• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN

NOMOR : 37 TAHUN 2005

TENTANG

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SOLOK SELATAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menata pembangunan agar sesuai dengan Rencana

Tata Ruang dan Pembangunan yang berwawasan lingkungan perlu dilakukan penataan Bangunan dalam wilayah Kabupaten Solok Selatan;

b. bahwa untuk terwujudnya maksud huruf a diatas, maka perlu

ditetap-kan dengan Peraturan Daerah;

Mengingat 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara

Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186);

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Pemu-kiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469);

5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Ling-kungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

(2)

7. undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

8. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten

Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4348);

9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ;

10. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

12. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran

Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3293);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1987 tentang Izin Usaha Industri

(Lembaran Negara Tahun 1987);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

(3)

17. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);

19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1983 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Undang-undang Gangguan bagi Perusahaan Industri;

20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 1994 tentang

Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan dan Undang-undang Gangguan bagi Perusahaan Industri;

21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang

Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;

22. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang

Pedoman Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah;

23. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2003 tentang

Pedoman Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah ;

24. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Struktur Organisasi

dan Tata Kerja (SOTK) Sekretariat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Solok Selatan Tahun 2005 Nomor 13 Seri D);

25. Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2005 tentang Struktur Organisasi

dan Tata Kerja (SOTK) Dinas Pekerjaan Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Solok Selatan Tahun 2005 Nomor 18 Seri D);

26. Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2005 tentang Struktur Organisasi

dan Tata Kerja (SOTK) Badan Pengelola Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Solok Selatan Tahun 2005 Nomor 26 Seri D);

(4)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN

dan

BUPATI SOLOK SELATAN MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAHTENTANG

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Solok Selatan;

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara

Pemerintahan Daerah;

3. Bupati adalah Bupati Solok Selatan;

4. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan atau melayang dalam

suatu lingkungan secara tetap sebagian atau seluruhnya diatas atau dibawah permukaan tanah dan atau perairan yang berupa bangunan dan atau bukan gedung;

5. Bangunan gedung adalah bangunan yang didalamnya digunakan sebagai tempat manusia

melakukan kegiatan;

6. Bangunan permanen adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan lebih dari 15 (limabelas) tahun;

7. Bangunan semi permanen adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur

bangunan dinyatakan lebih dari 5 (lima) tahun;

8. Bangunan sementara/darurat adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan kurang dari 5 (lima) tahun;

9. Kapling atau pekarangan adalah suatu perpetakan tanah, yang menurut pertimbangan teknis bangunan dapat digunakan untuk tempat mendirikan bangunan;

10. Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian

termasuk pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut;

11. Mengubah bangunan adalah pekerjaan mengganti atau dan atau menambah bangunan

(5)

meng-12. Merobah bangunan adalah pekerjaan meniadakan sebagian atau seluruh bagian bangunan ditinjau dari segi fungsi bangunan dan atau konstruksi;

13. Garis sempadan adalah garis khayal yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, as sungai, atau as pagar yang merupakan batas antara bagian kapling atau pekarangan yang boleh dan tidak boleh dibangun bangunan;

14. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah bilangan pokok atas perbandingan antara jumlah luas lantai bangunan dengan luas kavling/pekarangan;

15. Koefisien Tingkat Bangunan (KTB) adalah tingkat bangunan yang diukur dari jumlah

lantai bangunan;

16. Koefisien guna bangunan adalah guna bangunan yang ditentukan berdasarkan fungsi/ manfaat bangunan;

17. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah bilangan pokok atas perbandingan antara luas

lantai dasar bangunan dengan luas kavling/pekarangan.

18. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah

kepada orang Pribadi atau Badan untuk mendirikan dan merubah suatu bangunan yang dimaksudkan agar disain, pelaksanaan pembangunan, dan bangunan sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang berlaku, sesuai dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) yang ditetapkan serta sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut;

19. Izin merombak bangunan adalah izin yang diberikan untuk merombak, merenovasi

bangunan secara total baik secara fisik maupun secara fungsi, sesuai dengan fungsi bangunan yang tertera dalam IMB;

20. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

21. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiunan, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya;

22. Retribusi Perizinan Tertentu adalah Retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi dan atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan peman-faatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan;

23. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang selanjutnya disebut Retribusi adalah

pembayaran atas pemberian Izin mendirikan bangunan dan merubah bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan;

24. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu;

(6)

25. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat dengan SPDORD adalah Surat yang dipergunakan oleh Wajib Retribusi untuk melaporkan data objek retribusi dan Wajib Retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah;

26. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa atau pelayanan tertentu dari Pemerintah Daerah; 27. Surat Keterangan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat dengan SKRD adalah

Surat Ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;

28. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat dengan STRD adalah

Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda;

29. Pendaftaran dan pendataan adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh data/

informasi serata menata usahaan yang dilakuakan oleh Petugas Retribusi dengan cara penyampaian STRD kepada Wajib Retribusi untuk diisi secara lengkap dan benar; 30. Perhitungan Retribusi Daerah adalah perincian besarnya Retribusi yang harus dibayar

oleh Wajib Retribusi (WR) baik Retribusi, bunga, kekurangan pembayaran Retribusi, kelebihan pembayaran Retribusi, maupun sanksi administrasi;

31. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat dengan SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukankan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada jumlah retribusi yang seharusnya terutang;

32. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah

data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan Retribusi Daerah;

33. Penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

(1) Maksud ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah untuk memberikan legalitas terhadap

pendirian bangunan, pengawasan dan pengendalian serta menertibkan terhadap pelak-sanaan pembangunan agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Daerah.

(2) Tujuan ditetapkan Peraturan Daerah ini adalah untuk mewujudkan ketertiban bangunan

(7)

BAB III

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 3

(1) Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut Retribusi atas pemberian

Izin mendirikan bangunan kepada orang pribadi atau badan;

(2) Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian Izin mendirikan dan merombak Bangunan dalam Wilayah Daerah berdasarkan klasifikasi berikut;

a. Menurut Fungsinya:

1. bangunan sosial

2. bangunan perumahan / tempat tinggal sejenisnya

3. bangunan Fasilitas Umum

4. bangunan Pendidikan

5. bangunan kelembagaan / perkantoran

6. bangunan perdagangan dan jasa

7. bangunan industri

8. bangunan pergudangan / khusus

9. bangunan campuran

10.bangunan lain-lain

b. Menurut Konstruksi dan umurnya:

1. bangunan permanent

2. bangunan semi permanent

3. bangunan sementara

c. Menurut Wilayah:

1. bangunan dikota

2. bangunan dikawasan khusus / tertentu

3. bangunan dinagari

d. Menurut lokasinya

1. bangunan ditepi jalan utama

2. bangunan ditepi jalan arteri 3. bangunan ditepi jalan kolektor

4. bangunan ditepi jalan antar lingkungan (local) 5. bangunan ditepi jalan Nagari

6. bangunan ditepi jalan setapak

e. Menurut ketinggiannya:

1. bangunan bertingkat rendah (satu s.d dua lantai) 2. bangunan bertingkat sedang (tiga s.d lima lantai) 3. bangunan bertingkat tinggi (enam lantai keatas)

f. Menurut luasnya:

1. bangunan dengan luas kurang dari 100 m2

(8)

3. bangunan dengan luas 500-1000 m2

4. bangunan dengan luas diatras 1000 m2

g. Menurut statusnya:

1. bangunan pemerintah

2. bangunan swasta

3. bangunan pribadi / tidak diusahakan

(3) Subjek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang

mem-peroleh Izin mendirikan atau merubah Bangunan.

BAB IV

PERSYARATAN BANGUNAN

Bagian Pertama

Persyaratan Umum Pasal 4

(1) Bangunan harus dibangun sesuai dengan fungsinya serta sesuai dengan peruntukan lokasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang.

