• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDUKTIF MATEMATIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM-BASED LEARNING : Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas VI SDN Cipetir 01 Kecamatan Haurwangi Kab. Cianjur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INDUKTIF MATEMATIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM-BASED LEARNING : Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas VI SDN Cipetir 01 Kecamatan Haurwangi Kab. Cianjur."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister pendidikan.

Program Studi Pendidikan Dasar

oleh:

M a r w a n 1204726

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Oleh

M a r w a n

S.Pd STKIP Siliwangi Bandung, 2007

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi

Pendidikan Dasar

© Marwan 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)
(4)

DAFTAR ISI

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

C.Pendekatan Problem-Based Learning (PBL) ... 14

D.Teori Pendukung Inopasi Model Pembelajaran ... 21

1. Teori Piaget dan Pandangan Konstruktivisme ... 20

2. Teori Bruner ... 23

3. Teori Vygotsky ... 23

4. Teori Robert M.Gagne... 24

E.Pendekatan Problem-Based Learning (PBL) dalam meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif matematis... 24

F. Hipotesis ... 27

(5)

1. Pengujian Validitas Tes ... 35

2. Uji Realibilitas Instrumen ... 37

G.Teknik Pengumpulan Data ... 42

H.Analisis Data ... 43

1. Pengolahan data hasil tes kemampuan penalaran induktif matematis... 43

2. Pengolahan data kualitatif... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A.Analisis Data ... 49

1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ..., 49

2. Sikap Siswa ... 57

3. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 63

4. Deskripsi Tanggapan Guru Terhadap Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 65

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

1. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 66

2. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Ditinjau dari Faktor Pendekatam Pembelajaran... 67

3. Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 76

A.Kesimpulan ... 76

B.Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(6)
(7)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS

(8)

Kata kunci: Problem-Based Learning/pembelajaran berbasis masalah, Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa.

INDUCTIVE REASONING IMPROVED BY USING MATHEMATICAL APPROACH PROBLEM - BASED LEARNING mathematical inductive reasoning ability in basic education level has not been handled properly , the result of inductive reasoning ability of students is still low . Therefore, to build upon the teacher 's ability as an actor in the class must be able to create meaningful learning for students , one of which is to find an appropriate approach or model that inductive reasoning ability can be explored by mathematical students well . This study aims to determine whether the approach of Problem - Based Learning ( PBL ) / Problem Based Learning can improve the ability of inductive reasoning mathematically . This study is a quasi experimental study design with a pretest posttest control group research design . The population in this study were students of class VI A and VI B SDN . Cipetir 01 Sub Haurwangi Cianjur Regency West Java Province , one class acquire problem-based learning ( experimental class ) and the class again obtain conventional learning ( control class ) . Data obtained from the test instrument , namely a set of questions to measure the shape description inductive mathematical reasoning abilities of students and non- test instruments , namely the attitude scale questionnaire to determine students' response to problem-based learning . The results showed that the study of mathematics by using Problem - Based Learning approach / problem-based learning can enhance the ability of inductive reasoning mathematically elementary school students . Learning mathematics using problem-based learning approach is significantly better in improving the ability of inductive reasoning mathematically elementary school students compared to students who take lessons with strategy / conventional model in terms of child factors and learning factors . In addition, most students showed a positive response to learning that has been done and found a correlation between student test scores . Based on these results , the study of mathematics by using Problem - Based Learning / problem-based learning can be used as an alternative learning is applied in an effort to improve students' abilities , especially the ability of inductive reasoning mathematically .

(9)
(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Hampir di setiap pendidikan formal, matematika dianggap sebagai mata

pelajaran yang sulit, menakutkan, dan bahkan jadi momok tersendiri bagi siswa.

Tidak banyak siswa yang menyukai mata pelajaran matematika jika dibandingkan

dengan mata pelajaran lainnya. Berbagai alasan pun kadang terlontarkan dari

siswa ketika memutuskan untuk tidak mengikuti mata pelajaran ini, padahal

matematika selalu ada dalam keseharian mereka atau dengan kata lain tiada hari

tanpa matematika.

Matematika dinilai sulit oleh siswa karena begitu banyak rumus, konsep,

serta perhitungan yang harus mereka pelajari, apalagi jika ditambah dengan guru

yang kurang memahami karakter siswanya sehingga menjadikan siswa semakin

tidak menyukai pelajaran matematika. Ruseffendi (Mulyadi, 2007) menyatakan,

matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran

yang tidak disenangi, kalau bukan pelajaran yang paling dibenci.

Brownell; Reys, Suydam, Lindquist, & dan Smith (1998) dalam Suryadi

(2012: 26) matematika dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas ide,

prinsip, dan proses sehingga keterkaitan antara aspek-aspek tersebut harus

dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hapalan melainkan pada

aspek penalaran atau intelegensi anak.

Dalam pendidikan formal di Indonesia menggunakan kurikulum KTSP

(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), adapun tujuan pembelajaran matematika

adalah yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP;

BNSP 2006) antara lain agar siswa mempunyai kemampuan:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat

(11)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematis.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusinya

diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, table, diagram, atau media lain

untuk menjelaskan keadaan masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat dalam KTSP

tersebut, salah satu hal yang menjadi fokus adalah penalaran . Oleh karena itu,

penalaran menjadi komponen penting yang harus dimiliki siswa dalam belajar

matematika. Perlunya pengembangan kemampuan bernalar siswa ini dinyatakan

dalam Standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah (Depdiknas, 2006) bahwa penalaran pada mata pelajaran

matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam

menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika. Sementara itu sesuai dengan Standar Kurikulum National

Council of Teacher of Matematics (NCTM, 2000), tujuan pengajaran matematika

adalah mengembangkan keyakinan siswa bahwa matematika dapat dimengerti dan

mempertajam pengertian kemampuan matematis mereka (suatu perasaan control

atas belajar mereka, keyakinan dan kemampuan mereka untuk berpikir dan

belajar, dan otonomi). Pengembangan kompetensi penalaran adalah esensial untuk

membantu siswa meningkat dari hanya mengingat fakta-fakta, aturan-aturan, dan

prosedur-prosedur. Suatu fokus pada penalaran dapat membantu siswa melihat

bahwa matematika adalah logis dan diangap dapat dimengerti. Ini dapat

(12)

yang dapat mereka pahami, terus berpikir, memberikan alasan, dan mengevaluasi

(Jacob, 2003:3).

