• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES EKONOMI (PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN KONSUMSI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES EKONOMI (PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN KONSUMSI)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PROSES EKONOMI (PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN KONSUMSI)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Ekonomi Dosen : Farah Ruqoyah, S.E., M.Si.,

Oleh Kelompok 1 : 1. Trisna Nurdiaman 2. Tiara Nurjanah 3. Yulia Rachmi

4. Yayang Wulan Nurbaeti

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

(2)

1

PROSES EKONOMI

Manusia sebagai mahluk sosial, tidak akan pernah lepas dari aktivitas-aktivitas ekonomi sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhannya. Aktivitas-aktivitas tersebut sering juga disbut dengan proses ekonomi. Proses ekonomi sendiri adalah aktivitas secara keseruhan dari kegiatan ekomi yang meliputi produksi, distribusi dan konsumsi.

A. Produksi

1. Pengertian Produksi

Secara etimologi, kata produksi berasal dari bahasa Inggris “production” yang berarti “pembuatan; hasil”. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kara produksi diartikan sebagai “proses mengeluarkan hasil; penghasilan”. Pengertian produksi tersebut mencakup segala kegiatan, termasuk prosesnya yang dapat menciptakan hasil, penghasilah dan pembuatan.1 Dengan demikian, produksi dapat didefinisikan sebagai proses dari segala kegiatan untuk membuat atau menghasilkan sesuatu.

Hasil dari kegiatan produksi adalah produk yang mana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikannya sebagai : 1) barang atau jasa yang dibuat atau ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu; 2) benda atau yang bersifat kebendaan seperti barang, bahan, atau bangunan yang merupakan hasil konstruksi; 3) hasil, hasil kerja.

2. Pandangan Para Tokoh Sosiologi 1. Karl Marx (1818–1883)

Menurut Marx, yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain adalah kerja. Melalui mekanisme ini manusia sebagai produsen mampu menghasilkan suatu produk. Itulah hakekat dari eksistensi manusia yang menjadi pembeda dengan binatang. Sebagai produsen, manusia mempunyai kekuasaan atas potensi yang terkadung dalam kerja mereka. Namun, kapitalisme telah menyebabkan manusia, sebagai pekerja, tidak lagi mempunyai kontrol atas potensi yang terkandung dalam kerja mereka. Potensi tersebut ditukarkan kepada kapitalis

(3)

2

dengan upah sehingga mennyebabkan tenaga kerja menjadi komoditas. Dengan demikian, sistem upah-kerja tersebut telah memisahkan kerja dengan kebutuhan, sehingga kegiatan produksi hanyalah menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan.

Dalam buku The German Ideology (1846) Marx dan Engels2 mengemukakan ada empat corak produksi3 atau formasi sosial dalam perjalanan

sejarah manusia, yaitu:

 Corak produksi primitif, yaitu ragam kesukuan yang terkait dengan bentuk produksi primitif seperti berburu-meramu, penggembalaan, dan pengolahan lahan secara sederhana;

 Formasi sosial perbudakan, seperti pada jaman Yunani dan Romawi kuno;

 Formasi sosial feodal yang merujuk pada tatanan sosial-ekonomi Perancis dan Inggris sejak abad ke-8 hingga menjelang revolusi Perancis (1789);

 Corak produksi kapitalis yang sudah muncul sekitar abad ke-16 dan menjadi dominan dengan revolusi industri.

2. Emile Durkheim (1858-1917)

Dalam bukunya The Division of Labour in Society Durkheim menjelaskan tentang dua tipe masyarakat yaitu masyarakat solidaritas organik dan masyarakat solidaritas mekanik. Masyarakat solidaritas mekanik ditandai dengan pembagian kerja yang rendah, kesadaran kolektif yang kuat, dimonannya hukum refresif, saling ketergantungan yang rendah dan kolektivitas yang tinggi. Sementara masyarakat solidaritas organik memiliki ciri tingginya spesialisasi pekerjaan, rendahnya kesadaran kolektif, dominannya hukum restitutif, individual, nilai abstrak dan umum sebagai konsensus terpenting dalam komunitas dan saling ketergantungan yang tinggi. Karakteristik yang ada pada masyarakat solidaritas mekanik merujuk pada masyarakat pedesaan sementara karakteristik masyarakat solidaritas organik merujuk pada masyarakat perkotaan.

Durkheim memandang masyarakat sebagai satu kesatuan normatif yang menggambarkan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Karena meningkatnya populasi, kepadatan penduduk dan pembagian kerja dalam

2 : Dede Mulyanto. Antropologi Marx (Karl Marx tentang Masyarakat dan Kebudayaan). Bandung : Ultimus,

2011, Hlm. 67

3 Corak produksi adalah gabungan kompleks antara kekuatan dan hubungan produksi yang memungkinkan

(4)

3

masyarakat, ia akan mengubah masyarakat solidaritas mekanik menjadi masyarakat solidaritas organik.4 Durkheim menjelaskan perubahan masyarakat solidariritas mekanik kepada solidaritas organik melalui proses pertambahan penduduk yang disertai kepadatan moral yang berupa pertambahan komunikasi dan interkasi di antra para anggota. Konsekuensi perjuangan hidup menjadi tajam, maka untuk mencegah terjadinya konflik diadakanlah spesialisasi pekerjaan.

