• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji potensi antibakteri infus akar ginseng merah[Phytolacca americana L.] terhadap Staphylococcus aureus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji potensi antibakteri infus akar ginseng merah[Phytolacca americana L.] terhadap Staphylococcus aureus."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ix INTISARI

Akar ginseng merah merupakan tanaman obat yang berkhasiat mengatasi sakit kulit dan infeksi saluran pernafasan atas. Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi pada kulit dan saluran pernapasan atas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi antibakteri infus akar ginseng merah terhadap S. aureus dan mengidentifikasi golongan senyawa yang terdapat dalam infus akar ginseng merah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Uji potensi antibakteri terhadap S. aureus dilakukan dengan metode difusi paper disk. Potensi antibakteri ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekitar paper disk. Metode Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk identifikasi golongan senyawa yang terdapat dalam infus akar ginseng merah dengan fase diam silika gel GF 254, fase gerak kloroform : metanol : air (64 : 50 : 10 v/v) dan dideteksi dengan pereaksi semprot vanillin H2SO4. Data diameter zona

hambat dianalisa dengan Kolmogorov Smirnov Test, ANOVA satu arah, dilanjutkan dengan uji LSD (p ≥ 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan infus akar ginseng merah memiliki potensi antibakteri terhadap S. aureus yang ditunjukkan dengan adanya zona hambat. Analisis kualitatif secara KLT menunjukkan infus akar ginseng merah mengandung senyawa saponin.

(2)

x ABSTRACT

Poke root is a medicinal plant which is used to cure skin diseases and infection of the upper respiratory tract. Staphylococcus aureus is one of bacteria, which caused infection in the skin and the upper respiratory tract. This research was aimed to test the antibacterial potency of infuse from poke root against S. aureus and identify the compound inside infuse from poke root.

This research was a pure experiment with one way complete design. The antibacterial potency against S. aureus was done using the paper disk diffusion. The antibacterial potency was shown by the blocked zone. Thin Layer Chromatography (TLC) method was used to identificate infuse of poke root which eventually was determined using silica gel GF 254 as the stationary phase, chloroform : methanol : aqua (64 : 50 : 10 v/v) as the mobile phase and also spray reactant vanillin H2SO4 to

identify the supposedly compound. Data of diffusion method were analysed by Kolmogorov Smirnov Test, one way ANOVA, and continued by LSD test (p ≥ 0,05).

The result showed the infuse of poke root had the antibacterial potency against Staphylococcus aureus which was shown by the blocked zone. Qualitative analysis by using TLC it showed the infuse of poke root consist of saponin.

(3)

i

UJI POTENSI ANTIBAKTERI INFUS AKAR GINSENG MERAH (Phytolacca americana L.) TERHADAP Staphylococcus aureus

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh Yulius Eriet Wibowo

NIM: 038114020

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)

iii

(6)

iv

Tuhan, Engkau adalah lilinku

Sumber penerang di dalam hidupku

Kau selalu tunjukkan jalan

Untuk meraih mimpi dan harapan

Terima kasih Tuhan ...

Kau tlah membimbing aku

Ciptakan karya kecilku

Untuk untaian cinta

Dan lembaran cita-citaku

Amien.

(7)
(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasihNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul UJI POTENSI

ANTIBAKTERI INFUS AKAR GINSENG MERAH (Phytolacca americana L.) TERHADAP Staphylococcus aureus. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan banyak masukan serta kritik dan saran selama

penelitian kepada penulis.

3. Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan

waktu untuk menguji dan memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis.

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu

untuk menguji dan memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis.

5. Bapak dan Ibuku tercinta, terima kasih atas segala doa, dukungan dan semangat

serta kasih sayang yang tiada habisnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik.

6. Nenekku dan Om Broto yang selalu memberi semangat sehingga skripsi ini

(9)

vii

7. CV. Indmira yang telah menyediakan bahan tanaman sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

8. Sahabat-sahabatku : Vian, Rosa, Wida, Atin, Wewen, Anin, terima kasih untuk

saling mengingatkan dan selalu memberikan semangat, kritik, saran serta

kebersamaan kita selama ini.

9. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Sarwanto, Mas Andre dan semua laboran yang

telah banyak membantu selama penelitian ini dilaksanakan sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik.

10. Teman-teman kelas A angkatan 2003 terima kasih atas dukungan dan

kebersamaannya.

11. Teman-teman kelompok praktikum A terima kasih atas dukungan dan

kebersamaannya.

12. Teman-teman KKNku Budi, Adit, Gilang, Mia, Mika, Tina, Tere dan Martha.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan yang harus

diperbaiki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Juni 2008

(10)
(11)

ix

INTISARI

Akar ginseng merah merupakan tanaman obat yang berkhasiat mengatasi sakit kulit dan infeksi saluran pernafasan atas. Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi pada kulit dan saluran pernapasan atas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi antibakteri infus akar ginseng merah terhadap S. aureus dan mengidentifikasi golongan senyawa yang terdapat dalam infus akar ginseng merah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Uji potensi antibakteri terhadap S. aureus dilakukan dengan metode difusi paper disk. Potensi antibakteri ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekitar paper disk. Metode Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk identifikasi golongan senyawa yang terdapat dalam infus akar ginseng merah dengan fase diam silika gel GF 254, fase gerak kloroform : metanol : air (64 : 50 : 10 v/v) dan dideteksi dengan pereaksi semprot vanillin H2SO4. Data diameter zona

hambat dianalisa dengan Kolmogorov Smirnov Test, ANOVA satu arah, dilanjutkan dengan uji LSD (p ≥ 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan infus akar ginseng merah memiliki potensi antibakteri terhadap S. aureus yang ditunjukkan dengan adanya zona hambat. Analisis kualitatif secara KLT menunjukkan infus akar ginseng merah mengandung senyawa saponin.

(12)

x

ABSTRACT

Poke root is a medicinal plant which is used to cure skin diseases and infection of the upper respiratory tract. Staphylococcus aureus is one of bacteria, which caused infection in the skin and the upper respiratory tract. This research was aimed to test the antibacterial potency of infuse from poke root against S. aureus and identify the compound inside infuse from poke root.

This research was a pure experiment with one way complete design. The antibacterial potency against S. aureus was done using the paper disk diffusion. The antibacterial potency was shown by the blocked zone. Thin Layer Chromatography (TLC) method was used to identificate infuse of poke root which eventually was determined using silica gel GF 254 as the stationary phase, chloroform : methanol : aqua (64 : 50 : 10 v/v) as the mobile phase and also spray reactant vanillin H2SO4 to

identify the supposedly compound. Data of diffusion method were analysed by Kolmogorov Smirnov Test, one way ANOVA, and continued by LSD test (p ≥ 0,05).

The result showed the infuse of poke root had the antibacterial potency against Staphylococcus aureus which was shown by the blocked zone. Qualitative analysis by using TLC it showed the infuse of poke root consist of saponin.

(13)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

(14)

xii

Halaman

E. Identifikasi Kualitatif Kandungan Senyawa Aktif ... 11

F. Landasan Teori ... 13

c. Uji potensi antibakteri infus akar ginseng merah ter- hadap S. aureus dengan metode difusi paper disk 20 d. Uji potensi antibakteri infus akar ginseng merah ter- hadap S. aureus dengan metode dilusi padat ... 20

6. Identifikasi Kualitatif Kandungan Senyawa dalam Infus Akar Ginseng Merah ... 21

a. Uji Tabung ... 21

b. Kromatografi Lapis Tipis... 23

(15)

xiii

Halaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Determinasi Akar Ginseng Merah ... 26

B. Pengumpulan dan Pengeringan Bahan ... 26

C. Penyarian Akar Ginseng Merah Dengan Metode Infundasi 28 D. Uji Potensi Antibakteri Infus Akar Ginseng Merah Terha- dap S. aureus dengan Metode Difusi Paper Disk ... 29

E. Uji Potensi Antibakteri Infus Akar Ginseng Merah Terha- dap S. aureus dengan Metode Dilusi Padat... 33

F. Identifikasi Kualitatif Kandungan Senyawa dalam Infus Akar Ginseng Merah dengan Uji Tabung dan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 47

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Seri konsentrasi infus akar ginseng merah ... 19

Tabel II. Purata diameter zona hambat infus akar ginseng merah

terhadap S. aureus dengan metode difusi paper disk ... 30 Tabel III. Hasil uji statistik menggunakan ANOVA ... 31