Fakta di lapangan menyebutkan bahwa kemampuan penalaran matematik

siswa secara umum masih rendah. Hasil penelitian Priatna (Yilianti, 2009)

menyimpulkan bahwa kualitas kemampuan penalaran dan pemahaman

matematika kebanyakan siswa Sekolah Menengah pertama di Bandung masih

belum memuaskan, yaitu masing-masing hanya sekitar 49% dan 50% dari skor

ideal. Sedangkan dari hasil Penelitian Alamsyah (2000) dapat disimpulkan bahwa

kemampuan penalaran analogi siswa (penalaran induktif) masih sangat rendah

yaitu 45,24% dari skor ideal (rata-rata skor terbesar 24,42 dari skor total 54).

Selain itu, hasil studi Sumarmo (1987:296) menunjukan bahwa baik secara

keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitif siswa, skor

kemampuan siswa dalam penalaran matematika masih tergolong rendah.

Hal tersebut juga dialami di lapangan pada sekolah tempat peneliti bertugas,

bahwa kondisi siswa dalam belajar matematika terutama dalam kemampuan

penalaran dan pemahaman matematika masih sangat rendah, terbukti dari hasil

nilai yang diperoleh siswa masih jauh dari skor ideal (rata-rata nilai yang

diperoleh kurang dari 25 dari skor total 50), sehingga siswa masih beranggapan

bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyulitkan. Kondisi

tersebut juga ditambah dengan pembelajaran metamatika yang kurang

inovatif,karena kebanyakan guru dalam menyampaikan pelajarannya masih

bersifat konvensional yaitu hanya dengan penjelasan materi yang kurang

dimengerti siwa, memberikan contoh-contoh lalu siswa mengerjakan soal.

Melihat kondisi seperti itu, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji tentang

penalaran induktif matematis pada pelajaran matematika yang dianggap sulit oleh

siswa, dan dapat menggali potensi yang ada dalam diri siswa supaya bisa

mengembangkannya sehingga meningkatkan kemampuan penalaran induktif

matematis, sebagaimana yang ditulis pada judul peneliti.

Seiring dengan semakin berkembangnya model model pembelajaran yang ada

(13)

landasan teori belajar mengacu pada konstruktivisme. Akibatnya, orientasi

pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar (teacher centered) ke

pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Siswa tidak lagi diposisikan

bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Siswa kini diposisikan sebagai mitra

belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu,

melainkan hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan

sumber belajar yang lainnya masih banyak, bisa teman sebaya, perpustakaan,

alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.

Salah satu pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan

memberikan kesempatan siswa untuk bernalar yaitu pembelajaran dengan

pendekatan problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah).

Problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah) merupakan suatu pendekatan

pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik tolak (starting poin)

pembelajaran. Siswa dapat menumbuhkan keterampilan menyelesaikan masalah,

bertindak sebagai pemecah masalah dan dalam pembelajaran dibangun proses

berpikir, kerja kelompok, berkomunikasi dan saling memberi informasi (Akinoglu

dan Tadogen, 2007). Masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana

belajar adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata (real word). Yang

akrab dengan kehidupan sehari-hari siswa. Melalui masalah-masalah kontekstual

ini para siswa menemukan kembali pengetahuan konsep-konsep dan ide-ide

esensial dari meteri pelajaran dan proses pembelajaran dan membangunnya ke

dalam struktur kognitif.

Menurut Barrows dan Kelson (2003: 1) pembelajaran berbasis masalah

merupakan rencana pelajaran dan proses pembelajaran, Rencana pembelajaran

dari pilihan dan bentuk masalah yang diperoleh dari pengetahuan kritis siswa,

kemampuan pemecahan masalah, strategi pembelajaran masing-masing siswa,

kemampuan kelompok. Proses ini mencontoh sistem pendekatan yang biasa

digunakan untuk memecahkan masalah atau menemui tantangan yang dihadapi

(14)

Menurut Sears dan Hersh (Dasari, 2003: 9) pembelajaran dengan

menggunakan pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam berfikir

tingkat tinggi yang diantaranya memuat aspek penalaran.

Menurut Depdiknas (2002: 6) pembelajaran berbasis masalah dapat

digolongkan sebagai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contekstual

teching and learning), yang merupakan konsep pembelajaran yang membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan

tujuh komponen utama pembelajaran yaitu: konstruktivisme (contrictivism),

bertanya (question), menemukan (inquiri), komunikasi belajar (learning

community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian

sebenarnya (authentic assessment).

Pendekatan ini dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam

pembelajaran matematika, mengingat dalam matematika siswa sering dihadapkan

pada permasalahan-permasalahan yang dikembangkan dari konsep matematika itu

sendiri. Sebagaimana diketahui ilmu matematika juga dapat digunakan dalam

menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan aktivitas sehari-hari.Tentu

dalam aplikasinya sangat dibutuhkan kemampuan untuk mengaplikasikan

konsep-konsep matematika kedalam situasi yang berbeda, sehingga dapat diterjemahkan

kembali dalam bentuk matematika dan dicari penyelesaiaannya.

Dalam pembelajaran matematika, siswa tidak hanya berhadapan langsung

dengan soal yang sudah jelas dalam bentuk matematis, akan tetapi dikembangkan

pula soal-soal latihan dalam bentuk deskriptif atau sering dikenal sebagai soal

cerita. Bentuk soal ini sering digunakan dalam beberapa pokok bahasan yang

terdapat dalam pelajaran matematika termasuk juga pada matematika Sekolah

Dasar.

Begitu pula setelah peneliti melihat kondisi pembelajaran matematika di SD

Negeri Cipetir 01 yang dijelaskan diatas, maka pendekatan problem-based

(15)

untuk mengembangkan pola pikir siswa, dimana biasanya siswa menerima apa

saja yang dijelaskan oleh guru, menjadi mampu mengembangkan pemahaman

yang dimilikinya sendiri untuk digunakan dalam aktivitas sehari-hari.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji tentang problem-based

learning (pembelajaran berbasis masalah) pada pembelajaran matematika dengan

judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis dengan Menggunakan Pendekatan Problem-Based Learning ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

Apakah Pendekatan Problem-Based Learning dapat Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis siswa kelas VI Sekolah Dasar?

Secara rinci rumusan masalah diatas dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat peningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis

siswa kelas VI Sekolah Dasar yang pembelajarannya menggunakan

Pendekatan Problem-Based Learning?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif

matematis pada siswa yang menggunakan pendekatan problem-based learning

dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?

3. Apakah pendekatan problem-based learning efektif dilihat dari variasi tingkat

kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelompok atas, sedang dan

bawah antara kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan

pendekatan problem-based learning dibandingkan dengan siswa kelas kontrol

yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional (pembelajaran biasa)?

4. Apakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan

pendekatan problem-based learning?

