• Tidak ada hasil yang ditemukan

PATH ANALYSIS PENGARUH BERAT BADAN LAHIR, PENDIDIKAN IBU, STIMULASI DARI LINGKUNGAN, ASI EKSKLUSIF DAN STATUS GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 6-24 BULAN DI KABUPATEN BANYUMAS - UNS Institutional Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PATH ANALYSIS PENGARUH BERAT BADAN LAHIR, PENDIDIKAN IBU, STIMULASI DARI LINGKUNGAN, ASI EKSKLUSIF DAN STATUS GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 6-24 BULAN DI KABUPATEN BANYUMAS - UNS Institutional Repository"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V PEMBAHASAN

Pada BAB ini akan membahas hasil penelitian dengan 6 variabel, yang terdiri dari variabel eksogen jalur antara berat badan lahir (BBL), pemberian ASI eksklusif, pemberian stimulasi,

pendidikan ibu. Variabel endogen meliputi status gizi balita dan perkembangan motorik baduta

A.Berat Badan Lahir berpengaruh terhadap perkembangan motorik baduta

Hasil uji hipotesis pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif antara Berat Badan Lahir terhadap perkembangan motorik baduta.

Pada umur kehamilan 24 minggu hingga 34 minggu merupakan pematangan neurologis dari sistem subcorcitospinal dan peningkatan serabut myelin di tulang belakang yang mempengaruhi perkembangan motorik janin dikemudian hari (Ruike L et al., 2015). Pada bayi yang lahir dengan berat lahir rendah karena lahir prematur maka akan beresiko mengalami gangguan perkembangan motorik pada usia balita. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Tavasoli et al (2014) di Turki balita dengan riwayat BBLR memiliki perkembangan motorik yang lebih rendah dibanding balita yang lahir dengan berat badan normal terutama di motorik halus balita. Berbeda dengan hasil penelitian Eickmann, SH et al (2012) di Brazil yang menyebutkan bahwa prematur tidak mempengaruhi perkembangan motorik pada bayi usia 6-12 bulan karena perkembangan motorik dipengaruhi oleh banyak faktor/determinan

Hasil pada penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh positif antara berat badan lahir dengan perkembangan motorik kasar baduta. Sesuai dengan toeri Barker pada epidemiologi sepanjang hayat bahwa kondisi di dalam intrauteri akan mempengaruhi

kondisi ekstrauteri, kondisi ketika lahir akan berpengaruh pada masa balita dan remaja. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Fitriana IR (2016) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara berat lahir bayi dengan perkembangan motorik kasar baduta.

Berdasarkan penelitian Nazi S et al (2012) di Iran pada bayi usia 8-12 bulan menjelaskan bahwa balita dengan riwayat Berat badan lahir Rendah lebih rentan mengalami gangguan perkembangan motorik halus dibandingkan balita yang memiliki Berat badan Lahir Normal. Pada penelitan yang berbeda Nazi S et al., (2015) membandingkan perkembangan motorik bayi dengan Berat badan Lahir Rendah yang menggunakan bantuan pernafasan dengan ventilasi dan yang tidak menggunakan bantuan

(2)

ventilasi serta dengan bayi yang lahir dengan berat normal didapatkan hasil bayi yang memiliki berat lahir sangat rendah memiliki perkembangan motorik halus yang buruk dan rentan mengalami gangguan perkembangan motorik pada tahapan selanjutnya.

Tavazoli A et al (2014) juga menjelaskan bayi yang lahir dengan Moderat Low Birth Weight banyak mengalami gangguan perkembangan motorik terutama motorik halus.

Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian systematic review Moreira RS et al (2013) bayi prematur lebih rentan mengalami gangguan perkembangan motorik

dibandingkan bayi yang cukup bulan dan panjangnya dapat mengalami gangguan dibidang akademis hal tersebut dapat dicegah dengan bimbingan awal pada orang tua dan pendampingan khusus tenaga kesehatan.

B.Frekuensi pemberian stimulasi dari lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan motorik baduta

Hasil uji hipotesis pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif antara frekuensi stimulasi dari lingkungan terhadap perkembangan motorik baduta.

Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak, melalui bermain terjadi stimulasi pertumbuhan otot-ototnya ketika anak melompat, melempar, atau berlari. Selain itu anak bermain dengan menggunakan seluruh emosi, perasaan, dan pikiranya. (Rismayanti C, 2012). Pemberian stimulasi dari lingkungan dapat mengoptimalkan perkembangan motorik pada anak sesuai dengan tahap perkembangannya dengan mempersepsikan sesuatu dilingkungannya agar terus bergerak. Stimulasi paling banyak didapatkan dari lingkungan terdekat anak. Keluarga atau orangtua, khususnya ibu, merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi seorang anak balita.

Stimulasi yang diberikan pada anak selama tiga tahun pertama (golden age) akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan otaknya dan menjadi dasar pembentuk kehidupan yang akan datang. Semakin dini stimulasi yang diberikan, maka perkembangan anak akan semakin baik.

Hasil penelitian ini menguatkan penelitian Wulandari, TW (2015) yang juga

(3)

Pemberian stimulasi motorik halus dengan menggunakan high tecnology tidak memberikan dampak negatif selama tidak diberikan secara berlebihan. Stimulasi yang berupa permainan yang membutuhkan gerakan motorik halus (touch screen) bagi anak usia dibawah 3 tahun tidak memberikan implikasi positif pada perkembangan motorik halus. (Bedford R et al., 2016). Tingkat stimulasi dari keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan motorik (Giagazoglou et al., 2007).

C.Pendidikan ibu berpengaruh terhadap perkembangan motorik baduta

Hasil uji hipotesis pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif antara pendidikan ibu terhadap perkembangan motorik baduta

Anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikan umumnya memiliki angka kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang lahir dari ibu yang lebih berpendidikan. Tingkat pendidikan orangtua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Tingkat pendidikan orangtua yang rendah merupakan risiko untuk terjadinya keterlambatan perkembangan anak.

Sesuai hasil penelitian Hastuti, D (2009) didapatkan hasil orang tua yang berpendidikan lebih tinggi memberikan stimulasi motorik lebih sering dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah. Hal tersebut memberikan dampak positif terhadap perkembangan motorik kasar baduta.Lingkungan keluarga mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan anak, mulai dari kepribadian anak maupun perkembangan motorik balita, karena keluarga merupakan faktor eksternal terdekat yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Orang tua yang memiliki pendidikan tinggi memberikan pengaruh positif pada perkembangan psikomotor balita (Nurdin, 2015). Pendidikan orang tua berhubungan positif dengan perkembangan motorik baduta. Orang tua yang berpendidikan tinggi memiliki anak yang dengan perkembangan motorik yang lebih baik dibandingkan anak dengan orang tua berpendidikan rendah (Hastuti, 2009). Orang tua yang berpendidikan tinggi diharapkan untuk memberikan stimulasi intelektual yang lebih besar dan

(4)

kondisi kesehatan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan memberikan interaksi positif pada proses stimulasi perkembangan motorik halus balita. Pendidikan ibu menjadi faktor sosial yang berhubungan dengan kesejahteraan kesehatan anak (Quansah E et al., 2016)

D.Status gizi berpengaruh terhadap perkembangan motorik baduta

Hasil uji hipotesis pada penelitian ini didapatkan hasil status gizi berpengaruh positif terhadap motorik baduta

Status gizi merupakan hasil out come dari pola konsumsi harian baduta. Perkembangan motorik balita meliputi motorik kasar dan motorik halus. Perkembangan

motorik kasar disini adalah perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh dan pengembangan tersebut erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik di otak. Perkembangan motorik kasar bila gerakan yang dilakukan melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot-otot yang besar.

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Solihin RDM dkk (2013) Status gizi memiliki hubungan yang bermakna dengan perkembangan motorik kasar. Perkembangan fisik, khususnya kemampuan motorik kasar, akan meningkat dengan sempurna dalam permainan yang aktif, bebas dan tidak terstruktur. Berbeda dengan hasil penelitian Wulandari M (2010) yang menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan perkembangan motorik kasar balita karena banyak faktor determinan yang mempengaruhi.

Berdasarkan penelitian Sani N (2014) asupan protein balita akan memengaruhi perkembangan motorik kasar balita. Status gizi yang baik akan membuat balita memiliki cukup energi untuk kegiatan yang melibatkan motorik kasar. Hasil yang senada juga ditunjukkan oleh Penelitian Ati CA dkk (2013) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar baduta dengan sifat hubungan yang positif artinya semakin normal status gizi anak akan semakin baik.

