Printed by: Airlangga University Press. (OC 054/03.15/AUP-A5E). Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia. Telp. (031) 5992246, 5992247, Telp./Fax. (031) 5992248. E-mail: [email protected]; [email protected]
Volume 63No. 2Mei - Agustus 2014
Terbit 3 X/ Tahun ISSN : 0024 - 9548
DAFTAR ISI
Peran restorasi gigi dalam proses identifikasi korban
...
41–45
Ananta Tantri BudiPentingnya surat persetujuan tindakan medik (
informed consent
) pada praktek
dokter gigi ...
46–53
Mita JuliawatiTingkat pemahaman terhadap instruksi cara pembersihan gigi tiruan lepasan
pada pasien Rumah Sakit Gigi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin ...
54–57
Eri H. Jubhari dan Nindya Dwi Utami PutriLower middle income class preferences for dental services ...
58–62
Iwan DewantoPengukuran kadar kalsium saliva terlarut pada gigi yang dilakukan eksternal
bleaching dan dipapar dengan
Streptococcus mutans
...
63–65
Mei Syafriadi dan Tiara Chaeranee NohPemanfaatan akar Sidaguri (
Sida rhombifolia
) sebagai bahan analgetik ...
66–69
Nurhayaty Natsir, Maria Tanumihardja, Indrya K. Mattulada dan Vero H. SanusiPemanfaatan akar Sidaguri (
Sida rhombifolia
)
sebagai bahan analgetik
(The use of Sidaguri roots as analgesic agent)
Nurhayaty Natsir, Maria Tanumihardja, Indrya K. Mattulada dan Vero H. SanusiBagian Konservasi Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Makassar - Indonesia
Korespondensi (correspondence): Nurhayaty Natsir, Bagian Konservasi Gigi, Fakulatas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Jalan Perintis Kemerdekaan Km 10, Tamalanrea, Makassar, Indonesia. E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Background: Toothache is the most frequent cause why patients come to the dentist. There is not many people know, there are many natural ingredients that contain a pain reliever and formerly used for relieving toothache in the general community, one of
them is the Sidaguri root. Because the lack of studies that investigate the effect of Sidaguri root to relieve pain, this study assumes
this as background of the research. This is also consistent with government program to enhance the empowernment of traditional
medicine as in “Research-Based Health Care Improvement”. Purpose: The purpose of this study to determine whether the plant
roots sidaguri (S. rhombifolia) has effect as an analgesic. Methods: Analgesic effect of Sidaguri roots test done using the hot plate (50°C) with 5 different doses (0.15, 0.3, 0.6, 1.2 and 2.4 g/kg body weight) which were administered to white mice to see comparison
on the length of reaction time to the heat of the hot plate. Results: Sidaguri roots have analgesic effects on the dose concentration of 0.6 g/kg body weight, increased in a dose of 1.2 g/kg body weight, and the largest effect is obtained at a dose of 2.4 g/kg body weight,
compared to other doses and positive controls. Conclusion: Sidaguri roots have been proven to have analgesic effects, therefore
treatment with sidaguri roots in toothache incident can be an alternative to the traditional treatment for the community.
Key words: Toothache, traditional medicine, Sidaguri roots, analgesic effect, hot plate
PENDAHULUAN
Sakit gigi merupakan penyebab paling sering pasien datang ke dokter gigi. Sakit gigi timbul seringkali akibat dari penyakit pulpa dan periapikal. Penyakit pulpa dan periapikal akibat bakteri ini dapat menyebabkan radang dan nyeri yang mengganggu aktivitas sehari-hari, mulai dari derajat ringan hingga berat.1
Tidak banyak yang tahu, ada banyak bahan alami yang mengandung pereda nyeri dan dahulu sering digunakan sebagai obat sakit gigi oleh masyarakat umum, di antaranya adalah akar sidaguri. Akar sidaguri digunakan untuk mengobati rematik,
asma, influenza, sakit gigi dan mengurangi rasa
nyeri pada pembengkakan yang timbul akibat
sakit gigi. Tumbuhan ini digunakan dengan cara menggigitkannya pada bagian gigi yang sakit atau berkumur dengan air rebusan akar sidaguri.2,3
Belum banyaknya penelitian ilmiah mengenai manfaat akar sidaguri sebagai pereda nyeri menjadi dasar penelitian bagi penulis. Hal ini juga seiring dengan program pemerintah untuk meningkatkan pemberdayaan obat tradisional dalam “Peningkatan Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan” dan keputusan Badan Kesehatan dunia, World Health
Organization (WHO), yang telah memasukkan obat herbal dalam traditional medicine. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah akar tumbuhan sidaguri (S. rhombifolia) mempunyai efek sebagai analgesik.
