• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

1

I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN JULI 2016 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Juli 2016

Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan/ dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Juli 2016 :

El Nino Southern Oscillation (ENSO)

Selama Juli 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) sudah mulai berangsur-angsur mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Anomali suhu muka laut terakhir tercatat -0.37°C cenderung berpotensi La Nina. Hal ini juga terlihat dari nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang mulai bernilai positif +4.9 dan anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi normal cenderung La Nina lemah, dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 terus mendingin dan bahkan diprediksi La Nina lemah hingga Januari 2017 mendatang.

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 31 Juli 2016 (Sumber : BoM)

(2)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

2 Dipole Mode

Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju negatif setelah sebelumnya berada pada kisaran normal pada Mei 2016. Indeks minggu terakhir Juli 2016 tercatat bernilai -1.07, hal ini menunjukkan ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat pada periode mulai akhir Mei 2016 lau hingga sekarang (awal Agustus 2016).

Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Agustus 2016 (Sumber : BoM)

Madden-Agustusan Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)

Posisi aktifitas MJO selama Juli 2016 tidak ada dampak terhadap Indonesia sehingga tidak ada dampak pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa dominan warna ungu yang menunjukkan masih banyaknya liputan awan pada rata-rata Juli 2016. Pemusatan daerah liputan awan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Jawa.

Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Juli 2016, Warna ungu adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)

(3)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

3 Sirkulasi Monsun Asia – Australia

Pada awal hingga akhir Juli 2016, monsun Timuran cukup stabil. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama Juli 2016 menyebabkan monsun Timuran juga mengalami fluktuasi namun masih dominan Timuran. Memasuki akhir Juli 2016 monsun Timuran kembali stabil dari indeks AUSMI terlihat sama dengan kondisi rata-ratanya. Monsun timuran diprediksi terus aktif memasuki Agustus 2016 dan akan stabil seiring mulai aktifnya daerah pusat tekanan udara rendah dan Siklon Tropis di Belahan Bumi Utara.

Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Juli (sumber:

misae4u)

Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Juli 2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA)

Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di wilayah Jawa Timur bagian Barat selama Juli 2016 (rata-rata bulanan) terjadi anomali positif yang berarti melemahnya angin Timuran, sedangkan Jawa Timur bagian Timur normal. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di Jawa Timur bagian Timur umumnya anomali negatif artinya dominasi massa udara dari Utara sedangkan wilayah Jawa Timur lainnya normal (sama dengan rata-ratanya).

(4)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

4 Suhu muka laut perairan Indonesia

Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Juli 2016 berkisar antara +0.5 hingga +2.5 ºC, sehingga potensi penguapan masih cukup tinggi khususnya wilayah perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Perairan Selatan Jawa Timur cukup hangat dengan anomali +1.5 hingga +2.5 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang cukup tinggi dalam pembentukan awan selama Juli 2016. Masih hangatnya suhu perairan ini menjadi faktor signifikan dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Juli 2016 dibandingkan faktor lainnya . Fluktuatifnya suhu permukaan laut tidak lepas dari pengaruh posisi semu matahari (pemanasan dari atas) dan sirkulasi yang sedang berlangsung dalam Samudera (pemanasan dari dalam).

Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Juli 2016 (sumber: NOAA)

Gangguan Tropis

Selama Juli 2016 terdapat 5 aktifitas gangguan tropis di wilayah Samudera Pasifik Barat yaitu NEPARTAK (3-9 Juli 2016), THREE (17 Juli 2016), LUPIT (23-24 Juli 2016), MIRINAE (25-27 Juli 2016), NIDA (29 Jul – 2 Agustus 2016). Data dan jejak aktifitas gangguan tropis dari Juli 2016 hingga awal Agustus 2016 disajikan pada gambar di bawah.

Mayoritas Siklon tersebut tidak berdampak langsung terhadap cuaca Indonesia, karena posisinya yang cukup jauh dari Indonesia, hanya Siklon Tropis NIDA yang berdampak langsung dalam meningkatkan kecepatan angin dan tinggi gelombang di wilayah Kalimantan Utara dan sekitarnya.

