TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister pendidikan.
Program Studi Pendidikan Dasar
oleh:
M a r w a n 1204726
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR SEKOLAH PASCASARJANA
Oleh
M a r w a n
S.Pd STKIP Siliwangi Bandung, 2007
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi
Pendidikan Dasar
© Marwan 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Februari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
DAFTAR ISI
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
C.Pendekatan Problem-Based Learning (PBL) ... 14
D.Teori Pendukung Inopasi Model Pembelajaran ... 21
1. Teori Piaget dan Pandangan Konstruktivisme ... 20
2. Teori Bruner ... 23
3. Teori Vygotsky ... 23
4. Teori Robert M.Gagne... 24
E.Pendekatan Problem-Based Learning (PBL) dalam meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif matematis... 24
F. Hipotesis ... 27
1. Pengujian Validitas Tes ... 35
2. Uji Realibilitas Instrumen ... 37
G.Teknik Pengumpulan Data ... 42
H.Analisis Data ... 43
1. Pengolahan data hasil tes kemampuan penalaran induktif matematis... 43
2. Pengolahan data kualitatif... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
A.Analisis Data ... 49
1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ..., 49
2. Sikap Siswa ... 57
3. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 63
4. Deskripsi Tanggapan Guru Terhadap Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 65
B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 66
1. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 66
2. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Ditinjau dari Faktor Pendekatam Pembelajaran... 67
3. Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 76
A.Kesimpulan ... 76
B.Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS
Kata kunci: Problem-Based Learning/pembelajaran berbasis masalah, Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa.
INDUCTIVE REASONING IMPROVED BY USING MATHEMATICAL APPROACH PROBLEM - BASED LEARNING mathematical inductive reasoning ability in basic education level has not been handled properly , the result of inductive reasoning ability of students is still low . Therefore, to build upon the teacher 's ability as an actor in the class must be able to create meaningful learning for students , one of which is to find an appropriate approach or model that inductive reasoning ability can be explored by mathematical students well . This study aims to determine whether the approach of Problem - Based Learning ( PBL ) / Problem Based Learning can improve the ability of inductive reasoning mathematically . This study is a quasi experimental study design with a pretest posttest control group research design . The population in this study were students of class VI A and VI B SDN . Cipetir 01 Sub Haurwangi Cianjur Regency West Java Province , one class acquire problem-based learning ( experimental class ) and the class again obtain conventional learning ( control class ) . Data obtained from the test instrument , namely a set of questions to measure the shape description inductive mathematical reasoning abilities of students and non- test instruments , namely the attitude scale questionnaire to determine students' response to problem-based learning . The results showed that the study of mathematics by using Problem - Based Learning approach / problem-based learning can enhance the ability of inductive reasoning mathematically elementary school students . Learning mathematics using problem-based learning approach is significantly better in improving the ability of inductive reasoning mathematically elementary school students compared to students who take lessons with strategy / conventional model in terms of child factors and learning factors . In addition, most students showed a positive response to learning that has been done and found a correlation between student test scores . Based on these results , the study of mathematics by using Problem - Based Learning / problem-based learning can be used as an alternative learning is applied in an effort to improve students' abilities , especially the ability of inductive reasoning mathematically .
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Hampir di setiap pendidikan formal, matematika dianggap sebagai mata
pelajaran yang sulit, menakutkan, dan bahkan jadi momok tersendiri bagi siswa.
Tidak banyak siswa yang menyukai mata pelajaran matematika jika dibandingkan
dengan mata pelajaran lainnya. Berbagai alasan pun kadang terlontarkan dari
siswa ketika memutuskan untuk tidak mengikuti mata pelajaran ini, padahal
matematika selalu ada dalam keseharian mereka atau dengan kata lain tiada hari
tanpa matematika.
Matematika dinilai sulit oleh siswa karena begitu banyak rumus, konsep,
serta perhitungan yang harus mereka pelajari, apalagi jika ditambah dengan guru
yang kurang memahami karakter siswanya sehingga menjadikan siswa semakin
tidak menyukai pelajaran matematika. Ruseffendi (Mulyadi, 2007) menyatakan,
matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran
yang tidak disenangi, kalau bukan pelajaran yang paling dibenci.
Brownell; Reys, Suydam, Lindquist, & dan Smith (1998) dalam Suryadi
(2012: 26) matematika dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas ide,
prinsip, dan proses sehingga keterkaitan antara aspek-aspek tersebut harus
dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hapalan melainkan pada
aspek penalaran atau intelegensi anak.
Dalam pendidikan formal di Indonesia menggunakan kurikulum KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), adapun tujuan pembelajaran matematika
adalah yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP;
BNSP 2006) antara lain agar siswa mempunyai kemampuan:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematis.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusinya
diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, table, diagram, atau media lain
untuk menjelaskan keadaan masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat dalam KTSP
tersebut, salah satu hal yang menjadi fokus adalah penalaran . Oleh karena itu,
penalaran menjadi komponen penting yang harus dimiliki siswa dalam belajar
matematika. Perlunya pengembangan kemampuan bernalar siswa ini dinyatakan
dalam Standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah (Depdiknas, 2006) bahwa penalaran pada mata pelajaran
matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika. Sementara itu sesuai dengan Standar Kurikulum National
Council of Teacher of Matematics (NCTM, 2000), tujuan pengajaran matematika
adalah mengembangkan keyakinan siswa bahwa matematika dapat dimengerti dan
mempertajam pengertian kemampuan matematis mereka (suatu perasaan control
atas belajar mereka, keyakinan dan kemampuan mereka untuk berpikir dan
belajar, dan otonomi). Pengembangan kompetensi penalaran adalah esensial untuk
membantu siswa meningkat dari hanya mengingat fakta-fakta, aturan-aturan, dan
prosedur-prosedur. Suatu fokus pada penalaran dapat membantu siswa melihat
bahwa matematika adalah logis dan diangap dapat dimengerti. Ini dapat
yang dapat mereka pahami, terus berpikir, memberikan alasan, dan mengevaluasi
(Jacob, 2003:3).