3. Max Weber (1864-1920)

Dalam bukunya The Protestan Ethic and Spirit of Capitalism Weber menjelaskan bahwa penganut Protestan yang mempercayai konsep predistinasi yang memotivasi mereka untuk setia terhadap pekerjaan, berprestasi dalam pekerjaan, membatasi konsumsi serta gaya hidup yang rasional dan sistematis. Konsep predistinasi sendiri adalah gagasa bahwa keselamatan abadi di akhirat atau masuk sorganya seseorang telah ditentukan oleh Tuhan yang ditandai dengan kesuksesan dan kesejahteraan yang dihasilkan oleh pekerjaan. Pola motivasi yang bersumber dari etika Protestan ini memiliki konsekuensi logis dan saling mendukung secara motivasional dengan semangat kapitalisme modern yang sedang berkembang, yaitu akuntansi rasional, hukum rasional dan teknik rasional.5

3. Fokus Kajian Sosiologi Tentang Produksi

Berdasarkan pandangan dari para peneruka sosiologi tersebut, maka yang menjadi fokus kajian produksi adalah :

a) Kerja (ideologi, nilai, sikap, motivasi dan kepuasan).

b) Faktor produksi (tanah, tenaga kerja, teknologi, kapital dan organisasi) c) Pembagian kerja

d) Cara-cara produksi

e) Hubungan-hubungan produksi

f) Proses teknologis (instrumen, pengetahuan, jaringan operasi dan kepemilikan) g) Alienasi

h) Teknologi dan kerja

i) Pendidikan, teknologi dan kerja.

4 Graham C. Kinloch, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, Terjemahan Dadang Kahmad,

Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 90

(5)

4

4. Produksi untuk Digunakan Versus Produksi untuk Dijual

Semua barang memiliki dua jenis nilai yang berbeda, yaitu nilai guna (use value) dan nilai tukar (exchange value).6 Nilai guna adalah nilai keuntungan yang diberikan oleh suatu barang ketika digunakan, sementara nilai tukar adalah nilai ganti yang didapatkan ketika suatu barang ditukarkan dengan benda lain. Contoh dari nilai guna adalah manfaat yang kita dapatkan ketika kita menggunakan laptop. Sementara contoh dari nilai tukar adalah ketika kita menukarkan laptop bekas kita dengan 3 ekor kambing, maka nilai tukar dari laptop bekas kita adalah 1 laptop berbanding 3 ekor kambing. Nilai tukar suatu barang biasanya diukur dengan uang, emas dan barang berharga lainnya.

Menurut Sanderson, meskipun semua barang mempunyai dua jenis nilai, namun sistem ekonomi cenderung mengorganisasikannya berdasarkan satu nilai saja. Misalnya, pada masyarakat pra-kapitalis nilai yang dipakai adalah nilai guna dari barang tersebut dimana barang yang diproduksi adalah untuk dikonsumsi oleh produsen itu sendiri. Namun sebaliknya pada masyarakat kapitalis, nilai yang digunakan adalah nilai tukarnya dimana barang yang diproduksi secara besar-besaran adalah untuk dijual demi memperoleh sejumlah uang. Disitu terlihat jelas bahwa motivasi para kapitalis memproduksi barang tersebut adalah untuk nilai tukarnya, bukan nilai gunanya sekalipun barang tersebut memiliki nilai guna.

5. Sejarah Produksi

1. Produksi pada Masyarakat Prakapitalis

Masyarakat prakapitalis adalah masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi yang tidak ditujukan untuk menghasilkan laba melalui pertukaran. Menurut Polanyi dan kawan-kawan, ekonomi masyarakat prakapitalis (pra industri) melekat dalam institusi sosial, agama, dan politik. Artinya harga tidak dibentuk oleh permintaan dan penawaran, melainkan oleh tradisi atau otoritas politik. Fenomena ekonomi seperti pasar, perdagangan dan uang diilhami oleh tujuan selain mencari keuntungan atau membuat laba.

Masyarakat prakapitalis dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu masyarakat prakapitalis yang belum tersentuh oleh revolusi pertanian dan

(6)

5

masyarakat prakapitalis yang sudah tersentuh oleh revolusi pertanian. Masyarakat yang belum tersentuh oleh revolusi pertanian merupakan kelompok kecil yang hidup berpindah-pindah, berkelana mencari makanan melalui meramu, menangkap ikan, berburu, berladang pindah dan berternak. Karl Marx menyebut istilah masyarakat tersebut dengan istilah komunisme primitif yang mana mereka memenuhi kebutuhan subsistensi mereka dengan berburu dan meramu atau bentuk pertanian sederhana dan semua sumberdaya alam yang ada dimiliki bersama. Kemudian dalam masyarakat holtikultura terdapat kepemilikan oleh keluarga besar dan sebagian berkembang menjadi kepemilikan pemimpin (kepala suku, kepala adat atau kepala wilayah). Di Indonesia sendiri masyarakat tersebut terdapat di pedalaman Sumatera, Kalimantan dan Papua seperti suku Talang Mamak, Kubu dan lain-lain.

Sementara masyarakat prakapitalis yang sudah tersentuh oleh revolusi pertanian hidup menetap, membuat pemukiman, meneruka, mengembangkan lahan pertanian, membentuk desa dan mengembangkan gaya hidup baru. Masyarakat ini telah mengenal sistem kepemilikan pribadi. Masyarakat Indonesia saat ini sebagian besarnya hidup dalam masyarakat prakapitalis dimana aktivitas produksi dalam sistem ini tidak ditujukan untuk tujuan komersial, melainkan untuk bertahan hidup dan melanjutkan tradisi pertanian sebagai warisan leluhur.

