• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MAHASISWA POLBAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MAHASISWA POLBAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

MAHASISWA POLBAN

Dra Neneng Nuryati, M.Pd

Politeknik Negeri Bandung

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur efektivitas strategi pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa. Populasi penelitian adalah mahasiswa Politeknik Negeri Bandung angkatan 2012 Program D-III bidang Tata Niaga. Sampel penelitian berjumlah 62 mahasiswa yang diambil secara purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan uji t dua rerata, bila data berdistribusi normal dan homogen, tetapi bila tidak berdistribusi normal pengujiannya menggunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney. Data yang diolah adalah membandingkan dua nilai (nilai postes pada pembelajaran konvensional dan nilai postes pada strategi pembelajaran berbasis masalah dengan melihat kemampuan pemecahan masalah matematik). Soal tersebut sebelumnya diujicobakan untuk melihat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda dari soal. Berdasarkan analisis data, diperoleh bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Kata Kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Learning /PBL), Pemecahan Masalah Matematik Siswa.

ABSTRACT

The purpose of this study was to measure the effectiveness of problem-based learning strategies to improve student mathematical problem solving ability. The study population was Bandung State Polytechnic students 2012 D-III field program on Commerce. Study sample totaled 62 students were taken by purposive sampling. Data analysis techniques using descriptive analysis and t test two averages, when the data were normally distributed and homogeneous, but if not normally distributed testing using non-parametric statistical test that the Mann-Whitney test. The processed data is to compare two values (the value of the conventional learning posttest and posttest values on problem-based learning strategies by looking at mathematical problem-solving ability). Problem was previously tested to see the validity, reliability, level of difficulty and the distinguishing features of the problem. Based on data analysis, found that mathematical problem-solving skills students acquire problem-based learning is better than students who obtain conventional learning.

Keywords:

Problem Based Learning (Problem Base Learning / PBL), Mathematical Problem Solving.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Matematika Terapan yang merupakan matakuliah dasar, sebagai penunjang matakuliah kuliah lainnya, mempunyai peranan penting karena sebagian besar masalah aplikatif pada berbagai bidang dipecahkan dengan matematik. Kesulitan menerapkan teori-teori matematika pada masalah yang bersifat aplikatif sering dihadapi mahasiswa. Hasil diagnosis penulis tentang penyebab kurangnya kemampuan pemecahan masalah mahasiswa adalah kurang menariknya model pembelajaran yang digunakan oleh dosen, karena selama ini yang terjadi di lapangan dosen memberikan ceramah dan mahasiswa aktif mencatat, meskipun diselingi dengan diskusi tetapi tidak semua mahasiswa aktif melakukan diskusi. Kemungkinan ini terjadi karena kurangnya pemahaman konsep sehingga kemampuan pemecahan masalah sangatlah kurang.

Seperti yang diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2006) dikatakan matematika sebagai ilmu pengetahuan murni dirasakan sulit dan cukup memusingkan untuk beberapa siswa terutama pada penerapannya. Penerapan yang dimaksud di sini adalah soal-soal dalam bentuk cerita. Di Politeknikpun keadaan seperti ini terjadi juga. Hal ini dikarenakan mahasiswa masih bingung

                   

(2)

dalam penggunaan rumus yang harus dipakai. Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi jika dalam proses pembelajaran, para mahasiswa memperoleh pemahaman konsep matematik yang baik. Contohnya dalam matematika keuangan dipelajari bunga dan pemecahan dari persoalan bunga tersebut berlandaskan pada deret baik deret geometri ataupun deret aritmetika. Konsep-konsep matematika ini perlu ditanamkan pada mahasiswa supaya mahasiswa bisa menjadikan dirinya sebagai mahasiswa yang terampil dalam pemecahan permasalahan pada jurusan yang dia tekuni sehingga kesulitan yang ditemukan dapat diatasi.