Tabel IV. Hasil uji statistik menggunakan uji Least Significant Difference

(LSD) ... 32

Tabel V. Hasil uji potensi antibakteri infus akar ginseng merah

terhadap S. aureus dengan metode dilusi padat dalam

waktu inkubasi 24 jam ... 35

Tabel VI. Hasil uji tabung infus akar ginseng merah... 36

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Akar dan tanaman ginseng merah ... 5

Gambar 2. Mekanisme pembentukan buih ... 39

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi Tanaman Ginseng Merah ... 47

Lampiran 2. Pengamatan potensi hambat infus akar ginseng merah

terhadap S. aureus dengan metode difusi paper disk waktu

inkubasi 24 jam ... 48

Lampiran 3. Pengamatan potensi infus akar ginseng merah terhadap

S. aureus dengan metode dilusi padat waktu inkubasi 24 jam 49 Lampiran 4. Penegasan hasil dilusi padat infus akar ginseng merah terha-

dap S. aureus dengan metode streak plate waktu inkubasi

24 jam... 50

Lampiran 5. Hasil uji tabung akar ginseng merah untuk uji saponin ... 51

Lampiran 6. Hasil identifikasi saponin infus akar ginseng merah

dengan metode KLT ... 52

Lampiran 7. Hasil pengukuran diameter zona hambat infus akar

ginseng merah terhadap S. aureus dengan metode difusi

paper disk waktu inkubasi 24 jam ... 53 Lampiran 8. Hasil perhitungan data potensi antibakteri infus akar

(19)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Akar ginseng merah (Phytolacca americana L.) merupakan salah satu simplisia yang digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai obat antirheumatik,

antiskabies, antibakteri, antidiare, antiradang saluran pernapasan atas (Nuskha, 2004;

Duke, 1992). Akar ginseng merah diketahui mengandung senyawa aktif saponin

triterpenoid (Nuskha, 2004).

Penggunaan obat tradisional di masyarakat umumnya dalam bentuk rebusan

dan seduhan. Untuk penyarian, Farmakope Indonesia IV menetapkan sebagai cairan

penyari digunakan air, etanol, etanol air atau eter. Untuk obat tradisional masih

terbatas pada penggunaan air dan etanol (Anonim, 1986). Kandungan senyawa aktif

saponin triterpenoid yang terdapat dalam akar ginseng merah larut dalam air dan

etanol (Robinson, 1991), karenanya penyarian dilakukan dengan metode infundasi.

Senyawa saponin diketahui mempunyai aktivitas sebagai antimikroba (Evans &

Trease, 1989).

Penggunaan akar ginseng merah adalah untuk mengobati beberapa penyakit

yang disebabkan oleh bakteri, seperti infeksi / radang pada selaput lendir saluran

pernapasan atas pada penggunaan internal dan digunakan untuk membersihkan kulit

dari kudis dan pengganggu lainnya pada penggunaan eksternal (Nuskha, 2004).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab penyakit yang umum diderita oleh masyarakat, seperti radang pada selaput lendir dan sakit kulit seperti penanahan

(20)

Terkait dengan penggunaan akar ginseng merah sebagai antibakteri, perlu

dilakukan uji potensi untuk melihat potensi antibakteri dari infus akar ginseng merah

terhadap S. aureus. S. aureus dapat membentuk sistem kekebalan baru terhadap senyawa antibakteri yang sudah ada sehingga dapat menyebabkan terjadinya

resistensi terhadap senyawa antibakteri yang sudah ada. Untuk mengatasi hal ini,

perlu dilakukan pencarian senyawa antibakteri baru yang memungkinkan untuk

penemuan obat baru yang dapat menggantikan senyawa antibakteri yang sudah ada.

Sehubungan dengan hal di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

membuktikan potensi antibakteri infus akar ginseng merah terhadap S. aureus.

1. Perumusan masalah

a. Apakah infus akar ginseng merah mempunyai potensi antibakteri terhadap S. aureus ?

b. Golongan senyawa apa yang terdapat dalam infus akar ginseng merah ?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran peneliti, penelitian tentang potensi antibakteri infus

akar ginseng merah terhadap S. aureus belum pernah dilakukan sebelumnya. Terhadap akar ginseng merah pernah dilakukan penelitian yang berhubungan

(21)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya penggunaan akar ginseng merah

sebagai antibakteri.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

khasiat infus akar ginseng merah untuk mengobati sakit kulit dan infeksi

saluran pernapasan atas.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

(22)

4

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Ginseng Merah 1. Keterangan Botani

Tanaman ginseng merah termasuk dalam familia Phytolaccaceae, genus

Phytolacca dan spesies Phytolacca americana L. Nama lain dari tanaman ginseng merah ini, antara lain Poke, Pokeweed, red weed, red ink plant, garget,

pigeon berry, scoke, coakum, Virginia polk, pocan bush, American nightshade

dan red ink berries (Nuskha, 2004)

2. Deskripsi

Tanaman tegak dengan tinggi 1 – 3 m, tersusun lebat seperti hutan, batang

dari bunga berwarna merah jambu sampai kemerah-merahan. Daun berbentuk

bulat sampai bulat menyempit atau lanset dengan panjang 4 – 16 cm dan lebar

1 – 4 cm. Panjang tangkai bunga 4 – 5 cm, panjang tangkai buah 6 – 10 mm.

Buah seperti bola ditekan, diameter 5 – 10 mm, warna berubah dari merah

menjadi hitam ketika masak. Buah masak dalam waktu dua bulan (Anonim,

1998; Harden, 1990). Tanaman ginseng merah berbunga antara bulan Mei sampai

Oktober (Anonim, 2003). Tanaman ginseng merah memiliki akar berwarna

kecoklatan yang sangat besar seperti daging, berserabut dan dapat tumbuh sampai

(23)

Gambar 1. Akar dan tanaman ginseng merah (Anonim,1996; 2004)

3. Kandungan Kimia

Kandungan aktif utama pada akar ginseng merah ini adalah saponin

triterpenoid (Nuskha, 2004). Menurut Duke (1992) semua bagian tanaman

memiliki kandungan senyawa dan aktivitas biologi yang berbeda-beda.

Kandungan senyawa yang terdapat dalam akar ginseng merah, antara lain

anthocyanin, ascorbic-acid, beta-karoten, betanin, caryophyllene, jaligonic-acid, niacin, oleanolic-acid, riboflavin dan thiamin.

4. Kegunaan

Akar ginseng merah biasa digunakan untuk mengobati infeksi / radang

selaput lendir saluran pernapasan atas dan infeksi pada kulit seperti kudis dan

penanahan pada luka (Nuskha, 2004). Menurut Duke (1992) akar ginseng merah

(24)

B. Penyarian

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang

tidak dapat larut dengan pelarut cair. Faktor yang mempengaruhi kecepatan

penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara

cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Zat aktif yang terdapat

dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam alkaloida, glikosida, flavonoid

dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta

stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, logam berat, udara,

cahaya, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya zat aktif yang dikandung

simplisia akan mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara penyarian yang

tepat (Anonim, 1986). Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan

penyari adalah selektifitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut,

ekonomis, aman dan ramah lingkungan (Sidik & Mudahan, 2000).

Cara penyarian dapat dibedakan menjadi :

1. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian (menyari simplisia dengan air pada suhu

90oC selama 15 menit) yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan

aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati (Anonim, 1986).

Pada penelitian ini digunakan metode penyarian secara infundasi. Proses

penyarian yaitu simplisia serbuk dibasahi dengan air secukupnya, kemudian

dipanaskan di tangas air dalam panci infusa selama 15 menit dihitung mulai suhu

dalam panci 90o C sambil sesekali diaduk. Kemudian diserkai selagi panas

(25)

secukupnya melalui ampas sampai diperoleh volume yang dikehendaki (Anonim,

1974).

Untuk penyarian, Farmakope Indonesia IV menetapkan sebagai cairan

penyari digunakan air, etanol, etanol air atau eter. Untuk obat tradisional masih

terbatas pada penggunaan penyari air dan etanol. Pada penyarian dengan metode

infusa digunakan cairan penyari berupa air (Anonim, 1986).

2. Maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka

larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim,

1986)

3. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Tahap perkolasi

dilakukan terus-menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan

(Sidik & Mudahan, 2000).

4. Penyarian berkesinambungan

Prinsip kerjanya yaitu cairan penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia

diisikan pada tabung dari kertas saring atau tabung yang berlubang-lubang dari

gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang cocok. Cairan penyari dipanaskan

(26)

penyari mengembun karena didinginkan oleh pendingin balik. Embun turun

melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu.

