• Tidak ada hasil yang ditemukan

Joanna Helena Meijer, R. Budi Haryanto. Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Joanna Helena Meijer, R. Budi Haryanto. Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN DI TEMPAT KERJA DENGAN

KEJADIAN HIPERTENSI PADA PEKERJA MESIN PRODUKSI LEMARI

ES DI PT LG ELECTRONICS INDONESIA, TANGERANG TAHUN 2013

Joanna Helena Meijer,R. Budi Haryanto

Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Email : joanna.meijer@ymail.com

Abstrak

Kebisingan menjadi faktor risiko dari penyebab penyakit akibat kerja dengan proporsi sebesar 30-50% di Indonesia. Salah satu dampak kesehatan yang disebabkan oleh kebisingan di tempat kerja adalah penyakit hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paparan kebisingan di tempat kerja dengan kejadian hipertensi pada pekerja mesin produksi lemari esdi PT LG Electronics Indonesia, Tangerang tahun 2013. Penelitian ini

menggunakan desain studi cross sectional. Jumlah sampel sebesar 344 pekerja mesin produksi lemari es yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dari kebisingan, penentuan jumlah sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara paparan kebisingan di tempat kerja dengan kejadian hipertensi (p < 0,05), dan dipengaruhi juga oleh faktor risiko lainnya, yaitu umur, riwayat penyakit hipertensi pada keluarga, Indeks Masa Tubuh (IMT), dan kebiasaan merokok.

Kata Kunci : Kebisingan, kejadian hipertensi, tempat kerja

Relationship of Noise Exposure in the Workplace with Incidence of Hypertension in the Refrigerator Production Machine Workers at PT LG Electronics Indonesia,

Tangerang in 2013 Abstract

Noise becomes a risk factor of causing occupational disease with the proportion of 30-50% in Indonesia. One of the health effects caused by noise in the workplace is hypertension. This study aims to determine the relationship between noise exposure in the workplace with incidence of hypertension in the refrigerator production machine workers at PT LG Electronics Indonesia, Tangerang in 2013. This research used a cross-sectional study design. Number of samples 344 workers production machine refrigerator that exceeds Threshold Limit Value (TLV) of noise, determining the number of samples by using purposive sampling method. The results showed a significant relationship between noise exposure in the workplace with incidence of hypertension (p < 0.05), and also affected by other risk factors, namely age, family history of hypertension, Body Mass Index (BMI), and smoking habits.

(2)

Pendahuluan

Menurut World Health Organization (WHO), bising telah dikategorikan sebagai salah satu faktor risiko kerja yang menjadi isu global setiap negara terutama di negara berkembang. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (SNI 7231:2009). Menurut data WHO tahun 2000, terdapat 855 per 100.000 penduduk dunia yang mengalami gangguan kesehatan akibat kebisingan di lingkungan kerja. Dari angka tersebut, Indonesia, Srilanka, dan Thailand berjumlah 136 per 100.000 penduduk yang mengalami gangguan kesehatan akibat kebisingan di lingkungan kerja. Di Indonesia, faktor kebisingan menjadi faktor risiko dari penyebab penyakit akibat kerja dengan proporsi sebesar 30-50% (Buchari, 2007).

Sementara itu, WHO mendefinisikan penyakit hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi dengan kondisi dimana pembuluh darah terus-menerus mengalami peningkatan tekanan. Ketika tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, maka kondisi tersebut disebut hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hasil riset World Health Statistics tahun 2012 melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa di seluruh dunia mengalami peningkatan tekanan darah. WHO mengestimasikan prevalensi kejadian hipertensi di negara bagian Asia Tenggara tahun 2008 bahwa Myanmar dan Indonesia adalah negara dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Proporsi kasus hipertensi yang telah didiagnosis menurut propinsi di Indonesia, pada Propinsi DKI Jakarta memiliki proporsi sebesar 34% dan Propinsi Banten memiliki proporsi sebesar 32,1%.

Menurut Dr. Lucy Leong, Occupational Medicine Safety and Health Division Ministry of Manpower, dalam tulisannya dengan judul “Health Effects of Excessive Noise Exposure”, menuliskan bahwa penyakit hipertensi merupakan efek kesehatan dari paparan kebisingan di lingkungan kerja. Berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara kebisingan dengan kejadian hipertensi atau tekanan darah tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chang dkk dari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Taiwan tahun 2013, hasil penelitian desain studi kohort prospektif pada 578 pekerja laki-laki yang terpapar

(3)

bising ≥ 85 dB(A) di Taiwan, menunjukkan hasil yang signifikan (p=0,016) antara risiko kebisingan dengan insiden kejadian hipertensi.

