• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FUNDAMENTAL KOMPREHENSIF AFK AFK. Untuk Pemula INVESTABOOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FUNDAMENTAL KOMPREHENSIF AFK AFK. Untuk Pemula INVESTABOOK"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

FUNDAMENTAL

KOMPREHENSIF

AFK

AFK

Untuk Pemula

(2)

Analisis Fundamental

Komprehensif untuk

Pemula

Muhammad Alfisyahrin

Founder & CEO Investabook

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 2

PRAKATA ... 4

BAB I Lima Resep Sukses Investasi Saham ala Pat Dorsey ... 14

1. Kerjakan PR-mu! ... 14

2. Cari Economic Moat! ... 18

3. Miliki Margin of Safety! ... 20

4. Simpan untuk Jangka Waktu Lama! ... 22

5. Ketahui Kapan Saat yang Tepat untuk Menjual Sahammu! 24 BAB II Memahami Bahasa Investasi ... 30

Model Bisnis ... 32

1. Baca Materi dan Laporan Public Expose ... 34

2. Baca Profil Perusahaan di Laporan Tahunan ... 37

3. Baca Ikhtisar Keuangan di Laporan Tahunan dan Informasi Segmen di Laporan Keuangan ... 42

Laporan Keuangan ... 48

1. Anatomi Laporan Keuangan ... 50

2. Hubungan Antar-Informasi di Laporan Keuangan... 67

3. Alat Bantu Analisis ... 80

BAB III Mencari Economic Moat di Industri yang Beragam ... 106

Ragam Bentuk Economic Moat ... 110

Tiga Langkah Mencari Economic Moat ... 115

Economic Moat di Industri Utama Indonesia ... 124

(4)

BAB V Hati-Hati Valuasi ... 131

Jebakan Valuasi Relatif (Pricing) ... 132

Jebakan Valuasi Intrinsik ... 136

BAB VI Memperkirakan Value Sebuah Bisnis ... 138

Arus Kas Bersih ... 139

Waktu dan Risiko ... 141

Memadukan Input dalam Valuasi Intrinsik ... 143

Identifikasi Value Driver ... 156

Mungkinkah Perusahaan Luar Biasa Dihargai Murah? ... 158

BAB VII Peta Jalan Investor Sabar ... 164

(5)

PRAKATA

Analisis Fundamental Komprehensif (AFK) Emiten hadir

untuk investor jangka panjang yang ingin meningkatkan nilai kekayaannya dengan cara yang aman dan berkelanjutan melalui strategi buy and hold. Strategi ini dipopulerkan oleh Warren Buffett dan Charlie Munger, duet investor-pebisnis yang telah melipatgandakan kekayaannya dan rekan pemilik saham lain melalui perusahaan konglomerasi mereka: Berkshire Hathaway.

Bagi investor jangka panjang yang berkomitmen untuk mengikuti jalan yang dirintis Buffett dan Munger, tidak ada yang lebih penting dari pemahaman yang utuh dan

mendalam tentang kualitas sebuah bisnis. Bahkan, lebih

penting dari mencari supercheap stock ala Value Investing klasik yang dirintis oleh Benjamin Graham.

Munger pernah mengatakan:

“Jika kalian memiliki sebuah bisnis dengan Return on Capital

6% dan menyimpannya selama 40 tahun, kalian tidak akan mendapatkan imbal hasil lebih dari 6%, bahkan ketika kalian membelinya dengan diskon yang sangat besar. Sebaliknya, jika kalian membeli sebuah bisnis dengan Return on Capital

18% dan menyimpannya selama 20 hingga 30 tahun, kalian akan tetap mendapatkan imbal hasil yang besar meskipun

(6)

Namun, bukan berarti Buffett dan Munger keluar dari filosofi

Value Investing. Menurut mereka, semua investasi cerdas adalah Value Investing yang intinya adalah membeli sebuah bisnis dengan harga di bawah dari potensi nilai yang bisa

diberikan oleh bisnis tersebut. Bisnis sebagus apa pun tidak

akan menjadi investasi yang baik ketika dibeli dengan harga yang terlalu mahal dibanding nilai yang bisa diberikan oleh bisnis tersebut.

Jadi, Buffett dan Munger selalu memulai analisisnya dari analisis bisnis dan mengakhirinya dengan valuasi. Di antara dua hal tersebut ada analisis kompetensi dan integritas manajemen. Bisnis yang berkualitas baru bisa merealisasikan potensi penciptaan nilainya jika dikelola oleh manajemen yang kompeten dalam mengalokasikan modal dan bisa dipercaya untuk menjalankan tugas

utamanya: menciptakan nilai bagi pemilik perusahaan.