67
Natsir dkk.: Pemanfaatan akar Sidaguri (Sida rhombifolia) sebagai bahan analgetik Jurnal PDGI 63 (2) Hal. 66-69 © 2014
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dilakukan di Laboratorium Biofarmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan (Mus
musculus) galur Balb/c yang sehat dan aktivitas normal, dengan bobot badan antara 20-40 g (bobot mencit jantan dewasa), usia 2-3 bulan. Semua hewan uji dipelihara dalam kondisi yang sama.
Dari akar sidaguri sebanyak 500 gr diperoleh berat akar kering 320 gr. Akar kemudian dihaluskan selanjutnya dimaserasi dengan etanol 96% selama 3 hari sambil diaduk sesekali. Hasil yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dan dihasilkan akar kering sebanyak 16,05 g (Tabel 1).
Tabel 1. Data nilai rendemen akar sidaguri Berat basah akar
(g)
Berat kering akar (g) Berat kering (g) Rendemen (%) 500 320 16,05 5,02
Metode yang digunakan adalah metode panas dengan hot plate. Metode ini cocok untuk evaluasi analgesik sentral. Pada metode ini hewan percobaan diletakkan dalam beaker glass di atas hot plate (56 ± 1°C) sebagai stimulus nyeri. Hewan percobaan akan memberikan respon terhadap nyeri dengan menggunakan atau menjilat kaki depan. Peningkatan waktu reaksi yaitu waktu antara pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon dapat dijadikan parameter untuk evaluasi aktivitas analgesik.4,5
HASIL
Analgetik adalah obat yang dapat meredakan ataupun menghilangkan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh agen penginduksi nyeri. Nyeri dapat diinduksi secara termal, kimia ataupun mekanik. Penginduksi nyeri yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hot plate. Waktu yang diperlukan oleh mencit untuk mengangkat kaki atau menjilat kaki depannya dicatat sebagai waktu mencit mulai merespon rasa nyeri yang ditimbulkan oleh rangsangan panas (Tabel 2).
Tabel 2. Means±SD waktu yang diperlukan oleh mencit untuk mengangkat kaki ataupun menjilat kaki depannya
setelah diberikan variasi dosis akar sidaguri dengan
metode hot plate
No. Kelompok Perlakuan Waktu(Detik) 1 Dosis 0,15 g/kgBB 5.00 ± 0.274 2 Dosis 0,3 g/kgBB 5.20 ± 0.339 3 Dosis 0,6 g/kgBB 7.88 ± 1.092 4 Dosis 1,2 g/kgBB 10.28 ± 1.835 5 Dosis 2,4 g/kgBB 13.02 ± 1.543 6 Parasetamol 0.01 g/kgBB (kontrol positif) 18.82 ± 0.968 7 kontrol negatif 4.92 ± 0.402
Tabel diatas memperlihatkan kemampuan akar sidaguri memperlambat rasa nyeri pada kaki mencit yang ditimbulkan oleh panas pada hot plate
(50°C). Semakin lama waktu yang ditimbulkan untuk merespon rangsangan tersebut maka semakin tinggi pula daya analgetiknya. Daya analgetik akar sidaguri mulai terlihat pada konsentrasi 0,6 g/kgBB dan meningkat seiring bertambahnya dosis yang digunakan.