Fakta di lapangan menyebutkan bahwa kemampuan penalaran matematik
siswa secara umum masih rendah. Hasil penelitian Priatna (Yilianti, 2009)
menyimpulkan bahwa kualitas kemampuan penalaran dan pemahaman
matematika kebanyakan siswa Sekolah Menengah pertama di Bandung masih
belum memuaskan, yaitu masing-masing hanya sekitar 49% dan 50% dari skor
ideal. Sedangkan dari hasil Penelitian Alamsyah (2000) dapat disimpulkan bahwa
kemampuan penalaran analogi siswa (penalaran induktif) masih sangat rendah
yaitu 45,24% dari skor ideal (rata-rata skor terbesar 24,42 dari skor total 54).
Selain itu, hasil studi Sumarmo (1987:296) menunjukan bahwa baik secara
keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitif siswa, skor
kemampuan siswa dalam penalaran matematika masih tergolong rendah.
Hal tersebut juga dialami di lapangan pada sekolah tempat peneliti bertugas,
bahwa kondisi siswa dalam belajar matematika terutama dalam kemampuan
penalaran dan pemahaman matematika masih sangat rendah, terbukti dari hasil
nilai yang diperoleh siswa masih jauh dari skor ideal (rata-rata nilai yang
diperoleh kurang dari 25 dari skor total 50), sehingga siswa masih beranggapan
bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyulitkan. Kondisi
tersebut juga ditambah dengan pembelajaran metamatika yang kurang
inovatif,karena kebanyakan guru dalam menyampaikan pelajarannya masih
bersifat konvensional yaitu hanya dengan penjelasan materi yang kurang
dimengerti siwa, memberikan contoh-contoh lalu siswa mengerjakan soal.
Melihat kondisi seperti itu, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji tentang
penalaran induktif matematis pada pelajaran matematika yang dianggap sulit oleh
siswa, dan dapat menggali potensi yang ada dalam diri siswa supaya bisa
mengembangkannya sehingga meningkatkan kemampuan penalaran induktif
matematis, sebagaimana yang ditulis pada judul peneliti.
Seiring dengan semakin berkembangnya model model pembelajaran yang ada
landasan teori belajar mengacu pada konstruktivisme. Akibatnya, orientasi
pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar (teacher centered) ke
pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Siswa tidak lagi diposisikan
bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Siswa kini diposisikan sebagai mitra
belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu,
melainkan hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan
sumber belajar yang lainnya masih banyak, bisa teman sebaya, perpustakaan,
alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.
Salah satu pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan
memberikan kesempatan siswa untuk bernalar yaitu pembelajaran dengan
pendekatan problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah).
Problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah) merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik tolak (starting poin)
pembelajaran. Siswa dapat menumbuhkan keterampilan menyelesaikan masalah,
bertindak sebagai pemecah masalah dan dalam pembelajaran dibangun proses
berpikir, kerja kelompok, berkomunikasi dan saling memberi informasi (Akinoglu
dan Tadogen, 2007). Masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana
belajar adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata (real word). Yang
akrab dengan kehidupan sehari-hari siswa. Melalui masalah-masalah kontekstual
ini para siswa menemukan kembali pengetahuan konsep-konsep dan ide-ide
esensial dari meteri pelajaran dan proses pembelajaran dan membangunnya ke
dalam struktur kognitif.
Menurut Barrows dan Kelson (2003: 1) pembelajaran berbasis masalah
merupakan rencana pelajaran dan proses pembelajaran, Rencana pembelajaran
dari pilihan dan bentuk masalah yang diperoleh dari pengetahuan kritis siswa,
kemampuan pemecahan masalah, strategi pembelajaran masing-masing siswa,
kemampuan kelompok. Proses ini mencontoh sistem pendekatan yang biasa
digunakan untuk memecahkan masalah atau menemui tantangan yang dihadapi
Menurut Sears dan Hersh (Dasari, 2003: 9) pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam berfikir
tingkat tinggi yang diantaranya memuat aspek penalaran.
Menurut Depdiknas (2002: 6) pembelajaran berbasis masalah dapat
digolongkan sebagai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contekstual
teching and learning), yang merupakan konsep pembelajaran yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran yaitu: konstruktivisme (contrictivism),
bertanya (question), menemukan (inquiri), komunikasi belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian
sebenarnya (authentic assessment).
Pendekatan ini dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam
pembelajaran matematika, mengingat dalam matematika siswa sering dihadapkan
pada permasalahan-permasalahan yang dikembangkan dari konsep matematika itu
sendiri. Sebagaimana diketahui ilmu matematika juga dapat digunakan dalam
menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan aktivitas sehari-hari.Tentu
dalam aplikasinya sangat dibutuhkan kemampuan untuk mengaplikasikan
konsep-konsep matematika kedalam situasi yang berbeda, sehingga dapat diterjemahkan
kembali dalam bentuk matematika dan dicari penyelesaiaannya.
Dalam pembelajaran matematika, siswa tidak hanya berhadapan langsung
dengan soal yang sudah jelas dalam bentuk matematis, akan tetapi dikembangkan
pula soal-soal latihan dalam bentuk deskriptif atau sering dikenal sebagai soal
cerita. Bentuk soal ini sering digunakan dalam beberapa pokok bahasan yang
terdapat dalam pelajaran matematika termasuk juga pada matematika Sekolah
Dasar.
Begitu pula setelah peneliti melihat kondisi pembelajaran matematika di SD
Negeri Cipetir 01 yang dijelaskan diatas, maka pendekatan problem-based
untuk mengembangkan pola pikir siswa, dimana biasanya siswa menerima apa
saja yang dijelaskan oleh guru, menjadi mampu mengembangkan pemahaman
yang dimilikinya sendiri untuk digunakan dalam aktivitas sehari-hari.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji tentang problem-based
learning (pembelajaran berbasis masalah) pada pembelajaran matematika dengan
judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis dengan Menggunakan Pendekatan Problem-Based Learning ”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
“Apakah Pendekatan Problem-Based Learning dapat Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis siswa kelas VI Sekolah Dasar?
Secara rinci rumusan masalah diatas dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat peningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis
siswa kelas VI Sekolah Dasar yang pembelajarannya menggunakan
Pendekatan Problem-Based Learning?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif
matematis pada siswa yang menggunakan pendekatan problem-based learning
dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?
3. Apakah pendekatan problem-based learning efektif dilihat dari variasi tingkat
kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelompok atas, sedang dan
bawah antara kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan
pendekatan problem-based learning dibandingkan dengan siswa kelas kontrol
yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional (pembelajaran biasa)?
4. Apakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan problem-based learning?
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai
pembelajaran di kelas VI sekolah dasar. Dengan mengacu kepada perumusan
masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
problem-based learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis
siswa kelas VI sekolah dasar.
2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis
kelas VI sekolah dasar antara yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
problem-based learning dengan siswa yang pembelajarannya tidak
menggunakan pendekatan problem-based learning.
3. Mengetahui variasi tingkat kemampuan penalaran induktif matematis siswa
antara yang pembelajarannya menggunakan pendekatan problem-based
learning dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan cara
konvensional (pembelajaran biasa).
4. Menggali sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran menggunakan
pendekatan problem-based learning.
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Manfaat umum yang diharapkan dari penelitian ini yaitu agar data hasil
penelitian ini dapat dijadikan bukti empiris tentang potensi pendekatan
problem-based learning dalam peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis
siswa kelas VI sekolah dasar. Lebih khusus lagi, penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi:
1. Siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif
matematis siswa melalui pembelajaran menggunakan pendekatan
problem-based learning.
2. Pendidik dapat memberikan gambaran pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan problem-based learning dan sebagai bahan referensi rujukan
alternative dalam memperbaiki proses pembelajaran matematika di kelas VI
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini daiharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan rujukan untuk mengembangkan aspek lain dari pembelajaran pendekatan
problem-based learning yang belum diteliti.
E. Struktur Organisasi Tesis
Untuk memudahkan dalam memahami permasalahan dan pembahasan penulisan tesis ini, maka menggunakan sistematika sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan latar belakang penelitian,
identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian.
Manfaat/signifikansi penelitian dan struktur organisasi Tesis. Bab II Kajian
Pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis. Bab III Metode Penelitian, diuraikan
pendekatan penelitian yang didalamnya menyangkut lokasi dan subjek populasi/
sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional,
instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengolahan data
dan analisis data. Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini terdiri
dari dua hal utama, yakni ; a) pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan
temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis,
tujuan penelitian dan b) pembahasan atau analisis temuan. Bab V Kesimpulan dan
Saran, dalam bab ini kesimpulan dan saran menyajikan penapsiran dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian Penalaran Induktif Matematis dengan menggunakan pendekatan
Problem Based-Learning ini dilaksanakan di SDN Cipetir 01 yang berdiri diatas
tanah seluas 1.400 m2 dengan luas bangunan sekitar 1081,4 m2, terletak di Jl. Citarum
lama No 748 RT 01 RW 04 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten
Cianjur. Sekolah ini mulai berdiri dan beroperasi pada tahun 1951. Jumlah siswa
sebanyak 586 siswa yang dibagi menjadi 18 rombel (masing-masing kelas terdiri dari
3 rombel). Tenaga pendidik di SDN Cipetir 01 berstatus PNS dan non PNS. Dari 22
guru ada 12 guru PNS yaitu Kepala Sekolah, 3 guru kelas VI, 2 guru kelas V, kelas
IV, III, II, I masing-masing satu orang guru, 1 guru Penjas Orkes dan 1 guru agama.
Walaupun demikian, pendidik di SDN Cipetir 01 memiliki dedikasi dan tanggung
jawab yang cukup tinggi untuk mendidik anak, hampir semua guru sudah memiliki
kualifikasi pendidikan setrata satu, juga para guru sering mengikuti serangkaian
Pembinaan dan Pelatihan Pendidikan seperti penataran, workshop yang
berkelanjutan dan implementasi lesson study menjadi kegiatan rutin yang
dilaksanakan di SDN Cipetir 01 sebagai sarana pengembangan kompetensi guru
dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas tinggi sekolah dasar yang
diorientasikan di kelas VI. Pemilihan kelas yang menjadi sumber data dilakukan di
dua kelas yaitu kelas VI A sebagai kelas eksperimen dan di kelas VI B yang dijadikan
sebagai kelas kontrol. Berkaitan dengan alur penelitian, maka kelas yang diteliti
adalah kelas yang siswanya belum mengalami pembelajaran tentang bangun ruang
yaitu bangun prisma tegak segitiga , bangun ruang tabung , dan sudah mengalami
maka direkam jejaknya mulai dari skema awal sampai situasi baru (tentang bangun
ruang) sedangkan bagi kelas yang sedang mengalami/mempelajari materi ini yaitu
kelas VI C, maka akan dilakukan wawancara klinis secara intensif dengan bantuan
observasi dan dokumen hasil pekerjaan siswa.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah kemampuan penalaran induktif
matematis siswa di kelas tinggi sekolah dasar yang memperoleh pembelajaran
menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Oleh karena itu, desain
penelitian yang digunakan adalah pretest-postest control group design. Kelompok
eksperimen memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran
berbasis masalah dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran biasa
(konvensional). Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:
Table 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Posstest
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 O4
Keterangan :
O = Preetest – Posttest
X = Perlakuan model pembelajaran dengan Pendekatan PBL
(Sugiyono, 2012)
Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen selanjutnya disebut sebagai kelas
eksperimen dan kelompok kontrol disebut sebagai kelas kontrol. Tindakan
pembelajaran yang dirancang baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol
masing-masing. Hal ini dilakukan agar tindakan pembelajaran yang telah terencana
oleh peneliti dapat dilaksanakan dengan maksimal.
Prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Tahap Persiapan
1)Melakukan kajian kurikulum, mengidentifikasi Kompetensi Dasar dan konsep
yang dapat dikembangkan dengan pendekatan PBL.
2)Mendesain pendekatan PBL yang dilengkapi dengan Rencana Pembelajaran,
sumber belajar dan medianya.
3)Menyusun instrumen berupa tes yang akan digunakan sebagai pretest dan posttest,
untuk menguji kemampuan penalaran induktif matematis siswa menggunakan tes
tertulis berupa uraian (terbuka), kemudian diuji validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran serta daya pembedanya.
4)Peneliti melakukan persiapan pembelajaran bersama guru dengan berdiskusi,
simulasi, untuk memperlancar pelaksanaan pendekatan Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBL).
b)Tahap Pelaksanaan
1)Melakukan pretest untuk mengetahui pengetahuan awal siswa.
2)Pemberian pretest untuk mengetahui penalaran induktif matematis siswa yang
dimiliki siswa sebelum perlakuan dilaksanakan.