(5)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

5 Kelembaban udara

Kelembaban udara relatif selama Juli 2016 di Jawa Timur umumnya lebih rendah dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 62 – 75%. Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya lebih rendah dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian Timur kondisi normal hingga anomali positif 4 - 6 % dari rata-ratanya. Kondisi yang berbeda terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat, kondisi kelembaban udara relatif lebih tinggi 6 - 10% dibandingkan dengan normal bulan Juli, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Juli 2016 dimana wilayah Jawa Timur bagian Barat lebih banyak dibanding wilayah Timur.

Gambar 8. Kelembaban Udara Relatif Juli 2016 dan Anomalinya pada level 850 mb

(Sumber:ESRL NOAA)

Aktivitas Cuaca

Pada awal hingga akhir bulan Juli 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya berawan dan terjadi hujan dengan intensitas ringan hingga lebat dengan pola angin dominan Timurlaut – Tenggara. Secara spasial daerah dataran rendah di bagian Tenggara hingga Baratdaya lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan bervariasi terjadi pada pagi hingga malam hari.

Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Juli tentunya mayoritas berada pada kondisi atas normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal seluruhnya sudah memasuki musim kemarau . Namun Juli 2016 masih banyak terjadi hujan di Banyuwangi. Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu La Nina intensitas lemah, Dipole Mode negatif kuat, dan anomali suhu muka laut perairan Jawa.

B. Pantauan kondisi cuaca bulan Juli 2016 di Kota Banyuwangi

Dari rentetan peta synoptic selama bulan Juli 2016, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah bervariasi (Utara - Baratlaut) dengan kecepatan 3 – 13 knots, kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 3 Juli 2016 dari arah Timur dengan kecepatan 13 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 81.9 mm.Suhu tertinggi terjadi pada 5 Juli 2016 sebesar 32.2 ºC dan suhu terendah terjadi pada 15 Juli 2016 sebesar 21.0 ºC.

Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Juli 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.

(6)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

6 Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Juli 2016

NO PARAMETER HASIL OBSERVASI

JULI 2016 NORMAL JULI [1981-2010]

1 Temperatur rata-rata 27.6 ºC 25.7 ºC

2 Temperatur maksimum 31.0 ºC 29.3 ºC

3 Temperatur minimum 24.3 ºC 22.7 ºC

4 Temp. maks. absolut 32.2 ºC 34.0 ºC

5 Temp. min. absolut 21.0 ºC 15.0 ºC

6 Tekanan rata-rata * 1011.2 mb 946.7 mb

7 Kec. angin rata-rata * 2.3 kt 3.3 kt

8 Arah Angin terbanyak 045 ° 180°

9 Kelembaban rata-rata 76 % 78 %

10 Curah hujan 81.9 mm 62 mm

(7)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

(8)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

8 Gambar 9. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi

Juli 2016 (Sumber: BMKG)

Penguapan selama Juli 2016 mencapai 140.7 mm dengan rata-rata harian 4.5 mm, penguapan tertinggi 7.6 mm terjadi pada 20 Juli 2016.

Penyinaran matahari rata-rata Juli 2016 mencapai 80 %, minimal 5 % terjadi pada 16 Juli 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian I, II, III Juli 2016.

Tekanan udara (QFF) tertinggi 1012.9 mb pada 2 J u l i 2016 dan terendah 1009.8 mb pada 19 Juli 2016.

Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Juli 2016 adalah 80 % dengan RH tertinggi 87 % pada 17 Juli 2016 dan RH terendah 65 % pada 5 Juli 2016.

Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Timurlaut dengan kecepatan angin dominan 3 - 8 knots.

C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari

Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga Juli 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).

Kondisi parameter cuaca selama Juli 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut :

Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Juli 2016 berada pada masa musim kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat , serta faktor interaksi dinamika atmosfer, sehingga pada bulan Juli 2016 masih terjadi hujan.

(9)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

9 Curah hujan selama Juli 2016 mencapai 71.6 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 78 %. RH tertinggi 92 % tanggal 16 Juli 2016, RH terendah 70 % tanggal 7 J u l i 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1010.8 mb, tertinggi 1012.0 mb dan terendah 1009.4 mb. Suhu rata–rata 28.5 °C dengan suhu maksimum absolut 32.2 °C terjadi pada 5 Juli 2016. Suhu minimum absolut 21.2 °C pada 4 Juli 2016.Arah angin bervariasi yaitu dari Timurlaut – Barat. Angin dominan dari Tenggara dengan kecepatan 3 – 16 knots. Mayoritas kecepatan angin mencapai 61.3 % berkisar antara 3 - 8 knot. Kecepatan angin tertinggi 16 knots terjadi pada 11 Juli 2016, dari arah Timurlaut - Timur.