(2) Setiap bangunan yang akan didirikan harus mempunyai gambar situasi sesuai dengan denah lokasi

(3) Gambar situasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kelengkapan Permohonan

IMB yang harus memuat penjelasan tentang:

a. Bentuk kapling / pekarangan yang sesuai dengan peta Badan Pertanahan Nasional

b. Fungsi Bangunan

c. Nama Jalan menuju ke Kapling dan sekeliling kapling

d. Peruntukan bangunan sekeliling kapling

e. Letak bangunan diatas kapling

f. Garis sepadan Bangunan

g. Arah mata angina

h. Skala Gambar

Bagian Kedua

Persyaratan Ketinggian Bangunan Pasal 5

(1) Ketinggian bangunan ditentukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang

(2) Untuk masing-masing lokasi yang belum dibuat Rencana Tata Ruang ketinggian

maksimum bangunan ditetapkan oleh Instansi teknis dengan mempertimbangkan lebar jalan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan, serta keserasian dengan lingkungannya.

(9)

(3) Pagar hidup dan pagar halaman yang berbatasan dengan jalan paling tinggi 1,5 (satu koma lima) meter, dengan ½ meter (setengah meter) bagian atasnya tidak menutup pandangan dari luar.

Bagian Ketiga

Persyaratan Arsitektur Pasal 6

(1) Setiap bangunan harus mempertimbangkan hubungan ruang didalamnya

(2) Setiap bangunan diusahakan mempertimbangkan segi-segi pengembangan konsepsi

arsitektur bangunan tradisional hingga secara estetika dapat mencerminkan perwujudan corak budaya setempat

Bagian Keempat

Persyaratan Utilitas / Manfaat Pasal 7

(1) Setiap bangunan harus mempunyai jaringan / instalasi dan atau sumber air bersih.

(2) Sistim dan penempatan / instalasi dan atau sumber air bersih harus disesuaikan dengan

sistim keamanan lingkungan.

Pasal 8

(1) Setiap Bangunan / Rumah harus membuat jaringan air hujan (drainase) untuk

mengalir-kan air hujan kesaluran umum.

(2) Apabila belum tersedia saluran umum sebagaimana dimaksud ayat (1), maka pembuangan

air hujan harus dilakukan melaui proses resapan.

Pasal 9

(1) Setiap bangunan harus dibuat selokan dan saluran guna pembuangan air pembuangan air hujan dan keperluan rumah tangga.

(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) setiap bangunan harus memiliki kakus/

WC / jamban yang letaknya diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat-syarat kesehatan (Hygienis).

Bagian Kelima

Garis Sempadan Pasal 10

(1) Garis sempadan pondasi bangunan terluar yang sejajar dengan as jalan (rencana jalan)

dan ditepi sungai ditentukan berdasarkan lebar jalan / rencana jalan / lebar sungai /, fungsi jalan dan peruntukan kapling / kawasan dengan ketentuan sebagai berikut:

(10)

a. Letak garis sempadan pondasi bangunan terluar sebagai berikut: 1). Untuk pinggir jalan Nasional dengan jarak 27 meter dari as jalan 2). Untuk dipinggir jalan Propinsi dengan jarak 17,5 meter dari as jalan. 3). Untuk pinggir jalan Kabupaten dengan jarak 10,5 meter dari as jalan

4). Untuk dipinggir jalan selain yang telah ditentukan pada angka 1), 2), dan 3) garis sepadan bangunan adalah setengah lebar jalan ditambah 1 (satu) meter dihitung dari pingir jalan.

b. Lebar sempadan pagar bangunan sebagai berikut:

1) Untuk jalan Nasional dengan jarak 20 meter dari As jalan

2) Untuk dipinggir jalan Propinsi dengan jarak 12,5 metr dari As jalan 3) Untuk dipinggir jalan Kabupaten dengan jarak 7,5 meter dari As jalan.

c. Untuk lebar sungai yang kurang dari 5 meter letak garis sepadan adalah 2,5 meter dihitung dari tepi sungai ditambah 1(satu) meter;

d. Letak garis sempadan pondasi bangunan terluar pada bagian samping yang berbatasan dengan tetangga bilaman tidak ditentukan lain adalah minimal 2 meter dari batas kapling atau dasar

e. Letak garis sempadan pondasi bangunan terluar pada bagian belakang yang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentuakan lain adalah minimal 2 meter dari batas kapling atau dasar kesepakatan dengan tetangga yang saling berbatasan;

f. Garis pagar sudut persimpangan jalan ditentukan serongan lengkungan atas dasar fungsi dan peranan jalan

g. Garis sempadan jalan masuk kekapling bilamana tidak ditentukan lain adalah berhimpitan dengan batas terluar garis pagar.