Per 22 Agustus 2019, menurut Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor saham di Indonesia baru mencapai 1 juta orang. Di antara 1 juta orang yang terdata sebagai investor saham tersebut, hampir pasti lebih banyak yang sebenarnya menjadi trader yang memperjualbelikan saham dengan mengantisipasi pergerakan harga saham dalam jangka pendek. Sudah menjadi aksioma sejak lama di pasar modal di seluruh dunia, jumlah investor tidak mungkin lebih banyak dibanding trader.

Namun, di antara –sebutlah- seratus sampai dua ratus ribu orang yang berkomitmen untuk menjadi investor dan

(7)

mencari peningkatan kekayaan melalui bisnis di balik lembaran saham, bukan semata pergerakan harga saham dalam jangka pendek, sebagian besar masih memiliki pemahaman parsial dan menjalankan strategi investasi

“jalan pintas” yang rentan menyesatkan.

Ada dua strategi investasi “jalan pintas” yang banyak digunakan oleh Investor Saham Pemula:

1. Beli saham bluechip dan likuid, lalu lupakan.

Saham bluechip adalah istilah untuk saham yang memiliki kapitalisasi pasar (market cap) terbesar. Kapitalisasi pasar adalah harga per lembar saham x lembar saham beredar. Jadi, perusahaan yang harga per lembar sahamnya naik, kapitalisasi pasarnya juga akan naik. Meski ada yang berpendapat bahwa bluechip juga punya ciri lain, seperti perusahaan menjadi market

leader di industrinya. Faktanya, tidak selalu begitu.

Kriteria mutlak dari saham bluechip adalah kapitalisasi pasarnya.

Adapun saham yang likuid adalah saham yang ramai diperdagangkan di bursa atau pasar saham. Saham

bluechip biasanya juga likuid.

Saham bluechip dan likuid di Indonesia biasanya dikumpulkan dalam sebuah indeks. Ada tiga indeks yang paling terkenal dengan kriteria yang hampir serupa, yakni Indeks LQ45, IDX30, dan IDX80. Kriteria utama ketiga indeks tersebut sama: kapitalisasi pasar yang

(8)

besar dan frekuensi perdagangan yang tinggi.

Ada anggapan bahwa dengan membeli salah satu atau beberapa saham yang berada di indeks tersebut, maka seorang investor tidak perlu mempelajari terlalu dalam bisnis sebuah perusahaan dan tidak perlu memantau secara rutin perkembangan bisnisnya. Pasti aman! Pasti cuan!

Padahal, penghuni ketiga indeks itu saja dievaluasi setiap tiga bulan. Ada yang dibuang dan ada yang dimasukkan. Bagaimana jika ternyata saham yang kamu beli karena menjadi penghuni salah satu indeks tersebut, lalu tiga bulan kemudian keluar dari indeks tanpa kamu ketahui? Harga sahamnya terus turun karena siklus bisnisnya sedang berganti dari boom (kejayaan) ke bust (kemerosotan). Pikirkan kembali jika kamu masih menjalankan strategi “jalan pintas” yang satu ini.

Lebih dari itu, kamu juga harus tahu kalau perusahaan di balik sekumpulan saham bluechip itu beroperasi di industri dan punya model bisnis yang beragam. Peluang, tantangan, dan risiko operasi bisnisnya juga pasti berbeda.

Risiko yang diminimalisasi dengan memiliki saham

bluechip hanyalah risiko fluktuasi harga saham dan

ketidaksesuaian kinerja harga saham dengan IHSG. Karena kapitalisasi pasarnya besar, saham bluechip

(9)

atau ratusan miliar untuk sengaja mengangkat atau menurunkan harga saham bluechip. Selain itu, karena porsi saham bluechip cukup besar terhadap keseluruhan pasar saham, jika memiliki saham bluechip, pergerakan portofoliomu tidak akan terlalu jauh berbeda dengan IHSG atau indeks acuan lainnya. Saham yang likuid juga membatasi risiko kesulitan untuk menjual saham tersebut nanti. Baik saham

bluechip maupun saham yang likuid sama sekali tidak

melindungimu dari risiko bisnis yang berpotensi menggerus fundamental perusahaanmu di masa depan. Kamu tidak akan tahu apakah saham bluechip dan likuidmu beroperasi di industri yang siklikal, model bisnisnya ramah dengan utang berbunga, economic moat-nya sedang eroding (terkikis), ruang bertumbuhnya sudah minim, atau rentan terdisrupsi, jika kamu tidak mempelajari bisnis perusahaan tersebut secara utuh dan mendalam.

2. Beli saham undervalue yang PER dan PBV-nya

rendah atau harga sahamnya sedang downtrend.

Meski murid terbaiknya, Warren Buffett, telah mengembangkan Value Investing yang dirintis oleh Benjamin Graham, faktanya di Indonesia masih cukup banyak pengikut Benjamin Graham yang berfokus untuk menemukan supercheap stock dan tidak terlalu memperhatikan kualitas bisnis di baliknya.

