1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tata naskah dinas yang seragam dan berlaku secara nasional akan sangat mendukung kelancaran arus komunikasi dan informasi antar instansi pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Departemen Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.01/2005 tanggal 6 September 2005 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 303/PM.1/2006 sebagai acuan umum
penyelenggaraan administrasi umum dan acuan penyusunan pedoman tata naskah dinas di lingkungan Departemen Keuangan.
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan dimaksud di atas, maka perlu disusun Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Penyusunan pedoman tata naskah dinas tersebut digunakan untuk keperluan intern Direktorat Jenderal Pajak maupun dalam berkoordinasi dengan instansi atau pihak lain di luar Direktorat Jenderal Pajak.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Pedoman Tata Naskah Dinas ini disusun agar dapat digunakan sebagai pedoman yang baku bagi seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak dalam pelaksanaan tata naskah dinas sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
2. Tujuan
Pedoman Tata Naskah Dinas Direktorat Jenderal Pajak bertujuan menciptakan kelancaran komunikasi tulis yang berhasilguna dan berdayaguna dalam penyelenggaraan kegiatan antar unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak .
C. Sasaran
1. Tercapainya kesamaan pengertian, bahasa dan penafsiran penyelenggaraan tata naskah dinas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
2. Terwujudnya keterpaduan pengelolaan tata naskah dinas dengan unsur lainnya dalam lingkup administrasi umum.
4. Tercapainya dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan tata naskah dinas yang efisien dan efektif.
5. Berkurangnya tumpang tindih, salah tafsir, dan pemborosan dalam penyelenggaraan tata naskah dinas.
D. Asas-asas Tata Naskah Dinas
1. Asas Dayaguna dan Hasilguna
Penyelenggaraan tata naskah dinas perlu dilakukan secara berdayaguna dan berhasilguna dalam penulisan, penggunaan ruang atau lembar naskah dinas, spesifikasi informasi, serta dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang baik, benar dan lugas.
2. Asas Pembakuan
Naskah dinas diproses serta disusun menurut tata cara dan bentuk yang telah dibakukan.
3. Asas Pertanggungjawaban
Penyelenggaraan tata naskah dinas dapat dipertanggungjawabkan dari segi isi, format, prosedur, kearsipan, kewenangan, dan keabsahan.
4. Asas Keterkaitan
Kegiatan penyelenggaraan tata naskah dinas terkait dengan kegiatan administrasi umum dan unsur administrasi umum lainnya.
5. Asas Kecepatan dan Ketepatan
Untuk mendukung kelancaran tugas dan fungsi satuan kerja atau satuan organisasi, tata naskah dinas harus dapat diselesaikan tepat waktu dan tepat sasaran, antara lain dilihat dari kejelasan redaksional, kemudahan prosedural, kecepatan penyampaian dan distribusi.
6. Asas Keamanan
Tata naskah dinas harus aman secara fisik dan substansi (isi) mulai dari penyusunan, klasifikasi dan kualifikasi, penyampaian kepada yang berhak, pemberkasan, kearsipan, dan distribusi. Demi terwujudnya tata naskah dinas yang berdayaguna dan berhasilguna, pengamanan naskah dan aspek legalitasnya perlu dilihat sebagai penentu yang paling penting.
3 E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Tata Naskah Dinas Direktorat Jenderal Pajak dibagi dalam 7 (tujuh) pokok pengaturan yaitu :
1. Jenis Naskah Dinas
2. Penyusunan Naskah Dinas, agar naskah dinas merupakan satu kesatuan pikiran yang jelas , padat dan meyakinkan serta disusun secara sistematis.
3. Tata Persuratan Dinas, yang mengatur penyelenggaraan surat menyurat dalam berkomunikasi di dalam dinas.
4. Penggunaan Logo, dan Cap Dinas
5. Penomoran dan Pemberian Kode Naskah Dinas
6. Kewenangan dan Pelimpahan Wewenang Dalam Penandatanganan Naskah Dinas 7. Perubahan, Pencabutan, Pembatalan dan Ralat Naskah Dinas.
Dalam beberapa hal terdapat naskah dinas yang diatur secara khusus seperti naskah dinas dalam hal kepegawaian, penagihan, pemeriksaan. Terhadap naskah dinas yang telah diatur secara khusus maka naskah dinas mengacu pada ketentuannya masing-masing.
F. Pengertian Umum
Dalam sub bagian tentang pengertian umum dijelaskan pengertian-pengertian dari terminologi yang digunakan dalam pedoman ini namun tidak mempunyai keterkaitan langsung dengan pokok pengaturan di atas. Sedangkan terminologi yang memiliki keterkaitan langsung definisinya akan diberikan pada setiap bab sesuai dengan pokok-pokok pengaturan tersebut. Adapun terminologi yang harus dijelaskan pada pengertian umum ini adalah sebagai berikut :
1. Naskah Dinas adalah semua informasi tertulis sebagai alat komunikasi kedinasan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang keuangan.
2. Tata Naskah Dinasadalah pengelolaan informasi tertulis (naskah) yang mencakup pengaturan jenis, format, penyiapan, pengamanan, pengabsahan, distribusi dan penyimpanan serta media yang digunakan dalam komunikasi kedinasan.
3. Administrasi Umum adalah rangkaian kegiatan administrasi yang meliputi tata naskah dinas (tata persuratan, distribusi, formulir, dan media), penamaan lembaga, singkatan dan akronim, kearsipan, dan tata ruang perkantoran, serta perkantoran elektronis.
4. Komunikasi Internal adalah tata hubungan dalam penyampaian informasi kedinasan yang dilakukan antar unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, secara vertikal dan horisontal.
5. Komunikasi Eksternal adalah tata hubungan penyampaian informasi kedinasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan pihak lain di luar lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
6. Format adalah susunan dan bentuk naskah yang menggambarkan bentuk redaksional, termasuk tata letak dan penggunaan lambang, logo, kop naskah dinas, dan cap dinas.
7. Kewenangan Penandatanganan Naskah Dinas adalah hak dan kewajiban yang ada pada seorang pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk menandatangani naskah dinas sesuai dengan tugas dan tanggung jawab kedinasan pada jabatannya.
8. Instansi Pemerintah adalah lembaga kementerian koordinator, departemen, kementerian, dan lembaga setingkat menteri (Sekretariat Negara/Sekretariat Kabinet, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Nasional), lembaga pemerintah non departemen (BPKP, BKN, ANRI dan lain sebagainya), lembaga negara lainnya (TNI dan POLRI), sekretariat lembaga tinggi negara, dan sekretariat lembaga negara lainnya (sekretariat KOMNAS-HAM, KPU, dan lain sebagainya), dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).
9. Aparatur Pemerintahadalah alat kelengkapan pemerintah untuk menjalankan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, di pusat dan daerah termasuk aparatur BUMN/BUMD.
10.Kode Klasifikasi dan Kualifikasi Naskah adalah tanda pengenal isi informasi dalam naskah berdasarkan sistem tata berkas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
11.Lambang Negara adalah simbol negara yang dituangkan dalam gambar Burung Garuda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
12.Logo Departemen Keuangan adalah gambar dan huruf sebagai identitas Departemen Keuangan yang dituangkan dalam bentuk segilima sama sisi yang berisi gambar Gada terletak vertikal di tengah, di sebelah kiri dan kanan gambar Padi dan Kapas, diapit oleh gambar Sayap, dan di bawahnya gambar Pita bertuliskan “Nagara Dana Rakca”.
5
13.Kepala Kantor Yang Sifat Tugasnya Otonomadalah Kepala satuan unit kerja yang berdasarkan kewenangannya menurut peraturan perundang-undangan atau pelimpahan wewenang dapat mengeluarkan keputusan atau kebijakan yang bersifat mengatur atau menetapkan dalam lingkungan wilayah kerjanya masing-masing misalnya Seorang Kepala Kantor dapat memutuskan besarnya keberatan yang diterima atau ditolak.
14.Kop Naskah Dinas adalah bagian atas kepala surat yang terdiri dari logo Departemen Keuangan, nama dan alamat unit kantor yang meliputi nama jalan, nomor, kode pos, nomor telepon, faksimili,e-mail, danwebsite.
15.Kepala dalam pedoman ini adalah kepala surat yang uraiannya dimulai dari ”Kop” sampai dengan nama jabatan pembuat keputusan.
16.Konsiderans Menimbang adalah uraian yang memuat alasan tentang perlunya ditetapkan peraturan serta memuat peraturan yang menjadi dasar ditetapkannya peraturan tersebut.
17.Diktumadalah uraian yang memuat keterangan tentang apa yang ditetapkan.
18.Batang Tubuhadalah uraian yang memuat substansi kebijakan yang ditetapkan 19.Kaki dalam pedoman ini diartikan sebagai kaki surat yang uraiannya memuat kota
sesuai alamat instansi, tanggal penandatanganan, nama jabatan serta nama pejabat.
20.Verbal Konsep adalah lembaran konsep yang dianggap sumber pertama dan asli dari sesuatu surat atau keputusan pejabat yang bersifat naskah. Verbal Konsep
memuat coretan/perubahan/penyempurnaan aslinya, berkas-berkas yang
berhubungan dengan itu. Verbal Konsep juga memuat nama pembuat konsep, pengetik, pemeriksa naskah dan penandatangan. Penandatangan verbal konsep dapat melibatkan lebih dari satu unit kerja apabila substansi surat atau keputusan tersebut berkaitan dengan tugas dan fungsinya.
