• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Jawa dan Gaya Bahasa dalam Antologi Crita Cekak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya S.T. Iesmaniasita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Etika Jawa dan Gaya Bahasa dalam Antologi Crita Cekak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya S.T. Iesmaniasita"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 109

Etika Jawa dan Gaya Bahasa dalam Antologi

Crita Cekak

Kidung Wengi Ing Gunung Gamping

karya S.T. Iesmaniasita

Oleh: Fadhilah Rozaq

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

fadhilahrozaq@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) etika Jawa yang terdapat dalam Antologi Crita CekakKidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita, (2) macam-macam gaya bahasa yang terdapat dalam Antologi Crita Cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita, dan (3) relevansi etika Jawa yang terdapat dalam Antologi

Crita Cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita dengan kehidupan sekarang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian Antologi

Crita CerkakKidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita banyak memuat etika Jawa yang masih relevan dalam kehidupan sekarang. Beberapa etika Jawa diantaranya adalah (1) etika keselarasan meliputi amarah, kepercayaan, cinta, permintaan maaf, menepati janji, berbakti, tidak berbakti, kasih sayang, tidak sopan, kesabaran, kesetiaan, dan tanggung jawab; dan (2) etika kebijaksanaan meliputi, nasehat, mawas diri, tabah, dan bersyukur. Gaya bahasa yang terdapat dalam Antologi Crita Cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita adalah (1) gaya bahasa perumpamaan 22, (2) gaya bahasa metafora 15, (3) gaya bahasa personifikasi 32, (4) gaya bahasa hiperbola 73, (5) gaya bahasa metonomia 2, (6) gaya bahasa antomasia 4.

Kata kunci: etika Jawa, gaya bahasa, Kidung Wengi ing Gunung Gamping

Pendahuluan

Karya sastra naratif meliputi novel atau roman, cerita pendek, sketsa, dan kisah. Salah satu hasil karya sastra Jawa modern yang dapat digunakan untuk melestarikan budaya Jawa yaitu cerita pendek. Cerita pendek mempunyai alur yang memuat tentang gaya bahasa yang bertujuan untuk memperindah alur cerita melalui kata-kata. Gaya bahasa termasuk nilai estetika yang penting dalam sebuah alur cerita, karena dengan adanya gaya bahasa penulis dapat mempengaruhi pembaca untuk menghayati lebih dalam alur cerita yang ada. Nurgiyantoro (2002: 298-300) mencoba menjelaskan beberapa jenis gaya bahasa yang kemunculannya dalam sebuah karya sastra relatif tinggi, seperti simile, metafora, personifikasi, hiperbola, metonimia, antonomasia.

Selain gaya bahasa juga terdapat pesan seperti sesuatu yang disampaikan pengarang supaya pembaca bisa mengetahui dan membedakan antara hal yang satu dengan hal yang lain, watak yang satu dengan watak yang lain, perbuatan yang baik

(2)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 110 dan perbuatan yang buruk dan lain sebagainya. Sikap baik dan buruk tersebut mengenai etika atau nilai moral yang terdapat pada alur cerita dalam karya sastra. Etika sangat dijunjung tinggi oleh orang Jawa, dengan adanya sopan santun, tatakrama, dan unggah-ungguh yang dimiliki. Orang Jawa selalu mencerminkan etika sebagai budi luhur yang tertanam pada diri masyarakat Jawa. Etika seseorang dapat dilihat dari etika keselarasan dan etika kebijaksanaan. Endraswara (2010: 56-64) menjelaskan, etika keselarasan merupakan cita-cita luhur orang Jawa untuk mencapai harmoni kehidupan lahir batin serta antara personal dan sosila melalui prima facie (harus bersikap baik kepada orang lain, adil, setia, jujur, dan lain sebagainya). Sedangkan etika kebijaksanaan merupakan cara pemikiran yang menguntungkan orang Jawa. Orang yang bijaksana tidak akan bertindak di luar etika, melainkan senantiasa penuh pertimbangan dengan pitutur luhur, pesan-pesan ajaran hidup, yang berpedoman pada pergaulan dalam masyarakat. Orang yang bisa membawa diri, menempatkan diri, dan mawas diri akan memberikan hubungan sosial yang semakin mantap. Peneliti menggunakan teori Endraswara yang mengenai etika keselarasan dan etika kebijaksanaan untuk menganalisis etika Jawa dalam antologi crita cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita.