(5)

dibandingkan balita yang sehat dengan status gizi yang baik. Kekurangan energi kronis menyebabkan anak tidak mendapat asupan yang memadai terutama untuk kebutuhan nutrisi otak sehingga potensial mengalami keterlambatan perkembangan motorik halus dan perkembangan yang lainnya (Park H et al., 2011). Status gizi yang adekuat penting sebagai sarana optimalisasi tumbuh kembang anak.

E. Berat Badan Lahir berpengaruh terhadap status gizi baduta

Hasil uji hipotesis pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif antara Berat Badan Lahir dengan status gizi baduta.

Berat Badan Lahir merupakan gambaran status gizi balita pada awal kehidupan. Bayi

yang lahir kurang dari 2500 gram atau disebut Berat Badan Lahir Rendah mengalami defisiensi gizi selama masa intrauterinnya. Berdasarkan penelitian Kensara et al (2016) di Saudi Arabia didapatkan hasil bahwa bayi yang lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah berhubungan dengan status gizi yang memburuk diukur melalui antropometri didapat hasil yang rendah dan diukur melalui tes biokimia darah juga menggambarkan status gizi yang buruk. Berdasarkan model regresi hasil penelitian Roifah I (2010) menunjukkan bahwa angka kematian bayi akan meningkat pada bayi dengan riwayat berat badan bayi lahir rendah dan angka kematian bayi akan meningkat pada gizi buruk dengan syarat variabel prediktor yang lain adalah konstan.

Berbeda dengan penelitian Patandianan E dkk (2015) pada anak usia 2-3 tahun di RSUP Prof Dr RD Kandou Manado yang memiliki riwayat lahir Kecil Masa Kehamilan (KMK)/Small Gestasional Age (SAG) menunjukkan tidak ada pengaruh antara status gizi balita dengan berat badan lahir. Namun, ada korelasi yang positif atau searah antara berat lahir dan status gizi. Artinya, semakin besar nilai berat lahir semakin besar pula nilai status gizi. Anak usia 2-3 tahun dengan riwayat Berat Badan Lahir Rendah dan Kecil Masa Kehamilan karena akan mengalami tumbuh kejar.

F. Pemberian ASI eksklusif berpengaruh terhadap status gizi baduta

Hasil uji hipotesis penelitian ini menunjukkan ada pengaruh positif pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi baduta secara tidak langsung.

(6)

tersebut sama dengan hasil penelitian Fisher, JO et al (2008) yang menjelaskan bahwa ibu yang menyusui bayinya mulai 0-12 bulan akan memberikan efek positif pada pola makan anak pada masa balita dan dikaitkan dengan asupan energi balita yang lebih tinggi sehingga balita lebih mudah makan dan minum (pola makan lebih baik).

Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain sangat dianjurkan untuk optimalisasi pertumbuhan bayi dikemudian hari, selain itu juga sebagai upaya preventif terjadinya obesitas pada masa balita (mengurangi resiko obesitas sebanyak 4%) (Sinigaglia OE et al., 2016). Selain itu, faktor yang mempengaruhi malnutrisi balita di Uganda diantaranya adalah tidak optimalnya pemberian ASI ekskusif ketika bayi berumur 0-6 bulan karena ibu bekerja. Saat ibu bekerja waktu untuk menyusui menjadi berkurang,

sedangkan kondisi tempat ibu bekerja tidak kondusif untuk memerah air susunya. Semakin jarang disusukan dan dipompa maka produksi ASI akan semakin berkurang (Habaasa G, 2015)

Penelitian Giri MKW dkk (2013) juga menunjukkan hal yang serupa yaitu terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi anak usia 6-24 bulan, dimana ibu yang memberikan ASI eksklusif akan semakin baik status gizi balitanya dari pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada balita yang berusia 6 – 24 bulan.

ASI memiliki semua unsur-unsur yang memenuhi kebutuhan bayi akan gizi selama periode 6 bulan, kecuali jika ibu mengalami keadaan gizi kurang yang berat atau gangguan kesehatan. Bagi anak usia 6-24 bulan pemberian ASI disamping makanan pendamping ASI dapat memberian antibodi alami bagi anak sehingga anak menjadi jarang sakit. Menyusui secara eksklusif juga akan memberikan pengaruh yang positif pada status nutrisi balita (Sahanggamu PD et al., 2017)

G.Pendidikan ibu berpengaruh terhadap status gizi baduta

Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya pengaruh positif antara pendidikan ibu terhadap status gizi baduta.

