginterpretasi persoalan matematika ke dalam gambar, diagram, tabel
atau grafik.
4) Membuat model matematika atau membentuk persamaan aljabar dari
persoalan matematika dan melakukan perhitungan dengan tepat.
2. Pendekatan kontekstual, merupakan suatu pendekatan dalam proses
pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan yang terkait
dengan dunia nyata kehidupan siswa, constructivism agar siswa dapat
membangun pemahaman sendiri, inquiry agar siswa mengidentifikasi dan
menemukan konsep dengan bimbingan guru, questioning agar siswa
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
dalam kerja kelompok, modeling agar siswa dapat memberikan contoh,
reflection agar siswa dapat mereviu kembali pengalaman belajarnya, serta
authentic assessment agar penilaian yang diberikan sangat objektif.
3. Teknik Scaffolding, merupakan sejumlah bantuan yang diberikan oleh guru
saat siswa mengalami kebuntuan dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Bantuan tersebut dapat berupa pertanyaan, contoh, umpan, atau pancingan
yang terjangkau oleh pemikiran siswa yang dapat menjembatani siswa untuk
menyelesaikan masalah.
4. Pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding, merupakan suatu model
pembelajaran yang digunakan penulis sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa SMP dengan menggunakan
pendekatan kontekstual dan dibantu oleh teknik scaffolding dalam
pelaksanaannya. Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam pendekatan
kontekstual dengan teknik scaffolding yang akan penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Membentuk kelompok belajar dan menciptakan komunikasi dua arah
antara guru dengan murid atau antara murid dengan murid (Learning
Community).
2) Memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan barunya (Kostruktivis).
3) Menggali mengenai fenomena yang berkaitan dengan kompetensi yang
akan dikuasai sebagai titik awal siswa melakukan penemuan (Inquiry).
4) Melalui pertanyaan, guru mendorong, membimbing, mengembangkan rasa
ingin tahu siswa (Questioning).
5) Melakukan pemodelan dengan menampilkan contoh atau rujukan
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
6) Bertukar informasi dan mereviu mengenai pembelajaran yang telah
didapat (Reflection).
7) Melakukan penilaian dengan berpijak pada kegiatan yang dilakukan oleh
siswa selama pembelajaran berlangsung (Authentic Assessment).
5. Pembelajaran konvensional, merupakan pembelajaran dengan menggunakan
metode ekspositori yang pada umumnya berorientasi pada presentasi
24 Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan penelitian kuasi eksperimen karena peneliti
tidak memilih siswa untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol, tetapi peneliti menggunakan kelas yang ada. Seperti yang dikatakan oleh
Ruseffendi (Magfiroh, 2013:18), pada penelitian dengan metode kuasi eksperimen
subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek
seadanya. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol
non-ekuivalen, dimana pada desain penelitian ini melibatkan dua kelompok yang tidak
dipilih secara acak. Kelompok pertama menerima perlakuan yaitu pembelajaran
kontekstual dengan teknik scaffolding, sedangkan kelompok lainnya hanya
diberikan pembelajaran konvensional. Adapun desain penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
O X O
O O
Dimana, O: Pretest dan posttest
X: Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan pendekatan
kontekstual dengan teknik scaffolding
Pada desain ini, dapat dilihat bahwa kedua kelompok masing-masing
diberi pretest pada awal pembelajaran, dan setelah mendapatkan perlakuan yang
berbeda, kemudian diukur dengan posttest yang diberikan pada akhir
pembelajaran. Perbedaan antara hasil pretest dan posttest diasumsikan sebagai
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu
SMP Negeri di Katapang. Sampel yang terambil untuk penelitian ini adalah dua
kelas dari populasi yang ada, dimana dalam pemilihan kelasnya dilakukan dengan
teknik Non Probability Sampling yaitu dengan Purposive Sampling atau yang
biasa dikenal sebagai sampling pertimbangan. Menurut Sudjana (2005:168),
pengambilan sampel seperti ini terjadi apabila pengambilan dilakukan
berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti, dimana dalam
penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian di suatu sekolah yang kelasnya
sudah terbentuk dan pemilihan kelas dilakukan atas dasar pertimbangan guru
matematika di sekolah tersebut.