3)Melaksanakan penelitian, yakni penerapan model pendekartan PBL pada kelas
eksperimen. Pada kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan dengan pembelajaran
non pendekatan PBL yaitu dengan mengunakan pembelajaran konvensional
(ceramah dan Tanya jawab).
4)Melaksanakan tes akhir untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran
Alur penelitian yang dilaksanakan, digambarkan seperti di bawah ini,
Studi pendahuluan
Identifikasi Masalah
Kajian Literatur
Penyusunan Proposal
Pembuatan Instrumen RPP/Angket/Paper test/lembar observasi
Diskusi dan Melatih Guru
Uji Coba Instrumen
Tes Awal
Kelas Eksperimen/ penerapan Pembelajaran
pendekatan PBL
Kelas Kontrol/ Penerapan Pembelajaran
konvensional
Tes Akhir
Analisis data dan pembahasan
Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen. Metode
penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang peningkatan
kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelas VI SD dengan menggunakan
pendekatan problem-based learning pada pembelajaran metematika.
D. Definisi Operasional
Menurut Azwar (1996) definisi operasional merupakan suatu definisi mengenai
variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik variabel tersebut yang diamati.
Definisi operasional dapat dirumuskan berdasarkan proses apa yang harus dilakukan
agar variabel yang didefinisikan itu terjadi. Agar tidak terjadi salah penafsiran atau
pengertian, maka diperlukan penjelasan dari komponen-komponen yang terdapat
dalam penelitian ini, penjelasan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Penalaran matematik menurut Mullis dalam Suryadi (2012: 22-23) yaitu suatu
tahapan berpikir matematik tingkat tinggi yang mencakup kemampuan
menemukan konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi, sintesis,
pemecahan masalah tidak rutin, dan jastifikasi atau pembuktian. Penalaran induktif
matematis adalah merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas
berfikir matematik untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasar pada beberapa pernyataan
khusus yang diketahui benar atau kemampuan yang harus dukuasai siswa untuk
menarik sebuah kesimpulan berdasarkan sejumlah kasus atau beberapa contoh
2. Menurut Herman (2006: 59) Problem-based learning (pembelajaran berbasis
masalah) mengubah pandangan proses belajar mengajar dari guru mengajar ke
siswa belajar. Dalam pengajaran tradisional, siswa menganggap guru adalah ahli
dalam segala hal atau sebagai sumber pengetahuan. Dalam pembelajaran berbasis
masalah siswa dituntut untuk bekerja secara cooperative dan menjadi bagian dari
kelompok (cooperative learning). Kunci keberhasilan PBL terletak pada
kemampuan dan kemauan siswa untuk bekerja secara efektif dalam memecahkan
masalah. Dalam pembelajaran kelomppok kecil ini, siswa didorong untuk dapat
bekerja secara cooperatif, mengkondisikan pikiran dan usahanya untuk
menyelesaikan tugas kelompok. Keuntungan yang dapat diperoleh dari
pembelajaran seperti ini dapat dirasakan oleh siswa yang berkemampuan tinggi
maupun siswa yang berkemampuan kurang. Siswa yang berkemampuan tinggi
dapat bertindak sebagai tutor bagi siswa yang berkemampuan kurang. Siswa
kelompok atas ini kemampuannya menjadi lebih baik dan lengkap karena ia harus
mengkomunikasikannya dengan baik kepada teman sendiri.
Moffit dalam Depdiknas (Rusman, 2011: 241) mengemukakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatau konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
E.Intrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk menjaring dan mengumpulkan data yang
dibutuhkan dalam penelitian. Instrumen juga digunakan sebagai alat yang digunakan
untuk mengukur variabel yang diteliti (Sugiyono, 2012). Untuk itu instrumen harus
diujikan dahulu validitas, reliabilitasnya di sekolah lain.
Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Instrumen tes digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran induktif pada
materi pembelajaran dengan pendekatan PBL, yang diberikan sebelum perlakuan
(pretest) dan setelah perlakuan (posttest).
Soal tes diberikan secara tertulis dalam bentuk uraian karena berkaitan dengan
berfikir matematis kategori tingkat tinggi yaitu kemampuan penalaran induktif
matematis dalam matematika. Hal ini sesuai dengan Freankel dan Waleen (Suryadi,
2005) yang menyatakan bahwa tes uraian cocok untuk mengukur higher level
learning outcomes. Selain itu dipilih soal bentuk uraian untuk menghindari unsur
tebakan.
Tes kemampuan penalaran induktif matematis oleh penulis dengan
langkah-langkah pengembangan sebagai berikut:
a) Menyusun kisi-kisi yang memuat dan sesuai dengan bahan ajar penalaran induktif
matematis, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,nomor soal, dan bobot
nilai.
b)Menyusun soal tes berdasarkan kisi-kisi serta membuat alternatif kunci
jawabannya.
c) Menilai validasi isi soal, validasi konstruk dan kebenaran kunci jawaban.
d)Mempertimbangkan keterbacaan soal, apakah soal-soal tersebut dapat dipahami
atau tidak.
e) Menguji coba soal tes yang dilanjutkan dengan menghitung validasi, reabilitasi,
tingkat kesukaran, dan daya pembeda.
2)Lembar Observasi
Observasi merupakan suatu kegiatan memusatkan perhatian terhadap suatu objek
dengan menggunakan alat penglihatan, penciuman, pendengaran, dan bila perlu
perabaan, dan pengecapan (Arikunto, 2002: 220). Lembar observasi digunakan untuk
pengamatan langsung, mencatat perilaku dan kegiatan yang terjadi pada kelas
eksperimen. Karena indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan untuk
3) Angket Skala Sikap Siswa
Pada skala sikap dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap sikap siswa
yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa melalui pendekatan PBL. Rubik yang
di buat adalah kesediaan siswa untuk memberikan pendapat atau sikap siswa terhadap
pertanyaan-pertanyaan baik positif maupun negatif.
Pada skala sikap ini terdiri dari 20 pertanyaan yang harus direspon siswa
memiliki pilihan jawaban: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS). Skala sikap ini diberikan pada kelas eksperimen setelah
pembelajaran dan postes selesai. Kisi-kisi dan dan instrumen angket skala sikap
terhadap Pembelajaran Berbasisi Masalah dapat dilihat dalam lampiran A
4) Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasi langsung dari sumbernya ( Buchari, 2010 : 102 ) wawancara
digunakan untuk mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta
jumlah respondennya sedikit. Wawancara ini dilakukan pula dengan guru mengenai
kegiatan pembelajaran matematika dengan metode-metode tertentu pada tahap ini
peneliti melakukan wawancara dengan guru yang mengajar matematika di kelas VI.