Hubungan etika dan gaya bahasa dalam karya sastra adalah saling melengkapi satu sama lain. Gaya bahasa tanpa etika akan mengurangi nilai keindahan dari karya sastra tersebut. Karya sastra menampilkan keindahan melalui susunan bahasa yang di dalamnya juga mengandung etika, seperti cekak melalui pesan cerita.

Salah satu cerpen yang dijadikan penelitian mengenai etika Jawa, yaitu antologi crita cekak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita. Antologi crita cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping diterbitkan pada tahun 1958. Peneliti menggunakan cetakan lama karena ingin mengetahui perbedaan bagaimana etika Jawa pada waktu dahulu dan sekarang. Etika Jawa pada waktu sekarang sudah tergeser dengan adanya kemajuan zaman dan masuknya budaya Barat ke Indonesia. Antologi crita cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping di dalamnya banyak yang dapat dikaji, diantaranya etika Jawa. Selain etika Jawa, peneliti juga tertarik meneliti gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis antologi crita cekak Kidung Wengi ing

(3)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 111 Gunung Gamping. Penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam antologi crita cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping bermacam-macam sehingga menarik untuk diteliti. Maka dari itu, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Etika Jawa dan Gaya Bahasa dalam Antologi Crita Cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping Karya S. T. Iesmaniasita”.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah Antologi Crita Cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita tahun 1958. Data penelitian berupa etika Jawa, relevansi etika Jawa dengan etika keselarasan dan etika kebijaksanaan; dan macam-macam gaya bahasa dalam Antologi Crita Cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, simak, dan catat. Instrumen penelitian yang dilakukan menggunakan human instrumant (peneliti sendiri). Teknik analisis data yang digunakan adalah content analisis (analisis konten). Teknik keabsahan data menggunakan teknik validitas semantis dan meningkatkan ketekunan. Penyajian hasil analisis menggunakan teknik informal.

Hasil Penelitian 1. Etika Jawa

a. Etika Keselarasan

Kutipan dalam antologi crita cekak KWIGG yang menunjukkan etika keselarasan wanita dengan pria yang ditunjukkan dalam kesetiaan, sebagai berikut:

“Lan aku saguh ngentèni, ḍaup mengko jèn Mas Tok bali saka ngajahi kuwadjibané”. (KWIGG: 25)

‘Dan aku sanggup menunggu, menikah dengan Mas Tok ketika pulang dari melakukan kewajibannya’.

Data di atas, menjelaskan kesetian Andah kepada Mas Tok kerena Andah sanggup menunggu Mas Tok pulang sampai selesai melakukan kewajibannya. Kesetian terdapat pada kutipan “Lan aku saguh ngentèni, ḍaup mengko jèn

(4)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 112 Mas Tok bali saka ngajahi kuwadjibané” ‘Dan aku sanggup menunggu, menikah dengan Mas Tok ketika pulang dari melakukan kewajibannya’. Kutipan tersebut terdapat etika keselarasan yang terlihat pada kesetiaan Andah terhadap Mas Tok dengan menunggu kepulangannya. Andah menjaga keharmonian hubungannya dengan Mas Tok, dengan cara setia.

b. Etika Kebijaksanaan

Kutipan dalam antologi crita cekak KWIGG yang menunjukkan etika kebijaksanaan orang tua dengan anak yang ditunjukkan dalam sebuah nasehat, sebagai berikut:

“Wong urip iki kudu sing ngati-ati. Ing wektu iki Andri pantjèné ora tau ana tjatjadé. Malah kabèh sipaté katon djero lan katemenané. Ibu ora nduwa marang sumelangmu tumrap kahanan ing bésuké. Djer ketiga lan renḍeng isih panggah ana”. (KWIGG: 88)

‘Orang hidup harus berhati-hati. Di waktu ini Andri memamng tidak ada cacatnya. Malah semua sifatnya terlihat dalam kesungguhan. Ibu tidak menyanggah kekhawatiranmu terhadap keadaan yang akan datang. Memang kemarau dan penghujan masih tetap ada’.