Sementara itu, PT LG Electronics adalah perusahaan global dan inovator teknologi dalam bidang elektronik, komunikasi selular, dan perangkat rumah tangga. PT LG Electronics Indonesia (LGEIN) di wilayah Tangerang, merupakan perusahaan yang memproduksi unit bisnis lemari es. PT LGEIN, Tangerang memasarkan dan mendistribusikan semua produk yang seluruhnya telah melibatkan proses dengan menggunakan mesin produksi dan aktifitas karyawan. Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan pada mesin produksi PT LGEIN yang diukur, dianalisis, dan dievaluasi oleh PT Unilab Perdana, tingkat kebisingan pada mesin produksi masih belum memenuhi standar baku mutu kebisingan American Conference of Governmental Industrial Hygiene (ACGIH), yaitu: vacuum forming (NR1) 92,9 dBA; vacuum forming (NR2) 99,6 dBA;

cool roll forming (NR2) 89,9 dBA; polyurethan case (NR1) 89,5 dBA; polyurethan case (NR2)

93,1 dBA; polyurethan door assy (NR1) 89,1 dBA; polyurethan door assy (NR2) 88,1 dBA;

packing refrigerator (NR2) 88,9 dBA. Di samping itu, menurut hasil medical check up tahun 2013 pada pekerja di bagian produksi PT LGEIN Tangerang, kejadian hipertensi mengalami peningkatan 2% dari tahun sebelumnya, sehingga membuat hipertensi masuk dalam top ten diseases tahun 2013. Data ini memperlihatkan bahwa paparan kebisingan di tempat kerja dapat menjadi salah satu faktor risiko kejadian hipertensi pada pekerja.

Tinjauan Teoritis

Hasil riset World Health Statistics tahun 2012 melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa di seluruh dunia mengalami peningkatan tekanan darah. Dalam buku “A Global Brief on Hypertension”, WHO menyatakan bahwa 9,4 juta kematian di seluruh dunia disebabkan akibat komplikasi hipertensi. Hipertensi menjadi penyebab dengan proporsi sebesar 45% kematian akibat penyakit jantung. Faktor-faktor risiko penyakit hipertensi dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: faktor risiko yang tidak dapat diubah, yang antara lain umur, jenis kelamin, dan genetik; serta faktor risiko yang dapat diubah, yaitu antara lain merokok, diet rendah serat, kurang aktifitas gerak, berat badan berlebih/kegemukan, konsumsi alkohol, hiperlidemia/hiperkolesterolemia, stress, dan konsumsi garam berlebihan (Departemen Kesehatan RI, 2006).

(4)

Dr. Margaret Chan, Direktur Jenderal WHO (2013) menyatakan bahwa penyakit hipertensi telah menjadi isu global kesehatan masyarakat, sehingga diperlukan adaya upaya kontribusi dari seluruh negara untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan untuk mengurangi kematian dan kecacatan dari Penyakit Tidak Menular (PTM), dan pencegahan dan pengendalian kenaikan tekanan darah adalah salah satu pilar dari upaya tersebut. Pengendalian kebisingan di tempat kerja sebagai salah satu faktor risiko kejadian hipertensi merupakan salah satu upaya pencegahan yang perlu dilakukan.

Berdasarkan standar ACGIH dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, ditetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan di tempat kerja yaitu 85 dB(A) dengan lama paparan selama 8 jam kerja. Sejak tahun 1981, Occupational Safety and Health Administration (OSHA) juga menerapkan persyaratan baru perusahaan untuk melindungi semua pekerja di industri dari paparan kebisingan, yaitu dengan menerapkan Hearing Conservation Program pada pekerja yang terpapar tingkat kebisingan rata-rata ≥ 85 dB(A) selama 8 jam kerja.