Gambar 10. Grafik parameter cuaca hasil observasi Juli 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)

(10)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

10 D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk

Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Juli 2016 angin dominan dari arah Timurlaut - Tenggara pada siang-sore sedangkan malam hingga dini hari dominan Selatan - Baratdaya dengan kecepatan angin bervariasi 0.8 – 16.1 knots (2 – 30 Km/Jam). Suhu berkisar antara 20.5 – 31.1 °C, Kelembaban Udara Relatif 59 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1007.3 – 1013.4 mb. Kondisi cuaca umumnya Berawan dan hujan ringan pada pertengahan – akhir bulan. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali :

(11)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

11 E. Analisis Hujan Juli 2016 Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan data curah hujan bulan Juli 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut

.

Curah hujan tertinggi 482 mm terjadi di Pesanggaran dengan 18 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 48 mm terjadi di Dadapan dengan 6 hari hujan saja.

Gambar 12. Peta Distribusi Curah Hujan Juli 2016 dan Sifat Hujan Juli 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Juli 2016 mengalami curah hujan bervariasi 48 - 482 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Atas Normal, hanya sebagian kecil wilayah (Dadapan dan sekitarnya) yang sifat hujannya Normal (sama dengan kondisi rata-ratanya).

Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama Juli 2016. Tingginya curah hujan pada mayoritas wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh suhu muka laut perairan Jawa Timur yang cukup hangat sebagai pemicu utama selain interaksi faktor laut-atmosfer lainnya selama Juli 2016.

(12)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

12 F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut

Gambar 13. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Juli 2016 di Banyuwangi

(Sumber: BMKG Banyuwangi)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Juli 2016 mengalami peningkatan hujan sehingga mayoritas wilayah masih mengalami hujan. Hingga update terakhir maksimal 11-20 hari tanpa hujan berturut-turut yang terjadi di wilayah Banyuwangi yaitu Kecamatan Wongsorejo dan Siliragung. Kondisi ini tentunya mengindikasikan bahwa bulan Juli 2016 curah hujan di Banyuwangi lebih tinggi dibanding rata-ratanya akibat suhu muka laut perairan Jawa Timur yang masih hangat sehingga uap air sangat tersedia untuk pertumbuhan awan.

(13)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

13 II. PROSPEK CUACA BULAN AGUSTUS 2016

A. Prediksi Dinamika Atmosfer Agustus 2016

Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode El Nino telah berakhir pada Mei 2016. Memasuki Juli 2016 terindikasi La Nina lemah sehingga ada sedikit penambahan curah hujan Indonesia akibat dampak fenomena di Samudera Pasifik. Memasuki Agustus hingga Desember 2016 diprediksi La Nina masih dalam intensitas lemah yang tentunya hal ini akan berdampak pada peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Ditambah lagi Dipole Mode Indeks (DMI) yang diprediksi negatif kuat hingga Nopember 2016, mengindikasikan adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat.

Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Agustus – September 2016 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi tetap hangat (Anomali Positif). Anomali SST di bagian utara dan selatan perairan Indonesia diprediksi lebih hangat. Bulan Oktober – Desember 2016 terjadi peluruhan SST dimulai dari perairan Sumatera bagian Barat sampai Maluku mendekati normal. Terjadi pendinginan SST dimulai dari Laut China Selatan memasuki Selat Malaka. Pola anomali SST kondisi La Nina masih bertahan sampai Januari 2017 dimana wilayah perairan tengah Pasifik bernilai anomali negatif (dingin).

Madden Agustusan Oscillation pada awal hingga pertengahan bulan Agustus 2016 diprediksi berada pada fase 5 hingga 6 namun cenderung lemah sehingga tidak signifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan Agustus 2016 bernilai netral di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti tidak ada anomali sehingga sama dengan kondisi normal / rata-ratanya.

Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Agustus mulai didominasi terjadi di Belahan Bumi Utara (BBU) seiring pergerakan semu matahari menuju Utara, sehingga memicu angin monsun timuran yang mulai stabil dan akan berdampak berkurangnya hujan di wilayah berpola hujan monsunal. Hal ini juga didukung oleh mulai aktifnya Siklon Tropis di BBU.

Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah Banyuwangi pada bulan Agustus musim kemaraunya akan meluas, namun akibat La Nina lemah, indeks Dipole negatif kuat dan hangatnya suhu muka laut perairan selatan Jawa maka diprediksi akumulasi curah hujan bulanan mayoritas diatas kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah yang hujannya sama dengan kondisi normalnya.

(14)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

14 Gambar 14. Prediksi La Nina, anomali SPL, MJO dan anomali OLR

(15)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

15 B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Agustus – Oktober 2016

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Agustus 2016 hingga Oktober 2016 diprakirakan sebagai berikut:

Agustus 2016

Curah Hujan berkisar 0 – 150 mm Sifat Hujan : Bawah Normal – Atas Normal September 2016

(16)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

16 Oktober 2016

Curah Hujan berkisar 0 – 400 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal Gambar 15. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan

Agustus, September dan Oktober 2016 Banyuwangi (Sumber:BMKG) C. Prakiraan Tingkat Kerawanan Banjir Agustus 2016

Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Agustus 2016, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah karena memasuki bulan Agustus 2016 sebagian besar wilayah telah berada pada musim kemarau meskipun masih diwarnai dengan kejadian hujan yang tidak merata.

(17)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

17 III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI AGUSTUS 2016

Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Agustus 2016 di wilayah Kota Banyuwangi :

IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI

Gambar 17. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Juli 2016 (Sumber:BMKG) Kejadiaan Gempa Bumi yang Signifikan/ Dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Juli 2016 adalah Nihil (tidak ada kejadian gempa yang dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi).

(18)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

18 V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM JULI 2016

Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rata-ratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa.

Tabel 2. Cuaca/iklim Ekstrim Bulan Juli 2016 Banyuwangi

KRITERIA KETERANGAN

Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam Tidak Ada

Suhu udara > 35˚ C Tidak Ada

Suhu udara < 15˚ C Tidak Ada

Kelembaban udara < 30 % Tidak Ada

Curah Hujan > 100 mm / hari -Pesanggaran, 220mm, 21 Juli 2016

-Kebondalem, 110mm, 17 Juli 2016

Tanah Longsor Tidak Ada

Banjir Tidak Ada

Puting beliung / Waterspout Tidak Ada

DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI

ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya.

Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.

Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari

(19)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

19 stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge.

MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian.

OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2.

Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia.

Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ InterTropicalConvergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan.

Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter.

Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten.

Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu :

a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20

c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan

Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan

(20)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2016

20 jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap

rata-ratanya

Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik

Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi

Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (ML), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md).

Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut.

Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930).

Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya

Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI

Gambar

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di  sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 31 Juli 2016 (Sumber : BoM)
Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Juli 2016, Warna ungu adalah OLR negatif,  warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM &amp; NOAA)
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur  (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Juli (sumber:
Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Juli 2016 (sumber: NOAA)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Batok kelapa dengan nilai kalor dan fire power yang lebih besar dibanding tongkol jagung dan limbah kayu, memberikan pasokan termal lebih besar dan akan

Kesalahan dari segi tata tulis/ejaan yang masih terdapat dalam surat undangan yang disusun oleh organisasi kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Menyetor selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan atas transaksi bulan sebelumnya dan melapor selambatnya tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dalam perusahaan yang

Dan dalam Pasal 4 KHI Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan

Fungsi diatas merupakan pilihan yang ada pada mode penyiraman tanaman 2 yang berada pada sisi kanan.Void pot2() { untuk mendefinisikan variable pot 2 atau

Salah satu parameter yang menarik untuk dikaji dari perikanan ini diantaranya adalah waktu terjadinya pemijahan dan rekruitmen, contohnya waktu dalam satu

Dalam penelitian ini model prakriraan debit masa depan yang digunakan adalah model diskrit Markov serta model korelasi spasial hujan dan debit (model kontinu),