Dari hasil studi awal yang dilakukan oleh Gunawan (2006), ditemukan bahwa proses kegiatan belajar mengajar secara umum dilakukan dengan metoda ceramah dan terpusat pada guru. Guru masih mendominasi proses kegiatan belajar di kelas, siswa sebagian besar hanya mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis dan disampaikan guru.

Menurut Sumarmo (1987), supaya siswa dapat memahami dan dapat menganalisis serta menarik kesimpulan pada pelajaran matematika, siswa harus memahami dua hal pokok tentang matematika. Hal pertama siswa harus memahami konsep, prinsip, hukum, aturan dan kesimpulan yang diperoleh. Hal berikutnya, siswa harus memahami cara memperoleh semua itu. Sehingga pada penelitian ini penulis mencoba menerapkan cara pembelajaran yang berbeda yaitu strategi pembelajaran berbasis masalah.

Dalam strategi pembelajaran berbasis masalah ini dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menetapkan topik masalah, walaupun sebenarnya dosen sudah mempersiapkan apa yang harus dibahas.

Berdasarkan penjelasan pada pendahuluan tersebut, penelitian ini akan menganalisis dan mengukur efektivitas strategi pembelajaran berbasis masalah untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa Polban dengan menggunakan uji t. Dengan demikian dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut

1. Bagaimana kualitas pembelajaran konvensional untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa?

2. Bagaimana kualitas pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa?

3. Bagaimana efektivitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa ditinjau berdasarkan pembelajaran berbasis masalah dan konvensional dengan menggunakan uji t? Dari hasil perumusan di atas, penulis mempunyai hipotesis penelitian sebagai berikut

H0:tidak terdapat perbedaan antara pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran konvensional. H1: terdapat perbedaan antara pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran konvensional. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bersifat positif kepada para dosen di Polban. Metoda pembelajaran di Polban dapat diterapkan tidak hanya dengan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas tetapi dapat juga dengan metode lain, sehingga menjadi acuan bagi dosen matematika tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa.

b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti sendiri guna meningkatkan profesionalisme di bidang penelitian yang berhubungan dengan strategi pembelajaran.

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Pemecahan Masalah Matematik

Pemecahan masalah matematis merupakan aktivitas yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut dikarenakan tujuan belajar yang harus dicapai dalam pemecahan masalah dan prosedur pemecahan masalah berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari, serta prosedur dalam pelajaran matematika dapat ditransfer dalam prosedur penyelesaian suatu masalah yang lain.

Menurut Dahar (1996) pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menerapkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya. Melalui pemecahan masalah siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman dalam menggunakan pengetahuan yang sudah

                   

(3)

dimiliki sebelumnya untuk diterapkan pada proses pemecahan masalah. Pemecahan masalah harus menjadi bagian integral dari proses pengajaran yang dilakukan di sekolah.

Cooney (Sondari, 2003) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses menerima masalah dan berusaha menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan Hayes (Suharnan, 2005) menyatakan bahwa pemecahan masalah dianggap sebagai suatu proses mencari atau menemukan jalan yang menjembatani antar keadaan yang sedang dihadapi dengan keadaan yang diinginkan. Gagne (Ruseffendi, 1991) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkatnya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya. Hal tersebut berdasarkan delapan tipe belajar yang dikemukakan Gagne (Ruseffendi, 1991), yaitu: signal learning (belajar isyarat),

stimulus-response learning, chaining (rangkaian gerak), verbal association (rangkaian verbal),

discrimination learning (belajar membedakan), concept learning (pembentukan konsep), rulelearning

(pembentukan aturan), dan problem solving (pemecahan masalah). Gagne (Ruseffendi, 1991) menyatakan bahwa menyelesaikan pemecahan masalah diperlukan aturan kompleks atau aturan tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi tersebut dapat dicapai setelah menguasai aturan atau konsep yang terdefinisi.