Ikhtisar Jenis Naskah Dinas
Naskah Dinasdibagi menjadi 7 bagian, yaitu: 1. Surat Dinas
2. Naskah Dinas Arahan 3. Naskah Dinas Khusus 4. Naskah Dinas Laporan 5. Naskah Dinas Telaahan Staf 6. Naskah Dinas Formulir 7. Naskah Dinas Elektronik
Sementara itu untuk Naskah Dinas Arahan dan Naskah Dinas Khusus masih terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Naskah Dinas Arahan meliputi 3 jenis naskah yaitu: 1.1. Naskah Dinas Pengaturan dan Penetapan
1.1.1. Peraturan 1.1.2. Keputusan 1.1.3. Instruksi 1.1.4. Petunjuk Pelaksanaan 1.1.5. Surat Edaran 1.1.6. Pengumuman 1.1.7. Prosedur Tetap 1.2. Naskah Dinas Bimbingan
1.2.1. Pedoman 1.2.2. Petunjuk
1.2.3. Surat Peringatan
1.3. Naskah Dinas Penugasan atau Perintah 1.3.1. Surat Tugas
1.3.2. Surat Perintah 1.3.3. Surat Izin
1.3.4. Surat Keterangan Perjalanan 1.3.5. Surat Perintah Perjalanan Dinas 2. Naskah Dinas Khusus terdiri dari 4 jenis, yaitu:
2.1. Surat Keterangan 2.2. Surat Perjanjian 2.3. Surat Kuasa 2.4. Berita Acara
7
Matriks Tata Naskah Dinas
NO. JENIS SIFAT
1. Peraturan Pelaksanaan Peraturan yg lebih tinggi/sederajat
Mengikat secara umum
Berlaku terus menerus
Berupa produk hukum
2. Keputusan Pelaksanaan Peraturan yg lebih tinggi/sederajat
Mengikat secara individual dan konkrit
Berlaku untuk jangka waktu tertentu
Bersifat menetapkan
3. Instruksi Arahan atau perintah tentang pelaksanaan kebijakan 4. Petunjuk
Pelaksanaan
Memuat cara pelaksanaan kegiatan
Memuat urutan pelaksanaan
Merupakan Lampiran dari Keputusan Induk 5. Surat Edaran Terbatas kepada pejabat/pegawai tertentu
Pedoman tentang pelaksanaan kebijakan pokok/peraturan
Segera dilaksanakan
6. Pengumuman Pemberitahuan, penjelasan, pernyataan atau petunjuk lebih lanjut
Ditujukan kepada pegawai didalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
Ditujukan juga kepada Masyarakat Umum
7. Prosedur Tetap Memuat serangkaian manual/petunjuk tata cara dan urutan kegiatan teknis operasional/administratif
Ditujukan kepada pejabat/pegawai di setiap unit organisasi di Lingkungan DJP
8. Pedoman Memuat acuan yang bersifat umum
Penerapan disesuaikan dengan karakteristik tugas DJP
Merupakan lampiran dari keputusan induk 9. Petunjuk Berbentuk bimbingan
Tuntutan operasional/administrasi/teknis
10. Surat Peringatan Pemberitahuan yang sifatnya mengingatkan bahwa telah terjadi kealpaan/kelalaian/kekeliruan yang dimaksudkan agar segera diperbaiki/dipulihkan kembali sebagaimana mestinya
11. Surat Tugas Dibuat oleh atasan kepada bawahan
Memuat apa yang harus dilakukan
Kewajiban yang menerima tugas 12. Surat Perintah Memuat perintah yang harus dilakukan
Penerima perintah tidak harus mengerjakan pekerjaan sesuai dengan bidang tugas di unitnya.
13. Surat Izin Diberikan kepada seseorang untuk memperoleh sesuatu hak/kemudahan/dispensasi yang bukan menjadi milik/kewenangan/ kompetensinya
Sifatnya hanya untuk keperluan batas waktu tertentu 14. Surat
Keterangan Perjalanan
Diberikan oleh pejabat yang berwenang, atas permintaan pegawai, yang sisinya menerangkan maksud perjalanan yang dilakukan oleh yang bersangkutan
Mengandung akibat yang membebani anggaran belanja negara 15. Surat Perintah
Perjalanan Dinas
Memuat perintah melakukan perjalanan dinas, ditujukan kepada seorang pejabat/pegawai atau sekelompok pejabat/pegawai untuk melakukan tugas tertentu
16. Surat Keterangan
Berisi informasi untuk memperoleh kelancaran dan kemudahan dalam melakukan kegiatan
Ditujukan kepada seorang pejabat/pegawai 17. Surat Perjanjian Berisi kesepakatan bersama tentang suatu obyek
Mengikat pihak-pihak yang membuat perjanjian
Ada kewajiban untuk melaksanakan suatu tindakan atau perbuatan hukum yang telah disepakati
18. Surat Kuasa Berisi pemberian wewenang
Ditujukan kepada badan hukum/kelompok orang/perseorangan atau pihak lain
Ada kewajiban untuk melakukan suatu tindakan tertentu dalam rangka kedinasan
NO. JENIS SIFAT
19. Berita Acara Berisi uraian proses pelaksanaan suatu kegiatan
Ditandatangani oleh para pihak dan para saksi
20. Laporan Berisi pemberitahuan pelaksanaan suatu kegiatan/kejadian 21. Laporan Hasil
Rapat
Laporan mengenai jalannya sesuatu pertemuan yang disusun secara teratur dan dipertanggungjawabkan oleh si pembuat dan atau nama peserta pertemuan itu sendiri, sehingga mengikat sebagai dokumen resmi dari kejadian/peristiwa yang disebut di dalamnya
22. Naskah Serah Terima
Berita acara mengenai penyerahan dan penerimaan sesuatu hal/penguasaan/pertanggungjawaban
Sebagai bukti berpindahnya suatu keadaan/peristiwa hukum, batas tanggung jawab dan pengukuhan peristiwa yang berakibat finansial 23. Nota
Kesepahaman
Nota persetujuan tentang suatu materi pokok tertentu antara dua pihak atau lebih
24. Keputusan Bersama
Umumnya memuat tentang suatu kebijaksanaan pokok
dibuat/disusun oleh dua atau lebih unit organisasi 25. Telaahan Staf Berbentuk uraian
Disampaikan oleh pejabat atau staf
Memuat analisis
Singkat dan jelas
Memberikan alternatif pemecahan suatu masalah 26. Formulir Dalam bentuk kartu/lembar cetakan
Mempunyai judul tertentu
Berisi keterangan
Berbentuk pengaturan alokasi ruang atau lembar naskah isian 27. Naskah Dinas
Elektronis
Berupa komunikasi dan informasi yang dilakukan secara elektronis
Terekam dalam multimedia elektronis
28. Surat Dinas Berupa pemberitahuan, pernyataan, permintaan atau penyampaian naskah dinas atau barang kepada pihak lain baik di dalam maupun di luar Direktorat Jenderal Pajak
29. Nota Dinas Ditujukan untuk intern lingkungan kerja (Misalnya dalam lingkungan KP.DJP atau Kanwil)
Berupa petunjuk, pemberitahuan, pernyataan atau permintaan dan mengingatkan, mengusulkan, menyarankan sesuatu mengenai masalah kedinasan
30. Memo Berupa surat antar pejabat/pegawai
Digunakan untuk mengingatkan suatu masalah, mengusulkan, atau menyampaikan saran/pendapat kedinasan
31. Pemberitahuan Berupa masalah khusus ditujukan kepada alamat tertentu dengan maksud agar si penerima memberikan perhatian khusus terhadap masalah tersebut
32. Surat Pengantar Ditujukan untuk mengantar/menyampaikan barang atau naskah 33. Surat Undangan Ditujukan untuk mengundang pejabat di luar lingkungan unit
9
BAB II
JENIS NASKAH DINAS
Tujuan dari Bab ini agar penyusunan naskah dinas memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam pedoman ini sehingga terwujud persepsi yang sama antara pembuat naskah dan penerima naskah. Bagi yang sudah memahami detail tentang jenis naskah dinas dan hanya membutuhkan informasi tentang kewenangan dapat menggunakan matriks kewenangan dalam penandatanganan naskah dinas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak pada lampiran 1.
Jenis naskah dinas dapat dibedakan menjadi:
1. Surat Dinas, adalah informasi kedinasan berupa pemberitahuan, pernyataan,
permintaan, penugasan, penyampaian naskah dinas atau barang kepada pihak lain dari dan keluar Direktorat Jenderal Pajak . Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Bab IV, Tata Persuratan Dinas.