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel penelitian yaitu variabel bebas
dan variabel terikat. Variabel bebas adalah faktor yang dipilih untuk melihat
pengaruh terhadap gejala yang akan diamati dalam penelitian. Variabel bebas
pada penelitian ini adalah pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.
Variabel terikat adalah faktor yang diukur dan diamati dalam penelitian
untuk mengetahui efek variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah
kemampuan komunikasi matematis siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan
non-tes. Instrumen tes berupa instrumen data kuantitatif yaitu tes kemampuan
pemahaman konsep matematis, sedangkan instrumen non-tes berupa instrumen
data kualitatif yaitu angket dan lembar observasi.
1. Instrumen Data Kuantitatif
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Tes tertulis yang digunakan berupa uraian, karena menurut
Suherman dan Kusumah (1990:94), soal uraian amat baik untuk menarik
hubungan antara pengetahuan atau fakta-fakta yang telah mengendap
dalam struktur kognitif siswa dengan pengertian materi yang sedang
dipikirkannya.
Instrumen tes yang diberikan pada penelitian ini adalah pretest dan
posttest. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum dan sesudah
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.
Pretest dilakukan pada awal pembelajaran, sedangkan posttest dilakukan
pada akhir pembelajaran. Pretest dilakukan untuk mengetahui kemampuan
awal siswa sebelum diberi perlakuan, sedangkan posttest dilakukan untuk
mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberi
perlakuan. Dengan demikian, dapat diketahui perbedaan kemampuan
komunikasi matematis siswa diantara kedua kelas kontrol tersebut, yang
pada akhirnya dapat memberikan gambaran mengenai tingkat keberhasilan
pembelajaran.
Sebelum instrumen tes ini diberikan kepada kelas kontrol dan kelas
eksperimen, terlebih dahulu instrumen tes diujicobakan kepada siswa di
luar sampel dimana siswa tersebut sudah pernah mendapatkan materi
pembelajaran yang menjadi bahasan dalam instrumen tes tersebut. Data
yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian dianalisis dengan uji validitas,
reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda untuk memperoleh
keterangan layak atau tidaknya soal tersebut digunakan dalam penelitian.
1) Validitas
Suatu alat evaluasi dikatakan valid apabila alat tersebut mampu
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Kusumah, 1990:135). Untuk mengetahui validitas intrumen tes yang telah
dibuat, maka dilakukan perhitungan validitas intrumen tes dengan
menggunakan rumus korelasi produk momen memakai angka kasar (raw
score), (Suherman dan Kusumah, 1990:154) yaitu:
∑ ∑ ∑
√( ∑ 2 ∑ 2)( ∑ 2 ∑ 2)
dengan = koefisien korelasi antara variabel dan variabel .
= skor siswa pada tiap butir soal.
= skor total tiap siswa.
= jumlah siswa.
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat validitas intrumen
tes dapat menggunakan tolak ukur menurut J. P Guilford (Suherman dan
Kusumah, 1990:147). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.1
berikut:
Tabel 3.1
Klasifikasi Koefisien Korelasi
Besarnya rxy Interpretasi
0,80 < rxy ≤ 1,00 Validitas Sangat Tinggi
0,60 < rxy ≤ 0,80 Validitas Tinggi
0,40 < rxy ≤ 0,60 Validitas Sedang
0,20 < rxy ≤ 0,40 Validitas Rendah
0,00 < rxy ≤ 0,20 Validitas Sangat Rendah
rxy ≤ 0,00 Tidak Valid
Selanjutnya dengan menggunakan Anates 4.0, diperoleh nilai
validitas tiap butir soal yang disajikan pada Tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2
Validitas Setiap Butir Soal
No. Soal Koefisien Korelasi Interpretasi
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1.b. 0,753 Validitas Sangat Tinggi
2.a. 0,698 Validitas Tinggi
2.b. 0,629 Validitas Tinggi
3 0,760 Validitas Sangat Tinggi
4.a. 0,697 Validitas Tinggi
4.b. 0,732 Validitas Sangat Tinggi
Berdasarkan Tabel 3.2 di atas, diperoleh bahwa hasil pengolahan
data untuk tiap butir soal yaitu soal nomor 1.a, 1.b, 3, dan 4.b berkorelasi
sangat tinggi, artinya soal nomor 1.a, 1.b, 3, dan 4.b memiliki validitas
sangat tinggi (sangat baik). Untuk soal nomor 2.a, 2.b, dan 4.a berkorelasi
tinggi, artinya soal nomor 2.a, 2.b, dan 4.a memiliki validitas tinggi (baik).
