• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebijakan Dalam Pengadaan Fasos dan Fasum di DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kebijakan Dalam Pengadaan Fasos dan Fasum di DKI Jakarta"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kebijakan Dalam Pengadaan Fasos dan Fasum

di DKI Jakarta

Said Zainal Abidin *)

I. Pendahuluan

Persoalan pokok yang dihadapi Pemda DKI Jakarta dalam pengadaan fasilitas sosial (Fasos) dan fasilitas umum (Fasum) adalah, bagaimana meningkatkan jumlah dan nilai penyerahan atau pengalihan Fasos dan Fasum tersebut oleh para pengembang kepada pemerintah DKI Jakarta. Persoalan ini timbul sebagai akibat dari sedikitnya Fasos dan Fasum yang diserahkan pengembang kepada pemerintah. Sesuai dengan informasi yang ada, dari 2.545 SIIPT yang dikeluarkan sejak 1971 sampai tahun 2004, yang efektif dilakasanakan adalah 2.236 SIIPT. Dari jumlah terebut baru 8% yang dapat menyelesaikan kewajibannya, termasuk menyerahkan Fasum dan Fasos. Keadaan ini, antara lain berkaitan dengan:

a. Tidak sempurnanya ketentuan dalam perjanjaian kerja antara pemerintah dengan pengembang

b. Pemda DKI secara organisasi tidak siap dalam pengalihan dan pemanfatan Fasos dan Fasum yang telah diserahkan

c. Ada kelemahan atau kesengajaan dari pihak pengembang atau pihak ketiga dalam pemanfaatan Fasos dan Fasum tanpa adanya persetujuan dari Gubernur

1. Ketidak sempurnaan ketentuan perjanjian dapat dilihat pada:

a. Tidak adanya jadwal pelaksanaan kegiatan dan jadwal penyerahan Fasos dan Fasum yang harus diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta

b. Masih ada pengembang yang sudah menyelsaikan pembangunan, tetapi belum menyerahkan Fasos dan Fasum kepada Pemda.

c. SIPPT yang diterbitkan sejak 1971 s/d 1990, jenis dan kewajibannya masih bersifat umum dan belum ada perinciannya.

d. Sebagian dari aset pengembang bermasalah

2. Ketidaksiapan organisasi Pemda DKI Jakarta dalam pengalihan dan pemanfaatan dapat terlihat pada:

a. Banyaknya unit/satuan kerja yang terkait dalam penyelesaian Fasos dan Fasum pada berbagai tingkat pemerintahan

b. Fasos dan Fasum yang telah diserahkan tidak segera dapat dimanfaatan oleh unit yang bersangkutan dikalangan Pemda DKI Jakarta

c. Proses pelaksanaan serahterima seringkali memakan waktu yang cukup lama. Banyak keluhan dari para pengembang tentang sulitnya prosedur penyerahan Fasos dan Fasum itu.

3. Kelemahan pada pihak ketiga atau pengembang dalam pemanfaatan Fasos dan Fasum tersebut dapat diperhatikan pada:

a. Pengembang tidak membuat jadwal pelaksanaan dan penyerahan, sehingga memungkinkan terjadinya penguluran waktu penyerahan.

*)

(2)

b. Wakil pengembang yang dikirim sebagai peserta dalam pertemuan pembahasan ditunjuk dari kalangan yang tidak mempunyai wewenang untuk membuat keputusan c. Fasos dan fasum yang belum /akan diserahkan kepada pemerintah telah dikelola oleh

pihak ketiga tanpa ada persetujuan dari Gubernur. Hal mana seharusnya menjadi tanggungjawab penuh dari pihak pengembang.

d. Tidak lngkap dokumen/data pemilikan dari pihak ketiga / pengembang untuk dapat diserahkan kepada DKI Jakarta.

II. Identifikasi Masalah

Melihat gejala yang timbul seperti yang dipaparkan itu, masalah tidak terletak pada sosialisasi yang belum baik, tetapi pada ketiga kelemahan seperti yang dikemukan itu. Untuk itu, beberapa pertanyaan yang perlu dijawab adalah:

1. Mengapa tidak ada ketentuan yang lengkap dan jelas dalam perjanjian kerja antara pemerintah DKI Jakarta dengan pihak pengembang? Tanpa ada ketentuan yang jelas, lengkap dan sempurna, tentu saja tidak mungkin mendapatkan penyelesaian yang sempurna. Sebab itu berbagai kemungkinan jawaban dari pertanyaan tersebut dapat dikemukakan. Mulai dari posisi pemerintah yang lemah karena sulitnya mendapatkan pengembang yang mampu, hubungan pengembang dengan kekuasaan yang lebih tinggi pada masa lampau, sampai pada kemungkinan adanya permainan dalam pembuatan perjanjian kerja itu.