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi pembentukan pola pikir dan karakter

(7)

Hasil penelitian Latorre RPA et al (2016) juga menunjukkan hal yang serupa yaitu orang tua yang memiliki pendidikan tinggi (menyelesaikan pendidikan sarjana) memiliki anak dengan status nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah. Pada penelitian Ahsan KZ et al (2017) di Banglades status gizi anak dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari karakteristik masyarakat/komunitas, rumah tangga, juga oleh karakteristik individu. Karakteristik individu diantaranya pendidikan ibu, status ibu bekerja atau tidak, dan usia ibu. Oleh karena itu, upaya peningkatan status gizi baduta harus melalui kerjasama berbagai pihak. Program yang digulirkan hendaknya juga lintas sektoral. Program tersebut diantaranya pemberian pendidikan dan edukasi mengenai nutrisi pada ibu, upaya peningkatan santasi lingkungan,

peningkatan kapasitas pelayanan kesehatan, peningkatan pendidikan orang tua terutama ibu karena ibu adalah pendidik pertama dikeluarga. Pendidikan ibu menjadi salah satu karakteristik individu penyebab stunting dan wasting di Uganda sesuai dengan framework/kerangka kerja UNICEF penyebab malnutrisi pada balita adalah rendahnya

pendidikan orang tua (Grace K et al., 2016).

H. Keterbatasan Penelitian

1. Keterbatasan pada penelitian ini pada variabel status gizi hanya mengukur status gizi berdasarkan Tinggi/Panjang badan dibandingkan usia tanpa mengukur berat badan baduta atau membandingkan berat badan dengan tinggi badan baduta

(8)

BAB VI

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan penelitian, implikasi penelitian dan saran

A.KESIMPULAN

1. Terdapat pengaruh Berat Badan Lahir terhadap perkembangan motorik baduta

Besar pengaruhnya diperoleh nilai koefisien regresi (b) sebesar 0.33 dengan nilai asymp.sign (p) adalah (<0.01) > 0.05 yang dinyatakan signifikan.

2. Terdapat pengaruh frekuensi pemberian stimulasi dari lingkungan terhadap perkembangan motorik baduta

Besar pengaruhnya diperoleh nilai koefisien regresi (b) sebesar 0.04 dengan nilai asymp.sign (p) adalah (<0.01) > 0.05 yang dinyatakan signifikan

3. Terdapat pengaruh pendidikan ibu terhadap perkembangan motorik baduta

Besar pengaruhnya diperoleh nilai koefisien regresi (b) sebesar 0.02 dengan nilai asymp.sign (p) adalah 0.71 > 0.05 yang dinyatakan tidak signifikan.

4. Terdapat pengaruh status gizi terhadap perkembangan motorik baduta

Besar pengaruhnya diperoleh nilai koefisien regresi (b) sebesar 0.12 dengan nilai asymp.sign (p) adalah (<0.01) < 0.05 yang dinyatakan signifikan

5. Terdapat pengaruh Berat Badan Lahir terhadap status gizi baduta

Besar pengaruhnya diperoleh nilai koefisien regresi (b) sebesar 0.38 dengan nilai asymp.sign (p) adalah 0.02 < 0.05 yang dinyatakan signifikan

6. Terdapat pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi baduta

Besar pengaruhnya diperoleh nilai koefisien regresi (b) sebesar 0.10 dengan nilai asymp.sign (p) adalah 0.51 > 0.05 yang dinyatakan tidak signifikan

7. Terdapat pengaruh pendidikan ibu terhadap status gizi baduta

Besar pengaruhnya diperoleh nilai koefisien regresi (b) sebesar 0.23 dengan nilai asymp.sign (p) adalah 0.08 > 0.05 yang dinyatakan mendekati signifikan.