Untuk perhitungan selengkapnya, dapat dilihat pada lampiran C.1 dan
lampiran C.2.
2) Reliabilitas
Untuk soal tipe subjektif dengan bentuk uraian penilaiannya tidak
hanya dilihat pada hasil akhir, melainkan pada langkah pengerjaannya
pula. Realibilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi (tes dan non-tes)
dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang relatif tetap
(konsisten, ajeg). Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi
tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Istilah relatif
tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan
yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan (Suherman dan
Kusumah, 1990:167)
Untuk mengetahui koefisien reliabilitas intrumen tes bentuk uraian
yaitu dengan menggunakan rumus Alpha (Suherman dan Kusumah,
1990:194) sebagai berikut:
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Dengan 11 = koefisien reliabilitas
n = banyak butir soal
Si2 = jumlah varians skor tiap butir soal
St2 = varians skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen
tes dapat menggunakan tolak ukur yang dibuat oleh J. P Guilford
(Suherman dan Kusumah, 1990:147). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Tabel 3.3 berikut ini:
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Besarnya r 11 Interpretasi
0,80 11 ≤ 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi 0,60 11 ≤ 0,80 Reliabilitas Tinggi 0,40 11 ≤ 0,60 Reliabilitas Sedang
0,20 11 ≤ 0,40 Reliabilitas Rendah
11 ≤ 0,20 Reliabilitas Sangat Rendah
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software Anates
4.0, diperoleh data bahwa butir soal intrumen tes memiliki koefisien
reliabilitas sebesar 0,84. Dengan mengacu kepada tolak ukur yang dibuat
oleh J. P Guilford, maka instrumen tes kemampuan komunikasi matematis
memiliki derajat reliabilitas sangat tinggi. Untuk perhitungan
selengkapnya, dapat dilihat pada lampiran C.1 dan lampiran C.2.
3) Indeks Kesukaran
Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan
yang disebut indeks kesukaran. Indeks kesukaran adalah proporsi siswa
menjawab butir soal dengan benar. Indeks kesukaran berkisar pada interval
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
butir soal tersebut telalu sukar, sedangkan soal dengan indeks kesukaran
1,00 berarti butir soal terlalu mudah (Suherman dan Kusumah,
1990:212-213).
Untuk menghitung indeks kesukaran soal bentuk uraian dapat
menggunakan rumus berikut ini:
̅
dengan: ̅ = rata-rata skor setiap butir soal
SMI = Skor Maksimum Ideal
Hasil perhitungan indeks kesukaran dapat diinterpretasikan
kedalam beberapa kriteria yang dapat dilihat di Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Nilai IK Interpretasi
0,00 Soal Terlalu Sukar
0,00 ≤ 0,30 Soal Sukar
0,30 ≤ 0,70 Soal Sedang
0,70 ≤ 1,00 Soal Mudah
1,00 Soal Terlalu Mudah
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan Anates
4.0, diperoleh indeks kesukaran tiap butir soal sebagai berikut:
Tabel 3.5
Indeks Kesukaran Setiap Butir Soal
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1.a. 0,56 Soal Sedang
1.b. 0,54 Soal Sedang
2.a. 0,72 Soal Mudah
2.b. 0,27 Soal Sukar
3 0,64 Soal Sedang
4.a. 0,75 Soal Mudah
4.b. 0,56 Soal Sedang
Dari Tabel 3.5 diperoleh bahwa butir soal tes kemampuan
komunikasi matematis nomor 2.a dan 4.a memiliki tingkat kesukaran
mudah, nomor 1.a, 1.b, 3 dan 4.b memiliki tingkat kesukaran sedang,
sedangkan nomor 2.b memiliki tingkat kesukaran sukar. Untuk
perhitungan selengkapnya, dapat dilihat pada lampiran C.1 dan lampiran
C.2.