2. Produksi pada Masyarakat Kapitalis dan Pascakapitalis

Masyarakat kapitalis adalah masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi untuk pasar, untuk menghasilkan laba dan mengakumulasikan kapital melalui mekanisme pertukaran. Masyarakat kapitalis dibangun di atas dibangun diatas ekonomi pasar, yaitu sistem ekonomi yang dikontrol, diatur dan diarahkan oleh pasar itu sendiri.7 Peraturan dalam produksi dan distribusi barang dipercayakan

kepada mekanisme mengatur diri sendiri (self regulating mechanism). Produksi dikontrol oleh harga karena keuntungan dari pihak yang menjalankan produksi akan tergantung padanya.

Perbedaan antara masyarakat kapitalis dengan masyarakat pascakapitalis terletak pada landasan ekonomi industri yang berdasarkan pada fordisme dan

(7)

6

pascafordisme. Masyarakat kapitalis berlandaskan pada fordisme sedangkan masyarakat pascakapitalis berlanskan pascafordisme.

a. Fordisme

Menurut George Ritzer dan Goodman, fordisme merupakan gagasan, prinsip, dan sistem yang ditumbuhkembangkan oleh Henry Ford yang dianggap telah berjasa dalam pengembangan sistem produksi massal modern. Karakteristik dari fordisme ini meliputi:

1. Produksi massal untuk produksi sejenis. 2. Penggunaan teknologi yang tidak fleksibel.

3. Adopsi kerja rutinitas standar (taylorisme) dimana seseorang buruh hanya memiliki keterampilan kerja tertentu yang terstandar.

4. Peningkatan produksi berasal dari ekonomi skala8 serta penghapusan skill9, intensifikasi (kecepatan) dan homogenitas kerja.

5. Pertumbuhan pasar bagi item produksi massal yang menimbulkan homogenitas pola konsumsi.

6. Meningkatnya pekerja massal dan serikat pekerja yang birokratis.

7. Negosiasi serikat pekerja mengenai keseragaman upah berkaitan erat dengan keuntungan dan produktivitas.

8. Kenaikan permintaan atas kenaikan suplai produk yang diproduksi secara massal, berkaitan dengan unionisasi menyebabkan kenaikan upah.

9. Pasar untuk produk dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi keynesian10 dan pasar untuk tenaga kerja ditandatangani melalui persetujuan kolektif yang diatur pemerintah.

10. Lembaga pendidikan umum menyediakan tenaga kerja massal yang diperlukan oleh industri.

b. Pasca Fordisme

Perkembangan industri produk mobil Jepang yang menjadi pesaing potensial industri mobil Amerika menandai adanya indikator kemerosotan fordisme

8 Pada ekonomi skala perusahaan besar menghasilkan produk yang lebih murah dibanding produk dari

perusahaan kecil.

9 Penghapusan skil adalah kondisi dimana pekerja hanya memiliki keahlian yang sedikit.

10 Kebijakan ekonomi keynesian berpola pada pengelolaan terhadap pengeluaran agregatif dan pengendalian

(8)

7

dan kemunculan pasca-pordisme. Berikut beberapa tanda kemunculan pascafordisme menurut Ritzer dan Goodman:

1. Minat terhadap produk massal menurun, sementara minat terhadap produk khusus meningkat.

2. Produk yang lebih terspesialisasi memerlukan jangka waktu yang lebih pendek, yang dapat dihasilka dalam sistem yang lebih kecil dan lebih produktif.

3. Teknologi baru membuat produksi lebih fleksibel.

4. Teknologi baru memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keterampilan yang berbeda dan pendidikan yang lebih baik, lebih bertanggung jawab dan otonomi makin besar.

5. Produksi harus dikontrol melalui sistem yang lebih fleksibel.

6. Birokrasi yang sangat besar dan tidak perlu, diubah secara dramatis agar beroperasi lebih lentur.

7. Serikat pekerja yang dibirokrasikan tidak lagi memadai untuk mewakili kepentingan tenaga kerja baru yang sangat terdiferensiasi.

8. Perundingan kolektif yang terdesentralisasi menggantikan negosiasi yang tersentralisasi.

9. Tenaga kerja semakin terdiferensiasi dan memerlukan komoditas, gaya hidup dan saluran kultural yang makin terdiferensiasi.

10. Kekayaan negara yang tersentralisasi tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan rakyat yang berbeda-beda dan diperlukan lembaga yang leih terdiferensiasi dan lebih fleksibel.

Secara ringkas perbedaan antara fordisme dengan pasca-fordisme menurut Martin J. Lee adalah sebagai berikut :

Fordisme Pasca-Fordisme

Durabilitas Nondurabilitas Elektro mekanis Elektro-mikro

Material Eksperensial

Soliditas Fluiditas

Struktur Flesibelitas

Kolektif Individualistis

(9)

8

Terstandar Biasa

Perangkat Keras Perangkat lunak

Tetap Portabel

Bertahan lama Instan

Fungsi Bentuk

Manfaat Gaya

B. Distribusi

1. Pengertian Distribusi

Secara etimologi kata distribusi berasal dari bahasa Inggris yaitu distribution yang berarti penyaluran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata distribusi diartikan sebagai penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau tempat. Sementara menurut para ahli ekonomi klasik distribusi adalah alokasi nilai-nilai langka yang dikaitkan dengan pertukaran sosial. Barang atau jasa yang memiliki nilai-nilai langka memperoleh nilai-nilai kelangkaan tersebut karena dikaitkan dengan aktivitas yang terhubung dengan tenaga kerja, kapital, tanah, atau organisasi.

