• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: tepung garut, CMC, garam, fried batter coating, RSM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: tepung garut, CMC, garam, fried batter coating, RSM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PENGGUNAAN TEPUNG GARUT DALAM PEMBUATAN FRIED BATTER COATING DENGAN PENAMBAHAN CARBOXYMETHYL

CELLULOSE (CMC)

Ike Kustika Wirabrata, Supriyanto, dan Umi Purwandari Program Studi Teknologi Industri Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Contac person : Prodi TIP-FP UTM, PO Box 2 Kamal, Madura 69162 ABSTRAK

Garut memilki potensi yang cukup banyak, salah satu potensinya adalah dijadikan tepung. Tepung garut diharapkan bisa mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan fried batter coating, dan CMC ditambahkan untuk memperbaiki kenampakan dan tekstur fried batter coating. Penelitian ini bertujuan (i) Mengetahui komposisi kimia dan sifat tekstural tepung garut (ii) Mengetahui formulasi optimum penggunaan tepung garut, CMC, dan garam dalam fried batter coating. Metode Response Surface Methodology (RSM) dipilih untuk mengoptimalkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap parameter kadar minyak, rasa, warna, kerenyahan, dan kesukaan secara umum pada fried batter coating. Proporsi tepung garut, CMC, dan garam dirancang menggunakan desain Box-Behnken. Masing-masing 3 level, yakni proporsi tepung garut 0%, 50%, 100%, proporsi CMC 0%, 1%, 2%, dan proporsi garam 1%, 1,5%, 3%. Analisis data dilakukan menggunakan software minitab 14 model second order polinomial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar minyak yang rendah pada fried batter coating ditunjukkan oleh campuran tepung garut 50%, CMC 0%, garam 3%. Penggunaan tepung garut hingga 50% cenderung menurunkan kadar minyak, sedangkan penambahan tepung garut di atas 50%, menaikkan kadar minyak. Pengujian warna pada fried batter coating menunjukkan bahwa warna paling disukai panelis adalah 5,26325 (skala 1-7), pada penggunaan tepung garut sekitar 50%, CMC 1%, dan garam 1,5%. Rasa paling disukai bernilai 5,30066 (skala 1-7) pada proorsi tepung garut sekitar 50%, CMC 2%, dan garam 3%. Kerenyahan paling disukai bernilai 6,06923 (skala 1-7) pada proporsi tepung garut sekitar 50%, CMC 2%, dan garam 0%. Uji kesukaan secara keseluruhan yang paling disukai oleh panelis bernilai 5,69962 (skala 1-7) pada proporsi tepung garut sekitar 50%, CMC1% , dan garam1,5%. Area optimum yang menghasilkan kadar minyak paling rendh dan enialian sensoris paling baik, dihitung secara manual adalah 40% tepung garut, 1,5% CMC, dan 2,5% garam.

Kata kunci: tepung garut, CMC, garam, fried batter coating, RSM

PENDAHULUAN

Batter adalah tepung yang digunakan untuk melapisi makanan untuk mencapai suatu sifat yang diinginkan. Sebagian besar produk yang menggunakan pelapis goreng (batter) menginginkan adanya peningkatan tekstur, rasa, dan volume Batter biasanya dibuat menggunakan tepung gandum/terigu, tepung beras, dan tepung jagung (Xue dan Ngadi. 2005). Sebagian besar produk menggabungkan pelapis goreng dengan meningkatkan tekstur, rasa, berat dan volume. Pelapis dapat mengambil bentuk dan adonan atau breading dan sering pelapis diterapkan dalam kombinasi untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Sistem batter makanan yang kompleks terdiri dari

(2)

air, tepung pati dan bumbu ke dalam produk makanan sebelum memasak. Tidak ada resep pasti ada untuk sistem adonan. Formulasi bisa sangat fleksibel untuk memungkinkan adaptasi maksimal kepada proses pengembangan produk, tergantung pada zat makanan dan penampilan lapisan yang diinginkan (Xue dan Ngadi 2005).

Penambahan Carboxymethyl cellulose (CMC) dimaksudkan untuk menurunkan kadar minyak goreng makanan. Di antara bahan-bahan yang berbeda yang telah terbukti untuk mengurangi jumlah minyak yang diserap oleh makanan yang digoreng (Xue dan Ngadi. 2005).