4) Daya Pembeda
Daya pembeda (DP) dari sebuah soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan soal tersebut dapat membedakan siswa yang pandai dengan
siswa yang kurang pandai. Derajat daya pembeda (DP) suatu butir soal
dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi (Discriminating Index) yang
bernilai dari -1,00 sampai dengan 1,00. Jika Indeks Diskriminasi semakin
mendekati 1,00 berarti daya pembeda soal tersebut makin baik, sebaliknya
jika semakin mendekati 0,00 berarti daya pembeda soal tersebut makin
buruk (Suherman dan Kusumah, 1990:199-201). Sebelum menghitung
daya pembeda terlebih dahulu kita membagi siswa kedalam dua kelompok,
yaitu kelompok atas (kelompok siswa yang tergolong pandai) dan
kelompok bawah (kelompok siswa yang tergolong rendah).
Untuk menghitung daya pembeda butir soal bentuk uraian dapat
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
̅̅̅ ̅̅̅
Dengan ̅̅̅= rata-rata skor dari siswa-siswa kelompok atas yang
menjawab benar untuk butir soal yang akan dicari daya
pembedanya
̅̅̅= rata-rata skor dari siswa-siswa kelompok bawah yang menjawab benar untuk butir soal yang akan dicari daya
pembedanya
SMI= Skor Maksimum Ideal
Hasil perhitungan daya pembeda dapat diinterpretasikan kedalam
beberapa kriteria yang dapat dilihat di Tabel 3.6.
Tabel 3.6
Klasifikasi Daya Pembeda
Nilai DP Interpretasi
0,00 Sangat Jelek
0,00 ≤ 0,20 Jelek
0,20 ≤ 0,40 Cukup
0,40 ≤ 0,70 Baik
0,70 ≤ 1,00 Sangat Baik
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan Anates 4.0,
diperoleh data yang disajikan dalam Tabel 3.7 sebagai berikut:
Tabel 3.7
Nilai Daya Pembeda Setiap Butir Soal
No. Soal Daya Pembeda (DP) Interpretasi
1.a. 0,86 Sangat Baik
1.b. 0,72 Sangat Baik
2.a. 0,54 Baik
2.b. 0,45 Baik
3 0,38 Cukup
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4.b. 0,77 Sangat Baik
Berdasarkan Tabel 3.7 di atas, dapat diuraikan bahwa butir soal
nomor 1.a, 1.b dan 4.b tergolong sangat baik, artinya butir soal nomor 1.a,
1.b dan 4.b sangat baik untuk membedakan kemampuan antara siswa
pandai dan siswa kurang pandai. Untuk butir soal nomor 2.a, 2.b, dan 4.a
tergolong baik, artinya butir soal nomor 2.a, 2.b, dan 4.a dengan baik
mampu membedakan kemampuan antara siswa pandai dan siswa kurang
pandai. Sedangkan butir soal nomor 3 tergolong cukup, artinya butir soal
nomor 3 sudah cukup mampu membedakan kemampuan siswa pandai
dengan siswa kurang pandai. Untuk perhitungan selengkapnya, dapat
dilihat pada lampiran C.1 dan lampiran C.2.
Berikut ini adalah hasil analisis setiap butir soal secara
keseluruhan, yaitu:
Tabel 3.8
Rekapitulasi Analisis Butir Soal
No. Soal
Validitas Indeks Kesukaran Daya Pembeda
Keterangan Koefisien
Korelasi Interpretasi IK Interpretasi
Daya
Pembeda Interpretasi
1.a. 0,804 Sangat Baik 0,56 Sedang 0,86 Sangat Baik Digunakan 1.b. 0,753 Sangat Baik 0,54 Sedang 0,72 Sangat Baik Digunakan 2.a. 0,698 Baik 0,72 Mudah 0,54 Baik Digunakan 2.b. 0,629 Baik 0,27 Sukar 0,45 Baik Digunakan 3 0,760 Sangat Baik 0,64 Sedang 0,38 Cukup Digunakan 4.a. 0,697 Baik 0,75 Mudah 0,50 Baik Digunakan 4.b. 0,732 Baik 0,56 Sedang 0,77 Sangat Baik Digunakan
Reliabilitas 0,84
Berdasarkan validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda dan
indeks kesukaran dari setiap butir soal yang diujicobakan, maka semua
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Untuk perhitungan selengkapnya, dapat dilihat pada lampiran C.1 dan
lampiran C.2.