Dengan adanya wawancara ini, peneliti mengetahui latar belakang pendidikan,
pengalaman mengajar, metode-metode yang dilakukan saat mengajar matematika.
Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas VI yang tujuannya untuk
mengetahui minat mereka terhadap pelajaran matematika, cara guru mengajarkan
matematika, dan sikap siswa dalam pelajaran matematika.
F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Pengujian Validitas Tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan dan
instrumen itu valid maka alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu
dikatakan valid dan bisa digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Validitas setiap butir soal yang digunakan dalam penelitian diuji dengan
menggunakan korelasi Pearson Product Moment dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
Menghitung Harga Korelasi
= −
2– 2 2 – 2
Dimana :
: Koefisien korelasi
n : Jumlah responden
Y : Jumlah skor total seluruh system
X : Jumlah skor tiap item
Menghitung harga
= −2 1− 2
Mencari
Kaidah keputusan adalah :
Jika
t
hitung >t
tabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakanadalah valid
Jika
t
hitung <t
tabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakanadalah tidak valid
Instrumen atau alat tes yang diuji validitasnya dalam penelitian ini adalah soal
esai sebagai alat ukur untuk melihat kemampuan penalaran induktifnya matematis
siswa.
Setelah dilakukan uji coba terhadap instrumen soal dalam bentuk esai untuk
yang valid dan tidak valid . prosentase soal yang valid dan tidak valid berdasarkan
analisis validitas dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 3.2
Hasil Perhitungan Persentase Alat Ukur Kemampuan Penalaran Induktif Matematis
Tingkat
validitas No. Soal
Jumlah
Total %
Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 7 100
Tidak
Valid 0 0 0
Jumlah 7 100
Dari tabel 3.2 dapat diketahui bahwa dari 7 item soal yang diujicobakan
diperoleh soal yang valid sebanyak 7 soal atau sekitar 100 persen dari seluruh soal.
Berdasarkan uji validitas soal esai dapat disimpulkan bahwa soal yang dapat
digunakan sebagai alat pengumpul data adalah soal yang valid, berarti dalam
penelitian ini soal esai yang digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran
induktif matematis siswa yaitu semua soal.
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Singarimbun (1995) menyatakan, reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur atau instrumen penelitian dapat dipercaya atau
diandalkan dalam kegiatan pengumpulan data. Jika suatu alat ukur atau instrumen
penelitian dapat digunakan dua kali atau mengukur gejala yang sama dengan hasil
pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat ukur atau instrumen tersebut
reliabel.
Sudjana (2008), suatu tes dikatakan reliabel atau ajeg apabila beberapa kali
pengujian menunjukkan hasil relative sama, Akdon (2008), reliabilitas soal dihitung
dengan menggunakan metode pembelajaran ganjil genap. Adapun
b)Menghitung korelasi Pearson Produck Moment, dengan rumus :
= . −
. 2− 2 . 2− ²
c) Menghitung reliabilitas seluruh tes dengan dengan rumus Spearmen Brown,
sebagai berikut :
11=2. 1+
Keterangan :
11 : reliabilitas tes secara keseluruhan
: reliabilitas separuh tes
d)Menentukan
r
tabele) Membuat keputusan dengan membandingkan
r
hitung denganr
tabel dengankeputusan sebagai berikut :
Jika
r
hitung >r
tabel berarti reliabel Jika
r
hitung <r
tabel berarti tidak reliabelDalam penelitian ini alat tes atau instrumen yang akan digunakan adalah soal esai
untuk melihat kemampuan penalaran induktif matematis siswa secara kognitif.
Sebelum alat ini digunakan untuk pengambilan data maka terlebih dahulu di uji coba
untuk melihat tingkat reliabilitasnya, sehingga dapat dilihat mana soal yang
mempunyai reliabilitas yang tinggi. Setelah dilakukan uji reliabilitas maka dapat
dilihat dalam tabel berikut persentase soal yang reliabel dan tidak reliabel.
Tabel 3.3
Presentasi Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif matematis
Tingkat
Reliabilitas No. Soal Jml %
Reliabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, & 7 7 100
Reliabel
Jumlah 7 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa diantara 7 soal yang diuji
cobakan ternyata seluruh soal reliabel atau sekitar 100 % . Berdasarkan data tersebut
dapat disimpulkan bahwa soal yang reliabel akan digunakan untuk mengambil data
guna melihat tingkat kemampuan penalaran induktif matematis siswa
1. Perangkat Pembelajaran Model Pendekatan Problem-Based Learning (PBL)
Perangkat pembelajaran terdiri dari Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang dibuat dan dikembangkan berdasarkan pada tahapan pendekatan Problem-Based
Learning (PBL), bahan ajar yang disusun mengintegrasikan penalaran induktif
matematis pada materi bangun ruang prisma tegak segitiga dan bangun ruang tabung,
yang terdapat di Lembar Kerja siswa (LKS) sebagai sarana penunjang dalam proses
pembelajaran. Untuk lebih jelasnya deskrMatematikai mengenai RPP dapat dilihat
pada lampiran dan LKS dapat dilihat pada lampiran
1. Tes Penalaran Induktif matematis
Tes ini dibuat dalam bentuk esai sebanyak 7 butir soal. Setiap butir soal yang
dibuat diintegrasikan pada sub indikator penalaran induktif matematis yang
bermuatan materi matematika. Sub indikator penalaran induktif matematis yang
diukur sebanyak empat buah yaitu: 1). Melakukan penarikan kesimpulan, menyusun
bukti, dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi. 2). Menentukan kesimpulan
dari suatu argumen. 3). Menyelesaikan soal-soal matematika dengan mengikuti
argumen-argumen logis dan dapat menarik kesimpulan. 4). Menyelesaikan soal-soal
matematika dengan mengikuti argumen-argumen logis dan dapat menarik kesimpulan
2. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan sebagai pedoman untuk melihat aktivitas
keterlaksanaan pembelajaran bagi guru dan mengetahui proses selama pembelajaran
observasi diperoleh melalui pengisian lembar pedoman observasi dengan memberi
tanda ceklis oleh observer.