(9)

B.IMPLIKASI 1. Implikasi teoritis

Teori tentang epidemiologi sepanjang hayat yang dijelaskan oleh Barker bahwa paparan lingkungan yang buruk berupa tekanan fisik ataupun sosial pada periode kritis

pertumbuhan dan perkembangan di dalam uterus memiliki efek jangka panjang terhadap terjadinya gangguan perkembangan balita, penyakit kronis di usia dewasa dan usia lanjut.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari empat variabel independen yang memengaruhi perkembangan terdapat hubungan secara langsung maupun tidak langsung. Berat Badan Lahir, status gizi, pendidikan ibu, pemberian stimulasi, ASI eksklusif, berpengaruh langsung terhadap perkembangan motorik baduta. Sedangkan ASI eksklusif, pendidikan ibu, berat badan lahir memberikan pengaruh langsung kepada status gizi.

2. Implikasi metodologis

Hasil penelitian ini adalah status gizi menjadi variabel mediator yang memengaruhi perkembangan motorik kasar dan halus baduta. Variabel Berat Badan Lahir, pemberian ASI eksklusif, pemberian stimulasi, pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap perkembangan motorik baduta. Path analysis untuk menguji pengaruh variabel independen ke variabel dependen melalui variabel perantara serta keterkaitan antar variabel dapat diketahui

3. Implikasi praktis

Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh Berat Badan Lahir dengan perkembangan motorik baduta. Bayi yang lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah

(10)

C.SARAN

1. Bagi tempat penelitian

Banyak faktor yang mempengarui perkembangan balita terutama perkembangan motorik balita. Untuk mengoptimalkan perkembangan baduta diperlukan kerjasama lintas sektoral. Pihak puskesmas, dinas kesehatan dan pemerintah daerah perlu membuat program bersama yang dapat meningkatkan upaya pencegahan gangguan perkembangan baduta terutama yang memiliki riwayat lahir dengan BBLR. Pemberian MP-ASI tidak hanya bagi baduta/balita dengan gizi buruk saja namun, balita dengan riwayat BBLR juga memerlukan pemberian MP-ASI tambahan. Menggerakkan

kesadaran ibu agar mau menyusui bayinya secara eksklusif juga penting. Karena ASI eksklusif besar pengaruhnya terhadap perkembangan baduta terutama perkembangan motorik baduta.

2. Bagi tenaga kesehatan

Pemantauan perkembangan balita menggunakan Kuesioner Pra Skreening Per-kembangan (KPSP) dalam buku panduan SDIDTK sebaiknya dilakukan secara rutin setiap bulan pada saat posyandu. Balita dengan riwayat BBLR sebaiknya dilakukan pemantauan perkembangan lebih menyeluruh dan kontinu sehingga gangguan perkembangan dapat dideteksi dini dan segera dilakukan rujukan penanganan.

3. Bagi subyek/responden penelitian

Ibu yang memiliki baduta dengan riwayat BBLR disarankan memberikan perhatian lebih pada baduta untuk dapat lebih sering memberikan stimulasi dan optimalisasi pemberian nutrisi baduta agar status gizi baduta lebih baik. Karena usia dibawah dua tahun merupakan golden period puncak pertumbuhan dan perkembangan anak.

4. Bagi penelitian selanjutnya

Disarankan penelitian selanjutnya dapat meneliti dengan metode yang berbeda dan bisa meneliti secara mendalam tentang perkembangan motorik balita dengan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan kepentingan ideologi liberalisme- kapitalisme adalah terwujudnya masyarakat yang maju, modern, liberal, bebas berpendapat, beragama, berpolitik, toleran, terbuka,

Para peneliti juga menemukan bahwa tidak seperti pria, wanita biasanya tidak menambah ukuran dari latihan beban, karena dibandingkan dengan laki- laki, perempuan memiliki

Investasi dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo adalah aset keuangan non-derivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan jatuh temponya telah ditetapkan,

Sedangkan menurut Makmur (2011:176), mendefinisikan pengawasan adalah suatu bentuk pola pikir dan pola petindakan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada

penelitian ini berasal dari pimpinan dan pegawai Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah Cabang Semarang yang terlibat dalam pengelolaan pembiayaan jual

Teknik observasi merupakan teknik pengumpulan dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian dengan objek yang akan diteliti sehingga data yang diperoleh sesuai

 Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.Sehingga, pemimpin daapat didefinisikan sebagai seorang

Karena itu, mengingat kekayaan historis dan arkeologis, kawasan bekas Kesultanan Lamuri yang salah satunya berada di Gampong Lamuri, Aceh Besar, Provinsi Aceh, perlu