Hearing Conservation Program mewajibkan perusahaan untuk mengukur tingkat kebisingan, memberikan perlindungan pendengaran gratis, memberikan pelatihan, dan melakukan evaluasi kecukupan pelindung pendengaran yang digunakan termasuk perubahan peralatan, perlengkapan, dan jadwal yang dibuat sehingga para pekerja tidak terpapar kebisingan ≥ 85 dB(A).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi

cross-sectional . Variabel independen dalam penelitian ini adalah kebisingan di tempat kerja. Intensitas kebisingan di tempat kerja diukur dengan metode noise survey monitoring dan menggunakan alat ukur sound level meter dengan menggunakan standar SNI 7231:2009. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian hipertensi. Pengukuran tekanan darah akan dilakukan pada pekerja dengan menggunakan mercury sphygmomanometer dan stetoskop dengan menggunakan pedoman Departemen Kesehatan RI. Variabel perancu yang diduga mempengaruhi kejadian hipertensi yaitu variabel yang tidak dapat diubah, yang terdiri atas: umur dan riwayat penyakit hipertensi pada keluarga; serta variabel yang dapat diubah, yang terdiri atas: Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kebiasaan merokok (Depkes RI, 2006). Variabel perancu ini akan diteliti dengan cara pengukuran langsung dan wawancara.

(5)

Penelitian ini dilakukan di lokasi mesin produksi lemari esdi PT LG Electronics Indonesia, Tangerang. Tempat yang menjadi titik pengukuran, yaitu area mesin produksi [mesin vacuum forming (NR1); mesin vacuum forming (NR2); mesin cool roll forming (NR2); mesin

polyurethan case (NR1); mesin polyurethan case (NR2); mesin polyurethan door assy (NR1); mesin polyurethan door assy (NR2); mesin packing refrigerator (NR2)], rest area (NR1), rest area (NR2), area masjid, dan area kantin yang dilakukan selama ± 4 minggu pada awal bulan Agustus 2013 hingga awal bulan September 2013. Dari penghitungan jumlah sampel, sampel akhir pada penelitian ini sebanyak 344 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Peneliti memilih metode pengambilan sampel ini disebabkan oleh karena kebutuhan akan pemenuhan jumlah sampel.

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen yaitu kejadian hipertensi dengan variabel independen yaitu kebisingan tempat kerja, serta hubungan antara variabel dependen yaitu kejadian hipertensi dengan variabel perancu (umur, riwayat penyakit hipertensi pada keluarga, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan kebiasaan merokok). Analisis dilakukan dengan uji

chi square menggunakan nilai CI (Confident Interval): 95%; nilai α: 0,05. Jika pada analisis bivariat diperoleh nilai p < α (nilai p < 0,05), dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dan/atau variabel perancu dengan variabel dependen. Dan jika diperoleh nilai PR (Prevalens Ratio) > 1, maka disimpulkan bahwa variabel independen dan/atau variabel perancu merupakan faktor risiko bagi variabel dependen.

Hasil Penelitian

Hasil Analisis Univariat

Responden lebih didominasi oleh responden yang terpapar kebisingan di tempat kerja > 85 dBA selama 8 jam dengan jumlah 199 (57,8%) reponden. Sementara itu, distribusi responden hampir merata pada kelompok yang mengalami kejadian hipertensi dengan kelompok yang tidak. Responden lebih didominasi oleh responden yang mengalami kejadian hipertensi (sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau diastolik ≥ 90 mmHg) dengan jumlah 178 (51,7%) responden (Tabel 1).

(6)

Tabel 1. Distribusi Responden menurut Variabel Kebisingan dan Variabel Hipertensi

Variabel Jumlah Persentase (%)

Kebisingan

≤ 85 dBA selama 8 jam per hari (TLV ACGIH) 145 42,2

> 85 dBA selama 8 jam per hari (TLV ACGIH) 199 57,8

Hipertensi

Tidak: sistolik < 140 mmHg dan/atau diastolik

< 90 mmHg (JNC) 166 48,3

Ya: sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau diastolik ≥

90 mmHg (JNC) 178 51,7

Pada variabel umur, diketahui rata-rata umur responden adalah 31 tahun, dengan standard error 0,255. Pada 95% CI dipercayai 95% bahwa rata-rata umur pada populasi antara 30-32 tahun (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi Responden menurut Variabel Umur

Variabel Mean Standard Error 95% CI

Umur 31 0,255 30-32

Distribusi responden juga hampir merata pada kelompok yang menyatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi pada keluarga dengan kelompok yang tidak. Diketahui responden lebih didominasi oleh responden yang menyatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi pada keluarga dengan jumlah 181 (52,6%) responden.