(10)

Salah satu Investor Saham senior yang menjadi panutan di Indonesia, Lo Kheng Hong yang akrab disapa LKH, juga sebenarnya merupakan pengikut

Benjamin Graham Way, meski beliau dijuluki sebagai Warren Buffett-nya Indonesia.

Alih-alih mencari bisnis yang bisa memberikan imbal hasil yang besar secara berkelanjutan dengan risiko yang minim seperti Buffett dan Munger, LKH berfokus mencari saham yang sedang dijauhi oleh pasar (ditandai oleh PER dan PBV yang sangat rendah), biasanya karena membukukan rugi atau kinerja bisnisnya sedang merosot.

Beberapa saham yang dikenal memberikan keuntungan yang besar kepada LKH adalah United Tractor (UNTR), Multibreeder Adirama Indonesia (MBAI) sekarang menjadi Japfa Comfeed Indonesia (JPFA), Indika Energy (INDY), dan Indah Kiat Pulp & Paper (INKP). LKH tetap memegang saham-saham tersebut, bahkan seringkali justru menambahnya meski harganya terus turun karena pasar semakin pesimis kepada prospek masa depan perusahaan tersebut.

LKH baru mulai melepas saham yang dimiliki justru ketika harganya beranjak naik dan pelaku pasar modal lain (trader dan investor ikut-ikutan) mulai membeli saham-saham yang dijual oleh LKH.

(11)

Adanya contoh konkret sosok yang bisa sukses di pasar modal dan sama-sama berinvestasi di pasar saham Indonesia membuat cukup banyak investor saham pemula yang ingin mengikuti LKH Way: mencari saham super murah yang sedang dijauhi pasar. Namun sayangnya, LKH dan orang-orang yang mempopulerkannya hanya berfokus pada sisi kemudahannya tanpa menyampaikan secara terbuka risiko yang perlu diperhatikan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang investor jika ingin menjalankan LKH Way.

Pertama, bisnis yang karakternya siklikal, seperti yang selalu dipilih oleh LKH, memang bisa memberikan keuntungan besar. Namun, hal itu hanya akan terjadi jika kamu membeli dan menjualnya pada saat yang tepat. Jika tidak, bukan keuntungan besar yang akan kamu dapat, tetapi justru kerugian yang sangat parah. Contoh paling mudah adalah mereka yang membeli saham karena saham tersebut dimiliki LKH, padahal di saat itu LKH sebenarnya sedang menjualnya perlahan-lahan. Oleh karena itu, memahami siklus dan faktor-faktor yang mendorong pergerakan siklus sebuah bisnis adalah hal pertama yang harus dipahami oleh seorang investor yang ingin mengikuti LKH Way. PER dan PBV yang rendah atau pergerakan harga saham yang sedang menurun bisa jadi petunjuk awal, tetapi tidak akan cukup untuk menjadi penentu keputusan

(12)

beli/jual. Angka PER dan PBV serta grafik harga saham yang sedang menurun justru bisa jadi menyesatkan jika kamu tidak memahami faktor pendorong di baliknya.

Kedua, memiliki saham perusahaan yang bisnisnya siklikal berarti harus siap menghadapi risiko volatilitas harga. Bagi investor senior yang telah melewati beberapa resesi dan krisis ekonomi, volatilitas dan –khususnya- penurunan harga saham yang tajam bukanlah masalah bagi LKH. Namun, bagi kebanyakan investor saham pemula, penurunan harga yang tajam adalah cobaan besar. Meski secara teknis harta mereka hanya hilang di atas kertas, tetapi perasaan kerugian itu begitu nyata bagi investor saham pemula. Membatasi kerugian dengan

cut loss seringkali terasa lebih realistis dibanding terus merasa kehilangan uang setiap harinya.

AFK Emiten menawarkan pilihan saham perusahaan yang model bisnisnya relatif sederhana, stabil, dan mudah dipahami untuk investor saham pemula.

Pergerakan harga sahamnya pun lebih sering naik dibanding turun karena nilai intrinsiknya juga terus bertumbuh dan berlipat ganda (compounding). Meskipun begitu, bukan berarti harga sahamnya saat ini sudah overvalued. Grafik harga saham tidak menjelaskan apa pun tentang nilai intrinsik yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan. Valuasi adalah proses memadukan berbagai value driver yang

(13)

dianalisis satu per satu dalam AFK Emiten.

Dengan menggunakan kerangka analisis fundamental yang dikembangkan oleh Pat Dorsey, seorang Fund Manager yang telah berjasa membuat Morningstar menjadi salah satu perusahaan riset pasar modal terkemuka di dunia, AFK Emiten telah menjadi contoh nyata bagaimana filosofi dan strategi investasi ala Buffett dan Munger diterapkan dalam menganalisis saham di Indonesia.