Dengan melihat potensi yang ada, maka perlu adanya penelitian untuk mengkaji lebih lanjut mengenai optimasi penggunaan tepung garut sebagai substitusi tepung terigu dalam pembutan fried batter coating dengan penambahan Carboxymethyl cellulose (CMC) menggunakan Response Surface Methodology (RSM).

METODE Tempat Dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011–Januari 2012 di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Dasar Universitas Trunojoyo Madura, Laboratorium Agroekoteknologi Universitas Trunojoyo Madura, dan Laboratorium SEAFAST Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pengujian Tepung Garut

Uji mikroskopi granula pati, uji tekstural tepung garut, kekuatan, rigiditas dan kekerasan gel tepung garut, dan water absorption index (wai) dan water solubility index (wsi).

Pengujian Fried Batter Coating 1. Oil Content

2. Warna Fried Batter Coating (Rasa Fried Batter Coating, crispiness, kesukaan keseluruhan Kesukaan pada fried batter coating secara keseluruhan juga diuji dengan uji sensoris dengan 20 orang panelis).

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) menggunakan desain tiga variable Box-Behnken dengan 3 level dan 15 kombinasi perlakuan. Besarnya proporsi tepung terigu 100% (tepung garut 0%) dan proporsi CMC 0%, 1%, dan 2% berdasarkan penelitian Xue dan Ngadi (2008), Sedangkan proporsi garam 0%, 1,5%, dan 3% berdasarkan penelitian Xue dan ngadi (2005).

Tabel 1. Desain Tiga Variabel Box-Behnken

Run

Faktor terkode Faktor tidak terkode

X1 X2 X3 Tepung garut CMC Garam 1 -1 -1 0 0% 0% 1,5% 2 -1 1 0 0% 2% 1,5% 3 1 -1 0 100% 0% 1,5% 4 1 1 0 100% 2% 1,5% 5 -1 0 -1 0% 1% 0%

(3)

6 -1 0 1 0% 1% 3% 7 1 0 -1 100% 1% 0% 8 1 0 1 100% 1% 3% 9 0 -1 -1 50% 0% 0% 10 0 -1 1 50% 0% 3% 11 0 1 -1 50% 2% 0% 12 0 1 1 50% 2% 3% 13 0 0 0 50% 1% 1,5% 14 0 0 0 50% 1% 1,5% 15 0 0 0 50% 1% 1,5%

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kimia Pada Tepung Garut

Analisis kimia pada tepung garut meliputi kadar protein5,14%, lemak 0,25%, amilosa 69,60%, amilopektin 3,44%, Ca 48%, P 240 mg/100 gr, dan K 3,8 mg/100 gr. Menurut Mali et al. (2003) dalam Purwandari et al. (2011), protein dan amilopektin serta kalium berpotensi membuat gel tepung menjadi besifat keras atau mudah patah. Kandungan lemak yang sangat rendah yaitu 0,25%. Hal ini dapat membuat tekstur bahan makanan menjadi keras atau tidak lunak karena lemak cenderung menyebabkan gel tepung menjadi lunak (Purwandari et al., 2011). Amilosa yang tinggi dapat mendukung pembuatan fried batter coating, karena pembuatan fried batter coating dibutuhkan tekstur yang keras tidak lembek. Amilosa dapat memberi efek keras bagi pati atau tepung . Amilopektin merupakan bagian dari suatu tepung yang sukar larut dalam air. Kandungan amilopektin yang besar akan membuat produk makanan menjadi gurih, dan renyah (Koswara, 2009).

Bentuk Granula Pati Garut (Marantha arundinaceae L.)

Granula pati pada tepung garut mempunyai permukaan yang halus, ukurannya bervariasi. Granula pati kebanyakan berbentuk bulat dengan celah dan bulat yang tidak beraturan. Granula pati garut memiliki ukuran panjang berkisar 165,25-58,44 μm, lebar 105,72-49.6 μm dan diameter 119,91-165,25 μm. Ukuran partikel tepung beras jauh lebih kecil dari pada ukuran partikel garut. Ukran partikel beras (26 – 38 μm). Hal itu berarti tepung garut sebenarnya memiliki potensi untuk memberi tekstur yang kasar dibanding tepung beras. Ukuran granula beras lebih besar dari pada ukuran granula tepung terigu (24 μm) viskositas beras juga lebih besar dari pada viskositas tpung terigu (Xue dan Ngadi 2005). Dan rendahnya viskositas ini berkaitan dengan rendahnya penyerapan minyak.