Pada variabel Indeks Masa Tubuh (IMT), responden lebih didominasi oleh responden yang memiliki IMT normal dengan jumlah 150 (43,6%) responden. Disusul 113 (32,8%) responden yang mengalami kelebihan berat badan, 42 (12,2%) responden mengalami kurang gizi, 39 (11,3%) responden mengalami kegemukan tingkat I, dan tidak ada responden yang mengalami kegemukan tingkat II.

Sementara itu pada variabel kebiasaan merokok, lebih didominasi oleh responden yang menyatakan masih memiliki kebiasaan merokok dengan jumlah 251 (73,0%) responden. Disusul 68 (19,8%) responden yang pernah memiliki kebiasaan merokok dan sudah berhenti, sementara 25 (7,3%) responden menyatakan tidak memiliki kebiasaan merokok (Tabel 3).

(7)

Tabel 3. Distribusi Responden menurut Variabel Riwayat Penyakit Hipertensi pada Keluarga, Variabel Indeks Masa Tubuh (IMT), dan Variabel Kebiasaan Merokok

Variabel Jumlah Persentase (%)

Riwayat Penyakit Hipertensi pada Keluarga

Tidak 163 47,4

Ya 181 52,6

Indeks Massa Tubuh (IMT) Kurang gizi/underweight:

< 18,5 (WHO) 42 12,2

Normal/normal:

18,5-22,9 (WHO 150 43,6

Kelebihan berat badan/overweight:

23-24,9 (WHO)   113 32,8

Kegemukan tingkat I/obese level I:

25-29,9 (WHO) 39 11,3

Kegemukan tingkat II/obese level II:

> 30 (WHO) 0 0,0

Kebiasaan Merokok

Tidak merokok 25 7,3

Pernah merokok dan sudah berhenti merokok 68 19,8

Masih merokok   251 73,0

Hasil Analisis Bivariat

Dari hasil uji chi square antara variabel hipertensi dan variabel kebisingan diperoleh responden yang terpapar kebisingan di tempat kerja > 85 dBA selama 8 jam per hari mengalami kejadian hipertensi sebesar 128 (64,3%) responden. Sementara responden yang terpapar kebisingan di tempat kerja ≤ 85 dBA selama 8 jam per hari mengalami kejadian hipertensi sebesar 50 (34,5%) responden.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p: 0,00, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kejadian hipertensi antara responden yang terpapar kebisingan di tempat kerja > 85 dBA selama 8 jam per hari dengan responden yang terpapar kebisingan di tempat kerja ≤ 85 dBA selama 8 jam per hari (ada hubungan signifikan antara variabel hipertensi dengan variabel kebisingan). Dari hasil analisis diperoleh juga nilai PR: 1,8 (95% CI: 1,5-2,3), dengan interpretasi bahwa responden yang terpapar kebisingan di tempat kerja > 85 dBA selama 8 jam per hari memiliki peluang untuk mengalami kejadian hipertensi sebesar 1,8 kali lebih besar dibanding dengan responden yang terpapar kebisingan di tempat kerja ≤ 85 dBA selama 8 jam per hari (Tabel 4).

(8)

Tabel 4. Distribusi Responden menurut Variabel Hipertensi dan Variabel Kebisingan

Kebisingan Hipertensi Total PR

(95% CI) Nilai p

Tidak Ya

≤ 85 dBA selama 8 jam

per hari 95 (65,5%) 50 (34,5%) 145 (100%)

> 85 dBA selama 8 jam

per hari 71 (35,7%) 128 (64,3%) 199 (100%)

1,8

(1,5-2,3) 0,00

Total 166 (48,3%) 178 (51,7%) 344 (100%)

Berdasarkan hasil uji statistik antara variabel hipertensi dan variable umur diperoleh nilai p: 0,00, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kejadian hipertensi menurut variabel umur (ada hubungan signifikan antara variable hipertensi dengan variabel umur). Kelompok responden yang mengalami kejadian hipertensi (sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau diastolik ≥ 90 mmHg) rata-rata berumur 33 tahun dengan standar deviasi 4,3 (Tabel 5).

