• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Dian Rahmawati BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Dian Rahmawati BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Toilet Training

1. Pengertian Toilet Training

Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu

mengontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) (Hidayat,

2008). Toilet training merupakan proses pengajaran untuk mengontrol

BAB dan BAK secara benar dan teratur. Berdasarkan pengertian di atas

maka toilet training adalah sebuah usaha pembiasaan mengontrol BAB

dan BAK secara benar dan teratur.

Latihan BAB dan BAK termasuk dalam perkembangan

psikomotorik karena latihan tersebut membutuhkan kematangan otot-otot

pada daerah pembuangan kotoran (anus dan saluran kemih). Latihan

tersebut hendaknya dimulai pada waktu anak berusia 15 bulan dan kurang

bijaksana bila anak pada usia kurang dari 15 bulan dilatih karena dapat

menimbulkan pengalaman-pengalaman traumatik. Toilet training

merupakan latihan moral yang pertama kali diterima anak dan sangat

berpengaruh pada perkembangan moral anak selanjutnya (Suherman,

(2)

2. Tahapan Toilet Training

Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa

tahapan seperti membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang

air dengan membiasakan anak masuk ke dalam WC anak akan lebih cepat

adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk di toilet mekipun dengan

pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Lakukan

secara rutin kepada anak ketika anak terlihat ingin buang air.

Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu-waktu tertentu setiap

hari terutama 20 menit setelah bangun tidur dan setelah makan, ini

bertujuan agar anak dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak

sesekali enkopresis (mengompol) dalam masa toilet training itu

merupakan hal yang normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet

training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan

menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan dengan baik

(Pambudi, 2006).

Prinsip dalam melaksanakan toilet training ada 3 langkah yaitu

melihat kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu

sendiri :

a. Melihat kesiapan anak

Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah

kapan waktu yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training.

(3)

toilet training karena setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal

fisik dan proses biologisnya. Orang tua harus mengetahui kapan waktu

yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan benar. Para ahli

menganjurkan untuk melihat beberapa tanda kesiapan anak itu sendiri,

anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalankan

toilet training. Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus

memulai proses toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan

tanda kesiapan toilet training. Hal ini untuk mencegah terjadinya

beberapa hal yang tidak diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua

atau anak trauma melihat toilet.

b. Persiapan dan perencanaan

Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan

toilet training yaitu :

1. Gunakan istilah yang mudah dimengerti oleh anak yang

menunjukkan perilaku BAB dan BAK.

2. Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak

sebab pada usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua.

3. Orang tua hendaknya segera mungkin mengganti celana anak

apabila basah karena enkopresis (mengompol) atau terkena

kotoran, sehingga anak akan merasa risih bila memakai celana

(4)

4. Orang tua meminta pada anak untuk memberitahu atau

menunjukkan bahasa tubuhnya apabila anak ingin BAB atau BAK

dan bila anak mampu mengendalikan dorongan buang air maka

jangan lupa berikan pujian pada anak (Zaivera, 2008).

c. Toilet training

Ketika orang tua sudah melakukan 2 langkah di atas maka

masuk ke langkah selanjutnya yaitu toilet training. Proses toilet

training ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu :

a) Membuat jadwal untuk anak

Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika

orang tua tahu dengan tepat kapan anaknya bisa BAB atau BAK.

Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali dalam sehari untuk

melatih anak yaitu pagi, siang, sore, dan malam bila orang tua

tidak mengetahui jadwal yang pasti BAB atau BAK anak.

b) Melatih anak untuk duduk di pispotnya

Orang tua sebaiknya tidak menumpuk impian bahwa anak

akan segera menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan

buang air di situ. Awalnya anak dibiasakan dulu untuk duduk di

pispotnya dan ceritakan padanya bahwa pispot itu digunakan

sebagai tempat membuang kotoran. Orang tua bisa memulai

memberikan rewardnya ketika anak bisa duduk di pispotnya

(5)

pispotnya untuk BAK maka reward yang diberikan oleh orang tua

harus lebih bermakna daripada yang sebelumnya.

c) Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan

yang diperlihatkan oleh anak

Misalnya anak hari ini pukul 09.00 pagi anak BAK di

popoknya maka esok harinya orang tua sebaiknya membawa anak

ke pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang tua melihat bahwa

beberapa jam setelah BAK yang terakhir anak tetap kering,

bawalah anak ke pispot untuk BAK. Hal yang terpenting adalah

orang tua harus menjadi pihak yang pro aktif membawa anak ke

pispotnya jangan terlalu berharap anak akan langsung mengatakan

pada orang tua ketika anak ingin BAB atau BAK.

d) Buatlah bagan untuk anak supaya anak bisa melihat sejauh mana

kemajuan yang bisa dicapainya dengan stiker yang lucu dan

warna-warni, orang tua bisa meminta anaknya untuk

menempelkan stiker tersebut di bagan itu. Anak akan tahu bahwa

sudah banyak kemajuan yang anak buat dan orang tua bisa

mengatakan padanya orang tua bangga dengan usaha yang telah

dilakukan anak (Sears, dkk, 2006).

Berdasarkan dari uraian tentang tahapan melatih toilet

training, orang tua selayaknya melihat kesiapan anak untuk toilet

(6)

agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan orang tua dapat

memperhatikan penggunaan toilet untuk menarik perhatian anak

terhadap toilet. Meminta pada anak untuk memberitahukan bahasa

tubuhnya apabila anak ingin buang air. Bila anak berhasil

melakukan buang air dengan benar berikan pujian pada anak.

3. Hal- hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training

Menurut Hidayat (2005), hal-hal yang harus diperhatikan dalam

toilet training adalah sebagai berikut:

a. Hindari pemakaian popok sekali pakai

b. Ajari anak untuk mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan

buang air kecil dan buang air besar

c. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci

tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur

d. Jangan marahi anak saat anak melakukan toilet training

4. Cara yang Dilakukan Oleh Orang Tua Dalam Melatih Anak Untuk

Toilet Training

Menurut Hidayat (2008) banyak cara yang dapat dilakukan oleh

orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan buang air kecil

(7)

a. Teknik lisan

Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara

memberikan instruksi dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang

air besar atau kecil. Cara ini kadang-kadang hal biasa yang dilakukan

pada orang tua, akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik lisan

ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan

rangsangan untuk buang air kecil atau buang air besar, dengan lisan

ini persiapan psikologi pada anak akan semakin matang dan akhirnya

anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil.

b. Teknik modeling

Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan

buang air kecil dan buang air besar dengan cara meniru untuk buang

air kecil dan buang air besar atau memberi contoh. Dampak yang

jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan salah

akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan yang salah.

5. Dampak Latihan Toilet Training

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training

seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada

anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak yang cenderung

bersifat retentive dan keras kepala. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua

(8)

anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan

dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian

eksprensif, lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara,

emosional, dan seenaknya melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat,

2008).

Berdasarkan uraian tentang dampak latihan toilet training di atas

maka toilet training pada anak usia 1 – 3 tahun mempunyai pengaruh

terhadap perkembangan selanjutnya dan kepribadian anak.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Toilet Training

Menurut Hidayat (2008) faktor yang mempengaruhi keberhasilan

program toilet training sebagai berikut :

a. Motivasi orang tua,

Orang tua akan mudah menerima dan mendorong seseorang

untuk melakukan sesuatu yang disebabkan oleh adanya keinginan

untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Dengan motivasi yang baik

untuk melakukan stimulasi toilet training, maka keberhasilan toilet

training akan terwujud. Motivasi orang tua sendiri dipengaruhi oleh

faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan

dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang yang berupa

(9)

faktor ekstrinsik yaitu berupa sarana, prasarana, dan lingkungan

(Subagyo, dkk, 2010)

b. Kesiapan anak

Kesiapan anak sendiri yaitu kesiapan fisik, psikologis, dan

intelektual:

a) Kesiapan anak secara fisik,

Indikator anak dalam kesiapan fisik adalah anak mampu

duduk atau berdiri. Pengkajian fisik yang harus diperhatikan

pada anak yang akan melakukan buang air kecil dan buang air

besar dapat meliputi kemampuan motorik kasar seperti berjalan,

duduk, meloncat dan kemampuan motorik halus seperti mampu

melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini harus mendapat

perhatian karena kemampuan untuk buang air ini lancar dan

tidaknya dapat dilihat dari kesiapan fisik sehingga ketika anak

berkeinginan untuk buang air besar dan buang air kecil sudah

mampu dan siap untuk melakukannya. Selain itu, yang harus

dikaji adalah pola buang air besar yang sudah teratur, sudah tidak

mengompol setelah tidur (Ningsih, 2012)