Data di atas, menjelaskan sikap orang tua yang memberi nasehat kepada anaknya supaya berhati-hati. Sikap bijaksan terdapat pada kutipan “Wong urip iki kudu sing ngati-ati.” ‘Orang hidup harus berhati-hati’. Kutipan tersebut terdapat etika kebijaksanaan yang tercermin dari nasehat yang diberikan seorang Ibu kepada anaknya supaya berhati-hati kepada seseorang, walaupun sudah mengenalnya lama sekali karena manusia tidak tahu apa yang ada pada pikiran dan hati seseorang.

2. Gaya Bahasa

a) Gaya Bahasa Simile (Perumpamaan)

Kutipan: “Lan aku prasetya jèn katresnanku mung marang ḍèwèké. Mung marang ḍèwèké. Kaja Dèwi Anggrahini kang uga mung bisa ngèngèr marang Prabu Palgunadi”. (KWIGG: 25)

‘Dan kesetiaan cintaku hanya kepada dirinya. Hanya pada dirinya. Seperti Dewi Anggrahini yang juga hanya bisa mengabdi kepada Prabu Palgunadi’.

Kutipan tersebut termasuk gaya bahasa perumpamaan karena menggunakan kata kaja ‘seperti’ yang membandingkan aku prasetya jèn

(5)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 113 katresnanku mung marang ḍèwèké ‘kesetiaan cintaku hanya kepada dirinya’ dengan Dèwi Anggrahini kang uga mung bisa ngèngèr marang Prabu Palgunadi ‘Dewi Anggrahini yang juga hanya bisa mengabdi kepada Prabu Palgunadi’. Maksud konteks kalimat kutipan tersebut menghadirkan imaji tentang kesetian dan cintanya Andah kepada Mas Tok yang disamakan dengan kesetian Dewi Anggrahini kepada Prabu Palgunadi.

b) Gaya Bahasa Metafora

Kutipan: “Kabegdjan ketemu pahlawaning ati kang uga pahlawaning bangsa kang wis mari anggoné nindakaké kuwadjiban kanggo Negara”. (KWIGG: 28)

‘Kebahagiaan bertemu pahlawan di hati juga pahlawan bangsa yang sudah selesai guna melakukan kewajiban buat Negara’.

Kutipan tersebut termasuk gaya bahasa metafora karena kalimat pahlawaning ati adalah makna konotasi seseorang yang gagah berani sehingga menjadi pujaan sedangkan makna denotasi kekasih hati. Kalimat tersebut menggambarkan seseorang yang sangat dicintai selalu ada dihatinya.

c) Gaya Bahasa Personifikasi

Kutipan: “Leloroné muḍun, marani irama foxtrot sing sadjak ngawé-awé”. (KWIGG: 50)

‘Keduanya turun, mendekati irama foxtrot yang kelihatan melambai-lambai’.

Kutipan tersebut dikatagorikan gaya bahasa personifikasi karena irama digambarkan seperti manusia yang dapat melambai-lambai. Maksud kutipan tersebut adalah irama yang diumpamakan seperti manusia yang dapat melambai-lambai, seolah-olah irama lagu memiliki tangan seperti manusia padahal irama adalah benda mati.

d) Gaya Bahasa Hiperbola

Kutipan: “Pananḍang sing nguwek-uwek lan ngedjur ati”. (KWIGG: 10) ‘Keadaan derita yang mengkorek-korek dan hancurkan hati’.

Kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena kalimat nguwek-uwek lan ngedjur ati melebih-lebihkan, berarti penderitaan yang sangat menyakitkan.

(6)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 114 e) Gaya Bahasa Metonimia

Kutipan: “Naté rumangsaku lagi mlaku-mlaku wong loro, ing wusana aku

ditinggal Mas Nu numpak garuḍa; lan aku kidjènan ing bulak

ngenṭak-enṭak, papan sing wit-witané tanpa goḍong”. (KWIGG: 147)

‘Pernah aku merasa sedang berjalan berdua, akhirnya aku ditinggal Mas Nu naik garuda, dan aku sendiri dipersawahan, tempat yang pepohonannya tanpa daun’.

Kutipan tersebut termasuk gaya bahasa metonomia karena mempunyai pertalian yang sangat dekat atau majas yang menyebutkan merek yaitu menyebutkan suatu burung. Kata garuda merupakan nama burung asli Indonesia yang juga menjadi lambang Negara. Maksud dari kutipan di atas adalah garuda merupakan nama alat tranportasi udara yaitu pesawat.

f) Gaya Bahasa Antonomasia

Kutipan: “Aku krungu kabar jèn kowé saiki dadi guru nèng désa”. (KWIGG: 139) ‘Aku mendengar kabar kalau kamu sekarang jadi guru di desa’.

Dari kutipan di atas menjelaskan seorang Ibu yang bertanya kepada Siti yang menanyakan kabar dan mendengar bahwa dirinya sekarang menjadi seorang guru di desa. Gaya bahasa antomasia terdapat pada kutipan “Aku krungu kabar jèn kowé saiki dadi guru nèng désa.” ‘Aku mendengar kabar kalau kamu sekarang jadi guru di desa’. Maksud dari kutipan tersebut adalah kata guru adalah orang yang profesinya mengajar.

3. Relevansi Etika Jawa a. Etika Keselarasan

Kesetiaan

Kutipan: “Lan aku saguh ngentèni, ḍaup mengko jèn Mas Tok bali saka ngajahi kuwadjibané”. (KWIGG: 25)

‘Dan aku sanggup menunggu, menikah dengan Mas Tok ketika pulang dari melakukan kewajibannya’.

Etika keselarasan tentang kesetiaan yang terdapat dalam kutipan KWIGG di atas masih relevan dengan kehidupan sekarang. Seorang wanita ketika sudah benar-benar yakin kepada pria yang dicintainya pasti akan setia.

(7)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 115 Seorang wanita akan setia menunggu orang yang dicintainya, walaupun

jaraknya berjauhan. Contohnya seorang perempuan dan pria yang sudah menjalin hubungan lama. Pihak pria adalah seorang tentara yang harus siap ditempatkan dimana saja. Sekitar tahun yang lalu pihak pria harus

melaksanakan tugasnya ke Papua. Pihak perempuan berada di Jogja, karena masih melanjutkan sekolahnya. Walaupun keduanya berjauhan tetapi tetap setia satu sama lain, karena kesetian sangat penting dalam suatu hubungan. Setelah menyelesaikan kewajibannya pihak pria akhirnya melamar perempuan yang dia cintai.

b.Etika Kebijaksanaan Nasehat

Kutipan: “Wong urip iki kudu sing ngati-ati. Ing wektu iki Andri pantjèné ora tau ana tjatjadé. Malah kabèh sipaté katon djero lan katemenané. Ibu ora nduwa marang sumelangmu tumrap kahanan ing bésuké. Djer ketiga lan renḍeng isih panggah ana”. (KWIGG: 88)