(16)

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai

pembelajaran di kelas VI sekolah dasar. Dengan mengacu kepada perumusan

masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

problem-based learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis

siswa kelas VI sekolah dasar.

2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis

kelas VI sekolah dasar antara yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

problem-based learning dengan siswa yang pembelajarannya tidak

menggunakan pendekatan problem-based learning.

3. Mengetahui variasi tingkat kemampuan penalaran induktif matematis siswa

antara yang pembelajarannya menggunakan pendekatan problem-based

learning dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan cara

konvensional (pembelajaran biasa).

4. Menggali sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran menggunakan

pendekatan problem-based learning.

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Manfaat umum yang diharapkan dari penelitian ini yaitu agar data hasil

penelitian ini dapat dijadikan bukti empiris tentang potensi pendekatan

problem-based learning dalam peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis

siswa kelas VI sekolah dasar. Lebih khusus lagi, penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi:

1. Siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif

matematis siswa melalui pembelajaran menggunakan pendekatan

problem-based learning.

2. Pendidik dapat memberikan gambaran pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan problem-based learning dan sebagai bahan referensi rujukan

alternative dalam memperbaiki proses pembelajaran matematika di kelas VI

(17)

3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini daiharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan rujukan untuk mengembangkan aspek lain dari pembelajaran pendekatan

problem-based learning yang belum diteliti.

E. Struktur Organisasi Tesis

Untuk memudahkan dalam memahami permasalahan dan pembahasan penulisan tesis ini, maka menggunakan sistematika sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan latar belakang penelitian,

identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian.

Manfaat/signifikansi penelitian dan struktur organisasi Tesis. Bab II Kajian

Pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis. Bab III Metode Penelitian, diuraikan

pendekatan penelitian yang didalamnya menyangkut lokasi dan subjek populasi/

sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional,

instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengolahan data

dan analisis data. Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini terdiri

dari dua hal utama, yakni ; a) pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan

temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis,

tujuan penelitian dan b) pembahasan atau analisis temuan. Bab V Kesimpulan dan

Saran, dalam bab ini kesimpulan dan saran menyajikan penapsiran dan

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian Penalaran Induktif Matematis dengan menggunakan pendekatan

Problem Based-Learning ini dilaksanakan di SDN Cipetir 01 yang berdiri diatas

tanah seluas 1.400 m2 dengan luas bangunan sekitar 1081,4 m2, terletak di Jl. Citarum

lama No 748 RT 01 RW 04 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten

Cianjur. Sekolah ini mulai berdiri dan beroperasi pada tahun 1951. Jumlah siswa

sebanyak 586 siswa yang dibagi menjadi 18 rombel (masing-masing kelas terdiri dari

3 rombel). Tenaga pendidik di SDN Cipetir 01 berstatus PNS dan non PNS. Dari 22

guru ada 12 guru PNS yaitu Kepala Sekolah, 3 guru kelas VI, 2 guru kelas V, kelas

IV, III, II, I masing-masing satu orang guru, 1 guru Penjas Orkes dan 1 guru agama.

Walaupun demikian, pendidik di SDN Cipetir 01 memiliki dedikasi dan tanggung

jawab yang cukup tinggi untuk mendidik anak, hampir semua guru sudah memiliki

kualifikasi pendidikan setrata satu, juga para guru sering mengikuti serangkaian

Pembinaan dan Pelatihan Pendidikan seperti penataran, workshop yang

berkelanjutan dan implementasi lesson study menjadi kegiatan rutin yang

dilaksanakan di SDN Cipetir 01 sebagai sarana pengembangan kompetensi guru

dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas tinggi sekolah dasar yang

diorientasikan di kelas VI. Pemilihan kelas yang menjadi sumber data dilakukan di

dua kelas yaitu kelas VI A sebagai kelas eksperimen dan di kelas VI B yang dijadikan

sebagai kelas kontrol. Berkaitan dengan alur penelitian, maka kelas yang diteliti

adalah kelas yang siswanya belum mengalami pembelajaran tentang bangun ruang

yaitu bangun prisma tegak segitiga , bangun ruang tabung , dan sudah mengalami

(19)

maka direkam jejaknya mulai dari skema awal sampai situasi baru (tentang bangun

ruang) sedangkan bagi kelas yang sedang mengalami/mempelajari materi ini yaitu

kelas VI C, maka akan dilakukan wawancara klinis secara intensif dengan bantuan

observasi dan dokumen hasil pekerjaan siswa.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah kemampuan penalaran induktif

matematis siswa di kelas tinggi sekolah dasar yang memperoleh pembelajaran

menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Oleh karena itu, desain

penelitian yang digunakan adalah pretest-postest control group design. Kelompok

eksperimen memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran

berbasis masalah dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran biasa

(konvensional). Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Table 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posstest

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 O4

Keterangan :

O = Preetest – Posttest

X = Perlakuan model pembelajaran dengan Pendekatan PBL

(Sugiyono, 2012)

Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen selanjutnya disebut sebagai kelas

eksperimen dan kelompok kontrol disebut sebagai kelas kontrol. Tindakan

pembelajaran yang dirancang baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol

(20)

masing-masing. Hal ini dilakukan agar tindakan pembelajaran yang telah terencana

oleh peneliti dapat dilaksanakan dengan maksimal.

Prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Tahap Persiapan

1)Melakukan kajian kurikulum, mengidentifikasi Kompetensi Dasar dan konsep

yang dapat dikembangkan dengan pendekatan PBL.

2)Mendesain pendekatan PBL yang dilengkapi dengan Rencana Pembelajaran,

sumber belajar dan medianya.

3)Menyusun instrumen berupa tes yang akan digunakan sebagai pretest dan posttest,

untuk menguji kemampuan penalaran induktif matematis siswa menggunakan tes

tertulis berupa uraian (terbuka), kemudian diuji validitas, reliabilitas, tingkat

kesukaran serta daya pembedanya.

4)Peneliti melakukan persiapan pembelajaran bersama guru dengan berdiskusi,

simulasi, untuk memperlancar pelaksanaan pendekatan Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBL).

b)Tahap Pelaksanaan

1)Melakukan pretest untuk mengetahui pengetahuan awal siswa.

2)Pemberian pretest untuk mengetahui penalaran induktif matematis siswa yang

dimiliki siswa sebelum perlakuan dilaksanakan.

3)Melaksanakan penelitian, yakni penerapan model pendekartan PBL pada kelas

eksperimen. Pada kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan dengan pembelajaran

non pendekatan PBL yaitu dengan mengunakan pembelajaran konvensional

(ceramah dan Tanya jawab).