Tabel 5. Distribusi Responden menurut Variabel Hipertensi dan Variabel Umur

Hipertensi Mean Standar Deviasi Nilai p

Tidak: sistolik < 140 mmHg dan/atau

diastolik < 90 mmHg (JNC) 30 4,8

Ya: sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau

diastolik ≥ 90 mmHg (JNC)   33 4,3 0,00

Pada hasil uji statistik antara variabel hipertensi dengan variabel riwayat penyakit hipertensi pada keluarga diperoleh nilai p: 0,00, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara variabel riwayat penyakit hipertensi pada keluarga dengan variabel hipertensi. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai PR: 2,9 (95% CI: 2,2-3,8), dengan interpretasi bahwa responden yang menyatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi pada keluarga memiliki peluang untuk mengalami kejadian hipertensi sebesar 2,9 kali lebih besar dibanding dengan responden yang menyatakan tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi pada keluarga (Tabel 6).

Analisis bivariat pada variabel hipertensi dengan variabel Indeks Massa Tubuh (IMT) dilakukan dengan regresi logistik sederhana dengan memilih kelompok responden yang memiliki IMT normal sebagai pembanding. Berdasarkan tabel 6, pada kelompok responden yang mengalami kegemukan tingkat I terhadap kelompok responden yang memiliki IMT normal

(9)

diperoleh nilai p: 0,00, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kejadian hipertensi antara responden yang mengalami kegemukan tingkat I dengan responden yang memiliki IMT normal, dan nilai PR sebesar 5,9 (95% CI: 2,5-14,3), dengan interpretasi bahwa responden yang mengalami kegemukan tingkat I memiliki peluang untuk mengalami kejadian hipertensi sebesar 5,9 kali lebih besar dibanding dengan responden yang memiliki IMT normal. Diperoleh juga nilai p: 0,00 pada kelompok responden yang mengalami kelebihan berat badan terhadap kelompok responden yang memiliki IMT normal, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kejadian hipertensi antara responden yang mengalami kelebihan berat badan dengan responden yang memiliki IMT normal, dan nilai PR sebesar 3,1 (95% CI:

1,8-5,3), dengan interpretasi bahwa responden yang mengalami kelebihan berat badan memiliki peluang untuk mengalami kejadian hipertensi sebesar 3,1 kali lebih besar dibanding dengan responden yang memiliki IMT normal. Kemudian, pada kelompok responden yang mengalami kekurangan gizi terhadap kelompok responden yang memiliki IMT normal, diperoleh nilai p: 0,04 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kejadian hipertensi antara responden yang mengalami kekurangan gizi dengan responden yang memiliki IMT normal, dan nilai PR sebesar 0,5 (95% CI: 0,2-0,9), dengan interpretasi bahwa responden yang mengalami kekurangan gizi memiliki peluang proteksi untuk mengalami kejadian hipertensi sebesar 0,5 kali lebih kecil dibanding dengan responden yang memiliki IMT normal (Tabel 6).

Sementara itu, pada hasil uji statistik antara variabel hipertensi dengan variabel kebiasaan merokok yang menggunakan regresi logistik sederhana dengan memilih kelompok responden yang menyatakan tidak merokok sebagai pembanding. Berdasarkan tabel 6, pada kelompok responden yang menyatakan pernah dan sudah berhenti merokok terhadap kelompok responden yang menyatakan tidak merokok diperoleh nilai p: 0,00, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kejadian hipertensi antara responden yang menyatakan pernah dan sudah berhenti merokok dengan responden yang menyatakan tidak merokok, dan nilai PR sebesar 12,6 (95% CI: 3,8-41,4), dengan interpretasi bahwa responden yang menyatakan pernah dan sudah berhenti merokok memiliki peluang untuk mengalami kejadian hipertensi sebesar 12,6 kali lebih besar dibanding dengan responden yang menyatakan tidak merokok. Kemudian, diperoleh juga nilai p: 0,00 pada kelompok responden yang menyatakan masih merokok terhadap kelompok responden yang menyatakan tidak merokok, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kejadian hipertensi antara responden yang menyatakan masih merokok dengan

(10)

responden yang menyatakan tidak merokok, dan nilai PR sebesar 5,3 (95% CI: 1,8-15,9), dengan interpretasi bahwa responden yang menyatakan masih merokok memiliki peluang untuk mengalami kejadian hipertensi sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding dengan responden yang menyatakan tidak merokok (Tabel 6).