2.2 Pembelajaran Berbasis Masalah

Berkenaan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah, ada tiga hal pokok yang harus dimiliki, yaitu siswa menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuannya, masalahnya tidak terstruktur dengan baik (ill-structured), berarti kurangnya informasi yang diperlukan dan memuat isu yang tidak terselesaikan, menjadi kompleks melalui inkuiri dan investigasi, memerlukan alasan untuk dapat diselesaikan, jika mungkin dapat diselesaikan dengan lebih dari satu cara (University of Southern California, 2001).

Pendapat lain mengatakan bahwa karakteristik utama yang dimiliki pembelajaran berbasis masalah (Ibrahim dan Nur, 2000) meliputi pengajuan pertanyaan terhadap situasi atau masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja sama, dan menghasilkan produk atau karya yang dipamerkan.

Ketika pembelajaran berbasis masalah ini diimplementasikan di kelas maka akan tercirikan pada kejadian-kejadian yang muncul seperti berikut ini:

a.Keterlibatan (engagement), meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah (problem solver) yang bias bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan masalah dan meneliti hakikat permasalahan sambil mengajukan dugaan dan rencana penyelesaian.

b.Inkuiri dan investigasi (inquiry and investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi.

c.Performansi (performance) yaitu menyajikan temuan.

d.Tanya-jawab (debriefing), yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.

Sementara itu, berkenaan dengan situasi masalah yang diberikan, Ibrahim dan Nur (2000: 27) mengemukakan bahwa situasi masalah harus memenuhi kriteria diantaranya: autentik, tidak terdefinisi secara ketat, sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual, memungkinkan terjadinya kerja sama, dan konsisten dengan tujuan kurikulum.

Dengan mendasarkan pada berbagai pendapat, pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pembelajaran yang menyajikan suatu kondisi yang memberi kesempatan para siswa membangun konsep dan ide matematika dari suatu topik dimulai dengan menghadapi suatu situasi masalah yang diberikan, melalui investigasi, inkuiri dan pemecahan masalah dengan menggunakan integrasi keterampilan dan pengetahuan yang didapat sebelumnya. Perbedaan mendasar antara pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran yang biasa dilakukan pada umumnya, bahwa masalah diberikan pada awal pembelajaran.

                   

(4)

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Pada penelitian ini ada dua kelompok subjek penelitian (mahasiswa Program Studi Keuangan Perbankan)yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah dan kelompok kontrol dengan perlakuan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok diberikan pretes dan postes dengan menggunakan instrumen tes yang sama. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

pretest-postest control group design (Ruseffendi, 1994). Diagram desain penelitian ini adalah sebagai berikut:

O X O Ket : X = Proses belajar mengajar dengan pembelajaran berbasis masalah. O O O = Pretes dan Postes pemecahan masalah matematik.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di satu Politeknik Negeri di Kota Bandung. Mahasiswa yang menjadi sampel adalah mahasiswa semester I pada kelompok Tata Niaga (mahasiswa Program Studi Keuangan Perbankan). Sampel diambil dengan tehnik purposive sampling,

sebanyak dua kelas dari beberapa kelas yang ada pada bidang Tata Niaga di Politeknik Negeri tersebut. Materi (objek matakuliah) yang diberikan pada penelitian ini adalah Bunga Majemuk dan Anuitas.

Dalam penyelesaian untuk analisisnya digunakan metode penelitian dengan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan uji t. Dengan variabel penelitian adalah:

a. Nilai pretes dan postes pada kelas konvensional

b. Nilai pretes dan postes pada kelas dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa tes uraian tertulis. Tes terdiri dari tes pemecahan masalah matematik yang terkait dengan bahan ajar Matematika Bisnis.

Tes pemecahan masalah matematika dikembangkan berdasarkan langkah-langkah Poyla. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam memahami masalah, membuat rencana pemecahan, menjalankan rencana, dan memeriksa kebenaran hasil. Sebelum instrumen digunakan terlebih dahulu diujicobakan dan divalidasi mengenai isi dan konstruksinya.