Dalam pandangan sosiologi, distribusi dapat dimengerti sebagai suatu perangkat hubungan sosial yang melaluinya orang mengalokasikan barang dan jasa dihasilkan. Distribusi juga menunjuk suatu proses dari produksi barang dan jasa sampai ketangan konsumen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produksi merupakan proses perantara antara produksi dan konsumsi.

2. Pandangan Para Tokoh Sosiologi a) Karl Marx

Dalam bukunya Capital : A Critique of Political Economy, Marx menjelaskan bahwa tiga tipe sirkulasi komoditi yang dialami umat manusia sepanjang sejarah.

Pertama, tipe K-K, yaitu sirkulasi komoditi yang sangat sederhana diamana suatu

komoditi ditukar langsung dengan komoditi yang lainnya (barter). Kedua, tipe K-U-K, yaitu sirkulasi komoditi yang dikonversikan dengan uang, kemudian dikonversikan lagi kedalam bentuk komoditi yang lainnya. Ketiga, tipe U-K-U, tipe siskulasi dimana uang ditukarkan untuk membeli komoditi kemudia dijual lagi untuk memperoleh uang.

Berdasarkan ketiga tipe sirkulasi koditi tersebut, dapat dikatakan bahwa tipe sirkulasi komoditi yang pertama dan kedua itu berlaku dimasyarakat prakapitalis.

(10)

9

Sementara tipe sirkulasi ketiga berlaku dimasyarakat kapitalis dimana uang dijadikan sebagai modal untuk memperoleh uang lagi dalam jumlah lebih (akumulasi kapital). Menurut Marx, komoditi yang merupakan hasil dari aktivitas produktif sekaligus sebagai aspek kemanusiaan dari para aktor, tidak lagi dapat dikontrol oleh aktor dalam jaringan hubungan sosial. Segala sesuatu dapat dibeli dengan uang, termasuk harkat dan martabat manusia. Konsekuensi logis dari keadaan ini adalah aktor merasa terasing terhadap diri dan dunia sosialnya.

b) George Simmel

Dalam bukunya The Philoshophy of Money Simmel menjelaskan konsep hubungan antara nilai dan uang. Orang menciptakan nilai dengan menciptakan objek, memisahkan diri mereka terhadapa objek yang diciptakan dan kemudian mencari jalan keluar terhadap jarak, rintangan, dan kesulitan yang muncul dari objek yang diciptakan tersebut. Kesulitan utama dalam memperoleh suatu objek adalah nilai dari objek itu sendiri. Sesuatu yang mudah diperoleh bernilai rendah, sementara sesuatu yang sangat susah diperoleh bernilai tinggi. faktor-faktor yang mempengaruhi nilai adalah kesulitan dalam memperolehnya, kelangkaannya dan pengorbanan yang harus dikkeluarkan untuk memperolehnya.

Dalam proses penciptaan nilai, uang memberikan basis bagi perkembangan pasar, ekonomi modern, dan masyarakat kapitalis. Uang mampu mengubah hubungan sosial yang mulanya bermakna kualitaif menjadi kuantitatif. Jika segala sesuatu seperti kekuasaan, kecantikan, kepercayaan dan lain-lain dapat diukur dengan uang, maka itu berarti uang telah mereduksi nilai kemanusiaan kedalam istilah moneter. Bagi simmel, uang mengandung aspek impersonal dan pembebasan individu untuk memilih kerangka dan kerabat kerja dalam pertukaran ekonomi.

c) Max Weber

Dalam bukunya Ekonomy and Society (1922), Weber menjelaskan tindakan sosial di pasar yang bermula dari persaingan dan berakhir dengan pertukaran. Pertukaran menunjukan pola dasar dari semua tindakan sosial rasional. Ia juga menjelaskan tentang konflik / dalam pasar (market struggle). Untuk menjelaskan konflik yang diisi dengan usaha-usaha formal untuk memperoleh pengontrolan terhadap kesempatan dan keuntungan yang diharapkan oleh yang lainnya Weber

(11)

10

menggunakan istilah pertentangan. Sementara konsep pertukaran merupakan kepentingan dari bagian pada partai-partai, selama barang-barang atau keuntungan yang lain sebagai kompensasi timbal-balik.

d) Karl Polanyi

Menurutnya ekonomi masyarakat pra industri melekat pada institusi sosial, politik, dan agama. Kehidupan ekonomi dalam mayarakat pra-kapitalis diatur keluarga subsitensi, resiprositas, dan redistribusi. Keluarga merupakan suatu sistem dimana barang-barang diproduksi dan disimpan dikalangan anggota kelompok untuk pemakaian mereka sendiri (self sufficient system).11 Barang yang diproduksi adalah

untuk dikonsumsi. Adapun sebagian barang yang dijual bukan untuk dijadikan sebagai modal, tetapi untuk memenuhi kebutuhan lain.