Namun, kami menyadari bahwa hal yang paling dibutuhkan oleh Investor Saham Pemula di Indonesia saat ini adalah

mindset dan skill set yang utuh sebagai seorang investor. Tanpa pemahaman soal model bisnis, kemampuan membaca laporan keuangan, dan kejelian dalam memperkirakan value

sebuah perusahaan, maka AFK Emiten belum dapat memberikan manfaat yang optimal.

Oleh karena itu, kami membuat buku Analisis Fundamental Komprehensif untuk Pemula.

Buku ini mengambil berbagai insight penting dari berbagai buku investasi dan menyajikannya dengan cara yang ringkas dan mudah dipahami dengan rincian sebagai berikut:

1. The Five Rules for Successful Stock Investing (Pat Dorsey)

a. Mindset Investor

b. Analisis Model Bisnis

(14)

d. Manajemen Portofolio

2. Financial Management Canvas (Kho Sin Hien & Fransiska Ida Mariani)

a. Memahami Laporan Keuangan

b. Analisis Rasio Keuangan

3. Warren Buffett and the Interpretation of Financial Statements (Mary Buffett & David Clark)

a. Analisis Economic Moat melalui Laporan Keuangan

b. Analisis Risiko melalui Laporan Keuangan

4. The Little Book of Valuation (Aswath Damodaran)

a. Identifikasi Value Driver (Story)

b. Metode Discounted Cash Flow

Buku ini adalah paket komplet untuk kamu yang siap

mengalokasikan uang dan waktumu sebagai upfront

investment untuk keberhasilan investasi dalam jangka

(15)

BAB I

Lima Resep Sukses Investasi

Saham ala Pat Dorsey

Tulisan atau buku dengan judul “resep sukses” biasanya

berisi pembahasan yang terlalu normatif dan umum. Sebaliknya, pembahasan yang mendalam tentang suatu topik yang sebenarnya bisa disarikan menjadi resep sukses, seringkali gagal dirumuskan oleh penulisnya dengan sajian yang sederhana.

Itulah uniknya buku “The Five Rules for Successful Stock Investing” yang ditulis oleh Pat Dorsey. Meski menggunakan

judul yang terkesan normatif, Dorsey berhasil menyajikan hal-hal penting yang harus dimiliki seorang investor saham untuk bisa sukses dengan ringkas dan tetap berbobot.

Inilah lima resep sukses investasi saham ala Pat Dorsey:

1.

Kerjakan PR-mu!

Do your homework. Do your own research.

Kata-kata seperti di atas sudah sering diucapkan untuk mengingatkan para investor saham, khususnya yang masih pemula, untuk tidak menelan mentah-mentah seluruh informasi yang diberikan.

(16)

Walaupun disclaimer seperti di atas terkadang justru menjadi pelindung seorang investor yang sebenarnya punya niat untuk mempromosikan emiten yang telah dia miliki atau dikenal juga dengan istilah pompom.

Niat pompom itu pun bertemu dengan kemalasan para investor saham pemula yang menginginkan hasil investasi yang besar dengan waktu yang cepat dan usaha yang minim. Tidak bisa! Dalam hidup ini, setiap pilihan punya konsekuensi positif dan negatif yang harus disadari. Potensi keuntungan yang besar, selalu diikuti dengan risiko yang juga besar. Kemudahan pada satu sisi, pasti harus dibayar pada sisi yang lain. Selalu ada efek samping!

Termasuk saat kamu memilih untuk menjadi investor yang dependen atau bergantung pada pihak lain. Mari kita bahas beberapa contohnya.

Pertama, kamu memilih untuk berinvestasi di reksadana

saham. Kamu memang tidak perlu pusing memilih saham apa

yang bagus dan bisa memberimu keuntungan.

Namun efek sampingnya, kamu harus merelakan 3% dari imbal hasil danamu yang dikelola oleh Manajer Investasi (MI) untuk menjadi fee mereka. Terkesan kecil, tetapi bayangkan jika imbal hasil yang MI hasilkan dari danamu ternyata hanya 10%? Kamu hanya akan mendapatkan imbal hasil 7% dari dana yang kamu titip-kelolakan. Tidak jauh berbeda dengan imbal hasil obligasi atau sukuk negara dengan tingkat

(17)

kepastian cashflow (kupon pasti dibayar setiap bulan) yang tinggi dan risiko yang rendah. Jadi, MI seharusnya memberikan imbal hasil yang jauh lebih besar karena ada banyak biaya yang akan menggerus imbal hasil tersebut. Kedua, kamu memilih untuk berinvestasi saham secara langsung, tetapi pilihan sahammu berdasarkan pada rekomendasi saham yang dibuat oleh orang lain, baik yang gratis maupun berbayar. Pekerjaanmu untuk melakukan analisis memang menjadi semakin mudah. Tugasmu tinggal mengambil keputusan saja, rekomendasi saham mana yang paling cocok untuk kamu beli dan simpan.