Pada uji statistik metode Multirepeated Measurement menunjukkan bahwa akar sidaguri 2,4 dengan 1,2 dan 0,6 g/kgBB berbeda secara bermakna (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa dosis akar sidaguri yang paling berpotensi sebagai analgetik adalah 2,4 g/kgBB. Akar sidaguri 2,4 g/kgBB memberikan efek yang paling lama untuk menghambat rasa nyeri yang ditimbulkan oleh hot plate.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, hot plate digunakan sebagai mediator panas yang akan menginduksi rasa nyeri pada tikus putih. Efek analgetik diukur dari waktu yang dibutuhkan oleh tikus putih untuk mengangkat atau menjilat kakinya. Metode hot plate
dengan pemaparan panas pada kulit telapak kaki merupakan metode yang sering digunakan untuk menguji respon nyeri hewan coba.
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang timbul apabila ada jaringan yang rusak.
Hal ini menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai jenis rangsangan. Semua ini dikelompokkan sebagai rangsang nyeri mekanis, nyeri kimiawi dan nyeri suhu.6 Suhu yang
melebihi ambang batas reseptor berpotensi merusak jaringan. Hal ini selanjutnya akan merangsang reseptor nyeri antara lain dengan mekanisme pembentukan prostaglandin dari prekursor asam arakidonat dengan bantuan enzim COX-2. Prostaglandin menyebabkan sensitasi reseptor nyeri dan menimbulkan keadaan hiperalgesia. Oleh karena itu, sebagian besar efek terapi obat analgesik berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG), dengan cara menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Atau dengan kata lain, zat-zat yang berperan menghambat COX-2, akan bermanfaat untuk mengatasi rasa nyeri.7
Kandungan kimia tumbuhan sidaguri pada bagian akar mengandung steroid, alkaloid, dan ephedrine.2 Efek analgetik dari akar sidaguri,
terutama berasal dari zat bioaktif steroid dan alkaloid. Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokan ini didasarkan
pada efek fisiologis yang diberikan oleh
masing-masing kelompok. Steroid, digunakan untuk
menekan inflamasi, alergi, dan respon imun. Terapi antiinflamasi digunakan banyak penyakit seperti asma bronkial, artritis reumatoid, inflamasi berat
pada mata dan kulit.8
Kortikosteroid mempunyai efek yang nyata
dan banyak digunakan untuk antiinflamasi dan
imunosupresif, dengan menekan semua fase
respon inflamasi, termasuk pembengkakan dini,
kemerahan, dan nyeri. Sel-sel imunokompeten dan makrofag dalam sirkulasi dikurangi dan pembentukan mediator proinflamasi, seperti prostaglandin, leukotrien, dihambat. Steroid menghasilkan efek yang terakhir ini dengan menstimulasi sintesis protein dalam leukosit yang menghambat fosfolipase A2. Enzim ini terletak dalam membran sel, diaktivasi dalam sel-sel yang rusak dan bertanggungjawab dalam pembentukan asam arakidonat yang merupakan prekursor
mediator inflamasi.8
Steroid bekerja sebagai analgesik perifer dengan menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakhidonat. Tidak adanya asam arakhidonat berarti tidak terbentuknya
prostaglandin. Dengan tidak terbentuknya prostaglandin untuk merangsang reseptor nyeri, maka nyeri pun tidak dirasakan. Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Alkaloid bekerja dengan menghambat nyeri pada sistem saraf pusat pada hipotalamus, namun memiliki efek yang lebih kecil dibandingkan steroid.9
Penelitian ini memperlihatkan kemampuan akar sidaguri memperlambat rasa nyeri pada kaki mencit yang ditimbulkan oleh panas pada Hot Plate
(50°C). Semakin lama waktu yang ditimbulkan untuk merespon rangsangan tersebut maka semakin tinggi pula daya analgetiknya. Daya analgetik akar sidaguri mulai terlihat pada konsentrasi 0,6 g/kgBB dan meningkat seiring bertambahnya dosis yang digunakan. Akar sidaguri 2,4 g/kgBB memberikan efek yang paling lama untuk menghambat rasa nyeri yang ditimbulkan oleh hot plate dan berbeda secara bermakna dibandingkan dengan dosis yang lain dan kontrol negatif (p<0,05). Dibandingkan dengan kontrol positif, yaitu parasetamol, hasil uji statistik, dimana menunjukkan konsentrasi akar sidaguri 2,4
g/kgBB memiliki efek sama yang signifikan dengan parasetamol (bermakna = p<0,05).