(2) Pembuatan jalan masuk sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf g sesuai dengan master

plan lokasi setempat;

BAB V

PERIZINAN BANGUNAN

Bagian Pertama

Umum Pasal 11

(1) Orang Pribadi atau badan yang kan mendirikan atau merubah bangunan wajib memiliki

IMB

(2) IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(3) IMB berlaku bagi pemilik yang namanya tercantum dalam surat izin mendirikan

bangunan.

(4) Apabila terjadi peralihan Hak, maka pemegang Hak yang baru wajib melakukan balik

(11)

Bagian Kedua

Permohonan IMB Pasal 12

(1) Permohonan IMB diajukan sendiri secara tertulis oleh pemohon kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Permohonan IMB sebagaimana dimaksud ayat(1) harus dilampiri dengan:

a. Gambar situasi

b. Gambar Rencana Bangunan

c. Perhitungan Struktur ( bangunan bertingkat)

d. Photo Copy bukti pemilikan tanah

e. Persetujuan / Izin pemilik tanah untuk bangunan yang bukan miliknya.

(3) Tata cara pengajuan permohonan IMB sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh

Bupati

Pasal 13

Permohonan IMB ditolak apabila :

a. Bangunan yang akan didirikan tidak memenuhi persyaratan teknis bangunan;

b. Bangunan yang akan didirikan diatas lokasi tanah yang penggunaannya tidak sesuai dengan Tata Ruang Wilayah;

c. Bangunan yang akan didirikan mengganggu atau merusak keindahan lingkungan

sekitarnya, lalu lintas aliran air (air hujan), cahaya atau bangunan-bangunan yang telah ada sebelumnya.

d. Lokasi tanah tidak memenuhi untuk kesehatan (higyenis)

e. Adanya keberatan yang diajukan oleh pihak lain yang dibenarkan oleh Pemerintah Daerah.

f. Pada lokasi sudah ada rencana Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

g. Bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan

Pasal 14

(1) Sebelum mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terlebih dahulu

pemohon harus minta keterangan arahan perencanaan kepada instansi terkait tentang rencana mendirikan / mengubah bangunan meliputi:

a. Jenis / peruntukan bangunan

b. Luas lantai bangunan yang diizinkan

c. Jumlah lantai / lapis bangunan atas / bawah permukaan tanah yang diizinkan

d. Garis sepdan yang berlaku

e. Koefisien Dasar Bangunan

f. Persyaratan-persyaratan lainnya

(2) Tata cara mengajukan permintaan keterangan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati

(12)

Bagian Ketiga

Pengecualian IMB Pasal 15

Pengecualian dari Izin Mendirikan Bangunan:

a. Membuat lubang-lubang ventilasi, penerangan dan sebagainya yang lebarnya tidak

lebih dari 1 meter dengan sisi terpanjang mendatar tidak lebih dari 2 meter;

b. Membongkar bangunan yang menurut pertimbangan Bupati atau pejabat yang ditunjuk

tidak membahayakan;

c. Pemeliharaan / perbaikan bangunan tidak merubah denah,konstruksi maupun arsiktonis

dari bangunan yang semula telah mendapat izin

d. Mendirikan bangunan yang tidak permanen untuk memelihara binatang jinak atau

taman-taman dengan syarat-syarat sebagai berikut:

(1) Ditempatkan dihalaman belakang bangunan

(2) Luasnya tidak melebihi 10 m2 dan tingginya tidak lebih dari 2 m, dan sepanjang tidak mengganggu pandangan

Bagian Keempat

Larangan Pasal 16

(1) Orang pribadi dan atau Badan dilarang mendirikan bangunan apabila:

a. Tidak mempunyai Surat Izin Mendirikan Bangunan

b. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat lebih lanjut dari Izin Mendirikan Bangunan

c. Menyimpang dari rencana Pembangunan yang menjadi dasar pemberian Izin

Mendirikan Bangunan

d. Menyimpang dari peraturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Peraturan

Daerah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya yang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.

e. Medirikan bangunan diatas tanah orang lain tanpa izin pemiliknya atau kuasa yang sah.