2. Naskah Dinas Arahan, yaitu naskah yang berisi perintah vertikal mengenai apa dan bagaimana melakukan suatu kegiatan, berupa produk hukum yang bersifat pengaturan dan penetapan, naskah yang bersifat bimbingan, serta naskah yang bersifat perintah melaksanakan tugas. Naskah dinas arahan dapat dirinci sebagai berikut :
2.1. Naskah Dinas Pengaturan dan Penetapan 2.1.1. Peraturan 2.1.2. Keputusan 2.1.3. Instruksi 2.1.4. Petunjuk Pelaksanaan 2.1.5. Surat Edaran 2.1.6. Pengumuman 2.1.7. Prosedur Tetap 2.2. Naskah Dinas Bimbingan
2.2.1. Pedoman 2.2.2. Petunjuk
2.2.3. Surat Peringatan 2.3. Naskah Dinas Penugasan
2.3.1. Surat Tugas 2.3.2. Surat Perintah 2.3.3. Surat Izin
2.3.4. Surat Keterangan Perjalanan 2.3.5. Surat Perintah Perjalanan Dinas
3. Naskah Dinas Khusus, adalah informasi tertulis yang sifatnya menjelaskan atau
menyatakan secara formal untuk kepentingan khusus dengan format dan keabsahan yang diatur secara khusus. Naskah dinas khusus terdiri dari 4 jenis yaitu :
3.1 Surat Keterangan 3.2. Surat Perjanjian 3.3. Surat Kuasa 3.4. Berita Acara
4. Laporan, yaitu naskah dinas yang memuat pemberitahuan tentang pelaksanaan
suatu kegiatan/kejadian.
5. Telaahan Staf, yaitu uraian yang disampaikan oleh pejabat atau staf yang memuat analisis singkat dan jelas, mengenai permasalahan dengan memberikan alternatif pemecahannya.
6. Formulir, yaitu bentuk pengaturan alokasi ruang atau lembar naskah isian untuk mencatat berbagai data dan informasi yang bersifat rutin. Formulir dibuat dalam bentuk kartu atau lembar cetakan dengan judul tertentu berisi keterangan yang diperlukan
7. Naskah Dinas Elektronik, yaitu naskah dinas berupa komunikasi dan informasi yang dilakukan secara elektronis dan terekam dalam multimedia elektronis. Termasuk di dalam naskah dinas elektronik yaitu, Telegram, Surat Kawat, Radiogram, Faksimili, Elektronik Mail (e-Mail).
A. Naskah Dinas Arahan
Naskah dinas arahan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
- Naskah Dinas Pengaturan dan Penetapan, dan - Naskah Dinas Bimbingan.
- Naskah Dinas Penugasan
1. Naskah Dinas Pengaturan dan Penetapan
Tata cara, bentuk, dan susunan dalam menyusun rancangan peraturan/keputusan di lingkungan Ditjen Pajak mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 283/KMK.01/2003 tanggal 23 Juni 2003 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Departemen Keuangan.
11
Dengan ditetapkan dan berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang sifatnya mengatur yang sudah ada dan berlaku sebelum tanggal 1 November 2004 harus dibacaPeraturan sepanjang tidak bertentangan dengan UU No. 10 Tahun 2004. Sehingga sejak tanggal 1 November 2004, setiap kebijakan Direktur Jenderal Pajak yang berupa produk hukum menggunakan istilah Peraturan, dan yang bersifat menetapkan menggunakan istilah Keputusan.
a. Peraturan
1) Pengertian
Peraturan adalah kebijakan tertulis Direktur Jenderal Pajak dan merupakan pelaksanaan peraturan yang lebih tinggi atau yang sederajat, yang bersifat mengikat secara umum, abstrak, dan pada umumnya berlaku terus menerus.
2) Wewenang Penetapan dan Penandatanganan
Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani peraturan adalah Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal keadaan mendesak dan Direktur
Jenderal berhalangan, maka Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ditandatangani oleh pejabat berdasarkan pelimpahan wewenang, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi atau setingkat.
3) Susunan a) Kepala
(1) “Kop” Peraturan
Pada baris pertama terdapat tulisan “DEPARTEMEN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA” dan pada baris kedua tulisan
“DIREKTORAT JENDERAL PAJAK” yang seluruhnya ditulis dengan huruf kapital yang terletak di tengah margin.
(2) Kata “PERATURAN” diikuti dengan nama jabatan pembentuk peraturan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang terletak di tengah margin;
(3) Nomor Peraturan
- Kata “NOMOR” ditulis dengan huruf kapital tanpa diikuti tanda baca titik dua (:), kemudian diikuti dengan kode “PER”, tanda garis hubung (-), nomor peraturan, tanda baca garis miring (/), nomor kodering unit organisasi penyusun/konseptor, tanda baca garis miring (/) dan tahun penetapan (lihat Bab VI Penomoran dan Kodering Surat);
- Dalam hal Peraturan Direktur Jenderal Pajak ditandatangani oleh pimpinan unit eselon II atau eselon III atas nama Direktur Jenderal Pajak, tata cara penulisannya sama dengan tata cara di atas (lihat Bab VI penomoran dan kodering surat).
Contoh:
NOMOR PER - .../PJ/2008 atau NOMOR PER - .../PJ.../2008 dst.
(4) Kata “TENTANG” ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi serta diletakkan di tengah margin;
(5) Nama peraturan dibuat secara singkat dan mencerminkan isi yang diatur dan judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah margin tanpa diakhiri tanda baca;
(6) Di bawah judul ditulis nama jabatan pembentuk peraturan, diletakkan ditengah margin dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca koma (,);
(7) Pada judul peraturan tentang perubahan ditambah frasa
“PERUBAHAN ATAS” dengan huruf kapital semua di depan nama peraturan yang diubah;
Contoh:
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR ...
(8) Untuk peraturan yang telah diubah lebih dari sekali, di antara kata “PERUBAHAN” dan kata “ATAS” disisipkan bilangan tingkat yang menunjukkan tingkat perubahan tersebut tanpa merinci perubahan sebelumnya;
Contoh:
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR..
(9) Pada judul peraturan tentang pencabutan ditambahkan kata “PENCABUTAN”, ditulis dengan huruf kapital semua di depan nama peraturan yang dicabut.
Contoh:
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR ... b) Konsiderans
13
abjad dan kata “bahwa” dengan huruf awal kecil yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan, dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;);
(2) Kata “Mengingat” dicantumkan setelah konsiderans “Menimbang” dengan huruf awal kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) diikuti dengan angka arab yang memuat peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan peraturan atau yang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur. Kemudian nama peraturan perundang-undangan ditulis dengan diawali huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;); (3) Kata “Memperhatikan” apabila dipandang penting dapat dicantumkan
setelah konsiderans “Mengingat” yang memuat nomor
surat/peraturan/keputusan dari suatu instansi terkait tentang persetujuan atau rekomendasi atau keterangan lain sebagai rujukan untuk mendukung penerbitan peraturan. Penulisannya ditempatkan di margin kiri sejajar kata “Menimbang” dan “Mengingat” yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri tanda baca titik dua (:). Apabila persetujuan atau rekomendasi berasal lebih dari satu instansi, maka setiap persetujuan atau rekomendasi didahului dengan angka arab 1, 2, 3, dan seterusnya sesuai dengan tingkatannya. Kemudian nama surat/peraturan/keputusan ditulis dengan diawali huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).
c) Diktum
(1) Diktum dimulai dengan kata “MEMUTUSKAN” ditulis dengan huruf kapital tanpa spasi, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:); (2) Kata “Menetapkan” dicantumkan setelah kata “MEMUTUSKAN” yang
disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:);
(3) Substansi kebijakan yang ditetapkan, dicantumkan setelah kata “Menetapkan” ditulis dengan huruf kapital.
(4) Nama yang tercantum dalam judul peraturan dicantumkan lagi setelah kata “Menetapkan” dan didahului dengan jenis/bentuk peraturan, ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).
Contoh:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PAJAK TENTANG ...
d) Batang Tubuh
(1) Batang tubuh peraturan memuat semua substansi peraturan; (2) Substansi dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam:
- Ketentuan Umum;
- Materi Pokok yang diatur;
- Ketentuan Sanksi Administratif (bila diperlukan);
- Ketentuan Peralihan (bila diperlukan);
- Ketentuan Penutup.
(3) Jika peraturan mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan karena itu mempunyai banyak pasal, maka pasal-pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi bab, bagian, dan paragraf;
(4) Pengelompokan materi peraturan perundang-undangan dalam bab, bagian, dan paragraf tidak merupakan keharusan;
(5) Pengelompokan materi dalam bab, bagian, dan paragraf dilakukan atas dasar kesamaan materi;
(6) Pada umumnya urutan pengelompokan adalah sebagai berikut:
- Pasal-pasal (tanpa bab, bagian, dan paragraf);
- Bab dengan pasal-pasal tanpa bagian dan paragraf;
- Bab dengan bagian dan pasal-pasal, tanpa paragraf;
- Bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal-pasal.
(7) Bilamana diperlukan dalam peraturan dapat dicantumkan perintah penyampaian salinan peraturan dengan urutan tingkatan jabatan mulai yang paling tinggi sampai yang rendah, jabatan di luar Ditjen Pajak ditulis lebih dahulu kemudian diikuti dengan jabatan intern Ditjen Pajak.
e) Kaki
Kaki peraturan diletakkan di margin kanan, memuat:
(1) Tempat (kota sesuai dengan alamat instansi) dan tanggal penetapan peraturan;
(2) Nama jabatan pejabat yang menetapkan, ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma (,);
15
(4) Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar;
(5) Nomor Induk Pegawai (NIP) penandatangan peraturan (6) Cap Dinas.