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana aktivitas analgesik dari etanol sidaguri diuji dengan menggunakan model asam asetat yang menginduksi gerakan menggeliat pada tikus. Asam asetat yang digunakan untuk menginduksi gerakan menggeliat, menyebabkan algesia oleh pembebasan zat endogen, yang kemudian merangsang ujung saraf nyeri. Akar sidaguri menghasilkan penghambatan nyeri yang signifikan dibandingkan dengan obat standar natrium diklofenak sehingga pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa sidaguri mungkin memiliki aktivitas analgesik. Juga sesuai dengan penelitian lainnya yang menguji efek sidaguri terhadap nyeri dan radang sendi.10,11
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa akar sidaguri memiliki potensi sebagai analgetik dengan dosis dimulai dari konsentrasi 0,6 g/kgBB dan efek terbesar didapatkan pada dosis 2,4 g/kgBB.Sebagai saran, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek samping dari akar sidaguri, pemanfaatan akar sidaguri dalam ilmu konservasi gigi atau endodontik, dan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas penggunaan akar sidaguri melalui oral ataupun cara pemberian lainnya.
69
Natsir dkk.: Pemanfaatan akar Sidaguri (Sida rhombifolia) sebagai bahan analgetik Jurnal PDGI 63 (2) Hal. 66-69 © 2014
DAFTAR PUSTAKA
1. Baumgartner JC, Siqueira JF, Sedgley CM. Microbiology of endodontic disease. In: Ingle’s endodontics 6. BC Decker Inc; 2008. p. 258-63.
2. Kinho J. Tumbuhan obat tradisional di Sulawesi Utara Jilid I. Badan penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan. 2011. h. 83-6.
3. Syarifuddin. Mengenal Sidaguri. Artikel herbal jawa edisi 2011. Diambil dari: http://www.herbaljawa. biz/2011/08/mengenal-sidaguri.html. Diakses tanggal 23 November 2013. h. 19-20.
4. Gupta M, Mazumder UK, Kumar RS, Kumar TS. Studies on anti-inflammatory, analgesic and antipyretic of methanol extract of caesalpinia bonducellaleaves in experimental animal models. Iranian J Pharmacology and Therapeutics (IJPT) 2003; 2: 30-4.
5. Adeyemi. Analgesic and anti-inflammatory effects of
the aqueous extract of leaves of Persea americana Mill. (Lauraceae). Italy: J Fitoterapia, 73, Elsevier, Indena; 2001. p. 375-77.
6. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi
9. Jakarta: EGC; 1997. h. 761-72.
7. Ganiswara SG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantiastuti N. Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI; 1995. h. 207-13.
8. Katzung B. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 4. Jakarta:
EGC; 1997.
9. Achmad SA. Buku materi pokok kimia organik bahan alam. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka; 1986. 10. Rahman. Analgesic and cytotoxic activities of sida
rhombifolia Linn. Pharmacologyonline 2011; 2: 707-14. 11. Iswantini D. Bioprospeksi Sidaguri (Sida rhombifolia)
dan Seledri (Apium graveolens): formula obat gout dan aktivitas inhibisinya terhadap xantin oksidase. laporan riset unggulan terpadu bidang lingkungan. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementrian Riset Dan Teknologi; 2003.