Bahan dan materi pelajaran yang disampaikan dalam penelitian adalah mengenai bunga majemuk dan anuitas, materi ini disajikan pada kelas 1 semester ganjil yang menggunakan kurikulum Politeknik. Jadi penyusunan soal tes juga mengacu pada materi yang digunakan saat penelitian yaitu materi program studi Keuangan Perbankan kelas 1 pada semester ganjil dengan menggunakan kurikulum Politeknik.

PEMBAHASAN

1. Kualitas Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Mahasiswa Berdasarkan Pembelajaran Konvensional

Dari pelaksanaan pembelajaran di Polban dengan menggunakan pembelajaran konvensional untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematika, penulis menemukan beberapa mahasiswa yang mendapatkan kesulitan dalam belajar matematika. Kesulitan belajar matematika yang dialami mahasiswa diantaranya adalah:

(1) Kesulitan dalam hal membuat model matematika dari permasalahan yang diberikan. Pada umumnya mahasiswa belum mampu memahami serta membaca soal dengan baik, sehingga mereka mendapatkan kesulitan dalam membuat model yang benar dari soal cerita (aplikasi) matematika tersebut, meskipun sudah mendapatkan penjelasan sebelumnya.

(2) Kesulitan menyelesaikan model matematika yang telah dibuat. Kesulitan yang dihadapi di sini adalah kesulitan yang berkaitan dengan operasi aljabar dan aritmetika.

Dari 2 kesulitan di atas, dapat penulis simpulkan, seperti yang diungkapkan (Sinambela, 2008) bahwa salah satu indikator keefektivan pembelajaran untuk ketercapaian kegiatan yang termuat dalam RPP masih sangat kurang dengan melihat rata-rata nilai mahasiswa 5,19 (gambar 4.1) dibandingkan dengan score ideal 12, yaitu sebesar 43,25% dengan kategori rendah, meskipun ada peningkatan sebesar 4,29. Dengan demikian kualitas kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional masih rendah.

                   

(5)

0,903225806 5,193548387 0 2 4 6 1 2

Gambar 1 Diagram Rata-rata Nilai Pretes dan Postes Pembelajaran Konvensional

N il a i R a ta -r a ta Series1 Keterangan :

1.Pretes Pembelajaran Konvensional 2.Postes Pembelajaran Konvensional

2. Kualitas Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Mahasiswa Berdasarkan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Dari pelaksanaan pembelajaran di Polban dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematika, penulis menemukan sedikit mahasiswa yang mendapatkan kesulitan dalam belajar matematika. Kesulitan belajar matematika yang dialami mahasiswa di antaranya adalah:

(1) Kesulitan dalam hal membuat model matematika dari permasalahan yang diberikan. Pada umumnya mahasiswa yang mengikuti PBL lebih mampu memahami serta membaca soal dengan baik, sehingga mereka tidak mendapatkan kesulitan dalam membuat model yang benar dari soal cerita (aplikasi) matematika tersebut, karena pada pembelajaran ini mahasiswa mempunyai kesempatan lebih besar untuk belajar proses dalam matematika yang berhubungan dengan komunikasi, penyajian, pemodelan, dan memberi alasan dari apa yang mereka dapatkan selama pembelajaran berlangsung.

(2) Kesulitan menyelesaikan model matematika yang telah dibuat. Untuk mahasiswa yang mengikuti kuliah dengan strategi PBL tidak mendapat kesulitan yang terlalu berarti. Hal dapat dilihat dari rata-rata nilai mahasiswa 9,06 (gambar 4.1) dibandingkan dengan score ideal 12, yaitu sebesar 75,5% dengan kategori baik, dan peningkatan sebesar 7,87 (gambar 2). Dengan demikian kualitas kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa menggunakan pembelajaran berbasis masalah sudah cukup baik.