Apakah mungkin bahwa pemerintah sulit mendapatkan pengembang domestik yang mampu, sehinga terpaksa membuat perjanjian yang tidak ketat, atau memang dengan sengaja sepakat untuk membuat ketentuan yang demikian? Kemungkinan yang lain berhubungan dengan hubungan (relasi) antara pengembang dengan “orang kuat” yang mengakibatkan Pemda DKI terpaksa harus menerima ketentuan-ketentuan yang merugikan itu. Meskipun secara normal keadaan ini terasa janggal, tetapi dalam Era Orde Baru keadaan yang demikian merupakan hal yang “amat” biasa. Karena itu banyak masalah pada waktu itu berada diluar yurisdiksi administrasi pemerintah daerah. Namun dengan adanya sistem otonomi daerah dan berubahnya budaya kekuasaan dinegeri ini sejak 1999, semua masalah itu seharusnya sudah dapat diatasi.

2. Mengapa organisasi Pemda tidak siap dalam pengalihan dan pemanfaatan Fasum dan Fasos yang telah diserahkan oleh para pengembang ? Ada beberapa kemungkinan yang boleh jadi dapat melatar belakangi keadaan ini. Kemungkinan pertama, pemerintah sulit mendapatkan persetujuan dari DPRD untuk pembiayaan Fasos dan Fasum yang terletak dalam suatu pemukiman tertentu yang hanya dipakai secara eksklusif oleh penghuni setempat. Kemungkinan kedua, pemerintah lebih tertarik kepada Fasos dan Fasum yang secara langsung dapat menjadi sumber penerimaan retribusi Kemungkinan ketiga karena pemerintah memang tidak mempersiapkan organisasi sejak awal dalam proses perencanaan pembangunan proyek yang bersangkutan. Yang perlu diingat, bahwa siklus pembangunan sebuah proyek tidak berakhir pada saat selesainya pembangunan fisik dari proyek itu. Proyek baru dianggap berakhir, ketika proyek tersebut sudah menyatu dengan organisasi permanen dari lembaga pemerintah dan dapat berfungsi secara normal. Keadaan ini dapat disamakan dengan operasi transplantasi suatu organ pada tubuh manusia. Proses transplantasi itu belum berakhir sekedar pada saat organ itu sudah

(3)

Dengan demikian kalau pemerintah daerah tidak siap untuk memanfaatkan Fasos dan Fasum yang sudah diserahkan tersebut, berarti ada masalah lain dalam tubuh atau oraganisasi pemerintah daerah yang perlu diperbaiki sebelum proyek itu dibangun. Kalau tidak, tidak ada gunanya pembanguna itu dilakukan. Pembangunan proyek yang tidak dapat menyatu dengan kegiatan lembaga pemerintah tidak berbeda dengan operasi penempelen organ yang ditransplantasikan diluar tubuh manusia.

3. Mengapa masih ada diantara Fasos dan Fasum yang belum diserahkan tetapi telah dikelola oleh pihak ketiga tanpa ada persetujuan Gubernur? Ini dapat dianggap bukan sebagai masalah administrasi biasa, tetapi masalah hukum. Masalah ini tidak berbeda dengan aksi penyerobotan biasa yang harus ditangani oleh pihak Kantibmas atau oleh polisi. Masalah ini menjadi masalah administrasi kalau pemerintah membiarkan saja hal itu terjadi, sehingga telah dipandang sebagai prosedur biasa dan menganggap hal itu bukan sebagai pelanggaran, melainkan hanya sebagai sesuatu yang normal. Keadaan ini biasanya timbul sebagai akibat dari rendahnya derajat kepemerintahan dari suatu pemerintah (daerah atau pusat).