3. Angket
Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa
terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
Problem-Based Learning (PBL). Angket dibuat dalam skala likter, setiap siswa diminta untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan memilih salah satu jawaban sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) yanmg disediakan
dengan cara memberi tanda ceklis.
4. Lembar Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh
informasi langsung dari sumbernya ( Buchari, 2010 : 102 ) wawancara digunakan
untuk mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah
respondennya sedikit. Wawancara ini dilakukan pula dengan guru mengenai kegiatan
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Problem-Based
Learning (PBL). Pada tahap ini peneliti melakukan wawancara dengan guru yang
mengajar matematika di kelas VI. Dengan adanya wawancara ini, peneliti mengetahui
latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, metode-metode yang dilakukan
saat mengajar matematika. Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas
VI yang tujuannya untuk mengetahui minat mereka terhadap pelajaran matematika,
cara guru mengajarkan matematika, dan sikap siswa dalam pelajaran matematika.
Setelah proses perhitungan hasil uji coba instrumen dengan menggunakan
software Anatest Versi 4 dalam penelitian ini ditapsirkan dan diinterpretasikan
mengikuti interpretasi Arikunto (2008), yang dapat disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Korelasi Relibialitas
Interval Reliabilitas
0,20 ≤ r ≤ 0,40
Rekapitulasi hasil pengolahan uji instrumen tes kemampuan penalaran
induktif matematis dengan menggunakan Anates Versi 4 dapat disajikan sebagai
berikut :
Tabel 3.7
Rata-rata: 12,12 Reliabilitas Tes: 0,84
Butir soal: 7 Jumlah sabjek: 33
No Soal
Validitas Tingkat Kesukaran
Daya Pembeda Keputusan
1 Valid Sedang Baik Dipakai
2 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai
3 Valid Mudah Baik Dipakai
4 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai
5 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai
6 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai
7 Valid Sedang Baik Dipakai
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 3.7 , dari jumlah soal kemampuan
penalaran induktif matematis sebanyak 7 soal, yang dipakai adalah semua soal.
Pertimbangan dalam pemilihan soal tersebut didasarkan pada sub indikator
kemampuan penalaran induktif matematis.
G. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang mendukung penelitian, maka peneliti meyusun
dan menyiapkan empat teknik pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan
penelitian, sebagai berikut :
1) Tes
Dalam penelitian ini tes yang diberikan adalah tes intelegensi. Tes tersebut
merupakan tes tertulis yang diberikan kepada siswa di kelas eksperimen dan siswa di
kelas kontrol sebelum dan sesudah pelaksanaan proses pembelajaran matematika.
Tujuan diberikannya tes sebelum pelaksanaan pembelajaran yaitu mengukur sejauh
mana pengetahuan awal siswa mengenai konsep yang akan diajarkan. Sedangkan
diberikannya tes sesudah pelaksanaan pembelajaran yaitu mengukur hasil belajar
setelah mendapat materi pelajaran.
Obesrvasi digunakan sebagai teknik yang kedua dengan melakukan
pengamatan terhadap perilku atau sikap manusia yaitu untuk melihat pelaksanaan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sugiyono ( 2011 : 203 ) menyatakan bahwa
observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku, proses kerja,
gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Menurut Buchari (
2010 : 104 ) mengatakan bahwa observasi merupakan pengamatan secara langsung ke
objek penelitian untuk melihat lebih dekat kegiatan yang dilakukan karena objek
penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam ( kejadian-kejadian
yang ada di alam sekitar ), proses kerja dan penggunaan respondennya kecil maka
observasi tepat digunakan sebagai alat ukurnya.
3) Angket
Angket ( Questionnaire ) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang
lain bersedia memberikan respons ( responden) sesuai dengan permintaan pengguna
(Riduawan, 2003: 52-53). Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
skala likert yang bertujuan untuk mengukur keterampilan sosial siswa.
4) Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasi langsung dari sumbernya ( Buchari, 2010 : 102 ) wawancara
digunakan untuk mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta
jumlah respondennya sedikit. Wawancara ini dilakukan pula dengan guru mengenai
kegiatan pembelajaran matematika dengan metode-metode tertentu pada tahap ini
peneliti melakukan wawancara dengan guru yang mengajar matematika di kelas VI.
Dengan adanya wawancara ini, peneliti mengetahui latar belakang pendidikan,
pengalaman mengajar, metode-metode yang dilakukan saat mengajar matematika.
Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas VI yang tujuannya untuk
mengetahui minat mereka terhadap pelajaran matematika, cara guru mengajarkan
H. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan, selanjutnya data diolah dan
dianalisis melalui tahapan sebagai berikut:
1. Pengolahan data hasil tes kemampuan penalaran induktif matematis. Pengelompokan siswa
Pengelompokan dilakukan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan
penalaran induktif matematis yang terjadi pada siswa berbeda menurut kategori yaitu:
kelompok tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan ini dilakukan menurut
kemampuan matematis siswa dari materi sebelumnya atau hasil rata-rata ujian blok
siswa.
Untuk menentukan jumlah siswa yang berada pada masing-masing kelompok,
maka digunakan pedoman Arikunto (2007:264) yang menggunakan rerata kelas dan
simpangan baku:
1) Bila rerata nilai UTS siswa berada pada interval lebih dari atau sama dengan + S, maka siswa dikelompokan dalam kelompok atas.
2) Bila rerata nilai UTS siswa berada pada interval - S sampai + S maka siswa
dikelompokan dalam kelompok sedang.
3) Bila rerata nilai UTS siswa berada pada interval kurang dari atau sama dengan
- S maka siswa dikelompokan dalam kelompok bawah.
Analisis data dilakukan dalam rangka mengungkap pendekatan Problem-Based
Learning terhadap peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis yang
dilakukan oleh siswa. Analisis data mengikuti cara Miles dan Huberman (Sugiyono,
2012) yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data, dan
verifikasi/menggambarkan data. Analisis data dilakukan secara manual dengan
mengerjakan perkalian. Data hasil wawancara dan dokumen pun dikelompokkan
berdasarkan cara mengerjakan soal penalaran induktif matematis. Langkah berikutnya
adalah menyalin data tersebut dan menyimpulkan /menggambarkan.