Namun efek sampingnya, kamu jadi tidak punya pemahaman yang utuh dan mendalam mengenai saham yang kamu beli. Ketika harga saham yang kamu pilih karena rekomendasi dari pihak lain itu tiba-tiba turun drastis, kemungkinan besar kamu akan panik karena kamu tidak memahami mengapa sahamnya tiba-tiba turun. Kamu pun akan bertanya kepada

pemberi rekomendasi, “Sebaiknya saya melakukan apa? Tetap simpan atau cut loss?”

Bahkan, ketika harga sahammu tiba-tiba naik drastis, bisa jadi kamu akan tetap bingung dan kembali bertanya pada

pemberi rekomendasi, “Sebaiknya saham ini saya simpan dulu atau segera take profit?”

Kemudahan upaya dengan biaya yang lebih murah dibanding jasa manajer investasi harus kamu bayar dengan kebimbangan yang mungkin akan menghantuimu setiap kali

(18)

pasar dibuka, apa pun yang terjadi pada saham yang kamu beli berdasarkan rekomendasi.

Meski serial Analisis Fundamental Komprehensif (AFK) Emiten telah berupaya untuk berfokus pada kedalaman analisis tanpa rekomendasi yang eksplisit, tetap saja ada sebagian kecil pembaca AFK Emiten yang langsung melompat pada Bab Valuasi dan langsung melakukan aksi berdasarkan pembahasan di bab terakhir tersebut.

Meski AFK Emiten ditulis untuk menjadi referensi tambahan, pembaca yang belum memiliki mindset dan skill set yang cukup sebagai seorang investor, tetap berpotensi menjadikan AFK Emiten sebagai satu-satunya referensi tanpa pembanding.

Oleh karena itu, perlu ada prekuel dari AFK Emiten, yakni AFK

untuk Pemula yang akan mengarahkan pembacanya pada

jalur yang tepat untuk menjadi investor yang lebih cerdas dan independen.

Kerjakan PR-mu artinya kamu harus mampu memahami

bahasa investasi: bisnis dan keuangan. Bisnis adalah aset

produktif di balik lembaran saham yang kamu beli. Keuangan adalah cara kamu menilai kondisi dan kinerja dari bisnis tersebut.

Membeli saham sebuah perusahaan yang tidak kamu pahami model bisnis dan laporan keuangannya seperti menikah dengan orang asing yang berkomunikasi dengan bahasa yang

(19)

tidak kamu mengerti.

Siap-siap saja untuk bingung, kesal, kaget, dan kecewa dengan berbagai hal yang akan terjadi di masa depan.

Mengapa tidak mengenalnya pelan-pelan? PDKT dulu gitu! Sabar~

Kerjakan dulu PR-mu!

2. Cari Economic Moat!

Pembaca AFK Emiten pasti sudah banyak yang tercerahkan dengan istilah yang cukup asing dalam edukasi investasi saham di Indonesia: economic moat.

Di saat banyak edukasi investasi saham di Indonesia hanya fokus pada membeli saham di bawah nilai intrinsiknya, AFK justru fokus untuk menganalisis kualitas bisnis dari perusahaan yang dianalisis.

Mengapa?

Karena bisnis yang berkualitas dan berpotensi memberikan kinerja yang konsisten dalam jangka panjang, pasti memiliki nilai intrinsik yang berbeda dari bisnis yang biasa-biasa saja atau kinerjanya bagus pada musim-musim tertentu saja.

Economic moat adalah keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit ditiru oleh pesaing sehingga perusahaan tersebut dapat memberikan imbal hasil yang tinggi secara

(20)

berkelanjutan. Mirip seperti parit yang melindungi kerajaan dari serangan musuh pada zaman dulu.

Di mana ada gula, di situ ada semut. Perusahaan yang terbukti mampu memberikan imbal hasil yang tinggi akan mengundang lebih banyak persaingan. Efeknya, imbal hasil perusahaan yang awalnya superior itu akan terus menurun. Bisa jadi hanya memberikan imbal hasil rata-rata (reversion to the mean) atau justru hilang karena terdisrupsi pesaing yang lebih kuat.

Economic moat yang baik itu layaknya parit yang dalam ke bawah (memberikan imbal hasil yang tinggi) dan membentang lebar (bisa bertahan dalam jangka waktu panjang).

Perusahaan yang mampu memberikan imbal hasil yang tinggi, tetapi keunggulan kompetitifnya relatif mudah ditiru oleh pesaing, hanya akan memiliki narrow economic moat. Hanya ada sedikit perusahaan yang memiliki economic moat, apalagi wide economic moat.