Ketidak mampuan pemerintah untuk menertibkan pelanggaran yang sesunguhnya sudah ada ketentuannya, menjadi ukuran lemahnya atau rendahnya derajat kepemerintahan (degree of governance) sebuah pemerintah. Para ahli administrasi pemerintahan sepakat, bahwa derajat kepemerintahan suatu pemerintah/negara antara lain diukur berdasarkan kepastian hukum, terlaksananya setiap kebijakan dilapangan dan mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Pada pemerintah yang derajat kepemerintahannya tinggi, terdapat kepastian hukum, terlaksananya setiap kebijakan dilapangan dan baiknya pelayanan kepada masyarakat. Derajat kepemerintahan itu dapat dilihat dalam dua dimensi. Pertama yang bersifat absolut dan komulatif, yakni kondisi apa adanya pada suatu saat, yang merupakan komulatif dari perubahan-perubahan yang sudah terjadi selama masa yang panjang. Kedua, bersifat relatif dan marginal. Yakni perubahan yang bersifat tambahan atau pengurangan dari kondisi yang ada sebelumnya. Mengingat pemerintahan berlangsung sepanjang masa dan setiap pemerintah membawa perubahan baru, maka dimensi kedua dari derajat kepemerintahan itulah yang dipandang lebih tepat untuk dipergunakan dalam mengukur derajat suatu pemerintah. Pertanyaannya disini, apakah selama periode tertentu dari pemerintah tersebut, terdapat perubahan yang bersifat positif atau tidak ?

Selain daripada itu, yang juga perlu diingat, bahwa mutu pelayanan itu tidak hanya diukur pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya nasional dan sophisticated, tetapi juga terutama dalam kehidupan sehari-sehari pada pelayanan yang sederhana seperti bis kota, trotoa jalan yang menjadi lahan pedagang kaki lima atau ruangan tempat berjalan yang dipakai jadi bagian dari pertokoan di mal-mal, kesemerawutan parkiran dan lain-lain yang sesungguhnya sudah ada ketentuan untuk itu, tetapi tidak terlaksana dilapangan. Hal-hal yang kecil ini lebih mudah terlihat dan lebih langsung menyangkut kehidupan rakyat Adapun yang berkenaan dengan banyaknya organisasi yang terkait dalam penyelesaian Fasos dan Fasum sebenarnya tidak menjadi masalah, selama masing-masing organisasi itu mempunyai kedudukan dan fungsi yang jelas, sehingga tidak memperpanjang dan mempersulit proses penyelesaian. Yang sering menjadi masalah, apabila organisasi-organisasi yang terlibat itu tidak jelas kedudukan, fungsi dan tanggungjawabnya. Tiap organisasi lebih cenderung menaruh perhatian pada kedudukan dan wewenang yang memberi peluang untuk mendapatkan manfaat, ketimbang pada tugas dan tanggungjawab pelayanan

(4)

III. Alternatif Strategi Penyelesaian

Melihat masalah-masalah yang dihadapi begitu komplek, terdapat beberapa alternatif penyelesaian yang perlu dipertimbangkan. Di samping itu alternatif-alternatif tersebut menggunakan berbagai instrument kebijakan. Alternatif-alternatif strategi yang akan dipakai disini secara umum dapat dikatagorikan sebagai: memaksa, mendorong dan membantu. Strategi-strategi itu antara lain dapat melibatkan instrument-instrumen keuangan, kekuasaan, informasi dan organisasi.

Pada strategi pemaksaan, pemerintah cenderung lebih banyak menggunakan peralatan kekuasaan dan organisasi, disamping itu juga diperlukan informasi. Artinya, pemerintah sesuai dengan perjanjian yang telah ada dapat memaksa pengembang untuk menyerahkan atau secara sepihak mengambil alih Fasos dan Fasum yang tersedia. Dengan peralatan oraganisasi, pemerintah dapat membentuk sebuah institusi yang berfungsi mengambil alih dan mengurus Fasos dan Fasum tersebut. Meskipun dengan strategi ini dapat juga melibatkan uang, namun yang lebih dominan adalah kedua instrument tersebut diatas.

Strategi Instrumen

uang kekuasaan Informasi organisasi

Pemakasaan

Mendorong √ √

Membantu √ √ √

Dengan strategi mendorong, instrumen yang paling dominan dipergunakan adalah informasi, disamping kekuasaan. Uang dan organisasi dalam hal ini menjadi pelengkap. Pada strategi

membantu yang paling dominan adalah bantuan keuangan dan organisasi. Disamping itu juga dengan menggunakan instrumen informasi.