Data hasil analisis berupa arah dan pola Problem-Based learning terhadap
peningkatan penalaran induktif matematis tersebut kemudian dikaji hubungan antar
kelompok, kemudian dikaji pula hubungan dengan literatur. Bahkan jika
memungkinkan bisa menentukan pendekatan Problem-Based Learning bisa
meningkatkan penalaran induktif matematis yang efektif untuk kompetensi
berikutnya.
Adapun untuk pengolahan data hasil tes, diolah melalui tahapan berikut:
a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem
penskoran yang digunakan.
b. Membuat tabel yang berisikan skor tes kemampuan penalaran induktif matematis
siswa kelas eksperimen dan kelass kontrol.
c. Peningkatan kompotensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung
dengan rumus g faktor (N-Gain) dengan rumus:
=�� −�−� (Hake dalam Meltzer, 2002)
Keterangan:
Spost = skor postes
Spre = skor pretes
Smaks = skor maksimal
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi dari Hake dalam Meltzer yaitu:
Besar Gain Interpretasi
G > 0,70 Tinggi
0,30 < g ≤ 0,70 Sedang
g ≤ 0,30 Rendah
d. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal
atau tidak dengan menggunakan uji normalitas distribusi data hasil kemampuan
penalaran induktif matematis siswa dilakukan dengan persamaan (Sugiyono,
2011: 241)
( )2 = Σ −
Dimana fo : frekuensi observasi dan fe : frekuensi ekspektasi ( yang diharapkan )
Data dikatakan berdistribusi normal jika 2 ˂ 2
Sedangkan uji statistiknya menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov, dan
perhitungannya menggunakan perangkat lunak SPSS-16 for window.
e. Melakukan uji homogenitas untuk mengetahui tingkat kehomogenan distribusi
data tes atau untuk mengetahui beberapa varians sama atau tidak. Uji homogenitas
distribusi data dengan menggunakan persamaan sebagi berikut (Sugiyono,
2011:276 )
F = �2
�2
Data dikatakan homogeny bila � ˂�
Dan perhitungannya dengan menggunakan uji statistik levene dengan bantuan
perangkat lunak SPSS-16 for window.
Uji kesamaan rerata dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan yaitu nilai
rata-rata pretest siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok
kontrol. Dan menguji hipotesis perbedaan peningkatan penalaran induktif
matematis di tiga kelompok siswa (kelompok tinggi, sedang, dan rendah) pada
kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol dengan uji kesamaan
rata-rata untuk g
Dengan asumsi kedua varians sama
t = −
1
+1
dengan derajat kebebasan nx + ny – 2
sp = −1 2+ −1 ² + −2
dimana nx = besar sampel pertama
ny = besar sampel kedua
Dengan asumsi kedua varians tidak sama besar
t = −
²
+ ²
Selanjutnya pengolahan data dengan menggunakan program SPSS for Windows
16 sebelum uji hipotesis sebagaimana disebutkan di atas terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas data homogenitas data. Uji normalitas data dimaksudkan untuk
mengetahui distribusi atau sebaran skor data hasil belajar kognitif dan keterampilan
sosial siswa pada kedua kelas penelitian. Dalam uji normalitas data menggunakan one
sample kolmogorov- smirnov tes. Uji homogenitas data dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya kesamaan varians pada kedua kelas. Uji homogenitas
dilakukan dengan menggunakan One Way Anova. Kemudian dilakukan uji –t . uji
kesamaan dua rerata ( Uji –t ). Dipakai untuk membandingkan perbedaan dua rerata.
Apabila bila data tidak berdistribusi normal maka diuji non parametrik yaitu
2. Pengolahan Data Kualitatif a. Angket skala sikap siswa
Angket diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Presentase alternatif jawaban = X 100%
Teknik yang digunakan untuk penyekoran angket menurut Suherman (2003: 190)
sebagai berikut:
1) Untuk pernyataan yang positif (favorable), jawaban: SS diberi skor 4, S diberi skor
3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.
2) Untuk pernyataan yang negatif (unfavorable), jawaban: SS diberi skor 1, S diberi
skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4.
Data angket yan diperoleh, dihitung dan ditabulasi yang selanjutnya
diinterpretasikan ke dalam kalimat berdasarkan jumlah persentase jawaban sangat
setuju (SS + S). Menurut Hendro (Maulana, 2002: 23), klasifikasi interpretasi
perhitungan persentase setiap katagori seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.9
Klasifikasi Interpretasi Persentase Angket
Besar Presentase Interpretasi
0 % Tidak ada
1 % - 25 % Sebagian kecil
26 % - 49 % Hampir setengahnya
50 % Setengahnya
51 % - 75 % Sebagian besar
76 % - 75 % Pada umumnya
b. Menganalisis data hasil observasi
Menganalisis data hasil observasi dilakukan dengan mengelompokan pernyataan
positif (jawaban ya) dan pernyataan negatif (jawaban tidak). Kemudian menghitung
persentasenya dengan rumus:
P = X 100% Keterangan: P = presentase jawaban
F = jumlah jenis komentar
N = jumlah pernyataan
c. Menganalisis hasil wawancara
Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara ditulis dan diringkas
berdasarkan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini. Data ini dapat
memperkuat hasil temuan dari hasil pengolahan nilai tes dan angket siswa dengan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem-based learning lebih
baik bila dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
Persentase siswa yang tuntas belajar dengan menggunakan pendekatan
problem-based learning lebih tinggi dari siswa yang pembelajarannya secara
konvensional.
2.Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang
menggunakan pendekatan problem-based learning secara signifikan lebih baik
dari pada kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran berbasis masalah, peningkatan
kemampuan penalaran induktif matematis pada siswa kelompok eksperimen
lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis
siswa kelompok konntrol.
3.Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang
menggunakan pendekatan problem-based learning secara signifikan lebih baik
menunjukan perbedaan diantara siswa pada kelompok atas, sedang, dan bawah.
Peningkatan yang paling tinggi diperoleh siswa pada kelompok atas dan paling
rendah siswa pada kelompok bawah.
4. Sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan
problem-based learning/ pembelajaran berbasis masalah menunjukan respon yang
positif. Dengan kata lain, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
problem-based learning dapat meningkatkan sikap positif terhadap
positif terhadap pembentukan sikap positif siswa terhadap pembelajaran
matematika.