b) Kesiapan anak secara psikologis,

Indikator kesiapan psikologis adalah adanya rasa nyaman

sehingga anak mampu mengontrol dan konsentrasi dalam

(10)

dilakukan adalah gambaran psikologis pada anak ketika akan

melakukan buang air besar dan buang air kecil seperti anak tidak

rewel ketika akan buang air besar, anak tidak menangis sewaktu

buang air besar atau buang air kecil, ekspresi wajah menunjukan

kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak sabar dan

sudah mau ke toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa rewel atau

meninggalkannya, adanya keingintahuan kebiasaan toilet

training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi

untuk menyenangkan pada orang tuanya (Ningsih, 2012)

c) Kesiapan anak secara intelektual,

Pengkajian intelektual pada latihan buang air besar dan

buang air kecil antara lain kemampuan anak untuk mengerti

buang air besar dan buang air kecil, kemampuan

mengkomunikasikan buang air besar dan buang air kecil, anak

menyadari timbulnya buang air besar dan buang air kecil,

mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru perilaku yang

tepat seperti buang air besar dan buang air kecil pada tempatnya

serta etika dalam buang air besar dan buang air kecil (Ningsih,

(11)

B. Usia Toddler

Anak usia toddler (1 - 3 tahun) merujuk konsep periode kritis dan

plastisitas yang tinggi dalam proses tumbuh kembang maka usia satu sampai

tiga tahun sering disebut sebagai “golden period” (kesempatan emas) untuk

meningkatkan kemampuan setinggi-tingginya dan plastisitas yang tinggi

adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam waktu yang singkat, peka terhadap

stimulasi dan pengalaman fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya

dengan membentuk sinaps-sinaps serta sangat mempengaruhi periode tumbuh

kembang selanjutnya. Anak pada usia tersebut ini harus mendapatkan

perhatian yang serius dalam arti tidak hanya mendapatkan nutrisi yang

memadai saja tetapi memperhatikan juga intervensi stimulasi dini untuk

membantu anak meningkatkan potensi dengan memperoleh pengalaman yang

sesuai dengan pengalamnya (Hartanto, 2006).

Anak pada masa tersebut bersifat egosentris yaitu mempunyai sifat

kekauan yang kuat sehingga segala sesuatu itu dianggap sebagai miliknya.

Ciri-ciri anak toddler (1 - 3 tahun) berada dalam tahap pertumbuhan jasmani

yang pesat oleh karena itu mereka sangat lincah. Sediakanlah ruangan yang

cukup luas dan banyak kegiatan sebagai penyalur tenaga. Anak usia tersebut

secara mental mempunyai jangka perhatian yang singkat, suka meniru oleh

karena itu jika ada kesempatan perhatikan mereka dengan sebaik-baiknya.

Segi emosional anak usia ini mudah merasa gembira dan mudah merasa

(12)

Kembangkanlah kasih sayang dan disiplin serta memberikan pujian. Segi

sosial anak toddler (1 - 3 tahun) sedikit anti sosial. Wajar bagi mereka untuk

merasa senang bermain sendiri dari pada bermain secara berkelompok.

Berilah kesempatan untuk bermain sendiri tetapi juga tawarkan kegiatan yang

mendorongnya untuk berpartisipasi dengan anak-anak lain.

Anak usia toddler (1 - 3 tahun) mengalami tiga fase yaitu :

1. Fase otonomi dan ragu-ragu atau malu

Menurut teori Erikson (1963) dalam Riendravi (2013) dalam tahap

ini berkembangnya kemampuan anak yaitu belajar untuk makan atau

berpakaian sendiri. Apabila orang tua tidak mendukung upaya anak untuk

belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan rasa malu atau ragu

akan kemampuannya. Misalnya orang tua yang selalu memanjakan anak

dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak. Pada masa ini anak

perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang tetapi juga tegas

sehingga anak tidak mengalami kebingungan.