Tujuan yang ingin dicapai dengan strategi dan instrumen-instrumen yang ada itu harus sesuai dengan fungsi pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, pengaturan (administrasi) dan pengelolaan uang negara secara hemat (efisiensi).. Disamping itu juga dengan memperhatikan fungsi dari pengembang sebagai usaha bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Singkatnya, dalam pengalihan dan pengelolaan Fasos dan Fasum ini diperlukan adanya ketegasan dari pemerintah untuk bertindak melalui kombinasi ketiga strategi tersebut dengan memanfaatkan empat iinstrumen yang ada pada pemerintah dengan mempertimbangkan tujuan dari masing-masing pihak, baik pemerintah maupun pengembang..

IV. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari uraian ini adalah:

a. Adanya kemacetan dalam pengalihan fasum dan fasos dari pengembang yang telah diberi hak untuk melakukan pembangunan di DKI Jakarta, sehingga telah menimbulkan ketidak puasan, baik pada pemerintah DKI Jakarta maupun pada

(5)

c. Mengingingat tujuan dan peran yang dapat dimainkan oleh masing-masing pihak, upaya itu perlu dilakukan secara terpadu dan bersama-sama.

2. Saran

Beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan pemerintah DKI Jakarta dalam penyelsaian persoalan Fasos dan Fasum tersebut adalah:

ƒ Membentuk sebuah unit organisasi yang berfungsi mengelola Fasos dan Fasum. Organisasi ini melibatkan pengembang pada masing-masing proyek.

ƒ Organisasi ini berfungsi melakukan inventarisasi dan penyempurnaan perjanjian yang lemah dan tidak sempurna, melakukan pengalihan hak atas Fasos dan Fasum yag belum diserahkan tanpa sepengetahuan pemerintah. Untuk itu, bilamana dibutuhkan, diberikan kekuasan untuk dapat mengambil tindakan yang diperlukan.

ƒ Pembiayaan untuk pengelolaan pelayanan dan pemeliharaan dari Fasos dan Fasum tersebut dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta dengan sebagian pembiayaan didukung oleh pengembang

ƒ Pemeliharaan dan pengawasan selanjutnya dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat melalui organisasi pemerintah tingkat kelurahan dan Rukun Warga.

ƒ Dalam hal ini, diharapkan DPRD DKI dapat memberi dukungan politik kepada Pemerintah Daerah dalam melakukan tindakan-tindakan yang diperlukanƒ

(6)

Kepustakaan

Abidin, Said Zainal, Kebijakan Publik, Edisi Revisi, JakartaPancur Siwah, 2004

Calista, Donald J., Policy Implementation in Stuart S. Nagel, Ed., Encyclopedia of Policy Studies, 2nd.Ed. Rev. and Exp., New York: Marcel Dekker, Inc., 1994

Howlet, Maichael and M. Ramesh, Studying Public Policy, Policy Cycles and Policy Subsystems, Canada: Oxford University Press, 2003

Weimer, David L. and Aidan R. Vining, Policy Analysis, Concepts and Practice, 4th Ed., Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2004

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis Tabel IFAS (internal factor strategy) dan EFAS (eksternal factor strategy) menunjukan bahwa destinasi wisata ini terletak pada kuadran 1 yang artinya

Buah ciplukan mengandung senyawa bio aktif Withanolide E yang telah teruji sebagai zat anti kanker, antitumor, anti inflamasi, dan anti bakteri selain itu juga, buah

Gnosis lebih tepat dipandang sebagai pengetahuan tentang rahasia- rahasia ketuhanan yang dimiliki oleh sekelompok orang tertentu, sedangkan gnoticism merupakan

KAN, Wali Nagari, Niniak Mamak dan pemuka masyarakat bersama pihak pemerintah melakukan sosialisasi tentang pembangunan fasum di wilayah tanah ulayat tersebut.. Dalam

CV.Ratu 3G kesulitan dalam pengolahan data stok atau persediaan barang, proses pencatatan barang masuk dan keluar masih manual, serta lamanya dalam pengolahan

Perubahan arah perpindahan dari stasiun pengamatan terletak di bagian utara pulau Sumatera, yang disebabkan oleh gempa bumi Aceh yang terjadi pada bulan Desember 2004

Dalam penelitian ini gempa yang terjadi pada tanggal 11 April 2012 dijadikan subjek untuk melihat pergeseran salah satu stasiun SuGAr (UMLH) yang terletak di Provinsi