1,193548387 9,064516129 0 2 4 6 8 10 1 2

Gambar 2 Diagram Nilai Pretes dan Postes Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

N il a i R a ta -r a ta Series1 Keterangan :

1.Pretes Pembelajaran Berbasis Masalah 2.Postes Pembelajaran Berbasis Masalah

Efisiensi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Pembelajaran

Karena nilai pretest kelas konvensional dan kelas PBL tidak berdistribusi normal maka langkah selanjutnya untuk mengetahui efisiensi berdasarkan pembelajaran dapat dilihat dari hasil perhitungan perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan Uji t. Uji t tersebut adalah uji statistik Compare Means Independent Sample t Test. Uji ini digunakan jika datanya berdistribusi normal.

Untuk pengujian perbedaan rerata postes kemampuan pemecahan masalah matematik didapat bahwa signifikan sebesar 0,00 yang berarti kurang dari 5%. Jadi hipotesis nol ditolak, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah pada kelas konvensional dan kelas

PBL untuk skor postes. Dengan melihat hipotesis penelitian, rerata kemampuan pemecahan masalah matematik mahasiswa yang memperoleh pembelajaran PBL lebih baik dibanding rata-ratakemampuan

                   

(6)

pemecahan masalah matematik mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Adapun perbandingan hasil penelitian dari kedua pembelajaran yang didapat terlihat pada tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan Hasil Pembelajaran untuk Penyelesaian Masalah Matematika

Kelas Konvensional Kelas Eksperimen dengan pembelajaran PBL

1. Waktu pembelajaran

Waktu yang digunakan pada pembelajaran relatif singkat dibanding kelas PBL apalagi mahasiswa sudah mempunyai modul matematika bisnis.

1. Waktu pembelajaran

Waktu yang digunakan pada pembelajaran relatif lama dibanding kelas konvensional. Namun hal ini bisa disiasati bila mahasiswa diberi LKM (Lembar Kerja Mahasiswa) pada pertemuan sebelumnya dan mengerjakannya di rumah, di kelas hanya diskusi saja.

2. Membuat Model

Dalam pembuatan model matematika sebagian besar mahasiswa pada kelas konvensional relatif mendapatkan kesulitan Hal ini terlihat dari lamanya membuat model matematika, meskipun pada akhirnya terdapat juga mahasiswa yang dapat membuat model dengan benar meskipun waktu yang digunakan cukup lama.

2. Membuat Model

Dalam pembuatan model matematika sebagian besar mahasiswa pada kelas PBL relatif merasa mudah, mereka mengerjakan dengan cepat karena dalam pembelajaran

PBL mereka mempunyai kesempatan lebih besar untuk belajar proses dalam matematika yang berhubungan dengan komunikasi, penyajian, pemodelan dan memberi alasan.

3. Menyelesaikan soal

Terdapat beberapa mahasiswa tidak mampu menyelesaikan soal dengan baik, meskipun terdapat juga mahasiswa yang mampu, tetapi kemampuan tadi tidak merata.

3. Menyelesaikan soal

Setelah membuat model, para mahasiswa pada pembelajaran ini lebih mampu menyelesaikan soal dengan baik, meskipun ada juga yang tidak mampu. Tetapi secara umum hampir semua mahasiswa dapat menyelesaikan soal dengan baik.

4. Kompetensi

- menerapkan rumus : kurang mampu - memformulasikan : kurang mampu

- memeriksa kecukupan data dan menyusun langkah- langkah penyelesaian soal : kurang mampu

- memeriksa kebenaran hasil : kurang mampu Secara keseluruhan kompetensi kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional kurang kompeten. Hal ini dilihat dari langkah jawaban soal yang mereka kerjakan.

4. Kompetensi

- menerapkan rumus : baik - memformulasikan : baik

- memeriksa kecukupan data dan menyusun langkah- langkah penyelesaian soal : baik

- memeriksa kebenaran hasil : baik

Secara keseluruhan kompetensi kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah (PBL) sangat kompeten. Hal ini dilihat dari langkah jawaban soal yang mereka kerjakan.