Contoh Format Peraturan yang ditandatangani Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan, lihatLampiran 2
Contoh Format Peraturan Direktur Jenderal Pajak, lihatLampiran 3
b. Keputusan
1) Pengertian
Keputusan adalah kebijakan tertulis Direktur Jenderal Pajak dan merupakan pelaksanaan peraturan yang lebih tinggi atau yang sederajat, yang bersifat mengikat secara individual dan konkrit, serta berlaku untuk jangka waktu tertentu. Misalnya keputusan di bidang kepegawaian, penetapan tim kerja/panitia, dan Surat Keputusan Otorisasi (SKO).
2) Wewenang Penetapan dan Penandatangan
Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani keputusan adalah:
a) Direktur Jenderal Pajak b) Kepala Kantor Wilayah
c) Kepala KPP/Karikpa, sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangan berdasarkan ketentuan yang menjadi dasar pembuatan keputusan. Kewenangan tersebut dapat berupa kewenangan untuk menetapkan dan menandatangani Keputusan atas nama pejabat atasan dari pejabat tersebut sesuai pelimpahan wewenang atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang mengatur untuk itu.
3) Susunan
Kerangka dan isi keputusan sama dengan naskah peraturan, kecuali: a) Dalam pembukaan dapat diawali dengan kata ”Membaca”, dicantumkan
setelah jabatan pembentuk keputusan pada margin kiri dengan huruf kapital pada awal dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:);
b) Konsideran ”Membaca” pada umumnya memuat surat, nomor surat, dan tanggal surat, perihal adanya suatu permohonan atau usulan tentang suatu hal dari suatu instansi/unit tertentu atau pihak lain kepada Ditjen Pajak.
c) Batang tubuh keputusan memuat materi yang dikelompokkan dalam diktum PERTAMA, KEDUA, KETIGA, dan seterusnya sebagai pengganti
pasal, ditempatkan sejajar di bawah kata “Menetapkan”, ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri tanda baca titik dua (:); d) Materi atau isi pengelompokan diktum pada umumnya berisikan uraian
tentang persetujuan atas permohonan atau usul, dari instansi terkait atau pihak lainnya;
e) Bilamana diperlukan dalam keputusan dapat dicantumkan perintah penyampaian salinan dan atau petikan dan atau asli dari keputusan.
Contoh Format Keputusan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan, lihatLampiran 4
Contoh Format Keputusan Menteri Keuangan dengan petikan yang
ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan, lihat Lampiran 5
Pengabsahan dan Distribusi Peraturan/Keputusan a. Pengabsahan
1) Pengabsahan merupakan suatu pernyataan bahwa sebelum digandakan dan didistribusikan dengan sah, suatu peraturan/keputusan telah dicatat dan diteliti sehingga dapat diumumkan. Pejabat-pejabat yang berwenang yaitu :
a) Untuk Kantor Pusat DJP adalah eselon III yang membawahi Subbag Tata Usaha.
b) Untuk Kantor Wilayah DJP adalah Kepala Bagian Umum.
c) Untuk Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, Kantor Pelayanan PBB adalah Kepala Kantor.
d) Untuk Kantor Penyuluhan Pajak di luar kota atau berbeda lokasi dengan Kantor Pelayanan Pajak, adalah Kepala Kantor Penyuluhan Pajak u.b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
2) Pengabsahan dicantumkan di bawah ruang tanda tangan sebelah kiri bawah, terdiri atas kata salinan dan dibubuhi tanda tangan pejabat yang berwenang dan cap dinas unit organisasi pejabat penandatangan.
b. Distribusi
1) Salinan Peraturan:
a) Khusus untuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak tanpa perintah pencantuman salinan peraturan, maka salinan yang disahkan
17
b) Untuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak dengan perintah pencantuman salinan peraturan, maka salinan yang disahkan didistribusikan kepada pemohon, para pejabat yang tertulis pada salinan, dan para pejabat lain yang terkait dengan materi peraturan;
2) Salinan/petikan keputusan didistribusikan kepada yang bersangkutan, pejabat yang tercantum pada salinan, dan pejabat lain yang terkait dengan materi keputusan.
Hal yang Perlu Diperhatikan
a. Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang ditandatangani pejabat eselon II atau eselon di bawahnya atas nama Direktur Jenderal Pajak, salinannya wajib disampaikan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, kecuali Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang:
1) Karena sifatnya perlu dirahasiakan;
2) Di bidang anggaran yang bersifat menetapkan (Keputusan Otorisasi); dan atau
3) Di bidang kepegawaian yang bersifat menetapkan
b. Salinan Peraturan/Keputusan Direktur Jenderal Pajak dibuat oleh bagian umum dan disampaikan kepada unit organisasi eselon II pemrakarsa (konseptor).
c. Permohonan untuk pencantuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak dalam Berita Negara Republik Indonesia disampaikan kepada Biro Hukum Departemen Keuangan.
d. Setiap Peraturan/Keputusan yang telah mendapat pengesahan wajib disampaikan ke unit yang bertanggungjawab untuk pendokumentasian.
c. Instruksi
1) Pengertian
Instruksi adalah naskah dinas yang memuat arahan atau perintah tentang pelaksanaan kebijakan.
2) Wewenang Penetapan dan Penandatanganan
Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani instruksi adalah Direktur Jenderal Pajak, para pejabat eselon II atau eselon di bawahnya sesuai dengan kewenangannya.
3) Susunan a) Kepala
(1) “Kop” instruksi sama dengan kop yang digunakan pada naskah peraturan;
(2) Kata “INSTRUKSI” dan tulisan “DIREKTUR JENDERAL PAJAK” ditulis dengan huruf kapital, tanpa diakhiri dengan tanda baca; (3) Nomor Instruksi”
- Kata “NOMOR” ditulis dengan huruf kapital tanpa diikuti tanda
baca titik dua (:), kemudian diikuti dengan kode “INS”, tanda garis hubung (-), nomor instruksi, tanda baca garis miring (/), nomor kodering unit organisasi penyusun/konseptor, tanda baca garis miring (/) dan tahun penetapan (lihat Bab VI Penomoran dan Kodering Surat);
- Dalam hal Instruksi Direktur Jenderal Pajak ditandatangani oleh
pimpinan unit eselon II atau eselon III atas nama Direktur Jenderal Pajak, tata cara penulisannya sama dengan tata cara di atas (lihat Bab VI penomoran dan kodering surat).
Contoh:
NOMOR INS- .../PJ/2008
(4) Kata “TENTANG” ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi serta diletakkan di tengah margin;
(5) Nama instruksi dibuat secara singkat tentang materi yang diinstruksikan dan judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah margin tanpa diakhiri tanda baca;
(6) Di bawah judul ditulis nama jabatan pembentuk instruksi, diletakkan ditengah margin dengan huruf kapital dan diakhiri tanda baca koma (,);
b) Konsiderans
(1) Kata “Menimbang” diletakkan di margin kiri, dengan huruf awal kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) diikuti dengan abjad dan kata “bahwa” dengan huruf awal kecil yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan instruksi;
(2) Kata “Mengingat” dicantumkan setelah konsiderans “Menimbang” dengan huruf awal kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) diikuti dengan angka arab yang memuat peraturan
perundang-19
mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diinstruksikan diawali dengan huruf kapital;
(3) Kata “Memperhatikan” apabila dipandang penting dapat dicantumkan
setelah konsiderans “Mengingat” yang memuat nomor
surat/keputusan sebagai rujukan untuk mendukung penerbitan Instruksi Direktur Jenderal Pajak. Penulisannya ditempatkan di sebelah kiri margin sejajar kata “Menimbang” dan “Mengingat” yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri tanda baca titik dua (:).
c) Diktum
(1) Diktum dimulai dengan kata “MENGINSTRUKSIKAN” ditulis dengan huruf kapital tanpa spasi, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:); (2) Kata “Kepada” dicantumkan setelah kata “MENGINSTRUKSIKAN”
yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata “Kepada” ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) diikuti dengan nama pejabat/jabatan penerima instruksi, apabila lebih dari satu ditulis dengan angka arab 1, 2, 3, dan seterusnya sesuai dengan urutan unit organisasinya dan atau tingkatan jabatannya;
(3) Kata “Untuk” ditulis dengan huruf awal kapital, diikuti dengan substansi instruksi, bila perlu dikelompokkan dalam diktum: PERTAMA, KEDUA dan seterusnya, ditempatkan sejajar di bawah kata “Kepada”, ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri tanda baca titik dua (:).
d) Kaki
(1) Tempat (kota sesuai dengan alamat instansi) dan tanggal penetapan instruksi;
(2) Nama jabatan pejabat yang menetapkan, ditulis dengan huruf awal kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma (,);
(3) Tanda tangan pejabat yang menetapkan instruksi;
(4) Nama lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(5) Nomor Induk Pegawai (NIP); (6) Cap Dinas.
e) Distribusi
Salinan instruksi, didistribusikan kepada yang bersangkutan, pejabat yang tercantum pada salinan, dan pejabat lain yang terkait dengan materi instruksi.