Cairan akan menguap kembali berulang proses seperti di atas (Anonim, 1986).

C. Uji Potensi Senyawa Antibakteri

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada senyawa antibakteri yang bersifat

menghambat pertumbuhan bakteri (bacteriostatic), dan ada yang bersifat membunuh bakteri (bacteriocide). Konsentrasi minimal senyawa antibakteri yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya, masing-masing dikenal

sebagai Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimal

(KBM). Senyawa antibakteri tertentu aktifitasnya dapat meningkat dari bacteriostatic

menjadi bacteriocide bila kadar senyawa antibakterinya ditingkatkan (Jawetz, Melnick & Adelberg, 1996).

Potensi senyawa antibakteri dapat diterapkan dengan beberapa cara di

antaranya adalah metode difusi dan metode dilusi.

1. Metode Difusi

Metode ini didasarkan pada kemampuan obat untuk berdifusi ke dalam

media tempat bakteri uji berkembang biak secara optimal dengan mengamati

diameter hambatan pertumbuhan bakteri karena berdifusinya obat dari titik awal

pemberian ke daerah difusi. Metode difusi dapat dilakukan dengan menggunakan

paper disk yang mengandung senyawa antibakteri diletakkan di atas media agar yang telah diinokulasi bakteri uji atau bila dengan sumuran, senyawa antibakteri

(27)

pertumbuhan atau hambatan bakteri uji dan sebanding dengan konsentrasi obat

yang diberikan (Anonim, 1992). Pengukuran zona hambat dilakukan dengan

mengukur diameter zona jernih di sekitar paper disk menggunakan penggaris. Hasil metode difusi adalah:

a. Zona irradikal adalah suatu daerah di sekitar disk atau sumuran yang menunjukkan pertumbuhan bakteri yang dihambat oleh senyawa antibakteri

tersebut tetapi tidak dimatikan. Di sini akan terlihat adanya pertumbuhan

yang kurang subur atau lebih jarang dibandingkan dengan daerah di luar

pengaruh senyawa antibakteri tersebut.

b. Zona radikal adalah suatu daerah di sekitar disk atau sumuran yang sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri (Anonim, 1992).

2. Metode Dilusi

Prinsip metode ini adalah larutan uji diencerkan sehingga diperoleh

beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair masing-masing konsentrasi obat yang telah

dibuat tersebut ditambahkan suspensi bakteri uji ke dalam media, sedangkan pada

dilusi padat masing-masing konsentrasi obat yang telah dibuat dicampurkan ke

dalam media agar kemudian ditanami bakteri uji dan diinkubasi. Dengan metode

ini akan didapat hasil secara kuantitatif. Konsentrasi terendah yang menghambat

pertumbuhan mikroba (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM) dalam

media dapat ditentukan dengan mengukur kekeruhan setelah inkubasi (Hugo &

Russel, 1987). Keuntungan metode ini dibandingkan dengan metode difusi

adalah dapat menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan

(28)

D. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk dalam familia Micrococcaceae, yaitu sel gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti

anggur. Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai perbenihan dan mempunyai

metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, serta menghasilkan pigmen yang

bervariasi dari putih sampai kuning tua. Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu

37oC, tetapi membentuk pigmen-pigmen paling baik pada suhu kamar (20o – 25oC).

S. aureus merupakan bakteri anaerob fakultatif yang bersifat patogen, memproduksi koagulase pigmen warna kuning emas, lipase, bersifat hemolitik dan tumbuh pada

media yang mengandung NaCl 0,9%. S. aureus biasanya ditemukan pada kulit dan membran serta dapat menimbulkan suatu penyakit tertentu. Bakteri ini dapat

menyebabkan terjadinya infeksi pada selaput lendir, bisul, borok, serta nanah pada

luka, tetapi peka terhadap antibiotik golongan beta laktam, serta peka terhadap fenol

dan derivat fenol lainnya (Jawetz, Melnick & Adelberg, 1996).

Kepekaan S. aureus terhadap banyak obat antimikroba berbeda-beda. Resistensi bakteri ini dibagi menjadi beberapa golongan :

a. Sering membentuk β-laktamase di bawah kendali plasmid, dan menyebabkan

organisme resistensi terhadap beberapa penisilin.

b. Resistensi terhadap nafsilin (dan terhadap metisilin serta oksasilin) tidak

tergantung pada pembentukan β-laktamase. Gen tersebut mungkin berada pada

kromosom dan ekspresinya bermacam-macam. Mekanisme resistensi terhadap

nafsilin dikaitkan dengan tidak ada atau sukar dicapainya protein pengikat

(29)

c. Toleransi berarti bahwa obat dapat menghambat tetapi tidak bisa mematikan

Staphylococcus, artinya terdapat perbedaan yang sangat besar antara konsentrasi hambat minimal dan konsentrasi bunuh minimal suatu antimikroba. Toleransi

kadang-kadang disebabkan oleh tidak adanya proses aktivasi enzim autolitik

dalam dinding sel (Jawetz, Melnick & Adelberg, 1996).

E. Identifikasi Kualitatif Kandungan Senyawa Aktif

Identifikasi kualitatif bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif

yang berguna untuk pengobatan. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan uji

tabung dan atau uji kualitatif secara KLT. Uji tabung merupakan analisis kualitatif

dengan cara mereaksikan bahan tanaman dengan larutan atau pereaksi tertentu,

sehingga diperoleh hasil yang mengarah ke kandungan senyawa aktif dari bahan

tanaman tersebut. Uji tabung meliputi uji alkaloid, uji antrakinon, uji polifenol, uji

tanin (zat samak), uji kerdenolida, uji saponin dan uji minyak atsiri. Hasil dari uji

tabung dapat dipertegas dengan analisis kualitatif secara KLT.

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan berdasarkan sifat-sifat

fisikokimia (Stahl, 1985). Kelebihan KLT adalah keserbagunaan, kecepatan dan

kepekaannya. Keserbagunaan KLT dikarenakan sejumlah penyerap yang

berbeda-beda dapat disaputkan pada pelat kaca / penyangga lain. Kecepatan eluasi KLT yang

besar karena sifat kepekaan yang tinggi sehingga hanya memerlukan sampel dalam

jumlah kecil (Harborne, 1987).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan senyawa dalam KLT adalah

(30)

dari lapisan penjerap, derajat kemurnian dari fase gerak, derajat kejenuhan uap dalam

bejana pengembangan, jumlah cuplikan yang digunakan, suhu, kesetimbangan antara

atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut (Sastrohamidjojo, 2002)

Pada umumnya KLT dilakukan dengan cara pengembangan naik di dalam

suatu bejana yang dindingnya dilapisi kertas saring, sedangkan deteksi senyawa pada

pelat KLT biasanya dilakukan dengan menyemprotkan pereaksi tertentu. Jarak

pengembangan senyawa pada kromatogram dinyatakan dengan angka Rf (Retention

factor)

Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254 dengan fase gerak

kloroform-metanol-air (64 : 50 : 10) v/v. Silika gel merupakan penjerap yang paling

banyak dipakai dalam KLT. Silika gel yang ditambah bahan pengikat gypsum

dikenal dengan istilah ”silika gel G”, apabila ditambahkan zat yang mudah

berfluoresensi agar mudah diidentifikasi disebut ”silika gel GF”. Fase gerak adalah

media angkut yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak dalam

fase diam, yaitu suatu lapisan berpori karena adanya gaya kapiler (Stahl, 1985).

Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa pada kromatogram.

Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah

UV gelombang pendek (254 nm) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi

radiasi UV gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara itu senyawa tidak

dapat dideteksi harus dicoba dengan reaksi kimia yaitu pereaksi warna atau pereaksi

(31)

Penting diingat bahwa pereaksi warna harus mencapai pelat KLT dalam

bentuk tetesan yang sangat halus sebagai aerosol dan bukan sebagai semprotan yang

kasar. Biasanya hal ini tidak bisa dicapai bila digunakan semprot bola. Pembentukan

warna yang optimum seringkali memerlukan peningkatan suhu dan waktu tertentu

(Stahl, 1985).

Identifikasi kualitatif kandungan senyawa aktif dalam infus akar ginseng

merah dapat dilakukan dengan uji tabung dan dilanjutkan dengan analisis secara

KLT. Analisis kualitatif secara KLT menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan

fase gerak kloroform : metanol : air (64 : 50 : 10) v/v. Dengan analisis secara KLT

dapat ditentukan kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam infus akar ginseng

merah. Kandungan kimia akar ginseng merah meliputi anthocyanin, ascorbic-acid, beta-karoten, betanin, caryophyllene, jaligonic-acid, niacin, oleanolic-acid, riboflavin dan thiamin (Duke, 1992). Kandungan aktif utama pada akar ginseng

merah ini adalah saponin triterpenoid (Nuskha, 2004). Senyawa saponin diketahui

mempunyai aktivitas sebagai antimikroba (Evans & Trease, 1989).