4)Melaksanakan tes akhir untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran

(21)

Alur penelitian yang dilaksanakan, digambarkan seperti di bawah ini,

Studi pendahuluan

Identifikasi Masalah

Kajian Literatur

Penyusunan Proposal

Pembuatan Instrumen RPP/Angket/Paper test/lembar observasi

Diskusi dan Melatih Guru

Uji Coba Instrumen

Tes Awal

Kelas Eksperimen/ penerapan Pembelajaran

pendekatan PBL

Kelas Kontrol/ Penerapan Pembelajaran

konvensional

Tes Akhir

Analisis data dan pembahasan

(22)

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen. Metode

penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang peningkatan

kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelas VI SD dengan menggunakan

pendekatan problem-based learning pada pembelajaran metematika.

D. Definisi Operasional

Menurut Azwar (1996) definisi operasional merupakan suatu definisi mengenai

variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik variabel tersebut yang diamati.

Definisi operasional dapat dirumuskan berdasarkan proses apa yang harus dilakukan

agar variabel yang didefinisikan itu terjadi. Agar tidak terjadi salah penafsiran atau

pengertian, maka diperlukan penjelasan dari komponen-komponen yang terdapat

dalam penelitian ini, penjelasan tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Penalaran matematik menurut Mullis dalam Suryadi (2012: 22-23) yaitu suatu

tahapan berpikir matematik tingkat tinggi yang mencakup kemampuan

menemukan konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi, sintesis,

pemecahan masalah tidak rutin, dan jastifikasi atau pembuktian. Penalaran induktif

matematis adalah merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas

berfikir matematik untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu

pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasar pada beberapa pernyataan

khusus yang diketahui benar atau kemampuan yang harus dukuasai siswa untuk

menarik sebuah kesimpulan berdasarkan sejumlah kasus atau beberapa contoh

(23)

2. Menurut Herman (2006: 59) Problem-based learning (pembelajaran berbasis

masalah) mengubah pandangan proses belajar mengajar dari guru mengajar ke

siswa belajar. Dalam pengajaran tradisional, siswa menganggap guru adalah ahli

dalam segala hal atau sebagai sumber pengetahuan. Dalam pembelajaran berbasis

masalah siswa dituntut untuk bekerja secara cooperative dan menjadi bagian dari

kelompok (cooperative learning). Kunci keberhasilan PBL terletak pada

kemampuan dan kemauan siswa untuk bekerja secara efektif dalam memecahkan

masalah. Dalam pembelajaran kelomppok kecil ini, siswa didorong untuk dapat

bekerja secara cooperatif, mengkondisikan pikiran dan usahanya untuk

menyelesaikan tugas kelompok. Keuntungan yang dapat diperoleh dari

pembelajaran seperti ini dapat dirasakan oleh siswa yang berkemampuan tinggi

maupun siswa yang berkemampuan kurang. Siswa yang berkemampuan tinggi

dapat bertindak sebagai tutor bagi siswa yang berkemampuan kurang. Siswa

kelompok atas ini kemampuannya menjadi lebih baik dan lengkap karena ia harus

mengkomunikasikannya dengan baik kepada teman sendiri.

Moffit dalam Depdiknas (Rusman, 2011: 241) mengemukakan bahwa

pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatau konteks bagi siswa untuk belajar

tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh

pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

E.Intrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk menjaring dan mengumpulkan data yang

dibutuhkan dalam penelitian. Instrumen juga digunakan sebagai alat yang digunakan

untuk mengukur variabel yang diteliti (Sugiyono, 2012). Untuk itu instrumen harus

diujikan dahulu validitas, reliabilitasnya di sekolah lain.

Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(24)

Instrumen tes digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran induktif pada

materi pembelajaran dengan pendekatan PBL, yang diberikan sebelum perlakuan

(pretest) dan setelah perlakuan (posttest).

Soal tes diberikan secara tertulis dalam bentuk uraian karena berkaitan dengan

berfikir matematis kategori tingkat tinggi yaitu kemampuan penalaran induktif

matematis dalam matematika. Hal ini sesuai dengan Freankel dan Waleen (Suryadi,

2005) yang menyatakan bahwa tes uraian cocok untuk mengukur higher level

learning outcomes. Selain itu dipilih soal bentuk uraian untuk menghindari unsur

tebakan.

Tes kemampuan penalaran induktif matematis oleh penulis dengan

langkah-langkah pengembangan sebagai berikut:

a) Menyusun kisi-kisi yang memuat dan sesuai dengan bahan ajar penalaran induktif

matematis, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,nomor soal, dan bobot

nilai.

b)Menyusun soal tes berdasarkan kisi-kisi serta membuat alternatif kunci

jawabannya.

c) Menilai validasi isi soal, validasi konstruk dan kebenaran kunci jawaban.

d)Mempertimbangkan keterbacaan soal, apakah soal-soal tersebut dapat dipahami

atau tidak.

e) Menguji coba soal tes yang dilanjutkan dengan menghitung validasi, reabilitasi,

tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

2)Lembar Observasi

Observasi merupakan suatu kegiatan memusatkan perhatian terhadap suatu objek

dengan menggunakan alat penglihatan, penciuman, pendengaran, dan bila perlu

perabaan, dan pengecapan (Arikunto, 2002: 220). Lembar observasi digunakan untuk

pengamatan langsung, mencatat perilaku dan kegiatan yang terjadi pada kelas

eksperimen. Karena indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan untuk

(25)

3) Angket Skala Sikap Siswa

Pada skala sikap dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap sikap siswa

yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa melalui pendekatan PBL. Rubik yang

di buat adalah kesediaan siswa untuk memberikan pendapat atau sikap siswa terhadap

pertanyaan-pertanyaan baik positif maupun negatif.

Pada skala sikap ini terdiri dari 20 pertanyaan yang harus direspon siswa

memiliki pilihan jawaban: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan

Sangat Tidak Setuju (STS). Skala sikap ini diberikan pada kelas eksperimen setelah

pembelajaran dan postes selesai. Kisi-kisi dan dan instrumen angket skala sikap

terhadap Pembelajaran Berbasisi Masalah dapat dilihat dalam lampiran A

4) Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk

memperoleh informasi langsung dari sumbernya ( Buchari, 2010 : 102 ) wawancara

digunakan untuk mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta

jumlah respondennya sedikit. Wawancara ini dilakukan pula dengan guru mengenai

kegiatan pembelajaran matematika dengan metode-metode tertentu pada tahap ini

peneliti melakukan wawancara dengan guru yang mengajar matematika di kelas VI.