(2) Orang pribadi dan atau badan dalam mendirikan bangunan dilarang:

a. Membuat / mendirikan teras / balkon diberi dinding sebagai ruang tertutup dan mengarah / menghadap kekapling tetangga.

b. Membuat / mendirikan teras / balkon yang garis terluarnya melewati batas pekarangan yang berbatasan dengan tetangga

c. Garis terluar suatu teras / overstect yang menghadap kearah tetangga tidak dibenarkan melewati batas pekarangan yang berbatasan dengan tetangga.

d. Apabila garis sepadan bangunan ditetapkan berhimpitan dengan sepadan pagar, cucuran atap suatu teras / oversteck harus diberi talang atau pipa talang dan harus disalurkan sampai ketanah.

e. Menempatkan lobang angin / ventilasi / jendela pada dinding yang berbatasan langsung dengan tetangga.

(13)

f. Setiap bangunan tidak diperbolehkan menghalangi pandangan lalu lintas.

g. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak doperbolehkan menggangu atau menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan umum, keseimbangan / pelestarian lingkungan dan kesehatan lingkungan

h. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung dilarang dibangun / berada diatas sungai / saluran / selokan / parit pengairan.

BAB VI

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 17

(1) Pemegang IMB dalam melaksanakan pekerjaan mendirikan bangunan melanggar atau

tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini dan atau ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan secara bertahap yang meliputi sebagai berikut:

a. Dihentikan kegiatan mendirikan bangunan

b. Penyegelan bangunan

c. Pembatalan dan pencabutan IMB

d. Legalisasi

(3) Tata cara pelaksanaan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati;

Pasal 18

(1) Bupati dapat mencabut Surat Izin Mendirikan Bangunan apabila:

(a) Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal izin itu diberikan, pemegang izin masih belum melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh dan meyakinkan (b) Pekerjaan-pekerjaan itu berhenti selama 3 (tiga) bulan dan ternyata tidak akan

dilanjutkan.

(c) Pembangunan itu kemudian ternyata menyimpang dari rencana dan syarat-syarat yang disahkan.

(2) Pencabutan Surat Izin Mendirikan Bangunan diberikan dalam bentuk Keputusan Bupati

kepada pemegang izin.

(3) Sebelum keputusan dimaksud ayat (2) dikeluarkan Pemegang Izin terlebih dahulu diberi

tahu secara tertulis dan kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan-keberatannya;

(14)

BAB VII

KETENTUAN RETRIBUSI

Bagian Pertama

Golongan Retribusi Pasal 19

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.

Bagian Kedua

Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 20

(1) Tingkat penggunaan jasa pemberian Izin Mendirikan Bangunan diukur dengan rumus yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan.

(2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bobot (koefisien)

(3) Besarnya koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai berikut:

a. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Nomor LUAS BANGUNAN KOEFISIEN

1 Bangunan dengan luas dibawah 50 M2 0,75

2 Bangunan dengan luas 51 s.d 100 M2 1,00

3 Bangunan dengan luas 101 s.d. 175 M2 1,25

4 Bangunan dengan luas175 s.d. 250 M2 1,50

5 Bangunan dengan luas 250 s.d. 375 M2 2,00

6 Bangunan dengan luas 375 s.d. 500 M2 2,50

7 Bangunan dengan luas 500 s.d. 750 M2 3,00

8 Bangunan dengan luas 750 s.d. 1000 M2 3,50

9 Bangunan dengan luas 1000 s.d. 1500

M2

3,75

10 Bangunan dengan luas 1500 s.d. 2000

M2

4,00

11 Bangunan dengan luas 2000 s.d. 2500

M2

4,25

12 Bangunan dengan luas 2500 s.d. 3000

M2

4,50

13 Bangunan dengan luas > 3000 M2 5,00

b. Koefisien Ketinggian (Tingkat) Bangunan

Nomor TINGKAT BANGUNAN KOEFISIEN

1 Bangunan 1 lantai 1,00

2 Bangunan 2 lantai 1,50

3 Bangunan 3 lantai 2,50

4 Bangunan 4 lantai 3,00

(15)