‘Orang hidup harus berhati-hati. Di waktu ini Andri memamng tidak ada cacatnya. Malah semua sifatnya terlihat dalam kesungguhan. Ibu tidak menyanggah kekhawatiranmu terhadap keadaan yang akan datang. Memang kemarau dan penghujan masih tetap ada’. Etika kebijaksanaan tentang nasehat yang diberikan seseorang Ibu kepada anaknya yang terdapat dalam kutipan KWIGG di atas masih relevan dengan kehidupan sekarang, karena setiap orang tua pasti memberi tahu yang terbaik untuk anaknya. Orang tua tidak mau anaknya terjerumus kepada hal yang tidak dinginkan. Orang tua ingin anaknya selalu berhati-hati ketika berteman dengan siapa saja. Contohnya seorang Ibu yang selalu berpesan kepada anaknya Dea ketika akan pergi merantau di kota Bandung. Orangtuanya berpesan supaya disana harus berhati-hati dengan orang yang baru dikenal dan dalam mencari teman. Orang tua juga berpesan supaya bisa menjaga diri karena Dea anak perempuan, karena sebagai manusia tidak tahu sifat orang seperti apa.

(8)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 116 Simpulan

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan peneliti, maka dapat disimpulkan adanya etika Jawa dalam antologi crita cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita. Crita cekak tersebut terdiri dari 8 subban menceritakan yang berbeda-beda. Dari keseluruhan ditemukan etika Jawa, a. etika keselarasan meliputi, amarah (1), kepercayaan (2), cinta (2), permintaan maaf (2), menepati janji (2), berbakti (4), tidak berbakti (3) kasih sayang (6), tidak sopan (1), kesabaran (1), kesetiaan (1), dan tanggung jawab (1); b. etika kebijaksanaan meliputi, nasehat (10), mawas diri (5), tabah (1), dan bersyukur (1). Gaya bahasa yang terdapat dalam antologi crita cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita adalah perumpamaan (22), metafora (15), personifikasi (32), hiperbola (73), metonimia (2), dan antonomasia (4). Relevansi etika Jawa dalam antologi crita cekak Kidung Wengi ing Gunung Gamping karya S. T. Iesmaniasita dengan kehidupan sekarang masih relevan meliputi, a. etika keselarasan meliputi, amarah, kepercayaan, cinta, permintaan maaf, berbakti, tidak berbakti, kasih sayang, kesabaran,tidak sopan, dan kesetiaan; b. etika kebijaksanaan meliputi, nasehat, mawas diri, tabah, dan bersyukur.

Daftar Pustaka

Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia.

Endraswara, Suwardi. 2010. Etika Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi. Keraf, Gorys. 2001. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadja Mada University Press.

Subrata, Edi. 1992. Pengantar Metoda Penelitian Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari kerja praktek ini adalah mendapatkan pengalaman dalam dunia kerja, menerapkan ilmu yang telah dipelajari di perkuliahan untuk mengatasi permasalahan

NURUL ILMI. Kesesakan, Iritabilitas, Agresivitas dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga yang Tinggal di Rumah Susun Jatinegara Barat. Dibimbing oleh EUIS

dalam pemilihan umum misalnya adalah memberikan suara dalam pemilu, ikut ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan kampanye, bergabung dalam kelompok kepentingan tertentu, melakukan

Collaborative filtering adalah teknik yang paling banyak digunakan pada sistem rekomendasi dengan cara menjumlahkan rating atau pilihan dari suatu produk, menemukan

Dari hasil pengukuran dan pengujian dengan menggunakan SecureCRT yaitu tools yang digunakan oleh pihak perusahaan penyelenggara maka dilakukan beberapa kali

terhijab dari cahaya kebenaran. Maksudnya, semakin kuat seseorang hidup dalam lingkaran nafsu maka akan semakin tebal dinding hijab yang menutupinya dari cahaya kebenaran. Bagi

Rata-rata nilai Famili Biotik Indeks (FBI) tertinggi pada Stasiun I dengan Kualitas Air Buruk sekali dan Tingkat Pencemaran Terpolusi berat bahan organik

Penelitian dilakukan di PTPN V Tamora, Riau pada 6 tutupan lahan (kebun sawit tertua berumur 25 tahun, kebun sawit termuda berumur 2 tahun, dan areal NKT (Nilai Konservasi Tinggi)