Dengan adanya wawancara ini, peneliti mengetahui latar belakang pendidikan,

pengalaman mengajar, metode-metode yang dilakukan saat mengajar matematika.

Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas VI yang tujuannya untuk

mengetahui minat mereka terhadap pelajaran matematika, cara guru mengajarkan

matematika, dan sikap siswa dalam pelajaran matematika.

F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Pengujian Validitas Tes

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan dan

(26)

instrumen itu valid maka alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu

dikatakan valid dan bisa digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Validitas setiap butir soal yang digunakan dalam penelitian diuji dengan

menggunakan korelasi Pearson Product Moment dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

Menghitung Harga Korelasi

= −

2 2 2 2

Dimana :

: Koefisien korelasi

n : Jumlah responden

Y : Jumlah skor total seluruh system

X : Jumlah skor tiap item

Menghitung harga

= −2 1− 2

Mencari

Kaidah keputusan adalah :

 Jika

t

hitung >

t

tabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan

adalah valid

 Jika

t

hitung <

t

tabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan

adalah tidak valid

Instrumen atau alat tes yang diuji validitasnya dalam penelitian ini adalah soal

esai sebagai alat ukur untuk melihat kemampuan penalaran induktifnya matematis

siswa.

Setelah dilakukan uji coba terhadap instrumen soal dalam bentuk esai untuk

(27)

yang valid dan tidak valid . prosentase soal yang valid dan tidak valid berdasarkan

analisis validitas dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 3.2

Hasil Perhitungan Persentase Alat Ukur Kemampuan Penalaran Induktif Matematis

Tingkat

validitas No. Soal

Jumlah

Total %

Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 7 100

Tidak

Valid 0 0 0

Jumlah 7 100

Dari tabel 3.2 dapat diketahui bahwa dari 7 item soal yang diujicobakan

diperoleh soal yang valid sebanyak 7 soal atau sekitar 100 persen dari seluruh soal.

Berdasarkan uji validitas soal esai dapat disimpulkan bahwa soal yang dapat

digunakan sebagai alat pengumpul data adalah soal yang valid, berarti dalam

penelitian ini soal esai yang digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran

induktif matematis siswa yaitu semua soal.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Singarimbun (1995) menyatakan, reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan

sejauh mana suatu alat ukur atau instrumen penelitian dapat dipercaya atau

diandalkan dalam kegiatan pengumpulan data. Jika suatu alat ukur atau instrumen

penelitian dapat digunakan dua kali atau mengukur gejala yang sama dengan hasil

pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat ukur atau instrumen tersebut

reliabel.

Sudjana (2008), suatu tes dikatakan reliabel atau ajeg apabila beberapa kali

pengujian menunjukkan hasil relative sama, Akdon (2008), reliabilitas soal dihitung

dengan menggunakan metode pembelajaran ganjil genap. Adapun

(28)

b)Menghitung korelasi Pearson Produck Moment, dengan rumus :

= . −

. 2− 2 . 2− ²

c) Menghitung reliabilitas seluruh tes dengan dengan rumus Spearmen Brown,

sebagai berikut :

11=2. 1+

Keterangan :

11 : reliabilitas tes secara keseluruhan

: reliabilitas separuh tes

d)Menentukan

r

tabel

e) Membuat keputusan dengan membandingkan

r

hitung dengan

r

tabel dengan

keputusan sebagai berikut :

 Jika

r

hitung >

r

tabel berarti reliabel

 Jika

r

hitung <

r

tabel berarti tidak reliabel

Dalam penelitian ini alat tes atau instrumen yang akan digunakan adalah soal esai

untuk melihat kemampuan penalaran induktif matematis siswa secara kognitif.

Sebelum alat ini digunakan untuk pengambilan data maka terlebih dahulu di uji coba

untuk melihat tingkat reliabilitasnya, sehingga dapat dilihat mana soal yang

mempunyai reliabilitas yang tinggi. Setelah dilakukan uji reliabilitas maka dapat

dilihat dalam tabel berikut persentase soal yang reliabel dan tidak reliabel.

Tabel 3.3

Presentasi Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif matematis

Tingkat

Reliabilitas No. Soal Jml %

Reliabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, & 7 7 100

(29)

Reliabel

Jumlah 7 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa diantara 7 soal yang diuji

cobakan ternyata seluruh soal reliabel atau sekitar 100 % . Berdasarkan data tersebut

dapat disimpulkan bahwa soal yang reliabel akan digunakan untuk mengambil data

guna melihat tingkat kemampuan penalaran induktif matematis siswa

1. Perangkat Pembelajaran Model Pendekatan Problem-Based Learning (PBL)

Perangkat pembelajaran terdiri dari Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yang dibuat dan dikembangkan berdasarkan pada tahapan pendekatan Problem-Based

Learning (PBL), bahan ajar yang disusun mengintegrasikan penalaran induktif

matematis pada materi bangun ruang prisma tegak segitiga dan bangun ruang tabung,

yang terdapat di Lembar Kerja siswa (LKS) sebagai sarana penunjang dalam proses

pembelajaran. Untuk lebih jelasnya deskrMatematikai mengenai RPP dapat dilihat

pada lampiran dan LKS dapat dilihat pada lampiran

1. Tes Penalaran Induktif matematis

Tes ini dibuat dalam bentuk esai sebanyak 7 butir soal. Setiap butir soal yang

dibuat diintegrasikan pada sub indikator penalaran induktif matematis yang

bermuatan materi matematika. Sub indikator penalaran induktif matematis yang

diukur sebanyak empat buah yaitu: 1). Melakukan penarikan kesimpulan, menyusun

bukti, dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi. 2). Menentukan kesimpulan

dari suatu argumen. 3). Menyelesaikan soal-soal matematika dengan mengikuti

argumen-argumen logis dan dapat menarik kesimpulan. 4). Menyelesaikan soal-soal

matematika dengan mengikuti argumen-argumen logis dan dapat menarik kesimpulan

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai pedoman untuk melihat aktivitas

keterlaksanaan pembelajaran bagi guru dan mengetahui proses selama pembelajaran

(30)

observasi diperoleh melalui pengisian lembar pedoman observasi dengan memberi

tanda ceklis oleh observer.

3. Angket

Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa

terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

Problem-Based Learning (PBL). Angket dibuat dalam skala likter, setiap siswa diminta untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan memilih salah satu jawaban sangat setuju

(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) yanmg disediakan

dengan cara memberi tanda ceklis.