Tabel 6. Distribusi Responden menurut Variabel Hipertensi dan Variabel Perancu

Variabel Hipertensi Total PR

(95% CI) Nilai p

Tidak Ya

Riwayat Penyakit

Hipertensi pada Keluarga

Tidak 120 (73,6%) 43 (26,4%) 163 (100%)

Ya 46 (25,4%) 135 (74,6%) 181 (100%) 2,9 (2,2-3,8) 0,00

Indeks Masa Tubuh

Normal 94 (58,4%) 67 (41,6%) 161 (100%) Underweight 35 (74,5%) 12 (25,5%) 47 (100%) 0,5 (0,2-0,9) 0,04 Overweight 30 (30,3%) 69 (69,7%) 99 (100%) 3,1 (1,8-5,3) 0,00 Obese level I 7 (18,9%) 30 (81,1%) 37 (100%) 5,9 (2,5-14,3) 0,00 Obese level II 0 (0%) 0 (0%) 0 (100%) Kebiasaan Merokok Tidak merokok 21 (84,0%) 4 (16,0%) 25 (100%)

Pernah dan sudah berhenti

merokok 20 (29,4%) 48 (70,6%) 68 (100%) 12,6 (3,8-41,4) 0,00

Masih merokok 125 (49,8%) 126 (50,2%) 251 (100%) 5,3 (1,8-15,9) 0,00

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan signifikan antara variabel kebisingan dengan variabel hipertensi (nilai p: 0,00). Menurut Dr. Lucy Leong, Occupational Medicine Safety and Health Division Ministry of Manpower, dalam tulisannya dengan judul “Health Effects of Excessive Noise Exposure”, menuliskan bahwa penyakit hipertensi merupakan efek kesehatan dari paparan kebisingan di lingkungan kerja. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Chang dkk dari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Taiwan tahun 2013, hasil penelitian desain studi kohort prospektif pada 578 pekerja laki-laki yang terpapar bising ≥ 85 dB(A) di Taiwan, menunjukkan hasil yang signifikan (p=0,016) antara risiko kebisingan dengan insiden kejadian hipertensi. Shuai Wang et al juga melakukan penelitian dengan desain studi cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bising tempat kerja dan hipertensi pada perusahaan mobil, Company of Chongqing, Cina periode tahun 2011-2012. Peserta dalam penelitian dibagi dalam kelompok terpapar bising (≥ 90 dB(A))

(11)

dan kelompok tidak terpapar bising (≤ 70 dB(A)). Hasil penelitian tersebut menunjukkan presentase sebesar 21,49% pekerja terdiagnosa hipertensi pada kelompok terpapar bising dan memiliki hubungan yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok pekerja yang tidak terpapar bising (p < 0,01).

Umur berhubungan signifikan dengan kejadian hipertensi (nilai p: 0,00). Menurut Departemen Kesehatan RI, umur mempengaruhi terjadinya hipertensi dan merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian > 65 tahun. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh E. Jervase pada 563 responden berusia 20-89 tahun dari kelompok etnis Ibo Nigeria tahun 2008. Hasil analisis menujukkan adanya korelasi positif yang signifikan (p < 0,01) antara Systolic Blood Pressure (SBP) dan Diastolic Blood Pressure (DBP) dengan usia (r: 0,477).

Terdapat hubungan signifikan antara variabel riwayat penyakit hipertensi pada keluarga dengan variabel hipertensi (nilai p: 0,00). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Davidson, bila kedua orang tua menderita hipertensi maka sekitar 45% akan menurun kepada anak-anaknya dan bila salah satu orang tua yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan menurun kepada anak-anaknya, sebab faktor genetik berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel, dan merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh M. B. Soudarssanane pada tahun 2006 mengenai faktor risiko prevalensi hipertensi pada remaja usia 15-19 tahun. Pada penelitian ini, peran genetik berperan sebagai faktor risiko kejadian hipertensi. Responden dengan riwayat hipertensi pada keluarga mengalami kejadian tekanan darah tinggi dengan nilai p: 0,026 dan OR: 5,20 (95% CI:

0,99-51,22).