Sifat Gelatinisasi Tepung Garut (Marantha arundinaceae L.)

Peak viscosity (cP) 4963; Peak Time (menit) 6,9; Pasting Temperature (°C) 78,5; Through Viscosity (cP) 2143; Breakdown Viscosity (cP) 2820; Set back Viscosity (time) 1297; dan Final Viscosity (cP) 3440.

Hasil analisis profil gelatinisasi menunjukkan bahwa tepung garut sangat mudah pecah dan membentuk gel sebagai akibat perlakuan panas dan shearing dengan air, yang ditunjukkan dengan tingginya nilai peak viscosity (4963 cP), rendahnya peak time (6,9 menit), rendahnya pasting temperature (78,5˚C), dan tingginya break down

(4)

viscosity (2820 cP). Tepung garut turun viskositasnya pada suhu 95˚C hingga sebanyak sekitar 200 cP dari nilai viskositas puncak (peak viscosity).

Pencampuran tepung terigu dengan tepung garut menjadikan peak time mendekat ke nilai 8 menit, yaitu 6,93 menit. Hal ini berarti kenaikan nilai peak time pada tepung. Viskositas puncak tepung garut mendekati nilai 2500 cP, yaitu 4963 cP. Campuran tepung garut menunjukkan lebih tingginya final viscosity, sehingga tepung garut mudah mengalami retrogradasi. Retrogradasi adalah proses pengkristalan kembali setelah pati mengalami gelatinisasi akibat penurunan suhu.

Kekuatan, Rigiditas, dan Kekuatan Gel Tepung Garut (Marantha arundinaceae

L.)

Kekuatan gel (g/cm2) 288,600; Titik pecah (cm) 0,842; Rigiditas (g/cm2) 171,375; Hardness (g) 109,0074; dan Fracturability 466,9324 (gel dibuat dari suspensi berkonsentrasi 7%). Sifat hardness tepung garut memiliki kecenderungan yang sama dengan kekuatan (strength) gel, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai hardness tepung garut dibanding hardness tepung ganyong (8,9660 g) dan tepung talas (31,2506 g). Nilai fracturability tepung garut relatif tinggi, jika dibandingkan nilai fracturability tepung labu kuning (20,3910) dan tepung talas (32,9480). Rigiditas menunjukkan ada tidaknya perubahan bentuk ketika ada tekanan. Rigiditas tepung garut (171,375 g/cm2) lebih tinggi dari rigiditas tepung ganyong (86,53 g/cm2) (Purwandari et al., 2011).

Water Absorption Index (WAI) dan Water Solubility Index (WSI)

Nilai WAI tepung garut (0,2358%) sangat rendah jika dibandingkan dengan WAI tepung sorgum (0,5946%) (Purwandari et al., 2011). Semakin tinggi WAI, granula semakin mudah pecah (Purwandari et al., 2011). Semakin kecil WAI, semakin sedikit kadar air bebas dalam batter coating, sehingga kadar minyak dalam batter coating semakin sedikit (Xue dan Ngadi 2005). Semakin tinggi WSI atau semakin mudah granula pati garut larut dalam air, semakin mudah terbentuk suspensi dan semakin mudah terbasahinya permukaan granula (Purwandari et al., 2011). Nilai WSI rendah menyebabkan kadar air bebas dalam batter coating semakin sedikit.

Uji Kadar Minyak (Oil Content)

Hasil uji menunjukkan kadar minyak maksimal berada pada saat proporsi tepung garut tinggi dan CMC juga tinggi. Sedangkan nilai minimum kadar minyak berada pada saat proporsi tepung garut sedang (sekitar 50%) dan proporsi CMC rendah (sekitar 0%). Akan tetapi apabila tepung garut proporsinya terus ditambah kadar minyak akan terus meningkat. Adanya kenaikan penyerapan minyak setelah proporsi tepung garut lebih dari 50% kemungkinan karena adanya interaksi antara gum dan tepung garut sehingga ada area–area optimum. Kadar minyak tertinggi terjadi pada proporsi tepung garut yang tinggi dan garam yang sedang (tidak telalu tinggi dan tidak terlalu rendah). Sedangkan nilai minimum terjadi pada saat proporsi tepung garut tidak terlalu tinggi dan tidak telalu rendah dan proporsi garam cukup rendah.