4. Lembar Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh

informasi langsung dari sumbernya ( Buchari, 2010 : 102 ) wawancara digunakan

untuk mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah

respondennya sedikit. Wawancara ini dilakukan pula dengan guru mengenai kegiatan

pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Problem-Based

Learning (PBL). Pada tahap ini peneliti melakukan wawancara dengan guru yang

mengajar matematika di kelas VI. Dengan adanya wawancara ini, peneliti mengetahui

latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, metode-metode yang dilakukan

saat mengajar matematika. Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas

VI yang tujuannya untuk mengetahui minat mereka terhadap pelajaran matematika,

cara guru mengajarkan matematika, dan sikap siswa dalam pelajaran matematika.

Setelah proses perhitungan hasil uji coba instrumen dengan menggunakan

software Anatest Versi 4 dalam penelitian ini ditapsirkan dan diinterpretasikan

mengikuti interpretasi Arikunto (2008), yang dapat disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi Relibialitas

Interval Reliabilitas

(31)

0,20 ≤ r ≤ 0,40

Rekapitulasi hasil pengolahan uji instrumen tes kemampuan penalaran

induktif matematis dengan menggunakan Anates Versi 4 dapat disajikan sebagai

berikut :

Tabel 3.7

(32)

Rata-rata: 12,12 Reliabilitas Tes: 0,84

Butir soal: 7 Jumlah sabjek: 33

No Soal

Validitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda Keputusan

1 Valid Sedang Baik Dipakai

2 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai

3 Valid Mudah Baik Dipakai

4 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai

5 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai

6 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai

7 Valid Sedang Baik Dipakai

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 3.7 , dari jumlah soal kemampuan

penalaran induktif matematis sebanyak 7 soal, yang dipakai adalah semua soal.

Pertimbangan dalam pemilihan soal tersebut didasarkan pada sub indikator

kemampuan penalaran induktif matematis.

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang mendukung penelitian, maka peneliti meyusun

dan menyiapkan empat teknik pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan

penelitian, sebagai berikut :

1) Tes

Dalam penelitian ini tes yang diberikan adalah tes intelegensi. Tes tersebut

merupakan tes tertulis yang diberikan kepada siswa di kelas eksperimen dan siswa di

kelas kontrol sebelum dan sesudah pelaksanaan proses pembelajaran matematika.

Tujuan diberikannya tes sebelum pelaksanaan pembelajaran yaitu mengukur sejauh

mana pengetahuan awal siswa mengenai konsep yang akan diajarkan. Sedangkan

diberikannya tes sesudah pelaksanaan pembelajaran yaitu mengukur hasil belajar

setelah mendapat materi pelajaran.

(33)

Obesrvasi digunakan sebagai teknik yang kedua dengan melakukan

pengamatan terhadap perilku atau sikap manusia yaitu untuk melihat pelaksanaan

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sugiyono ( 2011 : 203 ) menyatakan bahwa

observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku, proses kerja,

gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Menurut Buchari (

2010 : 104 ) mengatakan bahwa observasi merupakan pengamatan secara langsung ke

objek penelitian untuk melihat lebih dekat kegiatan yang dilakukan karena objek

penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam ( kejadian-kejadian

yang ada di alam sekitar ), proses kerja dan penggunaan respondennya kecil maka

observasi tepat digunakan sebagai alat ukurnya.

3) Angket

Angket ( Questionnaire ) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang

lain bersedia memberikan respons ( responden) sesuai dengan permintaan pengguna

(Riduawan, 2003: 52-53). Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

skala likert yang bertujuan untuk mengukur keterampilan sosial siswa.

4) Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk

memperoleh informasi langsung dari sumbernya ( Buchari, 2010 : 102 ) wawancara

digunakan untuk mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta

jumlah respondennya sedikit. Wawancara ini dilakukan pula dengan guru mengenai

kegiatan pembelajaran matematika dengan metode-metode tertentu pada tahap ini

peneliti melakukan wawancara dengan guru yang mengajar matematika di kelas VI.

Dengan adanya wawancara ini, peneliti mengetahui latar belakang pendidikan,

pengalaman mengajar, metode-metode yang dilakukan saat mengajar matematika.

Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas VI yang tujuannya untuk

mengetahui minat mereka terhadap pelajaran matematika, cara guru mengajarkan

(34)

H. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan, selanjutnya data diolah dan

dianalisis melalui tahapan sebagai berikut:

1. Pengolahan data hasil tes kemampuan penalaran induktif matematis. Pengelompokan siswa

Pengelompokan dilakukan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan

penalaran induktif matematis yang terjadi pada siswa berbeda menurut kategori yaitu:

kelompok tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan ini dilakukan menurut

kemampuan matematis siswa dari materi sebelumnya atau hasil rata-rata ujian blok

siswa.

Untuk menentukan jumlah siswa yang berada pada masing-masing kelompok,

maka digunakan pedoman Arikunto (2007:264) yang menggunakan rerata kelas dan

simpangan baku:

1) Bila rerata nilai UTS siswa berada pada interval lebih dari atau sama dengan + S, maka siswa dikelompokan dalam kelompok atas.

2) Bila rerata nilai UTS siswa berada pada interval - S sampai + S maka siswa

dikelompokan dalam kelompok sedang.

3) Bila rerata nilai UTS siswa berada pada interval kurang dari atau sama dengan

- S maka siswa dikelompokan dalam kelompok bawah.

Analisis data dilakukan dalam rangka mengungkap pendekatan Problem-Based

Learning terhadap peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis yang

dilakukan oleh siswa. Analisis data mengikuti cara Miles dan Huberman (Sugiyono,

2012) yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data, dan

verifikasi/menggambarkan data. Analisis data dilakukan secara manual dengan

(35)

mengerjakan perkalian. Data hasil wawancara dan dokumen pun dikelompokkan

berdasarkan cara mengerjakan soal penalaran induktif matematis. Langkah berikutnya

adalah menyalin data tersebut dan menyimpulkan /menggambarkan.

Data hasil analisis berupa arah dan pola Problem-Based learning terhadap

peningkatan penalaran induktif matematis tersebut kemudian dikaji hubungan antar

kelompok, kemudian dikaji pula hubungan dengan literatur. Bahkan jika

memungkinkan bisa menentukan pendekatan Problem-Based Learning bisa

meningkatkan penalaran induktif matematis yang efektif untuk kompetensi

berikutnya.