F. Landasan Teori

Akar ginseng merah merupakan salah satu simplisia yang berkhasiat

mengatasi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri, seperti sakit kulit dan

infeksi saluran pernapasan atas (Nuskha, 2004). Kandungan senyawa aktif yang

terdapat dalam akar ginseng merah adalah saponin triterpenoid (Nuskha, 2004).

(32)

Trease, 1989). Penyarian dilakukan dengan metode infundasi karena menurut

Robinson (1991) senyawa saponin dapat larut dalam air.

G. Hipotesis

(33)

15

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang uji potensi antibakteri infus akar ginseng merah terhadap S. aureus ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas

Infus akar ginseng merah dengan variasi konsentrasi 40, 60, 80, dan 100%

b/v.

b. Variabel tergantung

Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri uji.

c. Variabel pengacau terkendali

Waktu inkubasi (24 jam), suhu inkubasi (37o C), diameter paper disk (6 mm), volume suspensi bakteri uji yang diinokulasikan dalam media (0,1 ml),

konsentrasi suspensi bakteri uji setara dengan kepadatan larutan standar Mc.

(34)

paper disk (10 μl), tempat tumbuh tanaman, suhu pengeringan bahan, cara

dan waktu panen.

d. Variabel pengacau tak terkendali

Umur tanaman ginseng merah.

2. Definisi Operasional

a. Akar ginseng merah adalah bagian dari tanaman ginseng merah, berwarna

kecoklatan berukuran besar dan berserabut yang berada di dalam tanah yang

diperoleh dari CV. Indmira Citra Tani Nusantara.

b. Infus akar ginseng merah konsentrasi 100% adalah sediaan cair yang dibuat

dengan menyari serbuk akar ginseng merah yang diperoleh dari CV. Indmira

Citra Tani Nusantara sebanyak 40 gram dengan 400 ml air pada suhu 90o C

selama 15 menit.

c. Infus akar ginseng merah konsentrasi 80, 60 dan 40% adalah konsentrasi

infus yang diperoleh dengan mengambil 20, 15 dan 10 ml larutan infus akar

ginseng merah konsentrasi 100% kemudian diencerkan dengan aquadest

sampai 25 ml.

d. Potensi antibakteri adalah kemampuan infus akar ginseng merah untuk

menghambat atau membunuh S. aureus dibandingkan dengan aquades sebagai kontrol negatif.

e. Biakan murni Staphylococcus aureus diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(35)

C. Alat dan Bahan 1. Alat

Cawan petri (Pyrex), Waterbath (Memmert), Microbiology Safety Cabinet, lampu UV, ose, spreader/ batang bengkok, autoklaf (Model KT-40, ALP Co, Ltd, Hamurashi Tokyo, Japan), inkubator (Memmert, type BE 400,

GmbH+CoKG-D91126, Swahaban FRG, Germany), neraca analitik (Nagata),

penggaris, mikropipet, pemanas bunsen, panci infus, almari es (Sharp), alat-alat

KLT (bejana, penyemprot, pipa kapiler) dan alat-alat gelas lainnya.

2. Bahan

a. Akar ginseng merah diperoleh dari CV. Indmira Citra Tani Nusantara,

Yogyakarta.

b. Biakan murni S. aureus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

c. Media Nutrien Agar (Oxoid)

d. Aquadest steril sebagai kontrol negatif.

e. Danoxilin® 1000 mg (amoxycillin murni untuk injeksi) produksi Alpharma

sebagai kontrol positif.

f. Aquadest

g. Fase diam : silika gel GF 254

h. Fase gerak : kloroform : metanol : air (64 : 50 : 10) v/v

i. Vanillin H2SO4 sebagai penyemprot untuk identifikasi saponin

(36)

D. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi Akar Ginseng Merah.

Akar ginseng merah yang akan diteliti dideterminasi menurut pustaka

acuan (Anonim, 1998; Anonim, 2000; Anonim, 2003; Christman, 2000; Harden,

1990; dan Nuskha, 2004). Determinasi dilakukan di Laboratorium Kebun Obat

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Untuk mempermudah determinasi,

digunakan seluruh bagian dari tanaman ginseng merah (akar, batang, daun,

bunga dan buah).

2. Pengumpulan Bahan

Bahan berupa akar dari tanaman ginseng merah yang diperoleh dari CV.

Indmira Citra Tani Nusantara, Yogyakarta pada bulan Oktober 2007. Tanaman

yang diambil adalah tanaman yang sudah berbunga. Bagian tanaman yang

digunakan adalah bagian akarnya yaitu dengan cara mengambil tanaman utuh

kemudian dipotong pada bagian akarnya.

3. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk

Pengeringan akar ginseng merah dilakukan di tempat terbuka yang

terlindung dari sinar matahari langsung. Sebelum dikeringkan, akar dibersihkan

dari debu dan kotoran terlebih dahulu, kemudian dicuci bersih dengan air

mengalir. Selanjutnya dirajang dan diangin-anginkan di tempat terbuka yang

terlindung dari sinar matahari langsung, kemudian dikeringkan dengan oven pada

suhu 40 – 50 oC. Bagian tanaman yang sudah kering (simplisia kering ditandai

dengan mudah dipatahkan), diserbuk dengan blender, kemudian diayak

menggunakan pengayak. Kecuali dinyatakan lain, seluruh simplisia harus

(37)

4. Penyarian Akar Ginseng Merah Dengan Metode Infundasi

Penyarian dilakukan dengan metode infundasi. Untuk infus kadar 100%

sebanyak + 40 gram bahan (akar kering yang sudah diserbuk) dibasahi dengan air

400 ml kemudian dipanaskan di dalam penangas air, selama 15 menit terhitung

mulai suhu dalam panci infus 90oC, sambil sesekali diaduk. Infus diserkai

sewaktu masih panas dengan menggunakan kain flanel sehingga diperoleh filtrat

sebanyak 100 ml. Apabila filtrat yang diperoleh kurang dari 100 ml, maka untuk

mencukupi kekurangan air perlu ditambahkan air panas secukupnya melalui

ampas sampai diperoleh volume yang dikehendaki. Dari larutan infus 100 %

dipipet 20 ml, 15 ml dan 10 ml kemudian diencerkan dengan aquadest sampai 25

ml sehingga diperoleh konsentrasi 80, 60 dan 40 %.

Tabel I. Seri konsentrasi infus akar ginseng merah sebagai larutan uji

Konsentrasi

5. Uji Potensi Antibakteri Infus Akar Ginseng Merah Terhadap S. aureus

a. Persiapan stok bakteri

(38)

selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil inokulasi sebagai stok untuk tahap

penelitian selanjutnya.

b. Pembuatan suspensi bakteri

Diambil dengan ose dari stok bakteri, kemudian diinokulasikan pada

aquades steril, kemudian disetarakan dengan larutan standar Mc. Farland II (6

x 108 CFU/ml) dengan cara membandingkan kekeruhan suspensi bakteri uji

secara visual dengan larutan standar baku.

c. Uji potensi antibakteri infus akar ginseng merah terhadap S. aureus dengan metode difusi paper disk

Dituang 20 ml nutrien agar ke dalam cawan petri, digoyang agar

homogen, biarkan memadat. Diambil 0,1 ml suspensi bakteri uji yang setara

dengan larutan standar Mc. Farland II (6 x 108 CFU/ ml), kemudian

diinokulasikan secara spread plate ke dalam cawan petri yang berisi media.