c. Koefisien Guna Bangunan

Nomor GUNA BANGUNAN KOEFISIEN

1 Bangunan Sosial 0,50

2 Bangunan Perumahan 1,00

3 Bangunan fasilitas umum 1,00

4 Bangunan Pendidikan 1,00

5 Bangunan Kelembagaan / Kantor 1,50

6 Bangunan Perdagangan dan Jasa 2,00

7 Bangunan Industri 2,00

8 Bangunan Pergudangan / khusus 2,50

9 Bangunan Campuran 2,75

10 Bangunan lain-lain 3,00

(4) Tingkat penggunaan jasa dihitung sebagai perkalian koefisien-koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sampai dengan huruf c.

Bagian Ketiga

Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Tarif Pasal 21

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin.

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pemeriksaan lapangan dan pengukuran lokasi, biaya pemetaan dan biaya transpotasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian.

Bagian Keempat

Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 22

(1) Tarif ditetapkan seragam untuk setiap bangunan sesuai dengan jenis konstruksi. (2) Besarnya tarif Retribusi ditetapkan sebagai berikut:

a. Bangunan Temporer……… : Rp. 50.000,- per izin

b. Bangunan Semi Permanen….... : Rp. 150.000,- per izin

c. Bangunan Permanen………….. : Rp. 200.000,- per izin

d. Bangunan Kerangka Baja…….. : Rp. 250.000,- per izin

(3) Balik Nama IMB ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) dari tarif IMB sebagai-mana dimaksud ayat (2) sesuai dengan jenis konstruksi.

(16)

Bagian Kelima

Cara Penghitungan Retribusi Pasal 23

Besarnya Retribusi yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tingkat penggunaan jasa (koefisien) sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (3) dengan tarif retribusi sebagaimana

dimaksud pada Pasal 22 ayat (2) (KLB x KKB x KGB x Tarif Retribusi)

Bagian Keenam

Wilayah Pemungutan Pasal 24

Retribusi yang terutang dipungut diwilayah Daerah tempat pelayanan pemberian Izin Mendirikan Bangunan.

Bagian Ketujuh

Tata Cara Pemungutan Pasal 25

(1) Pemungutan Retribusi dilaksanakan setelah ditetapkannya jumlah retribusi terutang.

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang

dipersama-kan, dan SKRDKBT.

Bagian Kedelapan

Sanksi Administrasi Pasal 26

Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD untuk paling lambat 6 (enam) bulan.

Bagian Kesembilan

Tata Cara Penagihan Pasal 27

(1) Pengeluaran Surat Teguran / peringatan / surat izin yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran / peringatan / surat lain sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

(3) Surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) dikeluarkan oleh Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk.

(17)

Bagian Kesepuluh

Tanggal Mulai Berlaku Retribusi Pasal 28

Retribusi sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal diterbit-kannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Bagian Kesebelas

Masa Retribusi Pasal 29

Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 12 (dua belas) bulan atau ditetapkan lain oleh Bupati.

Bagian Keduabelas

Keringanan, Peringatan, dan Pembebasan Retribusi dan atau Sanksi Pasal 30

(1) Bupati dapat membrikan keringanan, pengurangan, dan pembebasan retribusi dan atau

sanksi.

(2) Pemberian keringanan atau pengurangan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi, antara lain untuk mengangsur.

(3) Pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain diberikan kepada

Wajib Retribusi yang ditimpa bencana alam dan atau kerusuhan.

(4) Tata cara pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Bupati.

Bagian Ketigabelas

Kadaluarsa Penagihan Pasal 31

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu

3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi

(2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh :

a. diterbitkan Surat Teguran, atau

b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

(18)

BAB VIII

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 32

(1) Selain Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas Tindak Pidana sebagaimana dimaksud

pada Pasal 32 Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

(2) Dalam melakukan Tugas penyidikan, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai-mana dimaksud ayat(1) Pasal ini berwenang:

a. Menerima Laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakuakan pemeriksaan;

c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari kegiatannya dan memeriksa tangda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat;

e. Mengambil Sidik jari dan memotret seseorang;

f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapatkan petunjuk dari penyidik

umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan;

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini membuat

Berita Acara setiap tindakan :

a. Pemeriksaan tersangka;

b. Memasuki Rumah ;

c. Penyitaan Benda ;

d. Pemeriksaan Surat ;

e. Pemeriksaan Saksi ;

f. Pemeriksaan ditempat Kejadian ;

(4) Berita Acara sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini diteruskan kepada Kejaksaan Negeri melalui Penyidik Umum Polisi Republik Indonesia.