Adapun untuk pengolahan data hasil tes, diolah melalui tahapan berikut:

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem

penskoran yang digunakan.

b. Membuat tabel yang berisikan skor tes kemampuan penalaran induktif matematis

siswa kelas eksperimen dan kelass kontrol.

c. Peningkatan kompotensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung

dengan rumus g faktor (N-Gain) dengan rumus:

=� −�−� (Hake dalam Meltzer, 2002)

Keterangan:

Spost = skor postes

Spre = skor pretes

Smaks = skor maksimal

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

klasifikasi dari Hake dalam Meltzer yaitu:

(36)

Besar Gain Interpretasi

G > 0,70 Tinggi

0,30 < g ≤ 0,70 Sedang

g ≤ 0,30 Rendah

d. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal

atau tidak dengan menggunakan uji normalitas distribusi data hasil kemampuan

penalaran induktif matematis siswa dilakukan dengan persamaan (Sugiyono,

2011: 241)

( )2 = Σ −

Dimana fo : frekuensi observasi dan fe : frekuensi ekspektasi ( yang diharapkan )

Data dikatakan berdistribusi normal jika 2 ˂ 2

Sedangkan uji statistiknya menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov, dan

perhitungannya menggunakan perangkat lunak SPSS-16 for window.

e. Melakukan uji homogenitas untuk mengetahui tingkat kehomogenan distribusi

data tes atau untuk mengetahui beberapa varians sama atau tidak. Uji homogenitas

distribusi data dengan menggunakan persamaan sebagi berikut (Sugiyono,

2011:276 )

F = �2

�2

Data dikatakan homogeny bila � ˂�

Dan perhitungannya dengan menggunakan uji statistik levene dengan bantuan

perangkat lunak SPSS-16 for window.

(37)

Uji kesamaan rerata dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan yaitu nilai

rata-rata pretest siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok

kontrol. Dan menguji hipotesis perbedaan peningkatan penalaran induktif

matematis di tiga kelompok siswa (kelompok tinggi, sedang, dan rendah) pada

kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol dengan uji kesamaan

rata-rata untuk g

Dengan asumsi kedua varians sama

t = −

1

+1

dengan derajat kebebasan nx + ny – 2

sp = −1 2+ −1 ² + −2

dimana nx = besar sampel pertama

ny = besar sampel kedua

Dengan asumsi kedua varians tidak sama besar

t = −

²

+ ²

Selanjutnya pengolahan data dengan menggunakan program SPSS for Windows

16 sebelum uji hipotesis sebagaimana disebutkan di atas terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas data homogenitas data. Uji normalitas data dimaksudkan untuk

mengetahui distribusi atau sebaran skor data hasil belajar kognitif dan keterampilan

sosial siswa pada kedua kelas penelitian. Dalam uji normalitas data menggunakan one

sample kolmogorov- smirnov tes. Uji homogenitas data dimaksudkan untuk

mengetahui ada tidaknya kesamaan varians pada kedua kelas. Uji homogenitas

dilakukan dengan menggunakan One Way Anova. Kemudian dilakukan uji –t . uji

kesamaan dua rerata ( Uji –t ). Dipakai untuk membandingkan perbedaan dua rerata.

Apabila bila data tidak berdistribusi normal maka diuji non parametrik yaitu

(38)

2. Pengolahan Data Kualitatif a. Angket skala sikap siswa

Angket diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Presentase alternatif jawaban = X 100%

Teknik yang digunakan untuk penyekoran angket menurut Suherman (2003: 190)

sebagai berikut:

1) Untuk pernyataan yang positif (favorable), jawaban: SS diberi skor 4, S diberi skor

3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.

2) Untuk pernyataan yang negatif (unfavorable), jawaban: SS diberi skor 1, S diberi

skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4.

Data angket yan diperoleh, dihitung dan ditabulasi yang selanjutnya

diinterpretasikan ke dalam kalimat berdasarkan jumlah persentase jawaban sangat

setuju (SS + S). Menurut Hendro (Maulana, 2002: 23), klasifikasi interpretasi

perhitungan persentase setiap katagori seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.9

Klasifikasi Interpretasi Persentase Angket

Besar Presentase Interpretasi

0 % Tidak ada

1 % - 25 % Sebagian kecil

26 % - 49 % Hampir setengahnya

50 % Setengahnya

51 % - 75 % Sebagian besar

76 % - 75 % Pada umumnya

(39)

b. Menganalisis data hasil observasi

Menganalisis data hasil observasi dilakukan dengan mengelompokan pernyataan

positif (jawaban ya) dan pernyataan negatif (jawaban tidak). Kemudian menghitung

persentasenya dengan rumus:

P = X 100% Keterangan: P = presentase jawaban

F = jumlah jenis komentar

N = jumlah pernyataan

c. Menganalisis hasil wawancara

Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara ditulis dan diringkas

berdasarkan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini. Data ini dapat

memperkuat hasil temuan dari hasil pengolahan nilai tes dan angket siswa dengan

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dikemukakan pada bab

sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem-based learning lebih

baik bila dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

Persentase siswa yang tuntas belajar dengan menggunakan pendekatan

problem-based learning lebih tinggi dari siswa yang pembelajarannya secara

konvensional.

2.Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang

menggunakan pendekatan problem-based learning secara signifikan lebih baik

dari pada kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran berbasis masalah, peningkatan

kemampuan penalaran induktif matematis pada siswa kelompok eksperimen

lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis

siswa kelompok konntrol.

3.Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang

menggunakan pendekatan problem-based learning secara signifikan lebih baik

menunjukan perbedaan diantara siswa pada kelompok atas, sedang, dan bawah.

Peningkatan yang paling tinggi diperoleh siswa pada kelompok atas dan paling

rendah siswa pada kelompok bawah.

4. Sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan

problem-based learning/ pembelajaran berbasis masalah menunjukan respon yang

positif. Dengan kata lain, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

problem-based learning dapat meningkatkan sikap positif terhadap

(41)

positif terhadap pembentukan sikap positif siswa terhadap pembelajaran

matematika.

B. Saran

Ada beberapa rekomendasi yang penulis kemukakan sehubungan dengan

penelitian ini:

1. Penggunaan pendekatan Problem-Based Learning dalam pembelajaran

matematika dapat disajikan sebagai alternatif pembelajaran yang efektif dalam

upaya meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa. Dengan

menggunakan pendekatan Problem-Based Learning kemampuan penalaran

induktif matematis siswa dapat meningkat dengan baik dibandingkan dengan

menggunakan pembelajaran konvensional. Namun agar dapat mencapai hasil

yang optimal maka persiapan guru memegang peranan yang sangat penting,

mulai dari persiapan membuat lembar kerja siswa, memilih dan menemukan

masalah sampai kepada pelaksanaan dalam kelas.

2. Oleh karena masalah menjadi titik tolak pembelajaran dalam kelas untuk

kemudian dicari penyelesaiannya oleh siswa, maka disarankan agar guru dapat

mengkonstruksi dan memilih masalah yang relevan; dengan dengan keseharian

siswa, menantang dan bersifat non rutin.