Sementara, pada masyarakat modern sistem redistribusi tersebut digantikan oleh ekonomi pasar yang ditandai dengan “pasar yang mengatur dirinya sendiri”. Uang menggantikan mekanisme barter karena aktivitas ekonomi yang semakin kompleks. Selain itu, tenaga kerja dan tanah dipandang sebagai komoditi rekaan (commodity

fiction) yang dapat diperjualbelikan di pasar seperti produk yang lainnya.

Kesimpulanya, pada masyarakat pra-kapitalis, harga dibentuk oleh keterlekatannya dengan institusi lain seperti otoritas politik dan tradisi. Sementara pada masyarakat modern, pasar mengatur dirinya sendiri dimana harga dibentuk oleh permintaan dan penawaran.

3. Fokus Kajian Sosiologi Tentang Distribusi

Berikut beberapa fenomena distribusi yang menjadi fous kajian sosiologi, yaitu: redistribusi, resiprositas, pertukaran, pasar (aktor, mekanisme, ruang dan waktu), transfortasi, perdagangan, kewirausahaan, uang, pemberian, perusahaan, ritel, distributor danlian sebagainya.

4. Jenis Distribusi 1. Resiprositas

Resiprositas merujuk pada gerakan diantara kelompok-kelompok simetris yang saling berhubungan. Hubungan berpola simetris tersebut dapat terjadi apabila

(12)

11

mereka memiliki posisi dan peranan yang relatif sama dalam suatu proses pertukaran. Mereka yang terlibat dalam aktivitas resiprositas bersifat intim dan akrab yang ditunjukan oleh hubungan personal antar individu. Dalam hubungan seperti ini, resiprositas adalah kewajiban untuk membalas “budi / kebaikan” atas apa yang telah mereka lakukan kepada dirinya.

Resiprositas terbagi kedalam dua jenis, yaitu resiprositas sebanding (reciprocity balanced) dan resiprositas umum (generalized reciprocity). Resiprositas sebanding menekankan pada apa yang telah diterima harus sebanding dengan apa yang harus diberikan, secara langsung dan terjadwal. Sementara resiprositas umum merupakan kewajiban memberi atau membantu orang lain tanpa mengharapkan pengembalian, pemabayaran atau balasan yang setara dan langsung. Resiprositas ni tidak menggunakan kesepakaran terbuka sehingga pengembaliannya tidak ada batas waktu tertentu dan juga tidak ada perincian bagaimana pengembalian itu dilakukan.

2. Redistribusi

Redistribusi artinya mendistribusikan kembali. Menurut Sahlin, redistribusi adalah perpindahan barang-barang atau jasa-jasa yang tersentralisasi, yang melibatkan proses pengumpulan dari anggota-anggota suatu kelompok kepada pusat dan dibagikan kembali kepada anggota kelompok tersebut. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa proses redistribusi adalah proses iuran yang kemudian akan disalurkan kembali. Contohnya pajak yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah akan didistribusikan kembali kepada rakya dalam bentuk lain seperti subsidi, pembagunan jalan, beasiswa dan lain-lain.

3. Pertukaran

Pertukaran adalah konsep distribusi yang dilakukan melalui pasar. Dalam sosiologi, pasar dilihat sebagai suatu institusi sosial atau struktur sosial yang memberi tatanan siap pakai bagi pemecahan persoalan kebutuhan dasar manusia khususnya kebutuhan ekonomi dalam distribusi barang dan jasa. Oleh sebab itu pasar sering juga dipandang sebagai hubungan sosial yang terorganisasi.

Menurut Thomson, pasar mengatur kehidupan sosial secara otomatis, karena pencapaian kepentingan pribadi dan kesejahteraan individu akan membawa hasil yang terbaik, baik secara pribadi maupun secara keseluruhan. Kunci dalam mekanisme

(13)

12

pasar adalah harga yang tentunya pada masayarakat kapitalis ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Oleh karena itu harga seing juga dipandang sebagai penyeimbang antara permntaan dan penawaran (self adjusting mechanism of market).

C. Konsumsi

1. Pengertian Konsumsi

Menurut Don Slater adalah bagaimana manusia dan aktor sosial denga kebutuhan yang dimilikinya berhubungan dengan sesuatu yang dapat memuaskan mereka. Definisi tersebut meliputi pengetian menggunakan (to use up), untuk merusak

(to distroy) dan untuk menghabiskan (to exhaust). Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa seluruh aktivitas manusia yang menyangkut kegiatan menggunakan, menghabiskan dan merusak sesuatu barang atau jasa adalah aktivitas mengkonsumsi.

2. Pandangan Para Tokoh Sosiologi a) Karl Marx

Dalam bahasannya mengenai komoditas, Marx membedakan antara alat-alat produksi (means of production) dan alat-alat konsumsi (means of consumption). Alat-alat produksi adalah komoditas yang memiliki suatu bentuk dimana komoditas memasuki konsumsi produktif. Sedangkan alat-alat konsumsi (means of

consumption) didefinisikan sebagai komoditas yang memiliki suatu bentuk dimana

komoditas itu memasuki konsumsi individual dari kelas kapitalis dan pekerja. Konsekuensi logis dari pembagian tersebut adalah pembagian jenis konsumsi, yaitu konsumsi subsistensi dan konsumsi mewah. Konsumsi subsistensi merupakan alat-alat konsumsi untuk memenuhi kebutuhan pokok kelas pekerja yang meliputi sandang, pangan dan papan. Sementara konsumsi mewah adalah aktvitas konsumsi yang dilakukan oleh kelas kapitalis yang hanya mengeluarkan nilai surplus yang tidak diberikan kepada pekerja.