2. Instrumen Data Kualitatif
a. Angket
Suherman dan Sukjaya (Maulidyawati, 2013:28) mengemukakan
bahwa angket adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus
diisi oleh orang yang akan dievaluasi (responden). Tujuan pembuatan
angket ini adalah untuk mengetahui respon siswa terhadap kesulitan atau
kemudahan dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding yang
telah diberikan dan mengetahui sikap siswa terhadap matematika. Angket
diberikan kepada seluruh siswa kelompok eksperimen. Pengisian angket
dilakukan setelah berakhirnya pembelajaran.
Skala yang digunakan dalam angket adalah skala Likert. Ada dua
jenis pernyataan dalam skala Likert, yaitu pernyataan positif (favorable)
dan pernyataan negatif (unfavorable). Jawaban pernyataan positif dan
negatif dalam skala Likert dikategorikan dalam skala Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
b. Lembar Observasi
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik
scaffolding yang telah disusun dengan mengobservasi aktivitas guru dan
aktivitas siswa. Observer hanya memberikan tanda cek () pada kolom
yang sesuai dengan aktivitas yang diobservasi. Dalam hal ini yang menjadi
observer adalah guru matematika di kelas eksperimen.
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP dibuat untuk setiap pertemuan, dimana dalam penelitian ini dibuat
RPP untuk empat kali pertemuan. RPP tersebut merupakan pedoman untuk
melaksanakan langkah-langkah pembelajaran di dalam kelas. Pada kelas
eksperimen, pembelajaran diawali dengan pemilihan topik, kemudian
melakukan tanya jawab. Sedangkan pada kelas kontrol, pembelajaran lebih
terpusat pada guru sebagai pemberi informasi, karena kelas kontrol
menggunakan pendekatan konvensional. Pada kelas eksperimen, RPP dibuat
berkarakter dan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran matematika
menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS digunakan sebagai panduan pembelajaran bagi siswa secara
berkelompok. LKS disusun sesuai dengan kurikulum dan standar kompetensi
yang akan dicapai oleh siswa. Selain itu, LKS ini pun dibuat sesuai dengan
indikator komunikasi matematis yang ingin dicapai dalam penelitian ini.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa SMP melalui pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding.
Maka dari itu, dalam implementasinya dilakukan beberapa tahap, diantaranya:
1. Tahap Persiapan
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
a. Mengidentifikasi masalah mengenai bahan ajar, merencanakan
pembelajaran, serta alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Melakukan observasi ke sekolah dan melakukan perizinan untuk
tempat penelitian.
c. Menyiapkan instrumen penelitian.
d. Melakukan proses bimbingan dengan dosen pembimbing.
e. Melakukan uji coba soal tes kepada siswa di luar sampel penelitian.
f. Menganalisis kualitas instrumen.
g. Merevisi instrumen penelitian (jika diperlukan).
h. Pemilihan sampel penelitian dari populasi yang telah ditentukan.
i. Menghubungi kembali pihak sekolah untuk teknis pelaksanaan
penelitian.
j. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar
dalam bentuk LKS.
2. Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu:
a. Memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Melaksanakan perlakuan berupa pembelajaran konvensional terhadap
kelas kontrol dan memberikan pembelajaran menggunakan pendekatan
kontekstual dengan teknik scaffolding terhadap kelas eksperimen.
c. Melakukan observasi yang dibantu oleh rekan mahasiswa.
d. Memberikan angket pada pertemuan terkahir kepada siswa kelas
eksperimen.
e. Memberikan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Tahap Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu:
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
b. Mengolah dan menganalisis hasil data kuantitatif berupa pretest,
posttest, dan indeks gain.
c. Mengolah dan menganalisis hasil data kualitatif berupa angket dan
lembar observasi.
d. Mengonsultasikan hasil pengolahan data dengan dosen pembimbing.