(1) Meskipun kata instruksi mengandung arti perintah, tetapi instruksi yang dimaksudkan dalam pedoman ini bukan perintah, melainkan suatu petunjuk/arahan pelaksanaan suatu keputusan;
(2) Instruksi merupakan pelaksanaan kebijakan pokok, sehingga instruksi harus merujuk pada suatu keputusan;
(3) Wewenang penetapan dan penandatanganan instruksi tidak dapat dilimpahkan kepada pejabat lain.
Contoh Format Instruksi,Lampiran 6.
d. Petunjuk Pelaksanaan
1) Pengertian
Petunjuk Pelaksanaan adalah naskah dinas pengaturan yang memuat cara pelaksanaan kegiatan, termasuk urutan pelaksanaannya yang merupakan lampiran dari keputusan induk.
2) Wewenang Penetapan dan Penandatanganan
Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani petunjuk
pelaksanaan adalah Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya. 3) Susunan
a) Kepala
(1) LAMPIRAN, JUDUL dan NOMOR keputusan induk petunjuk
pelaksanaan dicantumkan di sebelah atas margin kanan dengan huruf kapital. Judul dan nomor menggunakan ukuran huruf lebih kecil dari kata lampiran;
(2) Tulisan ”PETUNJUK PELAKSANAAN“ ditulis dengan huruf kapital dicantumkan di sebelah atas tengah margin;
(3) Kata “TENTANG” dicantumkan di bawah “PETUNJUK
PELAKSANAAN” ditulis dengan huruf kapital;
(4) Rumusan judul petunjuk pelaksanaan ditulis dengan huruf kapital simetris di bawah “TENTANG”.
b) Batang Tubuh
(1) “PENDAHULUAN”, memuat penjelasan umum, maksud dan tujuan petunjuk pelaksanaan, ruang lingkup, dan hal lain yang dipandang perlu serta “dasar” memuat peraturan/ketentuan yang dijadikan dasar/landasan petunjuk pelaksanaan;
21
(2) Batang tubuh materi petunjuk pelaksanaan dengan jelas
menunjukkan urutan tindakan, pengorganisasian, koordinasi, pengendalian, dan hal lain yang dipandang perlu untuk dilaksanakan. c) Kaki
(1) Nama jabatan pejabat yang menetapkan, ditulis dengan huruf awal kapital diakhiri dengan tanda baca koma (,);
(2) Tanda tangan pejabat yang menetapkan;
(3) Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(4) Nomor Induk Pegawai (NIP) ; (5) Cap Dinas.
d) Distribusi
Petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan, salinannya didistribusikan kepada yang berkepentingan.
Contoh Format Petunjuk Pelaksanaan,Lampiran 7.
e. Surat Edaran
1) Pengertian
Surat Edaran adalah surat yang ditujukan secara terbatas kepada pejabat/pegawai tertentu, isinya mengandung pedoman tentang pelaksanaan lebih lanjut mengenai kebijakan pokok/peraturan yang menjelaskan atau
menunjukkan jalan mengenai cara pelaksanaannya untuk segera
dilaksanakan.
Bentuk Surat Edaran terdiri atas:
a) Surat Edaran dengan menggunakan judul.
Digunakan untuk pelaksanaan tindak lanjut dari suatu peraturan. b) Surat Edaran tanpa judul.
Digunakan untuk pelaksanaan kebijaksanaan pokok yang penting dan mendesak untuk dilaksanakan.
2) Wewenang penetapan dan penandatanganan
Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani Surat Edaran adalah:
a) Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan; b) Direktur Jenderal Pajak;
3) Susunan
a) Surat Edaran dengan menggunakan judul (1) Kepala
(a) Kop (Lihat Bab III huruf B)
(b) Alamat pejabat yang dituju ditulis di margin kiri;
(c) Tulisan “SURAT EDARAN” dicantumkan di tengah margin, ditulis dengan huruf kapital, diikuti dengan nomor surat edaran ditulis simetris di bawahnya;
(d) Kata “ TENTANG” dicantumkan di bawah nomor surat edaran, ditulis dengan huruf kapital;
(e) Judul surat edaran ditulis dengan huruf kapital, simetris di bawah “TENTANG”.
(2) Batang Tubuh
(a) Memuat alasan tentang perlunya dibuat surat edaran;
(b) Memuat peraturan yang menjadi dasar pembuatan surat edaran; (c) Memuat tata cara pelaksanaan suatu peraturan.
(3) Kaki
(a) Tempat dan tanggal penetapan;
(b) Nama jabatan pejabat yang menetapkan, ditulis dengan huruf awal kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma (,);
(c) Tanda tangan pejabat yang menetapkan;
(d) Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(e) Nomor Induk Pegawai (NIP); (f) Cap Dinas;
(g) Tembusan apabila diperlukan.
Format Surat Edaran dengan judul,Lampiran 8.
b) Surat Edaran tanpa judul (1) Kepala
(a) Kop (Lihat Bab III huruf B)
(b) Alamat pejabat yang dituju ditulis di margin kiri;
(c) Tanggal, bulan, dan tahun ditulis sebaris dengan alamat di margin kanan;
(d) Tulisan “SURAT EDARAN”dicantumkan di tengah, ditulis dengan huruf kapital, diikuti dengan nomor surat edaran di bawahnya;
23
(b) Memuat peraturan yang menjadi dasar pembuatan surat edaran; (c) Memuat tata cara pelaksanaan kebijaksanaan pokok yang penting
dan mendesak untuk dilaksanakan; (d) Penutup.
(3) Kaki
(a) Nama jabatan pejabat yang menetapkan, ditulis dengan huruf awal kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma (,);
(b) Tanda tangan pejabat yang menetapkan;
(c) Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(d) Nomor Induk Pegawai (NIP) ; (e) Cap Dinas;
(f) Tembusan apabila diperlukan dan sifatnya sebagai laporan. 4) Distribusi
Surat Edaran didistribusikan kepada pejabat dan pihak terkait lainnya. Contoh Format Surat Edaran tanpa judul,Lampiran 9.
f. Pengumuman
1) Pengertian
Pengumuman adalah naskah dinas yang memuat informasi bersifat
pemberitahuan, penjelasan, pernyataan atau petunjuk lebih lanjut mengenai cara pelaksanaan sesuatu hal, yang ditujukan baik kepada pegawai di dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak maupun masyarakat umum.
2) Wewenang Pembuatan dan Penandatanganan
Pengumuman dibuat dan ditandatangani oleh pejabat eselon I, eselon II, atau eselon III (kepala kantor yang sifat tugasnya otonom).
3) Susunan a) Kepala
(1) Kop (Lihat Bab III huruf B);
(2) Tulisan”PENGUMUMAN”dicantumkan di bawah kop, ditulis dengan huruf kapital, diikuti dengan nomor pengumuman ditulis simetris di bawahnya;
(3) Kata “TENTANG” dicantumkan di bawah nomor pengumuman, ditulis dengan huruf kapital;
(4) Judul pengumuman ditulis dengan huruf kapital, simetris di bawah “TENTANG”.
b) Batang Tubuh
(1) Memuat alasan tentang perlunya dibuat pengumuman;
(2) Memuat peraturan yang menjadi dasar pembuatan pengumuman; (3) Memuat informasi penting tentang hal tertentu.
c) Kaki
(1) Tempat dan tanggal penetapan;
(2) Nama jabatan pejabat yang menetapkan, ditulis dengan huruf awal kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma (,);
(3) Tanda tangan pejabat yang menetapkan;
(4) Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(5) Nomor Induk Pegawai (NIP); (6) Cap Dinas.
4) Hal yang Perlu Diperhatikan
a) Pengumuman tidak memuat alamat;
b) Pengumuman bersifat menyampaikan informasi, tidak memuat cara pelaksanaan teknis suatu peraturan;
c) Pengumuman yang bersifat teknis bentuknya disesuaikan dengan petunjuk teknis masing-masing unit organisasi.
Format Pengumuman,Lampiran 10.
g. Prosedur Tetap (Protap)
1) Pengertian
Prosedur Tetap (Protap) adalah naskah dinas yang memuat serangkaian manual/petunjuk tentang tata cara dan urutan suatu kegiatan teknis operasional atau administratif tertentu yang harus diikuti oleh pejabat/ pegawai pada setiap unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
2) Tujuan Prosedur Tetap
a) Menyederhanakan, memudahkan dan mempercepat penyampaian
perintah;
b) Memudahkan dan memperlancar pelaksanaan pekerjaan;
c) Memudahkan koordinasi antara pimpinan, staf dan unsur pelaksana. 3) Wewenang Penetapan dan Penandatanganan
Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani prosedur tetap adalah Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya.