(5)

Uji Warna Pada Fried Batter Coating

Nilai optimum parameter warna terjadi pada saat proporsi tepung garut tidak tinggi dan tidak rendah (50%) dan proporsi CMC tinggi (2%). Hal tersebut karena warnanya kuning keemasan, semakin tinggi proporsi CMC maka warnanya akan semakin gelap (kecoklatan). Jika warnanya terlalu pucat atau terlalu gelap, tidak sukai oleh panelis. Nilai optimum terjadi pada saat proporsi tepung garut tidak telalu tinggi dan tidak terlalu rendah (50%) dan garam tinggi (3%). Hal ini karena fried batter coating pada konsentrasi tersebut berwarna kuning keemasan. Semakin tinggi proporsi garam maka semakin tinggi nilai kesukaan terhadap warna fried batter coating.

Uji Rasa Fried Batter Coating

Titik optimum yang dihasilkan berada pada proporsi tepung garut tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah (50%) dan CMC juga tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah (1%). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai optimum terjadi pada saat garut tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah (50%) dan garam tinggi (3%). Nilai optimum akan terus naik hingga proporsi tepung garut 50% dan jika proporsinya ditingkatkan maka nilai kesukaan terhadap rasa fried batter coating kembali turun. Nilai optimum garam akan terus meningkat apabila proporsinya terus dinaikkan.

Uji Crispiness (Kerenyahan) Pada Fried Batter Coating

Pengaruh proporsi CMC dan tepung garut terhadap parameter kerenyahan memiliki kecenderungan mengecil ketika mendekati puncak. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh kombinasi faktor proporsi tepung garut dan CMC memunyai kecenderngan nilai minimum. Pada saat proporsi tepung garut tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah dan proporsi CMC tinggi, parameter kerenyahan mencapai nilai optimum.

Konsentrasi proporsi tepung garut sekitar 50% dan garam sekitar 3% memiliki nilai kerenyahan yang optimum. Apabila proporsi tepung garut dan garam terus ditambah maka nilai kerenyahan fried batter coating akan turun. Menurut Xue dan Ngadi (2005), garam dapat secara signifikan menurunkan viskositas dari batter. Sehingga Semakin banyak garam maka akan semakin renyah batter coating. Penurunan kembali kerenyahan pada saat garam lebih dari 50%, diduga karena adanya interaksi antara garam dan tepung garut sehingga muncul area – area optimum pada kerenyahan.

Nilai optimum terjadi pada saat proporsi garam rendah dan proporsi CMC tinggi. Maka apabila proporsi garam semakin tinggi, nilai kerenyahannya semakin minimum. Tetapi apabila proporsi CMC semakin tinggi maka nilai kerenyahan akan semakin tinggi.

Uji Kesukaan Keseluruhan Pada Fried Batter Coating

Nilai optimum terjadi pada proporsi tepung garut 50% dan proporsi CMC 1%. Nilai kesukaan keseluruhan akan meningkat jika proporsi tepung garut ditambahkan sampai 50%. Penambahan proporsi selanjutnya akan membuat nilai kesukaan menjadi

(6)

turun, tidak naik lagi. Sedangkan pada proporsi CMC juga demikian, penambahan optimum hanya 1% dan selanjutnya jika proporsi terus dinaikkan maka nilai kesukaan secara keseluruhan akan semakin menurun. Hal tersebut karena pada proporsi tepung garut lebih dari 50%, kadar minyak akan menjadi tinggi, warna semakin gelap, rasa semakin tidak disukai dan kerenyahan juga semakin tidak disukai oleh panelis. Maka secara keseluruhan panelis tidak menyukai sampel dengan proporsi garut lebh dari 50%. Kadar CMC lebih dari 1% akan membuat kesukaan secara umum menurun kembali, kemungkinan karena semakin banyak CMC warna batter coating yang dihasilkan juga semakin gelap.

Berdasarkan Gambar 28 dan 29 diketahui nilai optimum terjadi pada saat proporsi tepung garut cukup tinggi (50%) dan proporsi garam tinggi (3%). Nilai minimum terjadi pada saat proporsi tepung garut rendah (0%) dan proporsi garam cukup rendah (1%). Proporsi tepung garut yang lebih tinggi dari 50% tidak akan terus naik melainkan kembali turun sedangkan pada proporsi garam tidak demikian, penambahan proporsi di atas titik optimum akan membuat nilai kesukaan keseluruhan terus meningkat. Menurut Suliar (2003), konsentrasi gararn berpengaruh sangat nyata terhadap sifat organoleptik. Semakin tinggi konsentrasi garam maka rasa semakin asin.

KESIMPULAN

1. a. Komposisi kimia tepung garut terdiri dari: kadar protein 5,14%; lemak 0,25%; amilosa 69,60%; amilopektin 3,44%; Ca 48 mg/100gr; fosfor 240 mg/100gr; kalium 3,8 mg/100gr.

b. Bentuk granula pati garut bulat dengan celah dan bulat tidak beraturan. Ukuran granula pati garut (119,91 - 165,25 μm) lebih besar dari pada ukuran granula tepung terigu (24 μm).

2. Formulasi optimum pembuatan fried batter coating yaitu tepung garut sekitar 40%; CMC 1,5%; dan garam 2,5%.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Tepung garut alternatif pengganti tepung terigu (http://www.situshijau.co.id, diakses 25 Agustus 2011).

Bradley, N. 2007. Response survace methodology. Indiana University of South Bend.Fardiaz. 1989. Dasar Tekhnologi Pangan.

Koswara. 2009. Amilosa dan amilopektin (http://id.wikipedia.org/wiki/Amilosa, diakses 27 Maret 2012).

Myers RH, Montgomery DC. 2002. Response surface methodologi: Process and Product Optimization Using Design Experiment. J.Willey. New York.

Oramahi HA. 2008. Teori dan aplikasi penggunaan RSM (Response Surface Methodology). Yogyakarta: Ardana Media.

Purwandari U, Supriyanto, dan Burhan. 2011. Penyusunan indeks substitusi (substitution index) berdasarkan karakteristik fisik, tekstural dan profil gelatinisasi tepung non konvensional untuk substitusi tepung terigu. [Laporan

(7)

Kemajuan Program Penelitian Fundamental Tahun 2011]. Bangkalan: Universitas Trunojoyo Madura.

Sanz T, Salvador A, Fiszman SM. 2003. Effect of concentrationand temperature on properties of methylcellulose-added batters application to battered, fried seafood. J Food Hydrocolloids 18: 127-131.

Shittu TA, Aminu RA, Abulude EO. 2009. Funtional Effect Of Gum On Composite Cassava-wheat Dough And Bread. Int J Food Hydrocoloid 232: 254-2260. Suliar D. 2003. Pengaruh konsentrasi garam terhadap rasa, aroma, warna, tekstur dan

total koloni bakteri dalam tempuyak. [Skripsi]. Malang: Universitas Negeri Malang.

Xue J, Ngadi M. 2005. Rheological properties of batter system forulated using different flour combination. Journal of Food Engineering 77: 334-341.

Xue J, Ngadi M. 2008. Effect of methylcellulose, xanthan gum and carboxymethylcellulose on thermal properties of batter systems formulated with different flour combinations. Food Hydrocolloids 23 (2009) 286-295.

Gambar

Tabel 1. Desain Tiga Variabel Box-Behnken

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitan menunjukan bahwa tindakan kekerasan pada anak di kabupaten Karawang merupakan bentuk kekerasan emosional dan kekerasan seksual, yakni anak mengalami

Departemen Agama, mengutarakan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari

Akan tetapi setelah diterapkan alat peraga Batang Perkalian untuk kelas eksperimen proses pembelajaran lebih menarik dengan adanya media yang digunakan pada saat

Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F) memiliki tujuan untuk menguji dari hipotesis yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional (x1) dan Need For Achivement (x2)

Analisis usahatani dilakukan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh dari usahatani tebu petani KKP-E dan usahatani tebu petani non KKP-E.. Berikut ini

Skripsi berjudul: Agroindustri Kopi Arabika : Analisis Nilai Tambah, Saluran Pemasaran, Dan Sistem Manajemen Rantai Pasok ( Studi Kasus Kecamatan Sumber

Berdasarkan studi litratur yang telah dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 2018 melalui wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia, dan mengamati proses

Pada WTC 0,8, didapatkan nisbah nitrit terhadap amonia yang mendekati 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemungkinan kondisi terbaik untuk mendapatkan nisbah nitrit terhadap