Paper disk yang telah diinokulasi dengan 10μl amoksisilin sebagai kontrol

positif, aquadest steril sebagai kontrol negatif, dan larutan uji (konsentrasi

100, 80, 60 dan 40%) diletakkan di atas permukaan media yang telah

diinokulasi dengan bakteri uji. Diinkubasi terbalik selama 24 jam pada suhu

37o C dan hasilnya dibaca dengan mengukur zona hambatan yang terbentuk

di sekitar paper disk dengan menggunakan penggaris.

d. Uji potensi antibakteri infus akar ginseng merah terhadap S. aureus dengan metode dilusi padat

Pada tabung reaksi yang berisi 20 ml media nutrien agar dimasukkan

(39)

Setelah homogen dimasukkan dalam petri steril secara pour plate. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37o C. Diamati pertumbuhan bakteri yang terjadi

dan dibandingkan kekeruhan dari masing-masing konsentrasi dengan kontrol

negatif dengan memberikan notasi untuk menyatakan banyak sedikitnya

pertumbuhan bakteri uji. Setelah inkubasi pada petri yang menunjukkan tidak

adanya pertumbuhan (kekeruhan = 0) diambil dengan ose koloni bakteri uji

dan ditanam secara streak plate pada media padat steril dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37o C. Kemudian diamati pertumbuhan bakteri untuk

mendapatkan nilai KHM dan KBM. KHM dapat ditentukan dari hasil dilusi

padat yaitu pada petri yang menunjukkan penghambatan pada pertumbuhan

S. aureus dibandingkan dengan kontrol negatif. Sedangkan KBM ditentukan

dari hasil penegasan dengan mengamati pertumbuhan bakteri uji pada media

yang menggunakan metode streak plate dari hasil dilusi padat mulai dari petri yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri (McKane & Kandel,

1996)

6. Identifikasi Kualitatif Kandungan Senyawa dalam Infus Akar Ginseng Merah

a. Uji Tabung

1) Uji Alkaloid

Sebanyak 2 gram serbuk akar ginseng merah dipanaskan dalam

tabung reaksi besar dengan 10 ml asam klorida 1% selama 30 menit di atas

penangas air mendidih. Larutan disaring dengan kapas ke dalam tabung

reaksi A dan B sama banyak. Larutan A dibagi dua sama banyak, lalu ke

(40)

larutan A-2 ditambah pereaksi Mayer (3 tetes). Terbentuknya endapan

dengan kedua pereaksi tersebut menunjukkan adanya alkaloid.

2) Uji Antrakinon

Infus akar ginseng merah dididihkan selama 2 menit dengan 10 ml

KOH 0,5N dan 1 ml hidrogen peroksida. Setelah dingin, suspensi disaring

melalui kapas. Filtrat (5 ml) ditambah asam asetat (10 tetes) sampai pH 5,

lalu dirambahkan 10 ml toluena. Lapisan atas (5 ml) dipisahkan dengan

cara dipipet dan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambah

KOH 0,5N, warna merah yang terjadi pada lapisan air (basa) menunjukkan

adanya senyawa antrakinon.

3) Uji Polifenol

Sebanyak 2 gram serbuk akar ginseng merah depanaskan dengan air

sebanyak 10 ml selama 30 menit di atas penangas air mendidih. Kemudian

disaring panas-panas, setelah dingin ditambah 3 tetes pereaksi besi (III)

klorida. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya polifenolat.

4) Uji Tanin (zat samak)

Sebanyak 2 gram serbuk akar ginseng merah dipanaskan dengan air

sebanyak 10 ml selama 30 menit di atas penangas air mendidih. Disaring

dan filtrat sebanyak 5 ml ditambahkan larutan NaCl 2% sebanyak 1 ml.

Bila terjadi suspensi atau endapan disaring melalui kertas saring.

Kemudian filtrat ditambah larutan gelatin 1% sebanyak 5 ml.

(41)

5) Uji Kardenolida

Sebanyak 2 gram serbuk akar ginseng merah dipanaskan dengan air

sebanyak 10 ml selama 10 menit di atas penangas air mendidih. Kemudian

ditambah asam 3,5-dinitratbenzoat (0,4 ml) dan KOH 1N dalam metanol

(0,6 ml). Terjadinya warna biru-ungu menunjukkan adanya kardenolida

(glikosida jantung). Untuk penegasan lebih lanjut, filtrat yang lain (2 ml)

dicampur dengan kloroform (2 ml). Lapisan atas diambil dengan pipet,

lapisan bawah ditambah asam 3,5-dinitrobenzoat (0,5 ml). Terjadinya

warna biru-ungu menunjukkan adanya kardenolida.

6) Uji Saponin

Tambahkan air suling (10 ml) ke dalam tabung reaksi yang berisi serbuk

akar ginseng merah (100 mg), tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik.

Biarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit. Apabila buih setinggi

kurang lebih 3 cm dari permukaan cairan, maka menunjukkan adanya

saponin.

7) Uji Minyak Atsiri

Serbuk akar ginseng merah ditambahkan 20 ml eter, kocok dan

disaring. Kemudian filtrat dikeringuapkan. Bila sedikit berbau aromatik,

larutan residu dengan sedikit etanol maka uapkan lagi sampai kering. Bila

terjadi bau aromatik yang spesifik, menunjukkan adanya minyak atsiri.

b. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pemeriksaan senyawa dalam tanaman ginseng merah dilakukan secara

(42)

diam silika gel GF 254 dengan standar pembanding saponin. Senyawa

dielusikan sampai batas yang ditentukan yaitu 10 cm. Deteksi awal banyak

bercak dilakukan di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm. Bercak dideteksi

dengan disemprot pereaksi penampak Vanillin asam sulfat. Hasil yang

diperoleh adalah warna bercak dan harga Rf yang akan dibandingkan dengan

standar pembanding.

Larutan uji yang digunakan adalah larutan infus akar ginseng merah.

Sedangkan standar pembanding digunakan larutan daging buah Sapindus rarak yaitu dengan merefluks 2 gram daging buah Sapindus rarak dengan 10 ml etanol 70 % selama 10 menit.

E. Analisis Hasil

Analisis uji antibakteri dengan metode difusi paper disk dengan mengukur diameter zona hambat. Sedangkan analisis pada metode dilusi padat dengan

mengamati kekeruhan media yang menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri pada

masing-masing konsentrasi dibandingkan dengan kontrol negatif untuk mengetahui

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM).

Data difusi paper disk berupa diameter zona hambat diuji distribusinya dengan

Kolmogorov Smirnov-test terlebih dahulu untuk melihat normal atau tidak distribusi datanya. Analisis dilanjutkan dengan analisis statistik parametrik ANOVA satu arah,

dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bermakna antar tiap kelompok

(43)

Analisis hasil KLT dilakukan dengan menghitung Rf dan mengamati warna

bercak yang timbul dan membandingkannya dengan nilai Rf dan warna bercak dari

(44)

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Akar Ginseng Merah

Identifikasi tanaman dilakukan untuk mengetahui bahwa tanaman yang

digunakan dalam penelitian sesuai yang dimaksud yaitu Phytolacca americana L. (ginseng merah).

Tanaman yang baru diambil langsung diidentifikasi dengan melihat

persamaan ciri-ciri makroskopis tanaman dicocokkan dengan pustaka acuan

(Anonim, 1998; Anonim, 2000; Anonim, 2003; Christman, 2000; Harden, 1990; dan

Nuskha, 2004). Digunakan persamaan ciri-ciri makroskopis karena tanaman yang

akan diidentifikasi dalam bentuk tanaman utuh segar (akar, batang, daun, bunga dan

buah) sehingga identifikasi dilakukan dengan pengamatan secara visual dicocokkan

dengan pustaka acuan. Berdasar hasil identifikasi (lampiran 1) diperoleh kepastian

bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Phytolacca americana

L. (ginseng merah).

B. Pengumpulan dan Pengeringan Bahan

Tanaman ginseng merah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

CV. Indmira Citra Tani Nusantara, Yogyakarta. Tempat diperoleh akar diusahakan

sama supaya diperoleh keseragaman bahan dan hasil uji. Bagian tanaman yang

digunakan adalah akar, yang dikumpulkan pada bulan Oktober 2007. Digunakan akar

pada penelitian ini karena terkait dengan penggunaan tanaman ini di masyarakat.

(45)

pernapasan atas. Penyakit ini umumnya disebabkan oleh bakteri, salah satunya S. aureus. Oleh karena itu dilakukan uji potensi antibakteri menggunakan akar ginseng merah terhadap S. aureus. Akar diambil dalam keadaan segar pada kondisi tanaman sedang berbunga karena pada saat itu kandungan kimia mencapai kadar optimum

yaitu fotosintesis berlangsung optimal sehingga senyawa aktif yang terbentuk juga

dalam keadaan optimal. Fotosintesis merupakan proses metabolisme pada tanaman.

Jika metabolisme berlangsung secara optimal maka kandungan senyawa dalam

tanaman tersebut juga akan bertambah (Anonim, 1985a).