5. Hasil Pengerjaan Soal

Pada pembelajaran konvensional, hasil pengerjaan soal yang diukur dari nilai yang diperoleh mahasiswa untuk mengerjakan soal pemecahan masalah relatif lama. Hal ini dilihat dari banyaknya mahasiswa yang bisa menyelesaikan soal dengan sempurna meskipun tidak sesuai dengan skor total (nilai 11 dari skor ideal 12) sebanyak 1 dari 31 mahasiswa.

5. Hasil Pengerjaan Soal

Pada pembelajaran berbasis masalah (PBL), hasil pengerjaan soal yang diukur dari nilai yang diperoleh mahasiswa untuk mengerjakan soal pemecahan masalah relatif lebih cepat dibanding dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dilihat dari banyaknya mahasiswa yang bisa menyelesaikan soal dengan sempurna meskipun tidak sesuai dengan skor total (nilai 11 dari skor ideal 12) sebanyak 8 dari 31 mahasiswa.

KESIMPULAN

1.Kualitas pembelajaran konvensional masih rendah bila digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa.

2.Kualitas pembelajaran berbasis masalah sudah tinggi, bila digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa.

3.Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara mahasiswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Mahasiswa pada kelas pembelajaran berbasis masalah mengalami peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih tinggi dari pada mahasiswa pada kelas konvensional.

                   

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Dahar, W. (1996). Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Dewi, S. (2006). Pemahaman Konsep Volume Bola dengan Model PembelajaranKonstruktivisme dan Kontekstual pada Siswa Kls III SMP. [Online]. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 1, nomor 2, Maret 2006. Tersedia: http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2007/09/04-setya-dewi.pdf

Gunawan, G. (2006). Penerapan Pengajaran Modul untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan.

Ibrahim, M. dan Nur, M. (2000). Pembelajaran berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sinambela, Pardomuan NJM. (2008). Faktor-faktor Penentu Keefektivitan Pembelajaran dalam Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Base Instruction), Jurnal Generasi Kampus, Volume 1, Nomor 2, September 2008.

Sondari, T. (2003). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahanan Masalah Matematika Siswa SLTP melalui pembelajaran Berbasis Masalah . Skripsi FMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Suharnan. (2005). Psikologi Kognitif. Srikandi. Surabaya.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar, Disertasi PPS UPI. Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian pada Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA IKIP Bandung.

                   

Gambar

Gambar 2 Diagram  Nilai Pretes dan Postes  Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Tabel 1 Perbandingan Hasil Pembelajaran untuk Penyelesaian Masalah Matematika

Referensi

Dokumen terkait

• Reduce shipment time & cost • Better supply chain planning. • Expanding seaports

Cambridge International AS Level Hinduism constitutes the irst half of the Cambridge International A Level course in Hinduism and therefore provides a suitable foundation for the

Piston bergerak dari TMA ke TMB posisi ring piston/cincin piston berada pada bagian atas alur, akibat dari gesekan cincin dengan dinding silinder.. Langkah

Konsentrasi nitrat di

In this article a historical outline of the implicit functions theory is presented starting from the wiewpoint of Descartes algebraic geometry (1637) and Leibniz (1676 or 1677),

Oleh karena itu peran guru sangatlah penting dalam menumbuhkan kedisiplinan belajar siswa khususnya pada mata pelajaran SKI menggunakan metode pembelajaran yang

Dalam penelitian ini, langkah pertama adalah pengumpulan data, yaitu dengan proses mencari informasi tentang hal-hal yang berhubungan atau berkaitan dengan

Hasil uji BNT interaksi antara model pembelajaran dengan kemam- puan akademik terhadap keterampi- lan berpikir kritis peserta didik dapat diketahui bahwa keterkaitan