(19)

BAB IX

KETENTUAN PIDANA Pasal 33

(1) Barang siapa yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini merupakan Tindak Pidana

Pelanggaran.

BAB X

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 34

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Bupati dan Pejabat lain yang ditunjuk.

(2) Tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagimana dimaksud pada ayat (1)

Pasal ini ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 35

Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Solok Selatan merupakan koordinator pemungutan Pendapatan Daerah.

BAB XI

PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN RETRIBUSI Pasal 36

(1) Hasil penerimaan retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud pada

Pasal 22, setelah disetorkan ke Kas Daerah sebagian dikembalikan kepada Pemerintahan Nagari.

(2) Besarnya pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam dana

perim-bangan keuangan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Nagari.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 37

Selama belum ditetapkannya peraturan pelaksanaan dan peraturan daerah ini, maka seluruh petunjuk pelaksanaan atau pedoman yang ada sebelum ditetapkan peraturan daerah ini apabila tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini dinyatakan tetap berlaku.

(20)

Pasal 38

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Solok yang mengatur hal sama dinyatakan tidak berlaku lagi.

(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelak-sanaannya akan diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 39

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengudangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Solok Selatan.

Ditetapkan di Solok Selatan Pada tanggal, 30 Desember 2005

BUPATI SOLOK SELATAN, dto.

S Y A F R I Z A L

Diundangkan di Solok Selatan Pada tanggal 30 Desember 2005

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN, dto.

ROSMAN EFFENDI, SE,SH,MM,MBA

(21)

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 37 TAHUN 2005

TENTANG

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

A. PENJELASAN UMUM

Dalam rangka mengatur, menata dan menertibkan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang dan pembangunan yang berwawasan lingkungan, perlu dilakukan penataan dan penertiban bangunan dalam wilayah Kabupaten Solok selatan.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup Jelas

Pasal 2 Cukup Jelas

Pasal 3 Cukup Jelas

Pasal 4

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) yang dimaksud gambar situasi adalah gambar situasi lokasi rencana pem-bangunan yang menggambarkan letak dan bentuk tanah.

Ayat (3) Cukup Jelas

Pasal 5

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3) Maksud pengaturan dalam ayat ini adalah untuk memudahkan orang dari luar pagar halaman melihat kedalam perkarangan guna terwujudnya trans-paransi antara orang yang berada diluar pekarangan dengan orang yang berada didalam pekarangan.

Pasal 6

Ayat (1) Maksud ayat ini adalah untuk terwujudnya kenyaman bagi penghuni rumah

Ayat (2) Dalam rangka melestarikan arsitektur bangunan Tradisional dan Budaya

Minangkabau, dianjurkan kepada warga masyarakat Kabupaten Solok Selatan yang akan mendirikan bangunan untuk mempertimbangkan bangunan pengem-bangan konsepsi arsitektur bangunan tradisional derah setempat.

Pasal 7 Cukup Jelas

(22)

Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10

Ayat (1) Jarak yang diatur dalam huruf a,b,c,d, dan e merupakan jarak/batas minimal

yang harus ditaati Pada lokasi serongan / lengkungan dipersimpangan jalan untuk kelancaran lalu lintas, ketertiban dan keamanan bagi pemakai jalan, maka lokasi ini tidak diperkenankan untuk dimanfaatkan atau ditanam pohon atau sejenisnya.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1) Huruf a sampai dengan e - Cukup jelas

Huruf f Persyaratan yang dimaksud dalam ketentuan ini antara lain dari Instansi terkait.

Pasal 12 Cukup jelas

Pasal 13 Cukup jelas

Pasal 14 Cukup jelas

Pasal 15 Cukup jelas

Pasal 16 Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1) Apabila dalam pendirian bangunan melanggar ketentuan yang diatur dalam

Peraturan Daerah ini dan ketentuan lain yang berlaku dapat dikenakan sanksi.