Akar ginseng merah dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan

kotoran yang menempel pada permukaan akar, kemudian ditiriskan untuk

menghilangkan air sisa cucian. Selanjutnya dirajang dan diangin-anginkan di tempat

terbuka yang terlindung dari sinar matahari langsung. Tujuan dari perajangan dan

diangin-anginkan adalah untuk mempercepat proses pengeringan dan mengurangi

kadar air dalam akar tersebut. Kemudian bahan dikeringkan dalam oven pada suhu

40-50oC (Anonim, 1985a). Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air

sampai dengan 10 % sehingga tidak mudah ditumbuhi fungi atau bakteri serta

menghambat kerja enzim yang dapat merusak senyawa aktif. Pengeringan dilakukan

hingga rajangan akar tersebut mudah dipatahkan. Rajangan akar yang sudah kering

diserbuk dengan blender. Pembuatan serbuk dimaksudkan untuk mendapatkan

partikel terkecil sehingga luas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut

semakin besar, dengan demikian kandungan kimia yang terlarut dalam proses

infundasi semakin banyak. Kecuali dinyatakan lain, seluruh simplisia harus

(46)

pengayak dengan ukuran 4/18 tidak tersedia di laboratorium maka digunakan

pengayak dengan no mesh 34 yaitu dengan mengukur jumlah lubang tiap 1 inch

sejajar panjang kawat. Dengan menggunakan satu ukuran pengayak, ukuran serbuk

menjadi tidak seragam tetapi ukuran pengayak yang digunakan masuk dalam range

ukuran pengayak yang disyaratkan yaitu (10/45) hasil konversi dari ukuran pengayak

(4/18) yang dikalikan faktor konversi 2,54 (1 inch). Pengayak dengan no mesh 34

akan menghasilkan serbuk dengan diameter maksimal 0,119 mm (Anonim, 1995)

C. Penyarian Akar Ginseng Merah Dengan Metode Infundasi

Pemilihan metode infundasi dikarenakan kandungan senyawa saponin

bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut yang polar (Robinson, 1991). Berat

serbuk yang digunakan dalam pembuatan infus sebanyak 10 % dari volume aquadest

yang digunakan untuk menyari (Anonim, 1986). Hal ini dikarenakan serbuk yang

akan diinfus banyak menyerap air. Selain itu banyak air yang menguap saat

pemanasan. Hasil dari infus akar ginseng merah tidak dipekatkan karena menurut

Harborne (1987) bila dalam tumbuhan terdapat banyak saponin, sukar untuk

memekatkan ekstrak air dengan baik walaupun dengan penguap putar. Kemudian

dari larutan infus 100 % diencerkan dengan aquadest sampai diperoleh konsentrasi

80, 60 dan 40 %. Pemilihan rentang konsentrasi ini berdasarkan orientasi yang

menunjukkan bahwa dari konsentrasi infus akar ginseng merah 40% mulai ada

(47)

D. Uji Potensi Antibakteri Infus Akar Ginseng Merah Terhadap S. aureus dengan Metode Difusi Paper disk

Prinsip kerja metode difusi yaitu senyawa uji yang ditempatkan dalam media

padat yang telah diinokulasi bakteri uji akan berdifusi ke dalam media dan

menghambat pertumbuhan bakteri uji, bahkan mematikannya. Setelah inkubasi

selama 20-24 jam akan diperoleh diameter zona hambat yang menunjukkan besarnya

potensi antibakteri senyawa uji jika dibandingkan dengan kontrol negatif (McKane &

Kandel, 1996).

Suhu inkubasi yaitu 37oC sesuai dengan tubuh manusia karena S. aureus

termasuk anggota flora normal dalam tubuh. Media penanaman bakteri uji yang

digunakan yaitu Nutrien Agar (NA).Media ini mengandung semua kebutuhan untuk

pertumbuhan mikrobia, yaitu sumber energi, sumber nitrogen, serta ion organik

esensial dan kebutuhan lain seperti vitamin dan asam amino. Jumlah bakteri uji yang

diinokulasikan disetarakan dengan standar Mc. Farland II (6x108 CFU/ml).

Pengontrolan terhadap jumlah S. aureus bertujuan agar jumlah bakteri uji yang akan dibiakkan dapat dikendalikan populasinya dengan cara membandingkan kekeruhan

suspensi bakteri uji secara visual dengan standar baku sehingga akan diperoleh hasil

yang hampir sama untuk setiap replikasi.

Uji potensi antibakteri secara difusi menggunakan paper disk dengan konsentrasi infus 40, 60, 80, dan 100 % sebanyak 10 μl. Variasi kadar dimaksudkan

untuk mengetahui apakah pada konsentrasi tersebut dihasilkan potensi hambat

(48)

merupakan drug of choice untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Pemilihan konsentrasi Amoxycillin 20 mg/ml sesuai dengan nilai MIC Amoxycillin

terhadap S. aureus yaitu antara 10-20 mg/ml (Lateef, Oloke & Gueguim-Kana, 2004). Sebagai kontrol negatif digunakan aquadest steril karena merupakan pelarut

dari infus.

Tabel II. Purata diameter zona hambat infus akar ginseng merah terhadap S.

aureus dengan metode difusi paper disk

Sampel Uji Diameter zona hambat (cm) (Purata ± SD)

Pada difusi paper disk diperoleh hasil diameter zona hambat untuk kontrol

negatif sama dengan 0 ± 0,00 yang artinya aquadest sebagai kontrol negatif tidak

memiliki potensi antibakteri. Sedangkan untuk kontrol positif menghasilkan diameter

zona hambat 1,37 ± 0,12 yang artinya amoxycillin sebagai kontrol positif memiliki

potensi antibakteri. Pada pengamatan diameter zona hambat untuk larutan uji infus

akar ginseng merah dengan konsentrasi 40, 60, 80 dan 100% berturut-turut adalah

0,83 ± 0,12; 0,97 ± 0,06; 1,07 ± 0,06 dan 1,23 ± 0,06 yang berarti larutan uji infus

akar ginseng merah dengan konsentrasi 40, 60, 80 dan 100% memiliki potensi

(49)

Data berupa diameter zona hambat pertumbuhan bakteri uji dianalisis

menggunakan analisis Kolmogorov Smirnov untuk mengetahui pola distribusi datanya dengan parameter bahwa data terdistribusi normal jika nilai signifikansinya

> 0,05. Dari analisis ini diketahui bahwa data hasil penelitian ini terdistribusi normal

dengan nilai signifikansi 0,150 (> 0,05) dan dengan nilai Kolmogorov Smirnov Z 1,138 (<1,96). Oleh karena itu, analisis dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah.

Uji ANOVA satu arah ini digunakan untuk mengetahui pengaruh potensi antibakteri

infus akar ginseng merah dengan berbagai pengaruh konsentrasi serta pengaruh

kontrol negatif dan kontrol positif terhadap pertumbuhan S. aureus dengan membandingkan nilai F uji dengan nilai F tabel. Apabila F uji > F tabel berarti H0

ditolak dan H1 diterima, demikian juga sebaliknya (Pratista, 2004).

Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis kerja (H1) sebagai berikut: setiap

variasi konsentrasi infus akar ginseng merah serta kontrol negatif dan kontrol positif

memiliki mean yang berbeda dalam hal diameter zona hambat yang dihasilkan.

Sedangkan hipotesis nihil (H0) dirumuskan bahwa setiap variasi konsentrasi infus

akar ginseng merah serta kontrol negatif dan kontrol positif tidak memiliki mean

yang berbeda dalam hal diameter zona hambat.

Tabel III. Hasil uji statistik menggunakan ANOVA ANOVA

Diameter zona hambat

3.524 5 .705 115.345 .000

.073 12 .006

(50)

Dari ANOVA satu arah yang dilakukan terhadap diameter zona hambat yang

ditimbulkan oleh infus akar ginseng merah dengan berbagai variasi konsentrasi serta

kontrol negatif dan kontrol positif, ternyata H0 ditolak dan H1 diterima karena nilai F

uji (115,345) lebih besar dari nilai F tabel (3,106) sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti

setiap variasi konsentrasi infus akar ginseng merah serta kontrol negatif dan kontrol

positif memiliki rerata hambatan yang berbeda. Dari kesimpulan yang diperoleh pada

tabel ANOVA perlu dilakukan uji lanjut atau Post Hoc Test dengan menggunakan uji

Least Significant Difference (LSD) dengan taraf kepercayaan 95 %. Uji LSD dilakukan antar variasi konsentrasi infus serta kontrol negatif dan kontrol positif.

Tabel IV. Hasil uji statistik menggunakan uji Least Significant Difference

(LSD)

Keterangan : BB = Berbeda Bermakna BTB = Berbeda Tidak Bermakna

Uji LSD bertujuan untuk mengetahui perbedaan potensi antibakteri antar

masing-masing konsentrasi infus akar ginseng merah dan kelompok kontrol.