Suprastruktur sosial dalam pandangan Marx dibangun atas fundamen infrastruktur ekonomi yang meliputi semua institusi seperti agama, politik dan lain-lain. Pola konsumsi sendiri merupakan refleksi dari basis insfrastruktur ekonomi. Seperti halnya pola konsumsi kaum borjuis tidak mungkin sama dengan pola konsumsi proletar yang disebabkan oleh perbedaan infrastruktur ekonomi.

(14)

13 b) Emile Durkheim

Dalam bukunya The Division of Labour in Society Emile Durkheim membagi dua tipe solidaritas masyarakat, yaitu mekanik dan organik. Pada masyarakat yang mempunyai karakteristik solidaritas mekanik pola konsumsi mereka relatif seragam. Sementara pada masyarakat yang mempunyai karakteristik solidaritas organik seperti kota, pola konsumsi mereka relatif berbeda atau tidak seragam.

Keseragaman pola konsumsi pada masyarakat yang berlandaskan pada solidaritas mekanik terjadi karena rendahnya spesialisasi pekerjaan. Sehingga pengahsilan yang mereka dapatkan dari pekerjaanya relatif tidak jauh berbeda. Sementara pada masyarakat yang berkarakteristik solidaritas organik spesialisasi pekerjaan sangat tinggi, sehingga penghasilan yang mereka dapatkan dari pekerjaanyapun relatif jauh berbeda antara si kaya dan si miskin.

c) Max Weber

Dalam etika protestan seseorang didorong untuk bersifat asketik di dunia yaitu suatu komitmen untuk membatasi diri dari keinginan jasadi, inderawi, atau kenikmatan yang bersifat materialistik termasuk pola konsumsi. Dalam Economy

and Society, Weber menyatakan bahwa tindakan konsumsi dapat dikatakan

tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari individu lain, oleh karena itu diarahakan pada tujuan tertentu.12

Max Webber dalam Economy and Society menyatakan bahawa tindakan konsumsi dapat dikatakan sebagai tindakan social sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku daari individu lain dan oleh karena itu diarahkan pada tujuan tertentu (Webber[1922] 1978:4). Sedangkan tindakan social itu sendiri, menurut Webber, terdiri dari :

Satu, zweckrationalitat / instrumentally rational action/ tindakan rasional instrumental yaitu tindakan dan pilihan dari alat yang dipergunakan. Misalnya, untuk berpenampilan menarik ditempat kerja seorang wanita muda menggunakan lipstick. Atau agar bisa meraih dan simpati gadis idamannya, seorang pria membeli mobil baru untuk mengantar jemut gadis idamannya ke kantor.

(15)

14

Dua, wertrationalitat/value rational action/tindakan rasional nilai yaitu suatu tindakan dimana tujuan telah ada dalam hubungannya dengan nilai absolut dan akhir bagi individu. Misalna semua orang perlu makan untuk hidup, namun bagi seorng muslim tidak semua makanan boleh dimakan seperti khamar (alcohol). Atau semua orang perlu berbusana, tetapi seorang muslim harus mempertimbangkan bahan busana yang dipakainya sebab ada bahan busanan yang diharamkan untuk memakainya misalnya sutra.

Tiga, affectual type/tindakan afektif, yaitu suatu tindakan yang didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar seperti cinta, marah, suka dan duka. Misalnya untuk mengungkapkan rasa cinta, seorang gadis mengenakan busana berwarna merah jambu : sedangkan untuk mengungkapkan rasa duka ia menggunakan busana warna hitam.

Empat, traditional action/tindakan tradisional yaitu tindakan yang dikarenakan kebiasaan atau tradisi. Misalnya pada masyarakat Indonesia berbuka puasa dengan menyantap makanan tradisi sesuai dengan lokus budayanya, seperti kolak dengan berbagai jenis isi, bentuk, warna dan namanya.

d) Thorstein Veblen

Dalam karya tulisnya The Theory of The Leisure Class Veblen melihat kapitalisme industri berkembang secara barbar, karena properti privat tidak lain merupakan barang rampasan yang diambil melalui kemenangan perang. Akibat dari hal tersebut adalah munculnya leisure class yang mempunyai budaya “konsumsi yang mencolok” (conspicuous consumption). Mereka mengeluarkan uang secara sia-sia, hanya untuk kesenangan semata dan hasrat untuk menunjukan suatu posisi atau status sosial yang terpandang di kalangan masyarakat. Mereka hidup dalam dunia yang serba glamor dan hedonistik. Menurut Veblen, kesemua hal tersebut merupakan bagian dari roh animalistik yang memperkuat hasrat barbarian untuk mendominasi. Bagi Veblen, pola konsumsi mencolok merupakan pemborosan yang merugikan masyarakat secara menyeluruh, penghalang efisiensi ekonomi masyarakat dan perilaku yang sok pamer.13

3. Fokus Kajian Sosiologi tentang Konsumsi

(16)