25
4) Susunan a) Kepala
(1) Kop (Lihat Bab III huruf B);
(2) Tulisan “PROSEDUR TETAP” dicantumkan di bawah kop prosedur tetap ditulis dengan huruf kapital, serta nomor prosedur tetap di bawahnya;
(3) Kata “TENTANG” dicantumkan di bawah“PROSEDUR TETAP”ditulis dengan huruf kapital;
(4) Kata “PROSEDUR TETAP” ditulis simetris dengan huruf kapital di bawah“TENTANG”.
b) Batang Tubuh
(1) Dasar penetapan prosedur tetap; (2) Pertimbangan ditetapkan prosedur tetap;
(3) Penetapan prosedur dan tata cara pelaksanaan kegiatan. c) Kaki
(1) Tempat dan tanggal penetapan;
(2) Nama jabatan pejabat yang menetapkan, ditulis dengan huruf awal kapital, dan diakhiri tanda baca koma (,);
(3) Tanda tangan pejabat yang menetapkan;
(4) Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(5) Nomor Induk Pegawai (NIP); (6) Cap dinas;
(7) Tembusan kepada pejabat lain yang terkait.
Contoh Format Prosedur Tetap,Lampiran 11.
2. Naskah Dinas Bimbingan
a. Pedoman 1) Pengertian
Pedoman adalah naskah dinas yang memuat acuan yang bersifat umum yang dijabarkan ke dalam petunjuk operasional/teknis dan penerapannya disesuaikan dengan karakteristik tugas Direktorat Jenderal Pajak. Pedoman merupakan lampiran dari keputusan induk.
2) Wewenang Penetapan dan Penandatanganan
Pedoman dibuat dalam rangka menindaklanjuti kebijakan yang lebih tinggi dan penetapannya oleh pejabat yang berwenang menandatangani yaitu Menteri Keuangan atau pejabat eselon I sesuai dengan kewenangannya. 3) Susunan
a) Kepala
(1) Kop (Lihat Bab III huruf B);
(2) LAMPIRAN, JUDUL dan NOMOR keputusan induk pedoman dicantumkan di sebelah atas margin kanan dengan huruf kapital. Judul dan nomor menggunakan ukuran huruf lebih kecil dari kata lampiran;
(3) Tulisan ”PEDOMAN“ ditulis dengan huruf kapital dicantumkan di sebelah atas tengah margin;
(4) Kata “TENTANG” dicantumkan di bawah “PEDOMAN” ditulis dengan huruf kapital;
(5) Judul pedoman ditulis dengan huruf kapital simetris di bawah “TENTANG”.
b) Batang Tubuh
(1) Pendahuluan berisi latar belakang/dasar pemikiran/maksud, tujuan/ruang lingkup/tata urut, dan pengertian;
(2) Materi pedoman;
(3) Penutup terdiri atas hal yang harus diperhatikan dan penjabaran lebih lanjut, yang ditujukan kepada para pembaca/ pengguna. c) Kaki
(1) Nama jabatan pejabat yang menetapkan, ditulis dengan huruf awal kapital diakhiri dengan tanda baca koma (,);
(2) Tanda tangan pejabat yang menetapkan;
(3) Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(4) Nomor Induk Pegawai (NIP); (5) Cap Dinas.
27
b. Petunjuk 1) Pengertian
Petunjuk adalah naskah dinas bimbingan yang merupakan tuntunan operasional/administrasi/teknis setiap pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan kegiatan.
2) Wewenang Penetapan dan Penandatanganan
Pejabat yang berwenang menetapkan dan menandatangani petunjuk adalah Direktur Jenderal Pajak.
3) Susunan a) Kepala
(1) Kop (Lihat Bab III huruf B);
(2) LAMPIRAN, JUDUL dan NOMOR keputusan induk petunjuk
dicantumkan di sebelah atas margin kanan dengan huruf kapital. Judul dan nomor menggunakan ukuran huruf lebih kecil dari kata lampiran; (3) Tulisan ”PETUNJUK“ ditulis dengan huruf kapital dicantumkan di
sebelah atas tengah margin;
(4) Kata “TENTANG” dicantumkan di bawah “PETUNJUK” ditulis dengan huruf kapital;
(5) Judul petunjuk ditulis dengan huruf kapital simetris di bawah “TENTANG”.
b) Batang tubuh
(1) Pendahuluan berisi latar belakang/dasar pemikiran/maksud, tujuan/ruang lingkup/tata urut, dan pengertian;
(2) Materi petunjuk;
(3) Penutup terdiri atas hal yang harus diperhatikan dan penjabaran lebih lanjut, yang ditujukan kepada para pembaca/pengguna.
c) Kaki
(1) Nama jabatan pejabat yang menetapkan, ditulis dengan huruf awal kapital diakhiri dengan tanda baca koma (,);
(2) Tanda tangan pejabat yang menetapkan;
(3) Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(4) Nomor Induk Pegawai (NIP); (5) Cap Dinas.
4) Distribusi dan Pengabsahan
a) Distribusi petunjuk diatur sesuai kebutuhan instansi yang bersangkutan; b) Pengabsahan petunjuk dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang.
Contoh Format Petunjuk,Lampiran 13.
c. Surat Peringatan
1) Pengertian
Surat Peringatan adalah surat pemberitahuan yang sifatnya mengingatkan bahwa telah terjadi kealpaan/kelalaian/kekeliruan atau suatu hal yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku, dengan maksud agar segera diperbaiki/dipulihkan kembali sebagaimana mestinya.
2) Susunan
a) Kepala Suratyang terdiri atas:
(1) Nama dan alamat satuan organisasi, alamat yang dituju, tanggal yang ditulis sama dengan surat dinas.
(2) TulisanSURAT PERINGATANdengan huruf kapital semua dan dapat ditambahkan dengan pencantuman Surat Peringatan yang ke berapa. (3) Di bawah tulisan Surat Peringatan dicantumkan nomor dan kode surat
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b) Batang Tubuh Surat
Isi Surat Peringatan dapat dibedakan berdasarkan sasarannya yaitu:
(1) Surat yang bersifat susulan, untuk mengingatkan kembali sesuatu
surat yang memerlukan jawaban, apabila setelah dua minggu sejak pengiriman surat yang bersangkutan belum memperoleh balasan.
(2) Surat yang bersifat peringatan, untuk mengingatkan hal-hal
dimaksud dalam pengertian di atas (huruf c angka 1). Surat Peringatan dapat diberikan secara bertahap sampai dengan tiga kali dengan atau tanpa sanksi, segala sesuatu disesuaikan dengan peraturan yang menjadi landasan hukum masalah dimaksud dalam Surat Peringatan.
Catatan: Pengertian Surat Peringatan dalam pedoman ini tidak
mencakup surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor :
15/KMK.01/UP.61/1985 tanggal 7 Januari 1985 tentang Penegakan Disiplin Dalam Hubungannya Dengan TKPKN. Atau Surat Peringatan lainnya yang bentuk dan materinya telah dibakukan dalam ketentuan khusus.
29
(2) Nama jabatan, nama pejabat, tanda tangan dan NIP ditulis sama dengan pada surat dinas, serta tembusan surat jika dianggap perlu.
3) Bentuk
Contoh bentuk Surat Peringatan sebagaimana dijelaskan di atas dapat dilihat
padaLampiran 14.
3. Naskah Dinas Penugasan atau Perintah
a. Surat Tugas 1) Pengertian
Surat Tugas adalah naskah dinas yang dibuat oleh atasan kepada bawahan dan memuat apa yang harus dilakukan.
2) Wewenang Pembuatan dan Penandatanganan
Surat Tugas dibuat dan ditandatangani oleh pimpinan/pejabat yang berwenang berdasarkan lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawab. 3) Susunan
a) Kepala
(1)Kop (Lihat Bab III huruf B);
(2)Tulisan “SURAT TUGAS” dicantumkan di bawah kop ditulis dengan huruf kapital, diikuti nomor surat tugas ditulis simetris di bawahnya; b) Batang Tubuh
Memuat alasan penugasan, diikuti dengan kata “menugaskan” kepada para pejabat/pegawai yang mendapat tugas. Di bawahnya ditulis“untuk” dicantumkan uraian penugasan yang harus dilaksanakan, diikuti jadwal waktu pelaksanaan.
Penutup yang memuat perintah melaksanakan tugas dan menyampaikan laporan, dan bila diperlukan diikuti dengan permintaan bantuan pihak-pihak terkait untuk memudahkan pelaksanaan tugas.
c) Kaki
(1)Tempat dan tanggal surat tugas ditetapkan;
(2)Nama jabatan pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf awal kapital, dan diakhiri tanda baca koma (,);
(3)Tanda tangan pejabat yang menugaskan;
(4)Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(5)Nomor Induk Pegawai (NIP); (6)Cap dinas;
4) Distribusi
a) Surat Tugas disampaikan kepada yang mendapat tugas; b) Tembusan disampaikan kepada pejabat/instansi yang terkait. 5) Hal yang Perlu Diperhatikan
a) Surat Tugas tidak menggunakan konsiderans;
b) Jika tugas merupakan tugas kolektif, daftar pegawai yang ditugaskan dimasukkan dalam lampiran yang terdiri atas kolom nomor urut, nama, pangkat, NIP, jabatan, dan keterangan;
c) Pada dasarnya surat tugas ditetapkan oleh atasan pegawai, kecuali apabila karena pertimbangan tertentu pejabat tersebut diberi wewenang tertulis untuk menetapkan surat tugas untuk diri sendiri;
d) Surat tugas tidak berlaku lagi setelah tugas selesai dilaksanakan. Contoh Format Surat Tugas,Lampiran 15.
b. Surat Perintah 1) Pengertian
Surat Perintah adalah naskah dinas yang memuat perintah apa yang harus dilakukan.
