BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Stres Kerja
1. Pengertian Stres Kerja
Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang dapat menciptakan
ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir, dan kondisi seorang karyawan (Rivai, 2004). Orang-orang yang
mengalami stres menjadi canggung dan merasakan kekhawatiran kronis
sehingga mereka sering menjadi mudah marah, agresif, tidak dapat relaks,
atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif (Hasibuan, 2012).
Handoko (2008) mengemukakan bahwa stres kerja adalah suatu
kondisi ketegangan yang mempengaruhi proses berpikir, emosi, dan kondisi
seseorang, hasilnya stres yang terlalu berlebihan dapat mengancam
kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan dan pada akhirnya akan
mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya.
Menurut Sasono (2004) stres kerja bisa dipahami sebagai keadaan
dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau
belum bisa dijangkau oleh kemampuannya. Jika kemampuan seseorang baru
sampai angka 5 (lima) namun menghadapi pekerjaan yang menuntut
kemampuan dengan angka 9 (sembilan), maka sangat mungkin orang itu akan
terkena stres kerja.
Charles (Handoyo, 2001) mendefinisikan stres adalah
lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres
juga dapat diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak
menyenangkan yang berasal dari luar diri individu.
Luthans (2006) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam
menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses
psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik
seseorang, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul
karena tuntutan lingkungandan tanggapan setiap individu dalam
menghadapinya dapat berbeda.
Menurut Gibson (2000) stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa
titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres
sebagai stimulus-respon. Stres sebagai suatu stimulus merupakan pendekatan
yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stres
sebagai suatu kekuatan yang menekankan individu untuk memberikan
tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara simulus lingkungan dengan respon individu.
Pendekatan stimulus-respon memberikan arti stres sebagai konsekuensi dari
interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang
tidak hanya sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan
hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan
Dari uraian teori dari beberapa ahli diatas bisa ditarik kesimpulan
bahwa bahwa stres kerja adalah suatu proses yang menyebabkan orang
merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau
situasi kerja tertentu serta reaksi seseorang secara psikologi, fisiologi,
maupun perilaku bila seseorang mengalami ketidakseimbangan antara
tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan
tersebut dalam jangka waktu tertentu.
2. Aspek-aspek Stres Kerja
Stres kerja dikategorikan dalam beberapa aspek-aspek stres kerja oleh
Beehr & Newman (dalam Rice, 1999) meliputi:
a) Aspek Fisiologis
Aspek fisiologis bahwa stres kerja sering ditunjukkan pada
simptoms fisiologis. Penelitian dan fakta oleh ahli-ahli kesehatan dan
kedokteran menunjukkan bahwa stres kerja dapat mengubah metabolisme
tubuh, menaikkan detak jantung, mengubah cara bernafas, menyebabkan
sakit kepala, dan serangan jantung.
Beberapa yang teridentifikasi sebagai simptoms fisiologis adalah:
1) Meningkatnya detak jantung, tekanan darah,dan risiko potensial
terkena gangguan kardiovaskuler.
2) Mudah lelah fisik
3) Kepala pusing, sakit kepala
4) Ketegangan otot
6) Sulit tidur, gangguan tidur
7) Sering berkeringat, telapak tangan berkeringat.
b) Aspek psikologis, aspek psikologis stres kerja dan gangguan gangguan
psikologis adalah hubungan yang erat dalam kondisi kerja. Simptoms
yang terjadi pada aspek psikologis akibat dari stres sebagai berikut:
1) Kecemasan, ketegangan
2) Mudah marah, sensitif dan jengkel
3) Kebingungan, gelisah
4) Depresi, mengalami ketertekanan perasaan
5) Kebosanan
6) Tidak puas terhadap pekerjaan
7) Menurunnya fungsi intelektual
8) Kehilangan konsentrasi.
9) Hilangnya kreativitas.
10)Tidak bergairah untuk bekerja
11)Merasa tidak berdaya
12)Merasa gagal
13)Mudah lupa
14)Rasa percaya diri menurun
c) Aspek Tingkah Laku
Pada aspek tingkah laku, stres kerja pada karyawan digambarkan
melalui tingkah laku mereka. Beberapa symptoms perilaku pada aspek ini
1) Penundaan, menghindari pekerjaan,dan absensi.
2) Menurunnya performansi dan produktivitas.
3) Makan secara berlebihan / hilang
4) Tindakan berlebihan
5) Menurunnya hubungan dengan teman dan keluarga.
6) Tidak berminat berhubungan dengan orang lain.
Luthans (2006) mengungkapkan seseorang yang mengalami stres
pada pekerjaan akan menimbulkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu:
a) Fisiologi
Masalah kesehatan fisik mencakup masalah sistem kekebalan tubuh
seperti terdapat pengurangan kemampuan untuk melawan rasa sakit dan
infeksi, masalah sistem muskulosketal (otot dan rangka) seperti sakit
kepala dan sakit punggung, masalah sistem gastrointestinal (perut) seperti
diare dan sembelit.
b) Psikologi
Aspek psikologi ditandai dengan ketidakpuasan hubungan kerja,
tegang, gelisah, cemas, depresi, kebosanan, mudah marah, hingga sampai
pada tindakan agresif seperti sabotase, agresi antar pribadi, permusuhan
dan keluhan
c) Tingkah laku
Tingkah laku memiliki indikator yaitu terdapat perubahan pada
makan, meningkatnya konsumsi rokok, alkohol dan obat-obatan, dan
susah tidur.
Berdasarkan kedua teori tersebut, aspek-aspek stres kerja yang
digunakan dalam penelitian ini adalah aspek stres kerja yang dikemukakan
oleh Beehr & Newman (dalam Rice, 1999) yaitu aspek fisiologis, aspek
psikologis dan aspek tingkah laku.
3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Stres Kerja
Menurut Ivancevich & Matteson (1980), penyebab stres yang
diakibatkan oleh peran seseorang dalam menjalani suatu profesi tertentu.
meliputi: kelebihan beban kerja, tanggung jawab atas orang lain,
perkembangan karir, kurangnya kohesi kelompok, dukungan kelompok yang
tidak memadai, struktur dan iklim organisasi, wilayah dalam organisasi,
karakteristik tugas, pengaruh kepemimpinan. Menurut Gibson dkk (1996),
penyebab stres kerja ada 4 yaitu :
a) Lingkungan fisik. Penyebab stres kerja dari lingkungan fisik berupa
cahaya, suara, suhu,musik dan udara terpolusi.
b) Tekanan individual sebagai penyebab stres kerja terdiri dari:
1) Konflik peran. Stressor atau penyebab stres yang meningkat ketika
seseorang menerima pesan- pesan yang tidak cocok berkaitan dengan
perilaku peran yang sesuai. Misalnya ada tekanan untuk bergaul
dengan baik bersama orang - orang yang tidak cocok.
2) Peran ganda. Untuk dapat bekerja dengan baik, karyawan
diharapkan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Peran ganda
adalah tidak adanya pengertian dari seseorang tentang hak, hak
khusus dan kewajiban - kewajiban dalam mengerjakan suatu
pekerjaan.
3) Beban kerja berlebih. Memiliki terlalu banyak sesuatu untuk
dikerjakan atau tidak cukup waktu untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan merupakan beban berlebih yang bersifat kuantitatif. Beban
berlebih kualitatif terjadi jika seseorang merasa tidak memiliki
kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka
atau standar penampilan yang dituntut terlalu tinggi.
4) Tidak adanya kontrol. Stresor besar yang dialami banyak pekerja
adalah tidak adanya pengendalian atas suatu situasi. Sehingga
menyebabkan langkah kerja, urutan kerja, pengambilan keputusan,
waktu yang tepat, penetapan standar kualitas dan kendali jadwal
merupakan hal yang penting.
5) Tanggung jawab. Setiap tanggung jawab bisa menjadi beban bagi
beberapa orang, namun tipe yang berbeda menunjukkan fungsi yang
berbeda sebagai stresor.
6) Kondisi kerja terkadang bisa menyebabkan timbulnya stres karena
kondisi yang kurang mendukung.
c) Kelompok. Keefektifan setiap organisasi mempengaruhi sifat hubungan
diantara kelompok. Karakteristik kelompok menjadi stresor yang kuat
berkaitan dengan peran ganda yang tinggi, yang membawa pada
kesenjangan komunikasi diantara teman kerja dan kepuasan kerja yang
rendah. Dengan kata lain adanya hubungan yang buruk dengan rekan
kerja, atasan, dan bawahan.
d) Organisasional. Adanya desain struktur organisasi yang buruk, politik
yang buruk dan tidak adanya kebijakan khusus. Selanjutnya sumber stres
kerja menurut Cooper (1995) ada 4 yaitu:
1) Kondisi pekerjaan, meliputi
(a) Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan
mudah jatuh sakit, jika ruangan tidak nyaman, panas, sirkulasi
udara kurang memadahi, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan
kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada
kenyamanan kerja karyawan.
(b) Overload, overload dapat dibedakan secara kuantitatif dan
kualitatif. Dikatakan overload secara kuantitatif jika banyak
pekerjaan yang di targetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut.
Akibat dari hal ini yaitu karyawan mudah lelah dan berada dalam
tegangan tinggi. Overload secara kualitatif jika pekerjaan tersebut
sangat kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan
karyawan.
(c) Deprivational stress. Kondisi pekerjaan tidak menantang, atau
kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang
mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).
(d) Pekerjaan berisiko tinggi. Pekerjaan yang berisiko tinggi atau
berbahaya bagi keselamatan, seperti pekerjaan di pertambangan
minyak lepas pantai, tentara, dan sebagainya.
2) Konflik peran. Stres karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan
ketidaktahuan yang diharapkan oleh manajemen. Akibat yang
ditimbulkan yaitu sering muncul ketidakpuasan kerja, ketegangan,
menurunnya prestasi hingga akhirnya timbul keinginan untuk
meninggalkan pekerjaan. Wanita yang bekerja mengalami stres yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya, karena wanita
yang bekerja menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus
ibu rumah tangga.
3) Pengembangan karir. Setiap orang pasti punya harapan ketika mulai
bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. Namun cita - cita dan
perkembangan karir banyak yang tidak terlaksana.
4) Struktur organisasi. Gambaran perusahaan yang diwarnai dengan
struktur organisasi yang tidak jelas, kurangnya kejelasan mengenai
jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab, atau aturan main yang
terlalu kaku yang tidak jelas, dan iklim politik perusahaan yang tidak
jelas serta rendahnya keterlibatan atasan membuat karyawan menjadi
stres. Sarafino (dalam Smet, 1994) membagi penyebab stres kerja
(a) Lingkungan fisik yang terlalu menekan seperti kebisingan,
temperatur panas yang terlalu tinggi, udara yang lembab,
penerangan di kantor yang kurang terang.
(b) Kurangnya kontrol yang dirasakan
(c) Kurangnya hubungan interpersonal
(d) Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja.
Pekerja akan merasa stres jika mereka tidak mendapatkan promosi
yang selayaknya mereka terima. Robbins (1998) mengidentifikasikan tiga
perangkat faktor yang dapat mengakibatkan stres kerja, meliputi:
a) Faktor Lingkungan (Environmental factors). Lingkungan kerja tidak
hanya memberikan pengaruh terhadap desain struktur organisasi, namun
juga pada stress yang terjadi antara pekerja dan organisasinya. Faktor
lingkungan yang berpengaruh meliputi ketidakpastian politik (political
uncertainty), situasi ekonomi yang tidak menentu, yaitu akibat perubahan
dunia bisnis yang meningkatkan kecemasan pegawai akan kelangsungan
pekerjaannya dan ketidakpastian teknologi (technological uncertainty)
yang menuntut pekerja untuk selalu memperbaharui kemampuan mereka
dalam mengoperasikan alat-alat teknologi.
b) Faktor Organisasional (Organizational factors). Tekanan dan tuntutan
yang dilakukan untuk menghindari error dan menyelesaikan pekerjaan
dalam waktu yang terbatas, pekerjaan yang berlebihan, tuntutan yang
berlebihan pada pekerjaan, pimpinan yang tidak perhatian,dan rekan
ada tidaknya stresor yang menyebabkan stres kerja (Robbin, 1998).
Robbin juga menambahkan faktor-faktor organisasi dikategorikan
sebagai berikut :
1) Tuntutan pekerjaan (task demands). Faktor ini berhubungan dengan
pekerjaan, meliputi desain dari pekerjaan tersebut (autonomi, variasi
pekerjaan, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan iklim
organisasi).
2) Tuntutan peran (role demands). Faktor ini berhubungan dengan
tekanan yang ada pada lingkungan kerja yang dirasakan oleh pekerja
dari akibat peran yang dimainkan dalam organisasinya. Konflik
peran menyebabkan ekspektasi atau keinginan yang berpotensi
membuat pekerja mengalami kesulitan untuk berbaur dengan
lingkungan sosial dan merasa puas dengan pekerjaannya. Peran yang
berlebihan (role overload) juga mempengaruhi tingkat stres kerja.
Peran yang berlebihan merupakan situasi yang dirasakan pekerja
ketika mereka diminta bekerja melebihi batas waktu yang disepakati.
Faktor peran yang juga dapat menyebabkan stres kerja adalah
ambiguitas peran (role ambiguity) adalah ketika pekerja merasa
pekerjaan tidak tergambar dan dimengerti dengan jelas dan pekerja
tidak mengetahui secara pasti apa yang dikerjakan.
3) Tuntutan interpersonal (interpersonal demand) adalah faktor yang
mempengaruhi stres yang berasal dari pekerja lain. Kurangnya
dapat menyebabkan stres kerja, terutama pada pekerja yang
membutuhkan kebutuhan sosial yang tinggi.
4) Struktur organisasi, yaitu faktor yang menjelaskan perbedaan level
pada organisasi, derajat aturan dan regulasi dan cara keputusan akan
dibuat. Aturan yang berlebih dan kurangnya partisipasi dalam
pengambilan keputusan dapat menyebabkan stres kerja untuk
karyawan. Kepemimpinan organisasi memberikan gaya manajemen
pada organisasi. Beberapa pihak didalamnya dapat membuat iklim
organisasi yang melibatkan ketegangan, ketakutan dan kecemasan.
c) Faktor individual. Umumnya individu bekerja dalam 40 sampai 50 jam
dalam seminggu. Pengalaman dan masalah yang dihadapi individu di luar
jam kerja dapat mempengaruhi efektivitas pekerjaan. Faktor-faktor
individual, misalnya masalah keluarga, masalah ekonomi dan
keperibadian individu dapat menjadi sumber stres kerja.
Dari penjelasan tersebut faktor – faktor yang menyebabkan stres kerja
dalam penelitian ini menggunakan teori dari Gibson (1996) yaitu lingkungan
fisik, tekanan individual, kelompok, dan organisasional.
B. Lingkungan Kerja Non Fisik
1. Pengertian Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam
perusahaan yang berpengaruh terhadap karyawan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai keadaan
yang terdapat hubungan yang sangat erat. Pada masalah ini, manusia akan
selalu berusaha untuk beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan
sekitarnya. Demikian halnya ketika melakukan pekerjaan, karyawan sebagai
manusia tidak dapat terpisahkan dari berbagai keadaan disekitar tempat
mereka bekerja, yaitu lingkungan kerja. Selama melakukan pekerjaan, setiap
karyawan akan berinteraksi dengan berbagai kondisi yang ada di dalam
lingkungan kerja.
Menurut Sedarmayati (2001) lingkungan kerja merupakan
keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya
dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik
sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Kondisi lingkungan kerja disebut baik atau sesuai apabila karyawan
dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.
Penyesuaian lingkungan kerja dapat dilihat dari jangka waktu yang lama.
Sedangkan lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja
dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan
sistem kerja yang efisien (Sedarmayanti, 2001).
Menurut Sedarmayanti (2001) lingkungan kerja non fisik adalah
semua keadaan yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan
dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan
dengan bawahan. Mangkunegara & Prabu (2011) mengatakan bahwa
peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian
produktivitas.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan
kerja non fisik merupakan segala aktifitas yang berkaitan pada saat bekerja,
baik berbentuk fisik atau non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat
mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.
2. Aspek-Aspek Lingkungan Kerja Non Fisik
Berikut ini ada 5 aspek lingkungan kerja non fisik yang bisa
mempengaruhi perilaku karyawan, yaitu (Analisa, 2011):
a) Struktur kerja, yaitu sejauh mana pekerjaan yang diberikan kepadanya
memiliki struktur kerja dan organisasi yang baik.
b) Tanggung jawab kerja, yaitu sejauh mana pekerja mengerti tanggung
jawab mereka atas tindakan yang diperbuat.
c) Perhatian dan dukungan pemimpin, yaitu sejauh mana karyawan
merasakan pimpinan sering memberikan pengarahan, keyakinan,
perhatian serta menghargai karyawannya.
d) Kerja sama antar kelompok, yaitu sejauh mana karyawan merasakan ada
kerjasama yang baik diantara kelompok kerja yang ada.
e) Kelancaran komunikasi, yaitu sejauh mana karyawan merasakan adanya
komunikasi yang baik, terbuka, dan lancar, baik antara rekan sekerja
maupun dengan pimpinan.
Berdasarkan uraian tersebut, aspek-aspek lingkungan kerja non fisik
kerja, perhatian dan dukungan pemimpin, kerjasama antar kelompok, dan
kelancaran komunikasi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Lingkungan Kerja Non Fisik
Menurut Hariandja (2002) unsur-unsur lingkungan kerja non fisik adalah:
a) Hubungan Atasan dengan Bawahan
Hubungan atasan dengan bawahan terjadi saat atasan memberikan
tugas-tugas untuk dikerjakan bawahannya. Menurut Hariandja (2002)
penyampaian informasi dari pimpinan ke bawahan bisa meliputi banyak
hal seperti tugas-tugas yang harus dilakukan bawahan, kebijakan
organisasi, tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan adanya
perubahan-perubahan kebijakan. Hubungan atau interaksi antara atasan dengan
bawahan harus di jaga dengan harmonis dan saling menjaga etika serta
menghargai satu sama lain agar terciptanya lingkungan kerja yang
nyaman. Lingkungan kerja yang nyaman akan membuat kedua belah pihak
antara atasan dan bawahan dapat saling meningkatkan kinerjanya.
b) Hubungan antar Karyawan
Hubungan antar karyawan dalam lingkungan kerja dalam
perusahaan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan sebab yang mana
akan menimbulkan tingkat kepuasan kinerja karyawan, situasi lingkungan
dalam menyelesaikan pekerjaan dan interaksi antar karyawan demi untuk
menciptakan kelancaran kerja. Menurut Hariandja (2002) hubungan antar
karyawan adalah hubungan kesamping antara karyawan dengan tingkat
berbeda. Menjalin hubungan yang baik dan harmonis sesama karyawan
merupakan sarana untuk dapat lebih meningkatkan produk.
Dari penjelasan tersebut faktor – faktor yang menyebabkan
lingkungan kerja non fisik dalam penelitian ini menggunakan teori dari
Hariandja (2002) yaitu hubungan atasan dan bawahan, dan hubungan
antar karyawan.
C. Polisi Republik Indonesia (POLRI) 1. Pengertian Polisi Republik Indonesia
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)
adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung
di bawah Presiden (Indonesia,D.H.K.N.R, 2007).
Polri memiliki motto : Rastra Sewakotama, yang berarti Abdi Utama
bagi Nusa Bangsa. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh
wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang selanjutnya di singkat menjadi
KAPOLRI. (Polres Cimahi)
2. Direktorat Sabhara(Samapta Bhayangkara)
Merupakan unsur pelaksana tugas Polri berada dibawah Kapolda
langsung dan bertugas menyelenggarakan kegiatan Turjawali (Pengaturan,
Penjagaan, Pengawalan, Patroli), Dalmas(Pengendalian massa) SAR
Dalmas adalah Pengendalian Massa, anggota Dalmas rata - rata Bintara
Remaja yang baru keluar dari pendidikan dan langsung ditempatkan di
Direktorat Sabhara Satuan Dalmas, mungkin tujuan utama penempatan
pertama disana adalah karena agar Bintara remaja yang baru bisa mengetahui
tugas anggota Polri di lapangan dan juga untuk Regenerasi dengan senior
yang betugas di Dalmas, karena Regenerasi memang diperlukan untuk
menghilangkan kejenuhan anggota karena apabila anggota terlalu lama di
Satuan tersebut, tingkat kewaspadaan akan menurun karena selalu
dihadapkan dengan hal – hal yang sama maka dari itu diperlukan Regenerasi.
Dalam ruang lingkup kompi Hirarki diutamakan bisa dibilang itu harga
mati, junior wajib menghormati senior dan senior pun harus perhatian kepada
junior, bekerja berdasarkan ikatan kompi jadi tidak sendiri – sendiri,
kekompakan diutamakan dalam melaksanakan dinas, Loyalitas adalah hal
biasa karena pasukan Dalmas tidak akan ditarik dari objek Unjukrasa apabila
para pengunjukrasa belum membubarkan diri, sebuah bentuk tanggung jawab
dalam pelaksanaan tugas yang diemban oleh kami, kalau pemadam kebakaran
memiliki semboyan “Pantang pulang sebelum padam” mungkin kalau
Dalmas semboyannya“ Pantang pulang sebelum aman”.
Tugas Pokok Sabhara adalah melaksanakan fungsi kepolisian tugas
preventif terhadap pelanggaran hukum atau gangguan Kamtibmas dengan
kegiatan penjagaan, pengawalan dan patroli dengan sasaran pokoknya
a) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.
b) Meniadakan unsur kesempatan atau peluang bagi anggota masyarakat
yang berniat melakukan pelanggaran hukum.
c) Melaksankan tindakan represif tahap awal serta bentuk gangguan
kamtibmas.
d) Melaksanakan penegakan hukum terbatas (Gakkumtas) contoh : tipiring
dan penegakan Perda.
e) Pemberdayaan dukungan satwa dalam tugas Opnal Kepolisian.
f) Melaksanakan Search And Resque (SAR) terbatas.
Disamping itu secara umum bertugas :
a) Pengaturan kegiatan masyarakat dan pemerintahan
b) Penjagaan
c) Pengawalan
d) Patroli
e) TPTKP (Tindakan Pertama Tempat Kejadian Perkara)
f) Bansar / Bantuan SAR
g) Dalmas (Pengendalian Massa)
h) Negosiasi
i) Tipiring (Tindak Pidana Ringan)
Fungsi Sabhara Polri
a) Pembinaan pengemban Fungsi Sabhara Polri yang meliputi perumusan
Sabhara dan perencanaan kebutuhan personel dan peralatan serta
melaksanakan anev.
b) Menyelenggarakan pembinaan teknis, pemeliharaan Keamanan dan
Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas).
c) Pembinaan dan penyelenggaraan Fungsi Satwa.
d) Melaksanakan Kepolisian tugas umum sebagai pelindung, pengayom, dan
pelayan masyarakat serta penegakkan hukum sesuai dengan fungsinya
dalam rangka Memelihata Keamaanan dan Ketertiban Masyarakat. (Polres
Cimahi).
D. Kerangka Berpikir
Pada dasar setiap individu pasti dalam hidupnya pernah mengalami apa
yang namanya stres. Stres yang dialami oleh individu sangatlah beragam, mulai
dari stres ringan, sedang, hingga pada taraf stres berat. Stres yang dialami oleh
seorang individu tersebut akan membuat dirinya merasa tertekan. Stres kerja
adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan
fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi
karyawan (Rivai, 2004). Orang-orang yang mengalami stres menjadi canggung
dan merasakan kekhawatiran kronis sehingga mereka sering menjadi mudah
marah, agresif, tidak dapat relaks, atau memperlihatkan sikap yang tidak
kooperatif (Hasibuan, 2012).
Dari beberapa ahli diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa bahwa stres kerja
adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau
seseorang secara psikologi, fisiologi, maupun perilaku bila seseorang mengalami
ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk
memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Aspek – aspek dalam
stres kerja meliputi aspek fisiologis, psikologis dan tingkah laku.
Menurut Sedarmayanti (2001), Lingkungan kerja non fisik merupakan
semua keadaan yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan
atasan, rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja non
fisik juga mencakup aspek – aspek yaitu hubungan antar atasan dan bawahan dan
antar sesama anggota karyawan. Faktor – faktornya Struktur kerja, tanggung
jawab kerja, perhatian dan dukungan pemimpin, kerja sama antar kelompok, dan
E. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, tujuan peneliti dan tinjauan teori maka penulis
mengajukan hipotesis, yaitu: Ada Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik
Terhadap Stres kerja pada anggota DALMAS di Eks Keresidenan Banyumas.
Lingkungan Kerja (Non Fisik)
1. Struktur Kerja
2. Tanggung Jawab Kerja 3. Perhatian dan Dukungan
Pemimpin
4. Kerjasama Antar
Kelompok
5. Kelancaran Komunikasi Anggota Dalmas
Stres Kerja
1. Aspek Fisiologis 2. Aspek Psikologis 3. Aspek Tingkah Laku