15 a) Masyarakat konsumsi

b) Budaya dan konsumsi c) Perilaku konsumen d) Waktu luang e) Gaya hidup f) Fashion g) Pariwara

h) Belanja: sandang, pangan dan papan. i) Turisme

j) Ideologi konsumsi (liberal, kapitalis, komunis dan Islam) k) Politik konsumsi

l) Konsumsi dan mobilitas sosial m) Konsumsi dan peruahan sosial

4. Budaya dan Konsumsi pada Masyarakat Prakapitalis

Kembali pada pendapat Don Slater (1997) yang menyatakan bahwa konsumsi selalu dan di manapun di pandang sebagai suatu proses budaya. Dengan menggunakan pandangan Slater tersebut maka dapat dikatakan konsumsi pada masyarakat pra kapitalis merupakan ssuatu proses budaya. Konsumsi benda-benda tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik-biologis semata, tetapi juga terkait dengan manfaat benda-benda atau objek-objek secara sosial budaya (Lee, 2006; Lury, 1998; dan Featrherson, 2001).

Kehidupan sosial memerlukan benda-benda; karena melalui perolehan, penggunaan, dan pertukaran benda-benda, individu kemudian memiliki kehidupan sosial( Lury, 1998:16). Dengan kata laun kehidupan sosial individu-individu tidak terlepas dari hubungan dengan benda-benda yang di beri miali pemaknaanya (Douglas dan Isherwood, 1979).

Dalam kaitanya denagan pendapat Lucy dan Douglas dan Isherwood, terdapat beberapa pemaknaan sosial terhadap konsumsi benda-benda dalam kehidupan sosial pra kapitalis:

a) Konsumsi sebagai pembeda antara kehidupan profan dan kehidupan suci.

Kita mulai dengan contoh tentang makna ketika berbagai macam buah yang tersusun rapi dan menarik dalam keranjang kecil di letakan di atas meja makan dengan

(17)

16

ketika buah yang beserta keranjangnya di letakan di bawah pohon berinngin rindang dan angker ? Buah dalam keranjang di atas meja makan mempunyai makna sebagai konsumsi dalam dunia profan, konsumsi dalam suatu kehidupan keseharian.sedangkan keranjang buah yang di taruh pohon beringin rindang dan angker di maknai sesajen, konsumsi dalam kehidupan suci, konsumsi dalam kehidupan sakral. Yang memberikan pemaknaan suatu konsumsi itu merupakan badian dari kehidupan itu merupakan bagian dari kehidupan profan atau bagian dari kehidupan sakral penciptaanya adalah individu-individu atau kelompok individu-individu. Proses pencipataan makna berlangsung dalam konteks interaksi antar individu. Makna tersebut di bangun, di kembangkan dan di pertahankan dalam suatu interaksi sosial. Sekali suatu makna telah di bangun makna tersebut akan mengalami proses objektifikasi, yaitu suatu proses dimana pengalaman individu-individu tersebut meng kristal menjadi suatu kenyataan yang bersifat objektif dan umum. Bersifat objektif maksudnya adalah suatu kenyataan yang berada di luar atau individu yang membentuknya. Sedangkan yang bersifat umum adalah kenyataan tersebut tidak hnya di pahami dan di rasakan oleh seseorang individu, tetapi oleh bagian besar orang dalam komunitas tersebut.

b) Konsumsi sebagai identitas.

Identitas secar sederhana di pahami sebagai suatu pertanyaan tentand diri, yaitu siapa aku, berkaitan dengan ruang dan waktu sosial. Identitas di bentuk melalui proses sosial (Berger daln luckmann, 1996). Sekali suatu identitasmengkristal, ia akan di pelihara, di modifikasi atau bahkan di ubah sama sekali melalui hubungan-hubungan sosial. Menurut Jonathan Rutherford (1990) dalam bukunya identity : community, culture, diffence menyatakan bahwa identitas merupakan mata rantai masa lalu dengan hubungan-hubungan sosial, kultural dan ekonomi di dalam ruang dan waktu suatu masyarakat hidup. Oleh karenai itu identitas seseorang berkait dengan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan politik dari kehidupan pada konteks ruang dan waktu. Karena identitas berkait dengan konteks ruang dan waktu maka identitas tersebut di miliki bersama dengan orang lain dalam konteks tuang dan waktu bersama (inklusi) tetapi disisi lain terjadi eksklusi, yaitu mengeluarkan oranf atau kelompok dari suatu kelompok identitas, karena perbedaan ruang dan waktu. Pada sisi lain, karena identitas berkait dengan berbagai aspek dari kehidupan maka identitas telah memiliki banyak dimensi

(18)

17

Pakaian pun dapat menjadi identitas contohnya masyarakat minangkabau yang masih berada dalam massa pra kapitalis. Dalam suatu musyawarah kerapatan adat biasanya penghulu/ datuk berbeda dengan masyarakat lainnya, dengan mengenakan "destar bakatak" yaitu penutup kepala dari kain hitan yang dililit sedemikian rupa. Sedangkan masyarakat mengenakan "desar bakatak"di ganti dengan peci hitam yang "basaluak" peci yang kerutanya pada sisi tengah.

c) Konsumsi sebagai stratifikasi

Stratifikasi sosial berkaitan dengan perbadaan orang orang secara bertingkat, berjenjang atau veritkal. Jika identitas orang-orang atau kelompok, yang didalamnya terkadung konsep posisi dan status, yang berbeda secara horizontal maka dia di kenal hanya sebagai suatu bentuk diferensiasi sosial, tetapi jika suatu identitas di bedakan secara bertingkat atau vertikal maka ia telah masuk dalam bentuk stratifikasi sosial

5. Budaya Konsumen

Untuk memahami konsep budaya konsumen, sebelumnya diperbincangkan perbedaan antara masyarakat kapitalis masyarakat pasca-kapitalis, sebagai bentuk masyarakat yang menjadi lokus bagi tumbuh – kembangnya budaya konsumen sebagai fenomena social pada masyarakat modern, Slater mengidentifikasikan beberapa karakteristik yang dimiliki budaya konsumen, yaitu antara lain :

a. Budaya Konsumen merupakan suatu budaya dari konsumsi.