Parameter uji ini yaitu setiap variasi konsentrasi dari infus akar ginseng merah

memiliki perbedaan yang bermakna dalam hal diameter zona hambat yang

(51)

steril, jika nilai signifikansinya < 0,05 (taraf kepercayaan 95 %). Terlihat pada tabel

Post Hoc Test bahwa setiap variasi konsentrasi infus akar ginseng merah dengan kontrol negatif memiliki nilai signifikansi < 0,05 dan menghasilkan diameter zona

hambat yang berbeda bermakna, artinya setiap variasi konsentrasi infus akar ginseng

merah memiliki potensi sebagai antibakteri terhadap S. aureus. Sedangkan setiap variasi konsentrasi infus akar ginseng merah dengan kontrol positif hanya pada

konsentrasi 100 % yang tidak ada perbedaan yang bermakna dengan kontrol positif,

yang artinya mungkin konsentrasi 100 % dari infus akar ginseng merah dapat

menggantikan potensi antibakteri dari amoxycillin (kontrol positif) tetapi masih perlu

penelitian dan pembuktian lebih lanjut. Suatu senyawa antimikroba dikatakan

memiliki potensi antibakteri jika ada penghambatan pada pertumbuhan mikroba uji

dibandingkan dengan kontrol negatif.

E. Uji Potensi Antibakteri Infus Akar Ginseng Merah Terhadap S. aureus dengan Metode Dilusi Padat

Dari uji potensi antibakteri dengan metode difusi menggunakan paper disk

diperoleh data bahwa infus akar ginseng merah mempunyai potensi antibakteri

terhadap S. aureus. Selanjutnya dilakukan pengujian potensi antibakteri dari infus akar ginseng merah dengan membandingkan kekeruhan media terhadap kontrol

negatif. Dalam tahap ini digunakan pula kontrol positif Amoxycillin (20 mg/ml) dan

kontrol negatif dengan aquadest steril.

(52)

jumlah bakteri sebanyak 6x108 CFU/ml. Pengontrolan terhadap jumlah S. aureus

bertujuan agar jumlah bakteri uji yang akan dibiakkan dapat dikendalikan

populasinya dengan cara membandingkan kekeruhan suspensi bakteri uji secara

visual dengan standar baku sehingga akan diperoleh hasil yang hampir sama untuk

setiap replikasi.

Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kekeruhan media yang telah

diinokulasi larutan uji infus akar ginseng merah dengan konsentrasi masing-masing

10, 20, 30, 40, 60, 80, 100 % dan bakteri uji. Pada metode dilusi padat ini digunakan

konsentrasi 10, 20 dan 30 % karena diketahui pada hasil difusi paper disk pada konsentrasi 40 % infus akar ginseng merah sudah mempunyai potensi antibakteri

sehingga dimungkinkan KHM berada di bawah atau sama dengan konsentrasi 40 %.

Hasil pengamatan masing-masing konsentrasi dibandingkan dengan kontrol negatif,

ternyata pada konsentrasi 10, 20, 30 dan 40% sama dengan kontrol negatif masih

terlihat adanya kekeruhan media yang artinya masih terdapat pertumbuhan bakteri

uji, tetapi kekeruhan pada konsentrasi 40% lebih sedikit dibandingkan dengan

kontrol negatif.

Sedangkan pada konsentrasi 60, 80 dan 100% sudah tidak terlihat adanya

kekeruhan media yang artinya tidak terdapat pertumbuhan bakteri uji. Pada metode

dilusi padat hanya diperlukan perbandingan potensi antibakteri melalui pengamatan

secara visual terhadap kekeruhan media, sehingga perbandingan dituliskan dalam

bentuk notasi. Notasi dituliskan untuk memberikan gambaran tingkat kekeruhan

(53)

keruh berarti pertumbuhan koloni bakteri uji semakin subur dan sebaliknya semakin

jernih maka pertumbuhan koloni bakteri uji kurang subur (Trihendrokesowo, 1986).

Hasil yang diperoleh dengan metode dilusi padat menggunakan media NA

adalah sebagai berikut :

Tabel V. Hasil uji potensi antibakteri infus akar ginseng merah terhadap S. aureus dengan metode dilusi padat dalam waktu inkubasi 24 jam

Konsentrasi infus (% b/v) Pertumbuhan koloni S. aureus

Kontrol (-)

Keterangan : ++ : pertumbuhan subur

+ : pertumbuhan kurang subur - : pertumbuhan tidak ada

Selanjutnya dilakukan penegasan dengan cara streak plate. Pada pengamatan kekeruhan media, konsentrasi 10, 20, 30 dan 40% masih terdapat pertumbuhan

bakteri uji. Penegasan dengan metode streak plate dilakukan terhadap media yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri uji yaitu pada konsentrasi 60, 80

dan 100%. Setelah dilakukan penegasan dengan metode streak plate dari petri dengan konsentrasi 60, 80 dan 100 % diperoleh hasil pada konsentrasi 60 %

ditemukan pertumbuhan bakteri pada media yang di-streak dan pada konsentrasi 80 dan 100 % sudah tidak ditemukan pertumbuhan bakteri pada media yang di-streak. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa infus akar ginseng merah berpotensi

(54)

F. Identifikasi Kualitatif Kandungan Senyawa Infus Akar Ginseng Merah dengan Uji Tabung dan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Identifikasi kualitatif dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif

yang berguna untuk pengobatan. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan uji

tabung dan atau uji kualitatif secara KLT. Uji tabung adalah analisis kualitatif

dengan cara mereaksikan bahan tanaman dengan larutan atau pereaksi tertentu,

sehingga diperoleh hasil yang mengarah ke kandungan senyawa aktif dari bahan

tanaman tersebut. Uji tabung meliputi uji alkaloid, uji antrakinon, uji polifenol, uji

tanin (zat samak), uji kardenolida, uji saponin dan uji minyak atsiri. Uji tabung

bertujuan untuk mengetahui senyawa aktif sesuai dengan nama uji tabung yang

dilakukan. Untuk mempertegas hasil dari uji tabung dapat dilanjutkan dengan

analisis kualitatif secara KLT.

Tabel VI. Hasil uji tabung infus akar ginseng merah

Uji Tabung Hasil Keterangan

Uji Alkaloid -

-

Tidak terbentuk endapan dengan penambahan Dragendorff

Tidak terbentuk endapan dengan penambahan Mayer

Uji Antrakinon - Tidak terbentuk warna merah pada lapisan air

(basa)

Uji Polifenol - Warna kuning setelah penambahan besi (III) klorid

Uji Tanin (zat samak)

- Tidak terbentuk endapan setelah penambahan lar. Gelatin 1%

Uji Kardenolida - Filtrat + as 3,5 dinitrobenzoat + KOH 1N dlm

metanol = oranye kecoklatan

Uji Saponin + Terbentuk buih > 3 cm dari permukaan cairan

setelah penggojogan Uji Minyak Atsiri - Tidak terjadi bau aromatis

Pemeriksaan terhadap adanya alkaloid dilakukan dengan menambahkan HCl

(55)

yang terdapat dalam bentuk basa. Adanya alkaloid dapat dipertegas dengan reaksi

pengendapan, yaitu dengan penambahan Dragendorf dan Mayer. Hasil uji

menunjukkan tidak terbentuk endapan pada penambahan Dragendorf dan Mayer. Hal

ini menunjukkan akar ginseng merah tidak mengandung alkaloid.

Pada uji antrakinon, filtrat ditambah dengan asam asetat glasial (10 tetes) dan

10 ml toluena. Lapisan atas (5 ml) dipisahkan dengan dipipet dan dimasukkan dalam

tabung , kemudian ditambah KOH 0,5N. Warna merah yang terjadi pada lapisan air

(basa) menunjukkan adanya senyawa antrakinon. Pada uji ini diperoleh hasil negatif

karena tidak terjadi warna merah pada lapisan air (basa).

Uji terhadap senyawa polifenol, filtrat ditambah dengan pereaksi besi (III)

klorida. Sebagai cairan penyari digunakan air karena senyawa polifenol cenderung

mudah larut dalam air. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya polifenol.

Dari uji ini pada infus akar ginseng merah diperoleh larutan berwarna kuning. Hal ini

berarti dalam infus akar ginseng merah tidak terdapat kandungan senyawa polifenol.

Pada uji tanin, filtrat ditambahkan larutan gelatin 1%. Adanya tanin dapat

diketahui jika pada larutan terbentuk endapan. Dari hasil uji tidak terdapat endapan

yang berarti akar ginseng merah tidak mengandung tanin.