3. Dalam mengimplementasikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

Problem-Based Learning/ pembelajaran berbasis masalah, hal-hal penting yang

perlu diperhatikan guru adalah: (1) guru harus kreatif dan cermat dalam

memilih masalah yang cocok untuk mempresentasikan sebuah konsep; (2) guru

seyogyanya memberikan arahan dan pertanyaan yang tepat untuk membimbing

siswanya memberikan petunjuk yang tepat yang merepresentasikan penguasaan

konsepnya; (3) bantuan yang diberikan guru hendaknya seminimal mungkin

dan tidak perlu terburu-buru diberikan agar perkembangan kecakapan potensial

siswa dapat berkembang lebih optimal.

4. Kemungkinan adanya kendala-kendala pelaksanaan pembelajaran berbasis

masalah pada awal pelajaran perlu diantisipasi oleh guru. Siswa tidak terbiasa

(42)

dalam keberhasilan proses pembelajaran. Selain itu pengetahuan awal siswa

twrhadap materi prasyarat memiliki perang yang besar terhadap kemampuan

siswa dalam menguasai konsep, untuk itu sebelum konsep baru disajikan

hendaknya terlebih dahulu dilakukan penguatan konsep prasyarat siswa melalui

teknik scaffolding yang dapat membantu siswa memperjelas pemikirannya.

Oleh karena itu, disarankan agar guru membantu siswa mengatasi masalah

menggunakan teknik scaffolding. Namun intervensi yang diberikan guru bukan

dalam bentuk akhir melainkan petunjuk-petunjuk yang menghubungkan

pengetahuan awal siswa dengan masalah yang dihadapi sehingga menemukan

penyelesaiannya. Kendala yang lainnya yaitu memerlukan waktu yang cukup,

oleh karena itu guru hendaklah bisa mengefektifkan waktu yang maksimal.

5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan bagaimana membantu siswa yang termasuk

slow learner, sehingga perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif

matematis diantara ketiga kelompok siswa tidak terlalu jauh sehubungan

dengan penggunaan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dalam

penelitian ini, kemampuan matematik yang dikembangkan menggunakan

pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah kemampuan penalaran

induktif matematis, maka hendaknya ada peneliti lain yang mencoba

menerapkan pembelajaran tersebut dalam upaya meningkatkan kemampuan

matematik lainnya, misalnya kemampuan berfikir kritis dan kreatif.

6. Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI Sekolah Dasar,

sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang sama, tetapi pada tingkat

yang berbeda, misalnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Akdon, H. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian Untuk Administrasi dan Managemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Alamsyah, (2000). Suatu Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis PPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Arikunto, S.(2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

BNSP. (2006). Draf Pasal Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan Untuk Kompetensi Mata Pelajaran Matematik Sekolah Menengah Perttama dan BSNP (2006). Jakarta: Depdiknas.

Dahar,R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Airlangga.

Dahar,R.W. (1998). Teori-teori Belajar. Jakarta: Airlangga.

Dahlan, J . A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman. Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan

Dasari. D. (2003). Pengembangan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Berbasis Masalah Sebagai Upaya Menumbuhkembangkan Kemampuan Matematika Tingkat Tinggi Dalam Implementasi Kurikulum SLTP Berbasis Kompetensi. Proposal Hibah Panduan.

Depdiknas. (2000). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta.

Depdiknas, Pusat Kurikulum, Balitbang. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta

Fogarty, R. (1997). Problem-Based Learning and Other Curricullum Models For the Multiple Intellegences Classroom. Arlinton Heights, Illionis: Sky Light.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

(44)

Ibrahim, M & Mohamad N (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana Unesa, Unipersity Press.

Jacob, C. (2000). Matematika Sebagai Penalaran, Suatu Upaya Meningkatkan Kreativitas Berfikir. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Pendidikan Matematika Pada Pendidikan Dasar Jurusan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Malang: 18 November 2000.

Juandi. (2006). Meningkatkan Daya Matematik Mahasiswa Calon Guru Matematik Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Desertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Kanbolah. K. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdikbud.

Maulana. (2007). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikit Kritis Mahasiswa PGSD. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Meltzer, D.E. (2002). Addendumto: The Relationship Between Matematics Preparetion and Conceptual Learning Gain in Physics: A Posibble “Hidden

Variable” in Diagnostics Pretes Score. (Online). Tersedia:

http://www.physics.iastate.edu/per.docs/sddendum_on_normalilizet_gain. (9 oktobern2006)

Mulyasa. E. (2011). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Satuan Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Musbeh, Masnur. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM. (1989). Assesment StandarsnFor School Matematichs America The Nanon Counsil Of The Teacher Of Matematich. Inc.

NCTM. (2000). Princip And Standars For School Matematics. Reston: Virginia.

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

(45)

Rusefendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Mengajar Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Slavin. R.E. (1994). Educaton Psycology Theory Duo Prances. Edisi 4: Alan dan Braccon: Bosco.

Soekadijo, G, R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif.

Jakarta: Gramedia.

Suhendi, (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA Melalui Problem-Center Learning. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Suriasumantri, J. S. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:

Sinar Harapan

Sukasno. (2002). Model Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Geometri. Tesis pada PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa unsur Proses Belajar Mengajar. Desertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan - Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: tidak dipublikasikan.

Suryadi. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berfikir Matematis. Rizqi Press.

(46)

Matematika Siswa SLTP Negeri di Kota Bandung. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Gambar

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Persentase Alat Ukur Kemampuan Penalaran Induktif
Tabel 3.3 Presentasi Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif
Tabel 3.5 Kriteria Indeks Kesukaran
Tabel 3.9

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis dan uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil uji perbedaan dua rata-rata terhadap skor tes kemampuan penalaran matematis dan skor

Untuk memperoleh data digunakan instrumen penelitian, yaitu tes kemampuan penalaran matematik siswa dan tes kemampuan komunikasi matematik siswa, angket siswa terhadap

pretest, postest kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa, sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil angket sikap siswa terhadap pembelajaran

Instrumen yang digunakan dalam memperoleh data penelitian ini yaitu instrumen tes dan non tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri atas seperangkat soal tes untuk mengukur

Data kuantitatif pada penelitian ini adalah hasil dari pretest dan posttest berdasarkan tes kemampuan koneksi matematis dan skala disposisi matematis siswa. Di bawah

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan penalaran matematis, bahan ajar berupa LKS dan non-tes

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berbentuk pilihan berganda untuk mengukur keberhasilan belajar siswa ditinjau dari kompetensi dasar dan tes berbentuk soal

3.6 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis, yaitu berupa soal dalam bentuk uraian yang akan diberikan kepada peserta