Ide dari budaya konsumen adalah dalam dunia modern praktek social dan nilai budaya inti, ide – ide, aspirasi – aspirasi dan identitas didefinisikan dan diorientasikan pada konsumsi daripada dimensi social yang lainnya seperti kerja, kewarganegaraan, kosmologi keagamaan, peranan militer dan seterusnya.

b. Budaya Konsumen sebagai Budaya dari Masyarakat Pasar

Dalam masyarakat pasar, barang – barang, jasa – jasa dan pengalaman – pengalaman diproduksi agar dapat dijual dipasar kepada konsumen. Dalam konteks budaya ini, budaya konsumen berkembang sebagai bagian dari sistem kapitalis. c. Budaya Konsumen adalah Secara Prinsip, Universal dan Impersonal

Semua hubungan social, kegiatan dan objek secara prinsip dapat dijadikan komoditas, dia diproduksi dan di distribusikan dengan cara impersonal, tanpa melihat orang perorang atau secara pribadi, ditujukan kepada konsumen saja yang membutuhkan atau dibuat menjadi membutuhkan. Budaya konsumen sering

(19)

18

merujuk generalisasi dari konsumsi komoditas pada seluruh lapisan masyarakat. Konsumsi massa hanya salaah satu bentuk dari prinsip yang lebih fundamental, yaitu gagasan untuk menghasilkan barang dalam jumlah besar untuk dijual bagi khalayak umum daripada kepentingan rumah tangga atau komunitas local misalnya.

Barang atau jasa dalam budaya konsumen diproduksi untuk dijual untuk kepada siapa saja, tanpa melihat perbedaan status social ekonomi atau diferensiasi lainnya. Oleh sebab itu, budaya konsumen dilihat bersifat universal dalam masyarakat kapitalis dan pasca-kapitalis

d. Budaya Konsumen Merupakan Media Bagi Hak Istimewa dari Identitas dan Status dalam Masyarakat Pasca-Tradisional.

Budaya konsumen bukan diwariskan seperti posisi social yang melekat karena kelahiran dalam masyarakat tradisional, tetapi ia di negosiasi dan dikonstruksi oleh individu dalam hubungannya dengan orang lain.

e. Budaya Konsumen Merepresentasikan Pentingnya Budaya dalam Penggunaan Kekuatan Modern.

Budaya konsumen mencakup tanda, gambaran, dan publisitas. Sebab itu pula ia meliputi estesisasi komoditas dan lingkingan seperti penggunaan iklan, pengepakan, tata letak barang ditoko, desain barang, penggunaan etalase dan seterusnya. Contoh sebuah biro menawarkan paket wisata lewat media massa konvensional seperti Koran, majalah, TV, dan juga menggunakan media internet. f. Kebutuhan Konsumen Secara Prinsip Tidak Terbatas dan Tidak Terpuaskan.

Dalam Budaya Konsumen, kebutuhan yang tidak terbatas dipandang tidak hanya suatu hal yang normal tetapi juga diperlukan bagi tuntutan dan perkembangan social ekonomi.

Sumber Referensi :

Damsar & Indrayani. Pengantar Sosiologi Ekonomi, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013

Kinloch, Graham C. Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, Terjemahan Dadang Kahmad, Bandung : Pustaka Setia, 2006

Mulyanto, Dede. Antropologi Marx (Karl Marx tentang Masyarakat dan

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari pengaturan pemenuhan hak anak yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa telah ditetapkan upaya

Pada linier yang telah dibicarakan, dimana pengertian toleransi pada ukuran panjang. Sebelum membicarakan masalah toleransi geometri lebih jauh, perlu sekali harus tahu

Dari perhitungan maju dan mundur terdapat 5 kegiatan kritis yaitu suatu kegiatan dengan Tabel Float nya = 0 dan ini berarti kegiatan tersebut harus dilakukan dan

Dalam konsideran menimbang Inpres tersebut, disebutkan beberapa klausul materi hukum antara lain bahwa alim ulama Indonesia dalam lokakarya yang diadakan di

Dengan design interior yang baik dan menarik pada sebuah museum kontemporer, diharapkan akan semakin menaikkan minat para pengunjung dan kesadaran masyarakat akan

dihasilkan dari sudu-sudu roda pedal yang berputar dalam air. Jet air, gaya dorong dihasilkan karena adanya impuls akibat kecepatan air yang disemburkan keluar

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dari hasil true experiment yang dilakukan terhadap mahasiswa program studi akuntansi dan manajemen

Unsur utama dan mineral- mineral dalam batubara tersebut berpengaruh baik terhadap proses pencairan karena bertindak sebagai katalis yang dapat membantu memasukkan atom