B. Saran
Ada beberapa rekomendasi yang penulis kemukakan sehubungan dengan
penelitian ini:
1. Penggunaan pendekatan Problem-Based Learning dalam pembelajaran
matematika dapat disajikan sebagai alternatif pembelajaran yang efektif dalam
upaya meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa. Dengan
menggunakan pendekatan Problem-Based Learning kemampuan penalaran
induktif matematis siswa dapat meningkat dengan baik dibandingkan dengan
menggunakan pembelajaran konvensional. Namun agar dapat mencapai hasil
yang optimal maka persiapan guru memegang peranan yang sangat penting,
mulai dari persiapan membuat lembar kerja siswa, memilih dan menemukan
masalah sampai kepada pelaksanaan dalam kelas.
2. Oleh karena masalah menjadi titik tolak pembelajaran dalam kelas untuk
kemudian dicari penyelesaiannya oleh siswa, maka disarankan agar guru dapat
mengkonstruksi dan memilih masalah yang relevan; dengan dengan keseharian
siswa, menantang dan bersifat non rutin.
3. Dalam mengimplementasikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
Problem-Based Learning/ pembelajaran berbasis masalah, hal-hal penting yang
perlu diperhatikan guru adalah: (1) guru harus kreatif dan cermat dalam
memilih masalah yang cocok untuk mempresentasikan sebuah konsep; (2) guru
seyogyanya memberikan arahan dan pertanyaan yang tepat untuk membimbing
siswanya memberikan petunjuk yang tepat yang merepresentasikan penguasaan
konsepnya; (3) bantuan yang diberikan guru hendaknya seminimal mungkin
dan tidak perlu terburu-buru diberikan agar perkembangan kecakapan potensial
siswa dapat berkembang lebih optimal.
4. Kemungkinan adanya kendala-kendala pelaksanaan pembelajaran berbasis
masalah pada awal pelajaran perlu diantisipasi oleh guru. Siswa tidak terbiasa
dalam keberhasilan proses pembelajaran. Selain itu pengetahuan awal siswa
twrhadap materi prasyarat memiliki perang yang besar terhadap kemampuan
siswa dalam menguasai konsep, untuk itu sebelum konsep baru disajikan
hendaknya terlebih dahulu dilakukan penguatan konsep prasyarat siswa melalui
teknik scaffolding yang dapat membantu siswa memperjelas pemikirannya.
Oleh karena itu, disarankan agar guru membantu siswa mengatasi masalah
menggunakan teknik scaffolding. Namun intervensi yang diberikan guru bukan
dalam bentuk akhir melainkan petunjuk-petunjuk yang menghubungkan
pengetahuan awal siswa dengan masalah yang dihadapi sehingga menemukan
penyelesaiannya. Kendala yang lainnya yaitu memerlukan waktu yang cukup,
oleh karena itu guru hendaklah bisa mengefektifkan waktu yang maksimal.
5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan bagaimana membantu siswa yang termasuk
slow learner, sehingga perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif
matematis diantara ketiga kelompok siswa tidak terlalu jauh sehubungan
dengan penggunaan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dalam
penelitian ini, kemampuan matematik yang dikembangkan menggunakan
pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah kemampuan penalaran
induktif matematis, maka hendaknya ada peneliti lain yang mencoba
menerapkan pembelajaran tersebut dalam upaya meningkatkan kemampuan
matematik lainnya, misalnya kemampuan berfikir kritis dan kreatif.
6. Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI Sekolah Dasar,
sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang sama, tetapi pada tingkat
yang berbeda, misalnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Akdon, H. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian Untuk Administrasi dan Managemen. Bandung: Dewa Ruchi.
Alamsyah, (2000). Suatu Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis PPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Arikunto, S.(2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
BNSP. (2006). Draf Pasal Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan Untuk Kompetensi Mata Pelajaran Matematik Sekolah Menengah Perttama dan BSNP (2006). Jakarta: Depdiknas.
Dahar,R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Airlangga.
Dahar,R.W. (1998). Teori-teori Belajar. Jakarta: Airlangga.
Dahlan, J . A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman. Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan
Dasari. D. (2003). Pengembangan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Berbasis Masalah Sebagai Upaya Menumbuhkembangkan Kemampuan Matematika Tingkat Tinggi Dalam Implementasi Kurikulum SLTP Berbasis Kompetensi. Proposal Hibah Panduan.
Depdiknas. (2000). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta.
Depdiknas, Pusat Kurikulum, Balitbang. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta
Fogarty, R. (1997). Problem-Based Learning and Other Curricullum Models For the Multiple Intellegences Classroom. Arlinton Heights, Illionis: Sky Light.
Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Ibrahim, M & Mohamad N (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana Unesa, Unipersity Press.
Jacob, C. (2000). Matematika Sebagai Penalaran, Suatu Upaya Meningkatkan Kreativitas Berfikir. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Pendidikan Matematika Pada Pendidikan Dasar Jurusan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Malang: 18 November 2000.
Juandi. (2006). Meningkatkan Daya Matematik Mahasiswa Calon Guru Matematik Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Desertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Kanbolah. K. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdikbud.
Maulana. (2007). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikit Kritis Mahasiswa PGSD. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Meltzer, D.E. (2002). Addendumto: The Relationship Between Matematics Preparetion and Conceptual Learning Gain in Physics: A Posibble “Hidden
Variable” in Diagnostics Pretes Score. (Online). Tersedia:
http://www.physics.iastate.edu/per.docs/sddendum_on_normalilizet_gain. (9 oktobern2006)
Mulyasa. E. (2011). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Satuan Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Musbeh, Masnur. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.
NCTM. (1989). Assesment StandarsnFor School Matematichs America The Nanon Counsil Of The Teacher Of Matematich. Inc.
NCTM. (2000). Princip And Standars For School Matematics. Reston: Virginia.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Rusefendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Mengajar Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
Slavin. R.E. (1994). Educaton Psycology Theory Duo Prances. Edisi 4: Alan dan Braccon: Bosco.
Soekadijo, G, R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif.
Jakarta: Gramedia.
Suhendi, (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA Melalui Problem-Center Learning. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Suriasumantri, J. S. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Sinar Harapan
Sukasno. (2002). Model Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Geometri. Tesis pada PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa unsur Proses Belajar Mengajar. Desertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan - Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: tidak dipublikasikan.
Suryadi. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berfikir Matematis. Rizqi Press.
Matematika Siswa SLTP Negeri di Kota Bandung. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.