Jika kamu ingin memiliki sebuah saham dalam jangka panjang, maka kamu harus mampu mengidentifikasi

economic moat seperti apa yang melindungi profitabilitas sebuah perusahaan dan memperkirakan berapa lama

economic moat tersebut akan bertahan.

(21)

akan membantumu memahami apa saja economic moat yang mungkin tersedia di beberapa industri utama.

3. Miliki Margin of Safety!

Sebagus apa pun bisnis sebuah perusahaan, tidak berarti kamu layak menghargainya pada harga berapa pun. Kamu harus tetap melakukan valuasi untuk memperkirakan berapa nilai yang bisa diciptakan sebuah perusahaan di masa depan. Investor, yang membedakannya dari spekulator, harus membeli sebuah saham dengan harga di bawah nilai intrinsiknya. Bukan sekadar yakin bahwa seseorang akan mau membelinya dengan harga yang lebih besar di masa depan.

Selisih antara harga yang kamu bayar saat membeli sebuah saham dengan prospek penciptaan nilai perusahaan

tersebut di masa depan adalah Margin of Safety. Semakin

besar selisihnya, semakin baik.

Margin of Safety akan memberimu perlindungan ekstra ketika asumsi yang mendasari valuasimu ternyata terlalu optimis sekaligus memberikan potensi keuntungan yang lebih besar jika asumsimu ternyata tepat.

Di balik harga saham ada ekspektasi. Begitu pun dengan rasio yang melibatkan harga pasar (market multiple) dalam penghitungannya seperti Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value Ratio (PBV).

(22)

Ekspektasi pasar terhadap suatu perusahaan dapat terlalu pesimis, wajar, atau terlalu optimis. Berhati-hatilah jika kamu menggunakan market multiple dalam valuasi. Ekspektasi pasar memang bisa salah, tetapi bisa juga benar.

Perusahaan dengan PER rendah, jangan-jangan memang akan segera mengalami penurunan laba bersih di masa depan karena faktor makro ekonomi dan/atau persaingan yang semakin ketat. Misalnya perusahaan batubara dan tekstil pada tahun 2019.

Sebaliknya, perusahaan dengan PER tinggi karena pertumbuhan laba bersih historis yang cepat seperti CLEO atau profitabilitas yang sangat tinggi seperti UNVR juga belum tentu bisa mempertahankan kecepatan pertumbuhan dan profitabilitasnya di masa depan.

Oleh karena itu, kamu memerlukan sebuah alat valuasi bernama Discounted Cash Flow (DCF).

Dengan DCF, kamu dapat meramu hasil analisismu terkait

economic moat, prospek pertumbuhan, kondisi keuangan, kompetensi dan integritas manajemen, serta risiko yang menyertai sebuah bisnis ke dalam model yang akan mengkuantifikasi cerita-cerita bisnis yang telah kamu gali. Dengan DCF pula, kamu dapat melakukan hitung mundur (reverse calculation) untuk membongkar asumsi-asumsi di balik harga saham yang ditawarkan saat ini.

(23)

Kamu akan lebih mudah untuk mengukur, asumsi siapa yang lebih masuk akal? Apakah pasar sedang gila atau justru kamu yang tidak jeli memahami nilai sebuah bisnis?

4.

Simpan untuk Jangka Waktu Lama!

Salah satu keunggulan saham dibanding instrumen investasi lain seperti properti adalah likuiditasnya. Secara umum, seseorang yang membeli saham, tidak akan kesulitan untuk menjual sahamnya kepada orang lain, bahkan di hari yang sama.

Namun, dalam keunggulannya itu pula terletak risiko besar dari saham. Karena pembentukan harganya terus menerus berlangsung selama perdagangan dibuka, seorang pelaku pasar modal bisa saja lupa bahwa di balik sebuah saham itu ada bisnis riil yang beroperasi.

Dalam jangka pendek, mood para pelaku pasar modal-lah yang menentukan naik dan turunnya harga saham. Adapun dalam jangka panjang, pergerakan harga saham akan mengikuti fundamental perusahaan.

Sayangnya, sebagian orang yang melakukan jual beli saham dalam jangka waktu pendek tidak menyadari dan menyiapkan diri untuk menghadapi risiko tersebut. Mereka yang disebut oleh Benjamin Graham sebagai spekulator. Mereka tidak tahu kalau sebenarnya mereka hanya mengundi nasib di pasar modal.

(24)

Meskipun begitu, mereka yang telah menyiapkan proteksi risiko tetapi menyimpan sahamnya tidak terlalu lama, satu sampai tiga tahun misalnya, sesungguhnya telah kehilangan kesempatan besar untuk merasakan keajaiban dunia kedelapan: compounding effect.

Compounding effect adalah efek peningkatan yang makin besar seiring peningkatan jangka waktu investasi karena akumulasi imbal hasil yang diinvestasikan kembali.