2. Fase anal

Menurut teori Sigmund Freud (1939) dalam Fromm (2009) pada

fase ini sudah waktunya anak dilatih untuk buang air atau toilet training

(pelatihan buang air pada tempatnya). Anak juga menunjukkan beberapa

bagian tubuhnya menyusun dua kata dan mengulang kata-kata baru.

Anak usia toddler (1 - 3 tahun) yang berada pada fase anal yang

(13)

(antikateksis) di sekitar fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan feses atau

buang air besar timbul rasa lega, nyaman, dan puas. Kepuasan ini bersifat

egosentrik artinya anak mampu mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam fase anal yaitu anak mulai

menunjukkan sifat narsitik (kecintaan pada diri sendiri) dan egosentrik

(memikirkan diri sendiri). Tugas perkembangan yang penting pada fase

anal tepatnya saat anak umur 2 tahun adalah latihan buang air (toilet

training) agar anak dapat buang air secara benar.

3. Fase praoperasional

Menurut teori Piaget (1980) dalam Nuryanti (2008) pada fase anak

perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang tetapi juga tegas

sehingga anak tidak mengalami kebingungan. Bila orang tua

mengenalkan anak maka anak akan berkembangan perasaan otonominya

sehingga anak dapat mengendalikan otot-otot dan rangsangan lingkungan.

C. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui panca indra yang meliputi indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

(14)

2. Tingkatan Pengetahuan

Kognitif atau pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo

(2007), tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif ada 6 yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall).

Dalam kaitannya pengetahuan ibu dalam upaya melatih balita untuk

mengontrol buang air kecil maupun besar serta melatih balita untuk

buang air kecil maupun besar pada tempatnya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut dengan benar. Setelah ibu

mengetahui toilet training, maka berlanjut ketahap memahami.

Kemampuan pengasuh dalam memahami toilet training, ditentukan

oleh seberapa banyak materi yang telah diingatnya mengenai

pengajaran toilet training, serta seberapa tinggi kemampuan

pengasuh balita dalam mengartikan dan memberikan makna terhadap

(15)

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

Setelah ibu mengetahui tentang toilet training diharapkan dapat

mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu

objek ke dalam komponen-komponen.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian

terhadap suatu objek atau materi.

3. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor–faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

Notoatmodjo (2007) yaitu :

a. Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang

tersebut akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga

(16)

b. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih

banyak akan memberikan pengetahuan yang jelas.

c. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang, karena informasi-informasi baru akan disaring, kira-kira

sesuai tidaknya dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.

d. Pengalaman

Pengalaman di sini berkaitan dengan umur dan pendidikan

individu, artinya, pendidikan yang tinggi, pengalaman akan luas

sedang umur bertambah tua.

e. Sosial ekonomi

Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup

disesuaikan dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut

pengetahuan yang dimiliki harus dipergunakan semaksimal mungkin,

begitupun dalam mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada,

mereka sesuaikan dengan pendapatan keluarga.

D. Pemberian Informasi Kesehatan

1. Pengertian Penyuluhan

Menurut Effendy (2001, dalam Agustian dkk., 2009), pengertian

(17)

keduanya berorientasi kepada perubahan perilaku yang diharapkan, yaitu

perilaku sehat, sehingga mempunyai kemampuan mengenal masalah

kesehatan dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam meningkatkan

kesehatannya.

Menurut Azwar (2002) dalam Agustian, dkk (2009), penyuluhan

kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara

menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak

saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu

anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.

Menurut Departemen Kesehatan (2002) dalam Agustian, dkk

(2009), penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan

kesempatan yang berlandaskan prinsip–prinsip belajar untuk mencapai

suatu keadaan, yang mana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat

secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya, dan

melakukan hal yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara

kelompok dan meminta pertolongan bila perlu.

2. Tujuan Penyuluhan

Tujuan pendidikan yang paling pokok menurut Effendy (2001)

dalam Agustian, dkk (2009) adalah:

1) Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat

(18)

serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal.

2) Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, dan kelompok

dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik,

mental, dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan

kematian.

3) Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah

perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penyuluhan

Menurut Effendy (2001) dalam Siti (2012), faktor-faktor yang

perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan penyuluhan

kesehatan adalah :

1) Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang

terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah

seseorang menerima informasi yang didapatnya.

2) Tingkat sosial ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin

(19)

3) Adat istiadat

Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru

merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita

masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh

diabaikan.