Indeks Massa Tubuh (IMT) berhubungan signifikan dengan kejadian hipertensi (nilai p < 0,05). Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih

(overweight) (Departemen Kesehatan RI, 2006). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh F. Tesfaye dkk pada 3 (tiga) populasi di Afrika dan Asia juga menunjukkan hubungan signifikan dan korelasi positif antara IMT dengan Systolic Blood Pressure (SBP) dan

Diastolic Blood Pressure (DBP) pada ketiga populasi (r: 0,23-0,27; p < 0,01).

Kebiasaan merokok juga memiliki hubungan signifikan dengan kejadian hipertensi (nilai p < 0,05). Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya

(12)

artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung (Departemen Kesehatan RI, 2006). Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian tahun 2009 yang dilakukan oleh Au Bich Thuy dkk di Vietnam, yang betujuan untuk mengetahui hubungan asosiasi antara aktivitas merokok dengan hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan risiko hipertensi bagi responden yang telah merokok selama 30 tahun atau lebih dan 20 tahun atau lebih, yaitu 1,52 (95% CI 0,95-2,44) dan 1,34 (95% CI 0,94-1,91). Responden yang merupakan mantan perokok lebih berisiko mengalami kejadian hipertensi daripada responden yang tidak merokok (PR: 1,81; 95% CI 1,07-3,06) atau perokok (PR: 1,67; 95% CI 1,25-2,23).

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat kebisingan di PT LG Electronics Indonesia, Tangerang tahun 2013 pada area mesin

produksi lemari es adalah: vacuum forming (NR1) 92,05 dBA; vacuum forming (NR2)

99,87 dBA; cool roll forming (NR2) 89,38 dBA; polyurethan case (NR1) 88,96 dBA;

polyurethan case (NR2) 93,41 dBA; polyurethan door assy (NR1) 88,33 dBA; polyurethan door assy (NR2) 88,83 dBA; packing refrigerator (NR2) 88,24 dBA. Berdasarkan hasil ini dapat dinyatakan bahwa tingkat kebisingan pada mesin produksi lemari es masih belum memenuhi Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan di tempat kerja menurut American Conference of Governmental Industrial Hygiene (ACGIH).

2. Besar prevalensi kejadian hipertensi pada pekerja mesin produksi lemari es di PT LG Electronics Indonesia, Tangerang tahun 2013 adalah dari 344 responden terdapat 178 (51,7%) responden yang mengalami hipertensi.

3. Terdapat hubungan signifikan antara variabel kebisingan dengan variabel hipertensi (p < 0,05) pada pekerja mesin produksi lemari es di PT LG Electronics Indonesia, Tangerang tahun 2013.

4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hubungan paparan kebisingan di tempat kerja dengan kejadian hipertensi pada pekerja mesin produksi lemari es di PT LG Electronics Indonesia, Tangerang tahun 2013 adalah faktor umur, riwayat penyakit pada keluarga, Indeks Masa Tubuh (IMT), dan kebiasaan merokok.

(13)

Saran

Pencegahan Kebisingan

Untuk memerangi permasalahan kebisingan di tempat kerja, WHO merekomendasikan mekanisme pencegahan dan pengendalian yang efektif berdasarkan Goelzer (2001), yaitu Hazard Prevention And Control Programmes, yang strategi pengendaliannya melibatkan unsur-unsur seperti berikut:

1. Proses kerja (termasuk alat-alat dan mesin), misalnya: menginstal ulang peralatan, meredam kebisingan yang bersumber dari beberapa mesin produksi, dan melakukan pemeliharaan yang baik pada mesin dan alat.

2. Tempat kerja, misalnya: mengatur jarak antara sumber bising dengan penerima atau pekerja, menggunakan barrier kebisingan atau menggunakan peralatan akustik.

3. Pekerja, misalnya: meningkatkan pengawasan prosedur kerja, memberlakukan pengaturan rotasi kerja, melakukan medical check up, melakukan up-grade dan menertibkan pemakaian Alat Pelindung Pendengaran (APT), serta memberikan program sosialisasi pendidikan pada pekerja mengenai bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat bising.

Pencegahan Faktor Risiko yang Dapat Diubah

Pencegahan penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor risiko terhadap terjadinya penyakit hipertensi itu sendiri, namun hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, yaitu dengan usaha-usaha sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 2006): 1. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan dengan mengatur pola makan

2. Melakukan olahraga teratur, seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh, sehingga dapat mengontrol tekanan darah.

3. Menghentikan kebiasaan merokok Daftar Referensi

Beevers, D.G. 2002. “Tekanan Darah”. Dian Rakyat: Jakarta

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Direktorat Jenderal PP dan PL Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi.