Jadi, jika kamu mendapatkan imbal hasil 10% per tahun dengan pokok dana 10 juta maka pada tahun kedua, kamu akan mendapatkan imbal hasil 1 juta yang akan membuat pokok danamu menjadi 11 juta. Pada tahun ketiga, imbal hasilmu menjadi 1.1 juta dan akan meningkatkan pokok danamu menjadi 12.1 juta.

Skenario di atas hanya terjadi jika kamu menginvestasikan kembali imbal hasil yang kamu peroleh pada instrumen yang memberikan imbal hasil yang sama atau bahkan lebih baik. Skenario di atas mengasumsikan kamu mendapatkan imbal hasil yang sama setiap tahunnya.

Nah, di sinilah letak kesalahan dari edukasi mengenai

compounding effect yang membuat beberapa investor saham

pemula berpikir bahwa kalian harus “mengamankan” capital gain pada tingkat floating profit tertentu (misalnya 25%) agar hasil penjualannya dapat digunakan untuk memberikan saham undervalue lain yang diharapkan akan memberikan imbal hasil serupa.

(25)

Ada dua potensi masalah dari strategi investasi seperti ini.

1. Saham yang telah “diamankan” keuntungannya belum tentu akan kembali ke tingkat harga saat dibeli dulu, bisa jadi justru terus naik.

2. Kamu belum tentu mendapatkan saham yang lebih baik dibanding saham yang telah kamu jual.

Bukan hanya itu, dengan bertransaksi lebih sering, kamu juga akan memberikan uang lebih banyak kepada sekuritas melalui broker fee dan negara melalui pajak transaksi saham.

Dengan menyimpan saham yang bagus yang dibeli di harga yang juga bagus dalam jangka waktu lama, kamu seperti menggelindingkan bola salju dengan ongkos yang minimal.

Eits, akan tetapi, kamu harus tetap memantau perkembangan saham yang kamu miliki, ya, minimal tiga bulan sekali. Apalagi kalau kamu rutin menambah dana investasimu setiap bulan, kamu juga harus beberapa kali melihat aplikasi sekuritasmu untuk melihat apakah pasar sudah memberikan diskon untuk saham incaranmu.

5.

Ketahui Kapan Saat yang Tepat

untuk Menjual Sahammu!

Menjalankan strategi investasi buy and hold ala Buffett dan Munger bukan berarti kamu lantas melupakan saham yang telah kamu beli.

(26)

Kamu harus tahu kapan saat yang tepat dan untuk alasan apa kamu menjual saham yang telah kamu beli dan simpan. Jika ternyata sahammu jelek dan asumsimu salah, mengapa harus disimpan lama-lama?

Cut loss bukan tindakan yang haram bagi seorang investor. Walaupun seorang investor yang berhati-hati dalam melakukan analisis dan aksi beli jarang melakukan cut loss.

Cut loss yang diharamkan bagi investor jangka panjang, menurut Pat Dorsey adalah cut loss semata-mata karena harga sahammu turun. Begitu pun dengan taking profit yang terburu-buru.

Seorang investor jangka panjang tidak boleh merealisasikan keuntungannya hanya karena melihat grafik harga sahamnya telah melonjak drastis sejak awal tahun.

Apakah berarti harga sahamnya akan segera turun? Belum tentu. Kamu harus menggali lebih dalam mengenai prospek fundamental perusahaan tersebut. Bagi investor, apa yang bisa dilakukan sebuah perusahaan pada masa depan, jauh lebih penting dari apa yang telah dilakukannya pada masa lalu. Grafik harga saham tidak memberitahumu apa pun soal apa yang dijanjikan oleh bisnis perusahaan tersebut pada masa depan.

Jadi, apa dong alasan yang tepat bagi seorang investor jangka panjang untuk menjual sahamnya?

(27)

Oke, ini dia.

1. Analisis dan Asumsimu Ternyata Salah

Investor tidak boleh gengsi untuk mengoreksi kesalahannya.

Bisa jadi, asumsimu terlalu optimis terkait prospek fundamental perusahaan tersebut.

Bisa jadi laju pertumbuhan ternyata tidak bisa secepat yang kamu ekspektasikan, kemampuan perusahaan pesaing untuk merebut pangsa pasar perusahaanmu ternyata jauh lebih kuat, atau peluang sumber pertumbuhan baru yang ternyata tidak sesuai harapan.

Menyimpan lama-lama saham perusahaan dengan fundamental yang buruk adalah penerapan yang sesat dari strategi investasi buy and hold.

2. Fundamental Perusahaanmu Memburuk

Asumsimu bisa jadi tepat pada beberapa tahun awal setelah kamu membeli saham tersebut. Namun, seiring waktu berjalan, ternyata situasi mulai berubah.

(28)

persaingan yang semakin ketat, kondisi keuangan perusahaanmu memburuk karena ekspansi yang terlalu agresif, atau perusahaanmu mulai kesulitan mencari peluang pertumbuhan baru yang menjanjikan.