Pada uji kardenolida, filtrat ditambah asam 3,5-dinitrobenzoat dan KOH 1N

dalam metanol. Terjadinya warna ungu menunjukkan adanya kardenolida (glikosida

jantung). Dari hasil uji terjadi warna oranye kecoklatan. Hasil ini menunjukkan

bahwa akar ginseng merah tidak mengandung kardenolida.

Uji terhadap senyawa saponin, serbuk ditambah 10 ml air kemudian dikocok

(56)

permukaan cairan menunjukkan adanya saponin. Pada uji ini diperoleh hasil positif

dengan terbentuknya buih setinggi > 3 cm. Hal ini menunjukkan akar ginseng merah

mengandung saponin.

Pemeriksaan terhadap adanya minyak arsiri dilakukan dengan menambahkan

eter pada serbuk akar ginseng merah untuk mengisolasi minyak atsiri sehingga pada

saat dipanaskan tercium bau aromatik. Dari hasil percobaan diperoleh hasil negatif

karena tidak tercium bau yang khas. Ini berarti dalam akar ginseng merah tidak

terdapat kandungan minyak atsiri.

Pada uji tabung diketahui bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam akar

ginseng merah adalah saponin (tabel VI). Hal tersebut dapat diketahui dengan

terbentuknya buih yang tahan lama pada permukaan cairan setelah digojog (lampiran

5). Ciri khas pada senyawa saponin adalah pembentukan buih setelah penggojogan

(Robinson, 1991). Pembentukan buih dikarenakan sifatnya yang seperti sabun,

saponin mempunyai molekul besar yang mengandung gugus hidrofilik dan gugus

lipofilik. Dalam air, molekul saponin akan mensejajarkan diri secara vertikal dengan

(57)

Gambar 2. Mekanisme pembentukan buih

Untuk memisahkan senyawa yang ada dalam infus akar ginseng merah,

digunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Dalam kromatografi lapis tipis,

fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254 dengan fase gerak kloroform :

metanol : air (64 : 50 : 10) v/v, untuk deteksi digunakan pereaksi semprot

vanillin-H2SO4.

Fase gerak yang digunakan merupakan senyawa polar karena saponin yang

akan dipisahkan merupakan senyawa polar. Sementara silika gel GF 254 merupakan

senyawa nonpolar dan berfluoresensi di bawah sinar UV 254 nm. Silika gel

merupakan penyerap yang paling umum digunakan dalam metode Kromatografi

Lapis Tipis. Pereaksi semprot vanillin-H2SO4 digunakan sebagai deteksi untuk

memperjelas bercak yang diperoleh pada plat KLT. Uji KLT ini digunakan untuk

mengidentifikasi senyawa saponin karena pada uji pendahuluan (uji tabung)

(58)

Pada uji KLT ini digunakan standar saponin dari hasil merefluks 2 g daging buah

Sapindus rarak dengan 10 ml etanol 70 % selama 10 menit. Daging buah dari

Sapindus rarak ini diketahui mengandung senyawa saponin (Anonim, 1985b). Hal itu terbukti dari terbentuknya buih yang tahan lama setelah penggojogan larutan

daging buah Sapindus rarak. Oleh karena kesamaan tersebut maka digunakan

Sapindus rarak sebagai standar saponin.

Setelah penotolan dengan pipa kapiler, lempeng KLT kemudian dieluasi di

dalam tabung yang jenuh akan uap dari fase gerak. Penjenuhan dilakukan dengan

menempatkan kertas saring yang dibasahi dengan fase gerak pada dinding tabung.

Tujuannya adalah agar perambatan dapat berlangsung cepat dan optimal. Eluasi

dilakukan hingga jarak rambat yang ditentukan (10 cm) tepat terlampaui fase gerak.

Tabel VII. Harga Rf dan warna bercak infus akar ginseng merah

(59)

a b c a b c a b c

I II III

Gambar 3. Profil Kromatogram Infus Akar Ginseng Merah

Keterangan :

a. Bercak hasil penotolan infus akar ginseng merah b. Bercak hasil penotolan infus akar ginseng merah

c. Bercak hasil penotolan standar saponin (Sapindus rarak) I. Deteksi dengan UV 254 nm

II. Deteksi dengan UV 365 nm

III.Deteksi setelah disemprot vanillin-H2SO4

Fase diam : silika gel GF 254

Fase gerak : kloroform : metanol : air (64 : 50 : 10 v/v) Jarak pengembangan 10 cm

Dari bercak infus akar ginseng merah dibandingkan dengan standar saponin

(Sapindus rarak) memiliki kemiripan dalam hal harga Rf dan warna bercak yang diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm. Dapat disimpulkan bahwa infus

rimpang ginseng merah mengandung senyawa saponin. Terkait dengan potensi

(60)

aksinya belum diketahui secara jelas. Menurut Duke (1992) senyawa yang memiliki

aktivitas antibakteri adalah oleanolic acid dengan MIC 625-1,250 µg/ml. Kemungkinan senyawa oleanolic acid ini bersifat polar seperti senyawa saponin, yang dapat tersari dalam infus akar ginseng merah sehingga menunjukkan adanya

(61)

43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Infus akar ginseng merah memiliki potensi antibakteri terhadap S. aureus.

2. Infus akar ginseng merah mengandung senyawa saponin.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan KLT preparatif untuk

mengisolasi senyawa aktif yang diduga bertanggungjawab terhadap aktivitas

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1974, Ekstra Farmakope Indonesia, Edisi IV, 410, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1985a, Cara Pembuatan Simplisia, 4, 11, 13, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1985b, Tanaman Obat Indonesia, Jilid I, 54, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, Edisi I, 2 – 4, 7, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1992, Dasar-Dasar Pemeriksaan Mikrobiologi, Edisi II, 100-114, Fakultas Kedokteran Umum UGM, Yogyakarta.

Anonim, 1995, Materia Medika Indonesia Jilid VI, hal xvii, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1996, Phytolacca americana Pictures, http://www.rain-tree.com/Phytolaccaamericanapictures.htm. Diakses pada tanggal 1 Mei 2006.

Anonim, 1998, Pokeberry, http://www.hort.purdue.edu/newcrop/herbhunters/ pokeberry.html. Diakses pada tanggal 1 Mei 2006.

Anonim, 2003, Phytolacca americana page, http://www.missouriplants.com/ Whitealt/Phytolacca_americana_page.html. Diakses pada tanggal 5 November 2007.

Anonim, 2004, Phytolacca or Poke Root, http://www.drugstoremuseum.com/ sections/level_info2.php?level_id=201&level=2. Diakses pada tanggal 5 November 2007.

Christman, S., 2000, Floridata : Phytolacca americana,

http://www.floridata.com/ref/P/phyt_ame.cfm. Diakses pada tanggal 5 November 2007.

Claus, E. P., 1961, Pharmacognosy, 4th Edition, 143-144, Lea and Febinger, Phyladelphia.

Gambar

Tabel I. Seri konsentrasi infus akar ginseng merah ...............................
Gambar 1. Akar dan tanaman ginseng merah ............................................
Gambar 1. Akar dan tanaman ginseng merah (Anonim,1996; 2004)
Tabel I. Seri konsentrasi infus akar ginseng merah sebagai larutan uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa rata-rata responden menyatakan pemberitaan Demo Ahok yang disajikan oleh. TV One belum masuk dalam

Tujuan : penulisan karya ilmiah yaitu untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pasien stroke non hemoragik dengan masalah kerusakan integritas kulit;

[r]

3URVHV SHPLOLKDQ PHGLD GLVHVXDLNDQ GHQJDQ DQDOLVLV PDWHUL DQDOLVLV WXJDV GDQ NDUDNWHULVWLN VLVZD 'DUL KDVLO SHPLOLKDQ PHGLD LQL GLWHQWXNDQ EDKZD PHGLD SHPEHODMDUDQ \DQJ GLSHUOXNDQ

Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajad keterbukaan orang untukmengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian guna menguji keterkaitan antara pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap fraud pengadaan barang dan

• Suatu dasar cara yang dipakai ISPs (Internet Service Providers) untuk mengalokasikan alamat pada perusahaan, pelanggan pribadi, contoh : 192.168.10.32/28.. • Notasi slash (/)

Pengamatan perkembangan saluran dan sistem pencernaan larva ikan tuna sirip kuning dilakukan dengan mengambil larva ikan tuna setiap hari dari umur 0 sampai 13