(14)

Heinrich, Janel. 2013. “Potential Health of Noise Exposure”. Public Health Madison and Dane Country.

Jervase dkk. 2008. “Sex Differences And Relationship Between Blood Pressure And Age Among The Ibos Of Nigeria”. http://ispub.com/IJBA/3/2/3743. Diakses pada 2 Mei 2014 pkl. 09.41.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.

Laporan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) PT LG Electronics Indonesia, Tangerang Semester I 2013

Leong, Lucy. “Health Effects of Excessive Noise Exposure”.

http://www.mom.gov.sg/Documents/safety-health/Health%20Effects%20of%20Excessive%20Noise%20Exposure.pdf. Diunduh pada 16 Agustus 2013 pkl. 23.11.

Occupational Safety and Health Administration (OSHA). “Occupational Noise Exposure”. https://www.osha.gov/SLTC/noisehearingconservation/. Diakses pada 16 Agustus 2013 pkl. 23.02.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.

SNI 7231:2009: “Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja”.

Soudarssanane dkk.2006. “Key Predictors of High Blood Pressure and Hypertension among Adolescents: A Simple Prescription for Prevention”. Indian Journal of Community Medicine Vol. 31: 2006.

Tesfaye dkk.2007. “Association between Body Mass Index and Blood Pressure Across Three Populations in Africa and Asia”. Journal of Human Hypertension: 2007.

Thuy, Au. 2010. “The association between smoking and hypertension in a population-based sample of Vietnamese men”.

(15)

http://www.vnhip.org/uploads/1/3/4/5/13457220/smoking_and_htn_in_vn_med_thuy_j_htn _2010.pdf. Diunduh pada 2 Mei 2014 pkl. 10.04.

TY, Chang. 2012. Noise Frequency Components and The Prevalence of Hypertension in

Workers. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22221876. Diakses pada 24 Februari 2014 pkl. 11.51.

World Health Organization. 2013. “A Global Brief on Hypertension”. Protection of the Human Environment: Geneva 2004.

World Health Organization. 2004. “Occupational Noise”.

http://www.who.int/cardiovascular_diseases/publications/global_brief_hypertension/en/. Diunduh pada 21 Agustus 2013 pkl. 11.07.

Wang, Shuai. 2013. “A Cross-Sectional Study on The Effects of Occupational Noise Exposure on Hypertension or Cardiovascular among Workers from Automobile Manufacturing

Company of Chongqing, China”.

http://www.scirp.org/journal/PaperInformation.aspx?PaperID=41013#.Uw10LeOSySo. Diakses pada 24 Februari 2014 pkl. 12.07.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Responden menurut Variabel Kebisingan dan Variabel Hipertensi
Tabel 3. Distribusi Responden menurut Variabel Riwayat Penyakit Hipertensi pada Keluarga, Variabel  Indeks Masa Tubuh (IMT), dan Variabel Kebiasaan Merokok
Tabel 4. Distribusi Responden menurut Variabel Hipertensi dan Variabel Kebisingan
Tabel 6. Distribusi Responden menurut Variabel Hipertensi dan Variabel Perancu

Referensi

Dokumen terkait

Data primer yang dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan kedua dan ketiga, adalah data yang terkait dengan kebijakan DPPKAD Kabupaten Semarang, yang tekait dengan

Oleh karena itu penulis ingin membuat penelitian yang lebih mendalam tentang keistimewaan zaitun menurut Alquran serta manfaatnya di dalam ilmu kesehatan.

Khusus untuk Teknik Industri Dosen Pembimbing Tesis sekaligus berfungsi sebagai dosen pembimbing akademik sehingga diharapkan dapat mengarahkan mahasiswa dalam

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah manggis memiliki kandungan total fenolik dan aktivitas antioksidan yang besar, dengan

- Untuk bidang kedap air, pasangan dinding bata yang berhubungan dengan udara luar, dan semua pasangan bata dibawah permukaan tanah sampai ketinggian 30cm dari permukaan

digunakan dalam penelitian merupakan subyek yang sesuai dengan.

3,

Berdasarkan Tabel 1 diatas dilihat bahwa, perlakuan teknik penyambungan dan jenis entris serta interaksinya tidak berbeda nyata antara teknik penyambungan dan