Ayat (2) Sanksi tersebut meliputi:

a. dihentikannya kegiatan mendirikan bangunan

berdasarkan hasil Pemeriksaan Lapangan oleh Tim, ternyata pemegang IMB dalam mendirikan bangunan tidak sesuai dengan / bertentangan dengan Peraturan Daerah ini atau ketentuan laian yang berlaku, maka kepada yang bersangkutan diberikan teguran/peringatan Pertama (1), Kedua (II), Ketiga (III).

Tenggang waktu antara pemberian teguran I, II dan III adalah 6(enam) hari kerja.

Setelah pemberian teguran ketiga /terakhir, ternyata yang bersangkutan masih belum merubah atau belum menyesuaikan rencana pendirian bangunan dengan Peraturan Daerah / ketentuan yang berlaku, maka kegiatan pendirian bangunan tersebut dihentikan.

Penghentian pendirian bangunan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

b. Penyegelan bangunan

Apabila setelah dihentikannya pendirian bangunan, ternyata yang bersangkutan masih melanjutkan pelaksanaan pembangunannya maka dapat dilakukan penyegelan bangunan

Tenggang waktu antara penghentian dan penyegelan adalah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal Keputusan Bupati tentang penghentian pendirian bangunan.

(23)

Apabila setelah dilakukan penyegelan ternyata pemegang IMB masih belum mematuhi ketentuan Peraturan Daerah dan ketentuan yang berlaku, maka IMB yang diberikan dibatalkan dan atau dicabut.

Tenggang waktu pembatalan dan atau pencabutan dengan Penyegelan bangunan adalah selama 15 (lima belas) hari.

d. Legalisasi

Apabila pemegang IMB telah melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap perncanaan pendirian bangunan dengan Ketentuan Peraturan Daerah ini dan Ketentuan lain yang berlaku, maka terhadap pengembalian IMB yang dibatalkan atau dicabut kepada yang bersangkutan dikenakan legalisasi IMB.

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 18 Cukup jelas

Pasal 19 Cukup jelas

Pasal 20 Cukup jelas

Pasal 21 Cukup jelas

Pasal 22 Cukup jelas

Pasal 23 Cukup jelas

Pasal 24 Cukup jelas

Pasal 25 Cukup jelas

Pasal 26 Cukup jelas

Pasal 27 Cukup jelas

Pasal 28 Cukup jelas

Pasal 29 Cukup jelas

Pasal 30 Cukup jelas

Pasal 31 Cukup jelas

Pasal 32 Cukup jelas

Pasal 33 Cukup jelas

Pasal 34 Cukup jelas

Pasal 35 Cukup jelas

Pasal 36 Cukup jelas

Pasal 37 Cukup jelas

Pasal 38 Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

Kemudahan proses komunikasi dengan pihak pelayanan pelanggan Dalam hal ini perusahaan harus dapat merespon semua informasi yang ingin diketahui oleh pelanggan mulai

Melihat realita di negara Indonesia, bahwa terkadang ormas-ormas Islam pernah berselisih (berbeda pendapat) dengan pemerintah ataupun sesama ormas Islam yang lain

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik dari kualitas dan kuantitas yang dicapai pegawai persatuan periode waktu

Menurut Sumadi Suryabrata (2000:72) variabel penelitian diartikan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala-gejala yang diteliti. Variabel dalam

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar biaya yang dikeluarkan petani untuk usahatani bunga potong krisan dengan menghitung semua biaya yang dikeluarkan

(2) Mendeskripsikan penggunaan konjungsi kalimat majemuk dalam gambar tampilan BlackBerry Messenger , dan (3) menggali fungsi konjungsi dalam gambar tampilan BlackBerry

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena potensi produksi Eucheuma cottonii yang cukup tinggi, sehingga perlu adanya metode yang sederhana untuk

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dapat diketahui bahwa Hakim menjatuhkan hukuman telah mempertimbangkan pidana kepada terdakwa tidak sesuai bahwa Majelis Hakim