Perbedaan Surat Tugas dengan Surat Perintah terletak pada inti tugas. Pada
Surat Perintah, penerima perintah tidak harus mengerjakan
pekerjaan sesuai dengan bidang tugas di unitnya, sedangkan pada Surat Tugas adalah lingkup kewajiban yang menerima tugas.
2) Wewenang Pembuatan dan Penandatanganan
Surat Perintah dibuat dan ditandatangani oleh pimpinan/pejabat yang berwenang berdasarkan lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. 3) Susunan
a) Kepala
(1) Kop (Lihat Bab III huruf B);
(2) Tulisan “SURAT PERINTAH” dicantumkan di bawah kop ditulis dengan huruf kapital, diikuti nomor surat perintah ditulis simetris di bawahnya;
b) Konsiderans
(1) Meliputi “pertimbangan ” dan atau ”dasar”, “pertimbangan” diikuti dengan abjad dan kata “bahwa” dengan huruf awal kecil memuat alasan/tujuan ditetapkan surat perintah, sedangkan “dasar” diikuti dengan angka arab memuat ketentuan yang dijadikan landasan
31
(2) Diktum dimulai dengan kata “memerintahkan” ditulis dengan huruf kapital dicantumkan di tengah margin, diikuti kata “kepada” di margin kiri serta nama dan jabatan pegawai yang mendapat perintah. Di bawah “kepada” ditulis “untuk” disertai tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
b) Kaki
(1) Tempat dan tanggal surat perintah ditetapkan;
(2) Nama jabatan pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf awal kapital, dan diakhiri tanda baca koma (,);
(3) Tanda tangan pejabat yang memerintahkan;
(4) Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
(5) Nomor Induk Pegawai (NIP); (6) Cap dinas;
(7) Tembusan (bila diperlukan). 4) Distribusi
a) Surat Perintah disampaikan kepada yang mendapat perintah; b) Tembusan disampaikan kepada pejabat/instansi yang terkait. 5) Hal yang Perlu Diperhatikan
a) Surat Perintah menggunakan konsiderans yang memuat pertimbangan atau dasar pemberian perintah;
b) Jika perintah merupakan perintah kolektif, daftar pegawai yang diperintahkan dimasukkan dalam lampiran yang terdiri atas kolom nomor urut, nama, pangkat, NIP, jabatan, dan keterangan;
c) Pada dasarnya surat perintah ditetapkan oleh atasan pegawai, kecuali apabila karena pertimbangan tertentu pejabat tersebut diberi wewenang tertulis untuk menetapkan surat perintah untuk diri sendiri;
d) Surat perintah tidak berlaku lagi setelah perintah selesai dilaksanakan. Contoh Format Surat Perintah, Lampiran 16.
c. Surat Izin 1) Pengertian
Surat Izin adalah surat yang diberikan kepada seseorang untuk memperoleh sesuatu hak/kemudahan/dispensasi yang bukan menjadi milik/kewenangan/ kompetensinya dan sifatnya hanya untuk keperluan batas waktu tertentu.
bersangkutan dari suatu persyaratan sehingga tidak berlaku bagi yang bersangkutan.
Catatan : a) Surat Izin dimaksud dalam pedoman ini tidak mencakup Surat
Izin yang bersifat teknis perpajakan atau yang secara khusus telah diatur tersendiri dalam suatu peraturan perundang-undangan, misalnya: Surat Izin Melanjutkan Sekolah Sambil Bekerja, Surat Izin Cuti, dan sebagainya.
b) Pejabat yang memberi izin harus benar-benar mempunyai kewenangan untuk memberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Susunan dan Bentuk
Contoh susunan dan bentuk Surat Izin dibuat menurut contoh sebagaimana terdapat padalampiran 17.
d. Surat Keterangan Perjalanan 1) Pengertian
Surat Keterangan Perjalanan (SKP) ialah Surat Keterangan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang, atas permintaan pegawai, yang sisinya menerangkan maksud perjalanan yang dilakukan oleh yang bersangkutan. SKP tidak mengandung akibat yang membebani anggaran belanja negara.
2) Maksud
Maksud penerbitan SKP ini adalah sebagai pengganti Surat Keterangan Perjalan yang dikeluarkan oleh pejabat daerah. SKP diterbitkan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Perjalanan Dinas. Apabila dalam perjalanan berdasarkan SKP kebetulan kendaraan yang dikeluarkan milik negara dan kemudian terjadi kerusakan atau kecelakaan, maka Surat Keterangan Perjalanan tidak dapat digunakan menjadi dasar untuk membebaskan tanggung jawab.
3) Susunan dan Bentuk
Contoh susunan dan bentuk Surat Keterangan Perjalanan sebagaimana dijelaskan di atas dapat dilihat padaLampiran 18.
4) Tembusan
Tembusan SKP, apabila diperlukan, dikirim kepada pejabat atasan langsung dari pegawai peminta SKP dan pejabat lain yang ada hubungannya.
33
e. Surat Perintah Perjalanan Dinas 1) Pengertian
Surat Perintah Perjalanan Dinas adalah surat yang memuat perintah melakukan perjalanan dinas, ditujukan kepada seorang pejabat/pegawai atau sekelompok pejabat/pegawai untuk melakukan tugas tertentu.
2) Landasan dan Akibat Hukum
SPPD diterbitkan berdasarkan ketentuan yang berlaku, dan mempunyai akibat yang membebani anggaran negara.
Sehubungan dengan hal tersebut, SPPD harus:
a) Diberikan kepada pejabat/pegawai yang sesuai dengan ketentuan dapat diberikan tugas yang bersangkutan;
b) Diberikan oleh pejabat yang berwenang dan berdasarkan ketentuan yang berlaku;
c) Dipertanggungjawabkan dan diadministrasikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
SPPD yang ternyata tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, biaya perjalanan dibebankan kepada pejabat/pegawai yang bersangkutan.
3) Bentuk
SPPD dibuat menurut bentuk contoh sebagaimana terdapat padaLampiran 19.
B. Naskah Dinas Khusus 1. Surat Keterangan
a. Pengertian
Surat Keterangan adalah surat yang berisi informasi dari pejabat mengenai sesuatu hal atau kebenaran sesuatu terhadap seorang pejabat/pegawai agar pejabat/pegawai tersebut memperoleh kelancaran dan kemudahan dalam kegiatannya.
b. Susunan 1) Kepala
a) Kop (Lihat Bab III huruf B);
b) Tulisan ” SURAT KETERANGAN” dicantumkan di bawah kop, ditulis dengan huruf kapital, diikuti dengan nomor Surat Keterangan ditulis simetris di bawahnya;
2) Batang Tubuh
b) Nama pejabat dan jabatan atau nama pegawai yang diterangkan, serta identitas lain yang diperlukan;
c) Maksud dan tujuan diterbitkan surat keterangan.
3) Kaki
a) Tempat dan tanggal surat keterangan dikeluarkan;
b) Nama jabatan pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf awal kapital, tanpa diakhiri tanda baca koma (,);
c) Tanda tangan pejabat yang memberi keterangan;
d) Nama lengkap pejabat yang menandatangani ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar;
e) Nomor Induk Pegawai (NIP); f) Cap dinas.
Contoh Format Surat Keterangan,Lampiran 20.
2. Surat Perjanjian
a. Pengertian
Surat Perjanjian adalah naskah dinas berisi kesepakatan bersama tentang suatu obyek yang mengikat para pihak untuk melaksanakan suatu tindakan atau perbuatan hukum yang telah disepakati bersama.
b. Prinsip Penandatanganan Perjanjian Kerjasama
1) Setiap kerjasama pemerintah didasarkan atas dasar asas kesetaraan;
2) Dalam naskah kerjasama Direktorat Jenderal Pajak dengan pihak lain di luar lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, kedua belah pihak menggunakan 2 (dua) naskah asli yang masing-masing pihak menandatangani naskah perjanjian kerjasama tersebut di margin kanan dan margin kiri.
c. Susunan 1) Kepala
Memuat judul, nomor, hari/tanggal/bulan/tahun tempat pelaksanaan
penandatanganan, nama dan jabatan para pihak yang mengadakan
perjanjian. 2) Batang Tubuh
a) Ketentuan umum; b) Materi pokok yang diatur;
c) Hak dan kewajiban masing-masing pihak; d) Ketentuan apabila ada perselisihan; e) Jangka waktu pelaksanaan perjanjian;
35
g) Ketentuan penutup. 3) Kaki
Memuat tempat dan waktu penandatanganan perjanjian, nama jabatan, tanda tangan, dan nama lengkap para pihak yang mengadakan perjanjian serta para saksi (jika dipandang perlu), dibubuhi meterai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Contoh Format Surat Perjanjian,Lampiran 21.
3. Surat Kuasa
a. Pengertian
Surat Kuasa adalah naskah dinas yang berisi pemberian wewenang kepada badan hukum/kelompok orang/perseorangan atau pihak lain dengan atas namanya untuk melakukan suatu tindakan tertentu dalam rangka kedinasan. b. Susunan
1) Kepala
a) Kop (Lihat Bab III huruf B);
b) Kata “SURAT KUASA” ditulis di bawah kop di tengah margin, ditulis dengan huruf kapital, diikuti dengan nomor Surat Kuasa ditulis simetris di bawahnya.