4) Kepercayaan masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan

oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul

kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi.

5) Ketersediaan waktu di masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat

aktivitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat

dalam penyuluhan.

4. Metode-metode Penyuluhan

Menurut Purnama (2013) metode-metode penyuluhan yang

dipakai dalam penyuluhan kesehatan hendaknya metode yang dapat

mengembangkan komunikasi dua arah antara yang memberikan

penyuluhan terhadap sasaran, sehingga diharapkan tingkat pemahaman

sasaran terhadap pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah

dipahami, diantaranya metode curah pendapat, diskusi, demonstrasi,

(20)

Metode yang dapat dipergunakan dalam penyuluhan kesehatan

masyarakat, dapat dikelompokkan dalam dua macam metode, yaitu:

a. Metode didaktik

Pada metode didaktik yang aktif adalah orang yang

melakukan penyuluhan kesehatan, sedangkan sasaran bersifat pasif

dan tidak diberikan kesempatan untuk ikut serta mengemukakan

pendapatnya atau mengajukan pertanyaan–pertanyaan apapun, dan

proses penyuluhan yang terjadi bersifat satu arah (one way method).

Adapun yang termasuk dalam metode didaktik adalah:

a) Secara langsung

Melalui ceramah. Ceramah adalah suatu cara dalam

menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan

secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh

informasi tentang kesehatan.

b) Secara tidak langsung

(a) Poster

(b) Media cetak (majalah, buletin, surat kabar)

(21)

b. Metode sokratik

a) Secara langsung

(a) Diskusi

Diskusi kelompok adalah pembicaraan yang

direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik

pembicaraan diantara 15 – 20 peserta (sasaran) dengan

seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.

(b) Curah pendapat

Curah pendapat adalah suatu bentuk pemecahan

masalah yang terpikirkan oleh masing–masing peserta, dan

kemudian dilakukan evaluasi atas pendapat–pendapat tadi.

(c) Demonstrasi

Demonstrasi adalah suatu cara untuk menunjukkan

pengertian, ide, dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah

dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan cara

melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan

alat peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang

tidak terlalu besar jumlahnya.

(d) Bermain peran (role playing)

Bermain peran adalah memerankan sebuah situasi

(22)

dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai

bahan pemikiran oleh kelompok.

(e) Simposium

Simposium adalah serangkaian ceramah yang

diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik yang

berlainan tetapi saling berhubungan.

(f) Seminar

Seminar adalah suatu cara dimana sekelompok orang

berkumpul untuk membahas suatu masalah di bawah

bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.

(g) Studi kasus

Studi kasus adalah sekumpulan situasi masalah yang

sedetailnya, yang memungkinkan kelompok menganalisis

masalah itu. Permasalahan tersebut merupakan bagian dari

kehidupan yang mengandung diagnosis, pengobatan dan

perawatan. Dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis,

drama, film, dapat juga berupa rekaman.

b) Secara tidak langsung

(a) Penyuluhan kesehatan melalui telepon

(23)

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1: Kerangka Teori (modifikasi teori Hidayat, 2008 dan Subagyo,

dkk, 2010)

Faktor-faktor yang mempengaruhi toilet training

Motivasi orang tua Kesiapan anak

Intrinsik Ekstrinsik

- Pengetahuan - Sikap

- Keadaan mental - Kematangan

usia

(24)

F. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

Ada perubahan pengetahuan tentang toilet training pada ibu yang memiliki

anak usia toddler (1 – 3 tahun) di Desa Baseh Kecamatan Kedungbanteng

Kabupaten Banyumas.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan toilet training Perubahan pengetahuan

Gambar

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pada IKM keramik putaran mesin yang digunakan sekitar 40 rpm sampai 60 rpm. Sedangkan pada penelitian ini, putaran mesin dapat diatur dengan menggunakan inverter

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Akan tetapi, pemberian ekstrak daun jambu biji dapat meningkatkan jumlah limfoblast, baik yang diberikan tanpa campuran (kelompok 4) ataupun yang diberikan dalam

yang mengungkapkan bahwa konflik ditempat kerja yang berkepanjangan, pemberian beban kerja yang terlalu berlebihan terhadap karyawan dapat menimbulkan stress yaitu kondisi

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,