Cek kembali fundamental perusahaanmu. Apakah situasi masih mungkin menjadi lebih baik? Apakah kamu percaya manajemen bisa melakukannya? Jika tidak, segera jual saham tersebut meskipun dalam keadaan rugi. Batasi kerugianmu sebelum menjadi semakin parah.

3. Harga Sahammu Sudah Naik Terlalu Jauh dari Nilai

Intrinsiknya

Ingat, bukan dari harga rata-rata belimu, tetapi dari harga wajar yang kamu perkirakan merupakan nilai intrinsiknya.

Pasar seringkali terlalu optimis kepada sebuah perusahaan yang memiliki kinerja bagus, baik yang baru bagus belakangan ini atau pun yang konsisten sejak lama kinerjanya bagus.

Manfaatkan! Namun, tetap harus berhati-hati. Sadarilah bahwa perusahaan yang bagus itu nilai intrinsiknya berlipat ganda. Jangan sampai terburu-buru melepaskan wonderful company ketika

(29)

harganya hanya sedikit lebih mahal dibanding perkiraan nilai intrinsiknya.

Kecuali, jika memang pasar sudah benar-benar gila, realisasikan saja keuntunganmu. Karena dalam jangka panjang, harga saham biasanya akan mendekati nilai intrinsiknya.

4. Ada Peluang Investasi yang Lebih Baik

Sebagai seorang investor, kamu harus selalu mengupayakan alokasi modal terbaik yang bisa kamu lakukan.

Menjual sebagian sahammu, bahkan dalam keadaan rugi, untuk kamu belikan saham yang menurutmu punya prospek yang lebih baik adalah hal yang sangat wajar.

Kerugianmu bisa jadi akan tertutupi pada saham barumu tersebut.

5. Portofoliomu Sudah Didominasi oleh Satu Saham

Tertentu

Menurut Pat Dorsey, inilah alasan terbaik di antara empat alasan lain untuk menjual saham yang kamu miliki. Jika kamu menjual sebagian sahammu karena porsinya sudah terlalu besar dari portofoliomu, berarti saham pilihanmu sudah tepat.

(30)

Pat Dorsey memberikan rule of thumb, porsi satu saham sebaiknya hanya 10-15% dari total portofoliomu.

Meskipun begitu, batas porsi satu saham dalam portofolio tersebut bisa jadi akan fleksibel tergantung pada profil risiko, circle of competence, dan besarnya dana kelolaan.

Kamu bisa memiliki satu saham dengan porsi lebih dari 15% dari total portofoliomu jika kamu siap menghadapi pergerakan nilai portofolio yang lebih fluktuatif, pilihan sahammu terbatas karena kamu hanya memiliki pemahaman mendalam pada satu sampai dua industri saja, dan/atau dana kelolaanmu yang belum terlalu besar (< 1 miliar rupiah).

Jika kamu telah menguasai mindset dan skill set sebagai seorang investor, mampu memilah perusahaan luar biasa yang memiliki wide economic moat, membelinya pada harga diskon sebagai margin of safety-mu, menyimpannya agar nilainya terus berlipat ganda, dan menjualnya pada saat yang tepat, maka sukses dalam investasi saham seharusnya hanya tinggal waktu.

Pertanyaannya, seberapa sabar kamu untuk menjalani proses belajar ini dengan tekun dan menunggu hasilnya dengan percaya diri?

Referensi

Dokumen terkait

Cambridge International AS and A Level Information Technology 9626 syllabus Syllabus aims and assessment

Sequence diagram Pemeriksaan kesehatan digunakan untuk mencatat pemeriksaan apa yang akan dilakukan dokter terhadap pasien, yang berhak menggunakan sistem

Makin meningkatnya hasil yang diperoleh pemerintah dibandingkan perpajakan hingga saat ini baik dari aspek budgeter , tingkat kesadaran dan kepatuhan maupun pemahaman

P3SPS tersebut yang berlaku sebagai etika penyiaran dan digunakan sebagai acuan untuk melakukan analisis isi terhadap praktik sensor pada program Bioskop Trans TV

17 Perhatian skrip jawapan semua kursus bagi program yang terlibat dengan lawatan penilaian Jawatan Akademik.. Lawatan Fasiliti • Penilaian terhadap fasiliti bilik

Aspek-aspek Hukum Perbankan, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Kedua,

Bahan ajar multimedia interaktif ini dapat digunakan untuk membantu guru yang mengalami kesulitan dalam memberikan pembelajaran IPA materi tata surya.. Pemanfaatan bahan

Untuk memecahkan masalah di atas dibutuhkan sistem marketplace yang sudah terintegrasi dengan facebook , dengan memanfaatkan algoritme cosine similarity maka produk akan