2) Batang Tubuh
a) Nama lengkap dan jabatan yang memberi kuasa; b) Nama lengkap dan jabatan yang diberi kuasa; c) Materi pokok yang dikuasakan untuk dilaksanakan; d) Kalimat penutup.
3) Kaki
Memuat tempat, tanggal, bulan dan tahun pembuatan. Nama jabatan, tanda tangan, nama lengkap, dan NIP pemberi dan penerima kuasa, dibubuhi meterai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Hal-hal yang perlu diperhatikan
a) Meterai di bubuhkan pada kolom pemberi kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4. Berita Acara
a. Pengertian
Berita Acara adalah naskah dinas yang berisi uraian tentang proses pelaksanaan suatu kegiatan yang harus ditandatangani oleh para pihak dan para saksi.
b. Susunan 1) Kepala
a) Kop (Lihat Bab III huruf B);
b) Kata “BERITA ACARA” ditulis di bawah kop di tengah margin, ditulis dengan huruf kapital, diikuti dengan nomor Berita Acara ditulis simetris di bawahnya.
2) Batang Tubuh
a) Hari/tanggal/bulan/tahun/jam, tempat pelaksanaan, nama lengkap, NIP, dan jabatan para pihak yang membuat Berita Acara;
b) Uraian materi pelaksanaan kegiatan; c) Kalimat penutup.
3) Kaki
Memuat tempat, tanggal, bulan dan tahun penandatanganan. Nama jabatan, tanda tangan, nama lengkap, NIP para pihak, saksi, dan atau para saksi/pejabat yang mengesahkan.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Pembubuhan meterai pada naskah dinas berita acara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Contoh Format Berita Acara,Lampiran 23.
C. Naskah Dinas Laporan
1. PengertianLaporan adalah naskah dinas yang memuat pemberitahuan tentang pelaksanaan suatu kegiatan/kejadian. Contoh format Laporan dapat dilihat diLampiran 24. 2. Wewenang Pembuatan dan Penandatanganan
Laporan ditandatangani oleh pejabat yang diserahi tugas. 3. Termasuk juga jenis naskah dinas laporan, yaitu:
a. Laporan Hasil Rapat (LHR) 1) Pengertian
37
dan atau nama peserta pertemuan itu sendiri, sehingga mengikat sebagai dokumen resmi dari kejadian/peristiwa yang disebut di dalamnya.
2) Susunan
a) Pemberian kode nomor, kualifikasi, klasifikasi, bentuk dan penyimpanan tidak ada keharusan tertentu. Namun untuk ketertiban administrasi penyelenggaraannya, untuk rapat/pertemuan dinas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sebaiknya dibuat Laporan Hasil Rapat dan disimpan berdasarkan materi/jenis rapat masing-masing.
b) Laporan Hasil Rapat berisi: (1) Peserta
(2) Uraian Pembahasan (3) Usulan
(4) Kesimpulan 3) Bentuk
Bentuk Laporan Hasil Rapat disusun dengan sistematika sebagaimana tercantum dalamlampiran 25.
4) Ketentuan Umum
Dalam penyusunan LHR, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a) LHR berisi uraian suatu kejadian secara tertulis singkat, tepat dan sesuai dengan tatakrama penulisan naskah.
b) Apabila pembicara mengatakan “off the record,” berarti hal-hal yang dibicarakannya itu tidak boleh dicatat.
c) Pembuat LHR berkewajiban menghaluskan kata-kata/kalimat yang dianggap kurang pantas/bijaksana untuk dicantumkan sesuai dengan
aslinya. Namun, apabila secara tegas dan sadar pembicara
menghendaki dicantumkan sesuai dengan aslinya, maka pembuat risalah harus memuat apa adanya.
d) Agar memudahkan pembahasan maka setiap pokok pembicaraan diberi nomor urut baru dan berkelanjutan.
b. Naskah Serah Terima
1) Pengertian
Naskah Serah Terima adalah berita acara mengenai penyerahan dan penerimaan sesuatu hal/penguasaan/pertanggungjawaban. Naskah Serah Terima dimaksudkan sebagai bukti berpindahnya suatu keadaan/peristiwa hukum, batas tanggung jawab dan pengukuhan peristiwa yang berakibat finansial.
2) Susunan dan Bentuk
Naskah Serah Terima Jabatan dibuat menurutlampiran 26.
Catatan:
Pola Naskah Serah Terima Jabatan dapat digunakan pula untuk Naskah Serah Terima penyerahan sesuatu barang, serah terima pertanggungjawaban dan sebagainya yang dapat diikuti dengan penyerahan fisik harta kekayaan secara khusus tersendiri, namun merupakan bagian yang tak terpisahkan dari serah terima jabatan tersebut.
Penggunaan meterai disesuaikan dengan peraturan Bea Meterai.
c. Nota Kesepahaman(Memorandum Of Understanding/MOU)
1) Pengertian
Nota Kesepahaman (Memorandum Of Understanding/MOU) adalah nota persetujuan tentang suatu materi pokok tertentu antara dua pihak atau lebih.
2) Bentuk
Nota Kesepahaman dibuat dengan bentuk menurut contoh sebagaimana padalampiran 27.
d. Keputusan Bersama (SKB) 1) Pengertian
Sama dengan Keputusan, Keputusan Bersama pada umumnya memuat tentang suatu kebijaksanaan pokok. Hanya saja SKB dibuat/disusun oleh dua atau lebih unit organisasi, baik di tingkat Departemen maupun di tingkat eselon I dan ditandatangani oleh kedua atau lebih pejabat berwenang unit organisasi yang terkait dengan materinya.
2) Bentuk
SKB dibuat dengan bentuk menurut contoh sebagaimana padalampiran 28
D. Naskah Dinas Telaahan Staf
1. PengertianTelaahan staf adalah bentuk uraian yang disampaikan oleh pejabat atau staf yang memuat analisis singkat dan jelas, mengenai permasalahan dengan memberikan alternatif pemecahannya.
39
2. Susunan a. Kepala
1) Kop (lihat Bab III huruf B);
2) Kata “TELAAHAN STAF” ditulis di bawah kop di tengah margin dengan huruf kapital;
b. Batang Tubuh
1) Topik permasalahan;
2) “Persoalan” memuat pernyataan singkat dan jelas tentang persoalan yang akan dipecahkan;
3) “Praanggapan” memuat dugaan yang beralasan, berdasarkan data yang ada, saling berhubungan sesuai dengan situasi yang dihadapi, dan kemungkinan merupakan kejadian di masa yang akan datang;
4) “Fakta yang mempengaruhi” memuat fakta yang merupakan landasan analisis dan pemecahan persoalan;
5) “Diskusi” kupasan dan analisis pengaruh praanggapan dan fakta terhadap persoalan dan akibatnya, hambatan serta keuntungan dan kerugian, pemecahan dan cara bertindak yang mungkin atau dapat dilakukan;
6) “Kesimpulan” memuat intisari hasil diskusi, merupakan pilihan cara bertindak atau pemecahan permasalahan;
7) “Tindakan” yang disarankan, memuat secara ringkas dan jelas saran atau usul tindakan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi.
c. Kaki
1) Tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan telaahan staf;
2) Jabatan penelaah staf, ditulis dengan huruf awal kapital tanpa diikuti tanda baca koma(,);
3) Tanda tangan pembuat telaahan;
4) Nama lengkap, ditulis dengan huruf awal kapital tanpa gelar; 5) Nomor Induk Pegawai (NIP);
d. Lampiran 1) Data/surat;
2) Hasil koordinasi, bukti koordinasi formal dengan pejabat/staf lain yang terkait berupa komentar, pendapat, koreksi atau pembetulan terhadap batang tubuh telaahan, sehingga tersedia semua keterangan bagi pimpinan sebelum mengambil keputusan.
E. Naskah Dinas Formulir
Formulir adalah bentuk pengaturan alokasi ruang atau lembar naskah isian untuk mencatat berbagai data dan informasi yang bersifat rutin. Formulir dibuat dalam bentuk kartu atau lembar cetakan dengan judul tertentu berisi keterangan yang diperlukan. Misalnya:
1. Contoh Formulir Berita Faksimili,Lampiran 30. 2. Contoh Formulir Berita Telepon,Lampiran 31. 3. Contoh Formulir Verbal Konsep,Lampiran 32.
F. Naskah Dinas Elektronis
1. PengertianNaskah dinas elektronis adalah naskah dinas berupa komunikasi dan informasi yang dilakukan secara elektronis dan terekam dalam multimedia elektronis.
2. Lingkup Kegiatan
Naskah dinas elektronis mencakup surat menyurat elektronis, arsip dan dokumentasi elektronis, transaksi elektronis, dan naskah dinas elektronis lainnya.
Ketentuan lebih lanjut tentang tata naskah dinas elektronis diatur dalam pedoman tersendiri, mengacu pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13/KEP/M.PAN/5/2003, tanggal 23 Januari 2003, tentang Pedoman Umum Perkantoran Elektronis Lingkup Intranet dan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional PengembanganE-Government.