4. Tahap Penulisan Laporan
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu:
a. Membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan hipotesis yang telah
dirumuskan.
b. Menyusun laporan penelitian.
c. Melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing.
G. Rubrik Penilaian
[image:30.595.113.516.127.667.2]Berikut adalah tabel rubrik penilaian kemampuan komunikasi matematis:
Tabel 3.9 Rubrik Penilaian
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Aspek yang Dinilai Skor Keterangan
Menyatakan peristiwa
sehari-hari dalam
0 Tidak ada jawaban sama sekali.
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
bahasa dan simbol
matematika.
dalam bahasa dan simbol matematika, kalaupun
ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman
konsep sehingga informasi yang diberikan tidak
berarti apa-apa
2
Dapat menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa dan sedikit simbol matematika namun
kurang lengkap dan benar.
3
Dapat menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa dan simbol matematika dengan lengkap
namun ada sedikit kesalahan.
4
Dapat menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa dan simbol matematika secara
matematis dengan lengkap dan benar.
Merefleksikan
[image:31.595.117.522.109.665.2]benda-benda nyata, gambar,
grafik, tabel dan
diagram ke dalam ide
matematika.
0 Tidak ada jawaban sama sekali.
1
Tidak dapat merefleksikan benda-benda nyata,
gambar, grafik, tabel dan diagram ke dalam ide
matematika, kalaupun ada hanya
memperlihatkan ketidakpahaman konsep,
sehingga informasi yang diberikan tidak berarti
apa-apa
2
Dapat merefleksikan benda-benda nyata,
gambar, grafik, tabel dan diagram ke dalam ide
matematika namun kurang lengkap dan benar.
3
Dapat merefleksikan benda-benda nyata,
gambar, grafik, tabel dan diagram ke dalam ide
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
kesalahan.
4
[image:32.595.116.524.110.663.2]Dapat merefleksikan benda-benda nyata,
gambar, grafik, tabel dan diagram ke dalam ide
matematika secara lengkap dan benar.
Menginterpretasi
persoalan matematika
ke dalam gambar,
diagram, tabel atau
grafik.
0 Tidak ada jawaban sama sekali.
1
Tidak dapat menginterpretasi persoalan
matematika ke dalam gambar, diagram, tabel
atau grafik. Kalaupun ada, hanya
memperihatkan ketidakpahaman konsep
sehingga informasi yang diberikan tidak berarti
apa-apa.
2
Dapat menginterpretasi persoalan matematika
ke dalam gambar, diagram, tabel atau grafik
namun kurang lengkap dan benar.
3
Dapat menginterpretasi persoalan matematika
ke dalam gambar, diagram, tabel atau grafik
secara lengkap namun ada sedikit kesalahan.
4
Dapat menginterpretasi persoalan matematika
ke dalam gambar, diagram, tabel atau grafik
secara lengkap dan benar.
Membuat model
matematika atau
membentuk
persamaan aljabar dari
persoalan matematika
dan melakukan
0 Tidak ada jawaban sama sekali
1
Tidak dapat membuat model matematika atau
membentuk persamaan aljabar dari persoalan
matematika dan melakukan perhitungan dengan
tepat. Kalaupun ada hanya memperlihatkan
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
perhitungan dengan
tepat.
yang diberikan tidak berarti apa-apa.
2
Dapat membuat model matematika atau
membentuk persamaan aljabar dari persoalan
matematika dan melakukan perhitungan namun
kurang lengkap dan benar.
3
Dapat membuat model matematika atau
membentuk persamaan aljabar dari persoalan
matematika dan melakukan perhitungan secara
lengkap namun ada sedikit kesalahan.
4
Dapat membuat model matematika atau
membentuk persamaan aljabar dari persoalan
matematika dan melakukan perhitungannya
secara lengkap dan benar.
H. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini berasal dari tes (pretest dan
posttest) yang berupa uraian, dan soal non tes berupa angket siswa dan lembar
observasi. Data-data yang diperoleh dari tes diolah sebagai berikut:
1. Pengolahan Data Kuantitatif
a. Analisis Data Pretest (Tes Awal)
Adapun langkah-langkah dalam menguji data hasil pretest adalah
sebagai berikut:
1) Menganalisis Data Secara Deskriptif
Sebelum menguji data hasil pretest, terlebih dahulu melakukan
analisis data secara deskriptif yang meliputi skor minimum, skor
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2) Uji Normalitas
Data hasil pretest di uji normalitasnya dengan tujuan untuk
mengetahui apakah hasil pretest sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian
dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 17.0. Uji
normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
Saphiro-Wilk dengan taraf nyata 5%, karena sampel yang akan digunakan
adalah sampel dengan kelompok besar yang berjumlah lebih dari 30
orang.
Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji normalitas
pretest adalah sebagai berikut:
Data pretest berasal dari populasi berdistribusi normal.
Data pretest berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka
diterima.
b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.
Jika kedua kelas tersebut berdistribusi normal, dilanjutkan
dengan uji homogenitas varians. Jika kedua kelas atau salah satu kelas
bertistribusi tidak normal, maka dilakukan pengujian statistika
nonparametrik yaitu dengan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan
Uji Mann-Whitney.
3) Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah
kedua kelas penelitain memiliki variansi yang homogen atau tidak
homogen. Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan dengan
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians kelas
menggunakan uji Levene’s test dengan taraf nyata 5%. Jika salah satu
kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka pengujian dilakukan
dengan statistika nonparametrik.
Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas
varians pretest adalah sebagai berikut:
Varians pretest untuk kedua kelas penelitian homogen.
Varians pretest untuk kedua kelas tidak homogen.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka
diterima.
b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.
4) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui
apakah rata-rata skor pretest dan posttest kelas kontrol dan eksperimen
sama atau tidak. Jika kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan
variansnya homogen, maka dilanjutkan dengan uji-t. Jika kedua kelas
tersebut berdistribusi normal tapi variansnya tidak homogen, maka
dilanjutkan dengan uji- ’.
Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji kesamaan dua
rata-rata adalah sebagai berikut:
Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis
awal antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol.
Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis awal
antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol.
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka
diterima.
b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.
b. Analisis Data Posttest (Tes Akhir)
Jika tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis
siswa awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka untuk melihat
peningkatan komunikasi matematis siswa cukup dengan menganalisis data
posttest, sebagai berikut:
1) Menganalisis Data Secara Deskriptif
Sebelum menguji data hasil posttest, terlebih dahulu melakukan
analisis data secara deskriptif yang meliputi skor minimum, skor
maksimum, rata-rata, dan simpangan baku.
2) Uji Normalitas
Data hasil posttest di uji normalitasnya dengan tujuan untuk
mengetahui apakah hasil posttest sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian
dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 17.0. Uji
normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
Saphiro-Wilk dengan taraf nyata 5%.
Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji normalitas
posttest adalah sebagai berikut:
Data posttest berasal dari populasi berdistribusi normal.
Data posttest berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka
diterima.
b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.
Jika kedua kelas tersebut berdistribusi normal, dilanjutkan
dengan uji homogenitas varians. Jika kedua kelas atau salah satu kelas
bertistribusi tidak normal, maka dilakukan pengujian statistika
nonparametrik yaitu dengan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan
Uji Mann-Whitney.
3) Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah
kedua kelas penelitain memiliki variansi yang homogen atau tidak
homogen. Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan dengan
menggunakan software SPSS versi 17.0. Jika kedua kelas berdistribusi
normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians kelas
menggunakan uji Levene’s test dengan taraf nyata 5%. Jika salah satu
kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka pengujian dilakukan
dengan statistika nonparametrik.
Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji homogentitas
varians posttest adalah sebagai berikut:
Varians posttest unuk kedua kelas penelitian homogen.
Varians posttest unuk kedua kelas tidak homogen.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka
diterima.
b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui
apakah kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen
lebih baik daripada siswa kelas kontrol. Jika kedua kelas tersebut
berdistribusi normal dan variansnya homogen, maka dilanjutkan
dengan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji-t. Jika kedua
kelas tersebut berdistribusi normal tapi variansnya tidak homogen,
maka dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan
’.
Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji perbedaan dua
rata-rata adalah sebagai berikut:
Kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen tidak
lebih baik daripada siswa kelas kontrol.
Kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih
baik daripada siswa kelas kontrol.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
a) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka
diterima.
b) Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya 0,05, maka ditolak.
c. Analisis Data Indeks Gain
Jika terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa
awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka untuk melihat
peningkatan komunikasi matematis siswa perlu dilakukan perhitungan
nilai indeks Gain dengan rumus sebagai berikut:
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Setelah diperoleh data indeks Gain, kemudian data tersebut diperlakukan
seperti perhitungan terhadap data posttest untuk menjawab perbedaan dua
rata-rata posttest.
Adapun untuk melihat kualitas peningkatan komunikasi matematis
siswa, berikut adalah kriteria skor indeks Gain menurut Hake (dalam
[image:39.595.119.517.183.676.2]Magfiroh, 2013):
Tabel 3.10
Klasifikasi Indeks Gain (g)
Besarnya Indeks Gain (g) Klasifikasi
0,7 1 Tinggi
0,3 0,7 Sedang
0 0,3 Rendah
2. Pengolahan Data Kualitatif
a. Angket
Menurut Suherman dan Kusumah (1990:235), dalam menganalisis
hasil angket, skala kualitatif ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Untuk
pernyataan yang bersifat positif (favorable), kategori SS diberi skor
tertinggi, semakin menuju ke kategori STS, skor yang diberikan
berangsur-angsur menurun. Sebaliknya untuk pernyataan yang bersifat
negatif (unfavorable), kategori SS diberi skor terendah, semakin menuju
ke kategori STS, skor yang diberikan berangsur-angsur semakin tinggi.
Pada angket ini responden diminta untuk memberikan penilaian yang
berkaitan dengan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
kontekstual dengan teknik scaffolding yang telah diberikan. Angket ini
berisikan pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS),
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
membubuhkan anda cek √ pada kolom yan e sed a. Menurut Suherman dan Kusumah (Magfiroh, 2013: 38), pembobotan yang dipakai
untuk pernyataan yang bersifat positif adalah:
SS diberi skor 5
S diberi skor 4
TS diberi skor 2
STS diberi skor 1
Sedangkan pembobotan yang dipakai untuk pernyataan yang bersifat
negatif adalah:
SS diberi skor 1
S diberi skor 2
TS diberi skor 4
STS diberi skor 5
Sebelum dilakukan penafsiran, terlebih dahulu menghitung
rata-rata dari data yang diperoleh untuk menentukan kategori siswa terhadap
angket dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
̅ ∑ ∑
dengan:
̅ = Rata-rata
W = Nilai setiap kategori
F = Jumlah siswa yang memilih setiap kategori
Kriteria:
1) Jika ̅ , maka dapat dikatakan bahwa sikapnya positif.
2) Jika ̅ , maka dapat dikatakan bahwa sikapnya negatif.
Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Dalam penelitian ini, data hasil lembar observasi merupakan data
pendukung dalam untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran
matematika menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik
scaffolding. Adapun pengolahan atau proses menganalisis lembar
64 Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa SMP menggunakan pendekatan kontekstual dengan
teknik scaffolding, diperoleh kesimpulan:
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik
scaffolding lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
2. Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan
pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik
scaffolding termasuk ke dalam kategori sedang.
3. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
kontekstual dengan teknik scaffolding menunjukkan sikap yang positif.
B. Saran
Berdasarkan uraian pada hasil penelitian, pembahasan dan simpulan
mengenai peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP
menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding, saran yang
dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Pendekatan kontekstual dengan teknik scaffolding dapat dijadikan sebagai
salah satu alternatif pembelajaran matematika karena dapat meningkatkan
65 Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2. Penelitian selanjutnya mengenai penggunaan pendekatan kontekstual
dengan teknik scaffolding dapat dilakukan pada materi, indikator dan
kompetensi matematika yang berbeda dengan subyek penelitian yang lebih
65 Lavia Anjani, 2013
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Pendekatan Kontekstual Dengan Teknik Scaffolding
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Amalia, S. S. (2010). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Teknik
Scaffolding terhadap Kemampuan Representasi Matematik. Skripsi.
FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Ansari, B. A. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui