http://jurnal.pasca.uns.ac.id
183
PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS UNTUK MENINGKATKAN
MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR
Yokhebed1), Suciati Sudarisman2), Widha Sunarno3)
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Jl. Ahmad Yani 78124, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
yokhebed0405@gmail.com
2
Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia
suciati.sudarisman@yahoo.com
3
Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Jl.Ir. Sutami 36 A 57126, Surakarta, Indonesia
widhasunarno@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan membuat rancangan dan mengimplementasikan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses, dan mengetahui peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar pada mahasiswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam 3 siklus, masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura Pontianak pada bulan Maret-Juni 2012. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, angket, tes. Uji beda rerata hasil belajar menggunakan uji paired samples T test.
Motivasi dan hasil belajar ranah kognitif, afektif dan keterampilan proses sains (KPS) mengalami peningkatan. Mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,57%; 63,15%; 68,42%; 79%). Pada ranah kognitif jumlah mahasiswa yang lulus Pra Siklus, Siklus I, II, III (26, 31%; 68,42%; 89,47%; 94,73%). Pada ranah afektif rata-rata nilai pada Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,08; 75,20; 82,6; 87,42). Nilai rata-rata KPS Pra Siklus, Siklus I, II, III (52,81; 58,10; 61,62; 78,38). Dengan demikian disimpulkan: 1) dapat dibuat rancangan model pembelajaran berbasis masalah dengan keterampilan proses sains, 2) model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains dapat diterapkan pada mahasiswa Pendidikan Biologi semester II mata kuliah Pengetahuan Lingkungan, 3) dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan Tahun Akademik 2011/2012. 4) terdapat perbedaan signifikan Keterampilan Proses Sains antara siklus II dan siklus III (sign = 0,000); 5) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar kognitif antara Siklus I dan Siklus II (sign = 0,000); 6) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar ranah afektif antara Pra Siklus dan Siklus I (sign = 0,000) , Siklus I dan Siklus II (sign = 0,000), Siklus II dan Siklus III (sign = 0,000).
Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pendekatan Keterampilan Proses Sains, Motivasi Belajar, Hasil Belajar.
Pendahuluan
Mutu lulusan dari pendidikan dasar atau pendidikan tinggi yang dihasilkan (out put dan
out come) harusnya selaras dengan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) akhir-akhir ini yang berkembang sangat pesat. Lulusan pendidikan nasional harus memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional. Sejalan dengan perkembangan IPTEK yang pesat
dan perubahan masyarakat yang dinamis, perlu
disiapkan warga negara Indonesia yang mampu bersaing bebas dan memiliki ketangguhan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan pemahaman tentang konsep-konsep dan
prinsip-prinsip sains serta penerapannya melalui
kurikulum sains. Poedjadi (2005) menyatakan bahwa :
“Diharapkan pendidikan sains dapat
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
184
serta mampu membangun suatu masyarakatyang memiliki literasi sains dan teknologi.”
Pembelajaran dalam konteks
mempersiapkan sumber daya manusia abad 21 mengacu pada konsep belajar yang memberi pengalaman pada peserta didik seperti yang dicanangkan UNESCO (dalam Poedjiadi, 2005) yaitu"Learning to do, learning to know, learning to be, and learning to live to-gether".
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga
memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan,
kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (UU No. 20 tahun 2003). Dengan
demikian, dalam proses pembelajaran harus melibatkan mahasiswa secara aktif dan tidak hanya menekankan pada aspek kognitif namun juga pada aspek psikomotor dan afektif.
Pembelajaran yang diharapkan adalah
pembelajaran yang inovatif, relevan dengan kebutuhan dan peran aktif mahasiswa dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang inovatif itu berpusat pada mahasiswa (student centered) dan terkait dengan permasalahan kehidupan sehari-hari
.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak khususnya program studi pendidikan Biologi merupakan salah satu Lembaga Pendidikan dan Tenaga Pendidikan yang memiliki visi sebagai penghasil pendidik dalam bidang studi Biologi yang profesional dan berkompetensi berbasis IPTEK berwawasan tropik khatulistiwa pada tahun 2020. Kompetensi yang dimaksud menurut Undang Undang Pasal 14 Tahun 2005 (dalam Sagala,
2011) tentang Guru dan Dosen adalah
kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Dengan demikian FKIP khususnya program studi pendidikan Biologi sebagai
penyedia tenaga pendidik (guru) biologi
seyogyanya mempersiapkan calon pendidik yang profesional dan memiliki kompetensi yang diharapkan.
Biologi sebagai salah satu bidang sains menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan (inquiry). Hal
tersebut dapat dilakukan dengan bekerja secara ilmiah. Pembelajaran biologi menekankan pada
pemberian pengalaman secara langsung,
sehingga mahasiswa perlu dibantu untuk
mengembangkan sejumlah keterampilan proses sains supaya mereka mendapatkan pengetahuan dan terbentuk sikap ilmiah. Bruner (dalam Dahar,
1989) menyatakan bahwa “siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan
eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan prinsip-prinsip itu sendiri“. Hal
tersebut menunjukkan bahwa dosen tidak begitu
saja memberikan pengetahuan kepada
mahasiswa, tetapi mahasiswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka
sendiri. Menurut Ausubel (dalam Ango, 2002)
“dengan belajar hafalan, mereka hanya mampu
menulis definisi dan daftar, tetapi mereka tidak
mampu memecahkan masalah”. Dengan
demikian pembelajaran harus mengembangkan tujuan pada ranah kognitif tingkat tinggi agar
mahasiswa mampu memecahkan masalah
.
Berdasarkan Standar Pendidikan Sains
Nasional Amerika (United States National
Research Council) (dalam Rahman, dkk. Tanpa Tahun) dinyatakan bahwa dalam pembelajaran di LPTK, metode mengajar hendaknya lebih
memperhatikan pada keterampilan teknik
pengambilan keputusan, teori dan penalaran. Proses penyiapan calon guru sains khususnya
Biologi perlu mendapat perhatian karena
berkaitan erat dengan mutu peserta didik dan perkembangan pendidikan sains (Biologi).
Pembelajaran sains di Indonesia belum
optimal. Berdasarkan data PISA (Program for
International Student Assessment) 2009 dalam
laporan Organisation for Economic Co-
Operation and Development 2010 penguasaan bidang sains peserta didik Indonesia (tingkatan usia 15 tahun ) hanya memperoleh skor 383 dari skor tertinggi yaitu 575 yang diperoleh Shanghai-Cina dan berada pada peringkat 60 dari
65 dari seluruh negara peserta.Peserta didik dari
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
185
kemampuan seperti pemecahan masalah, analisis dan evaluasi agar dapat melatihkannya pada siswa-siswi ketika telah menjadi seorang guru.Rendahnya penguasaan sains (Biologi) juga terjadi di LPTK khususnya pada mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II
khususnya yang mengikuti mata kuliah
pengetahuan lingkungan.
Keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki peserta didik, seyogyanya telah diterapkan pada mahasiswa
sebagai calon pendidik (guru) dalam
perkuliahan. Berdasarkan pengalaman dan
pengamatan di kelas pada mata kuliah
Pengetahuan Lingkungan UNTAN dosen
cenderung menerapkan model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, sehingga
kurang melibatkan mahasiswa dalam
pembelajaran. Pembelajaran masih terpusat pada dosen, mahasiswa hanya mencatat, menyimak dan memberi tanggapan. Konsep-konsep dalam pembelajaran hanya diperoleh secara pasif,
akibatnya belajar secara hapalan. Dosen
cenderung kurang memberikan pembelajaran yang mendorong mahasiswa agar mampu
memecahkan masalah dan menggunakan
keterampilan proses sains.
Pembelajaran dan penilaian masih
berorientasi pada hafalan atau ingatan dan
pemahaman, kurang mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah berupa soal-soal yang membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Selain itu, dosen masih belum mengembangkan pengukuran dan penilaian pada
ranah afektif dan psikomotor secara
komprehensif. Pelaksanaan praktikum masih berupa langkah-langkah yang berurutan seperti
resep (cookery book type), mahasiswa belum
diberi kesempatan merancang percobaan.
Meskipun pada saat melaksanakan
perkuliahan dosen memberikan pertanyaan yang berbentuk problem solving tetapi secara klasikal,
mahasiswa kesulitan dalam memberikan
pemecahan masalah. Hal tersebut tampak dari jawaban yang diberikan mahasiswa yang belum optimal. Hanya 30% dari seluruh mahasiswa
yang dapat memberikan pemecahan masalah
.
Pada proses pembelajaran mahasiswa cenderung pasif dalam aktivitas pembelajaran, hal ini ditunjukkan oleh sikap mahasiswa yang
cenderung kurang terlibat aktif dalam
pembelajaran terutama dalam pemecahan
masalah. Gejala tersebut menunjukkan motivasi
belajar mahasiswa cenderung masih rendah.
Mata kuliah Pengetahuan Lingkungan merupakan mata kuliah dengan bobot 2 SKS teori dan 1 SKS praktikum. Penyampaian teori dilaksanakan dalam 1(satu) kali pertemuan dalam satu minggu. Karakteristik materi pengetahuan lingkungan merupakan materi yang konkrit dan pada kehidupan sehari-hari banyak sekali permasalahan yang berhubungan dengan masalah lingkungan yang dapat dijadikan acuan dalam pembelajaran. Pada mata kuliah pengetahuan lingkungan salah satu kompetensi dasar yang dicapai bahwa mahasiswa dapat memecahkan permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Pembelajaran yang dilaksanakan selama ini cenderung masih tekstual dan masih kurang menggunakan isu-isu atau masalah yang terjadi dilingkungan sekitar sebagai acuan dalam pembelajaran. Selain itu, pembelajaran mata
kuliah Pengetahuan Lingkungan yang
dilaksanakan cenderung kurang
mengembangkan keterampilan proses sains terutama keterampilan proses sains terintegrasi
seperti membuat definisi operasional,
menginterpretasi data, berhipotesis dan
mengontrol variabel.
Dengan demikian diperlukan model
pembelajaran yang dapat mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah, keterampilan sosial, sikap ilmiah dan keterampilan proses sains. Pembelajaran berbasis masalah adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian atau
penggalian informasi (inquiry). Pembelajaran
berbasis masalah ini dapat melibatkan mahasiswa
untuk berpikir analisis logis dan kritis,
penggunaan analogi dan berpikir divergen, integrasi kreatif dan sintesis. Pada pembelajaran berbasis masalah, mahasiswa diperhadapkan
dengan masalah-masalah autentik dalam
kehidupan sehari-hari. Situasi ini menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami konsep atau prinsip dan memecahkan masalah tersebut melalui investigasi dan penyelidikan (Arends, 2008). Sintaks model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 tahap yaitu orientasi masalah, mengorganisasikan mahasiswa belajar,
membimbing penyelidikan individu dan
kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keuntungan yaitu menekankan pada makna, meningkatkan pemahaman diri,
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
186
mengembangkan sikap memotivasi diri,
hubungan tutor antara dosen dan mahasiswa (Yazdani dalam Nur, 2011). Model pembelajaran berbasis masalah melibatkan kerja kelompok untuk memecahkan masalah sebagai fokus utama dalam pembelajaran. Konsep dan teori dari berbagai disiplin ilmu dapat dipelajari dengan pemecahan masalah melalui keterampilan proses sains.
Pendekatan keterampilan proses sains
melibatkan mahasiswa dalam proses
pembelajaran agar terampil dalam memproses pengetahuan menggunakan proses-proses fisik, intelektual dan sosial seperti menginterpretasi data, menyimpulkan, mengkomunikasikan data, merancang percobaan dan lain lain. Mahasiswa dilatih untuk bekerja sesuai metode ilmiah untuk menemukan produk sains berupa konsep, prinsip, hukum, fakta-fakta baru dan teori-teori. Dengan
demikian penggunaan model pembelajaran
berbasis masalah dengan pendekatan
keterampilan proses diprediksi dapat mengatasi permasalahan motivasi belajar dan hasil belajar yang rendah pada mahasiswa semester II Pendidikan Biologi FKIP UNTAN mata kuliah Pengetahuan Lingkungan.
Metode Penelitian
Setting penelitian dilaksanakan pada mahasiswa Pendidikan Biologi semester II FKIP
Universitas Tanjungpura Tahun Akademik
2011/2012 pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan. Penelitian dilaksanakan dari bulan
Maret 2012 –Juni 2012. Penelitian ini merupakan
Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan dalam 3 siklus. Masing- masing siklus terdiri atas tahapan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik tes untuk mengukur prestasi belajar kognitif dan keterampilan proses sains. Hasil belajar pada ranah afektif di ukur menggunakan teknik non tes menggunakan lembar observasi dan angket. KPS diukur
menggunakan lembar observasi dan tes.
Pengukuran motivasi belajar dilakukan tiap akhir siklus dengan menggunakan angket. Analisis data melalui tahapan reduksi data, penyajian data, kesimpulan, dan verifikasi.
Indikator kinerja pada penelitian tindakan kelas ini yaitu pada penilaian ranah kognitif batas kelulusan ditentukan sebesar 60 dengan jumlah mahasiswa yang lulus sebesar 75%. Ranah afektif dan KPS minimal mencapai nilai rata-rata 75 pada akhir siklus dan capaian per indikator sebesar 75%. Indikator kinerja motivasi belajar mencapai 75% mahasiswa dengan kategori motivasi tinggi. Menurut Mulyasa (2010)
pembelajaran dikatakan berhasil apabila
seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat aktif baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku pada peserta didik setidaknya sebagian besar (75%).
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Deskripsi data mengenai perbandingan hasil Observasi pelaksanaan tahapan pembelajaran di sajikan pada Tabel 1. Sedangkan data mengenai pelaksanaan PTK tiap siklus di sajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan KPS
Tahap Siklus 1 Siklus II Siklus III
Orientasi masalah Pada tahap ini dosen memberikan masalah dalam bentuk wacana, mahasiswa mendengar-kan penjelasan dosen dan membaca permasalahan. Pada tahap ini belum terlihat mahasiswa yang bertanya atau mengajukan pendapat mengenai permasalahan yang diberikan. Rumusan masalah yang disampaikan mahasiswa sebagian besar sudah mengarah pada tahap pemecahan masalah namun belum spesifik.
Pada tahap ini, masalah di sampaikan dalam bentuk wacana. Mahasiswa pada tahap ini menentukan permasalahan dan sebagian besar 16 mahasiswa telah menentukan permasalahan yang mengarah pada pemecahan masalah. Sementara 3 orang mahasiswa masih belum menunjukkan pemecahan masalah yang logis.
Masalah diberikan dalam bentuk wacana, hampir semua kelompok sudah dapat menentukan permasalahan. Namun dalam merumuskan masalah ada 1 kelompok yang merumuskan masalah belum mengarah pada pemecahan masalah.
Mengorganisasikan mahasiswa belajar
Setelah dibagi dalam 4 kelompok belajar, mahasiswa membagi tugas dengan anggota kelompoknya untuk bersama-sama memecahkan
permasalahan. Berdasarkan pengamatan mahasiswa merencanakan percobaan belum menggunakan referensi atau
Pada tahap ini mahasiswa mulai diarahkan untuk merencanakan percobaan berupa alat penjernih dan penyaringan air. Hanya ada 3 kelompok yang merencanakan percobaan berdasarkan sumber
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
187
sumber belajar lain. belajar
(internet dan bahan ajar)
Tahap Siklus 1 Siklus II Siklus III
sedangkan 1 (satu) kelompok belum menggunakan sumber belajar
Membim-bing inves- tigasi kelompok dan individu
Mahasiswa:
saat mendisku-sikan pemeca-han masalah, semua kelom-pok kesulitan dalam merum-uskan hipotesis, definisi operasional dan menginterpre-tasi data. Hal tersebut tampak pada banyaknya anggota kelompok yang bertanya pada dosen.
Hanya satu kelompok yang mengontrol variabel.
Dosen: cenderung kurang memberikan kesempatan mahasiswa untuk bertanya pada saat menjelaskan prosedur pelaksanaan percobaan. Bimbingan dilakukan pada kelompok-kelompok.
Pada tahap ini semua mahasiswa sudah mulai memahami menentukan variabel termasuk manipulasi variabel bebas dan mengontrol variabel. Pada saat membuat definisi operasional sebagian besar masih kesulitan. Pada tahap ini, ada satu kelompok yaitu kelompok 3 yang melakukan pengulangan pembuatan alat penyaringan air.
Dosen memberikan bimbingan dengan mendatangi tiap-tiap kelompok untuk menanyakan kesulitan masing- masing kelompok
Penyelidikan dilakukan selama 2 minggu pengamatan, setiap kelompok aktif untuk melakukan pengukuran dan memantau proses pembuatan kompos.
Mengem-bangkan dan menyaji-kan hasil karya
Hasil karya berupa presentasi hasil percobaan, na-mun dalam menyajikan- nya masih ada 1 (satu) kelompok mahasiswa yang belum sistematis mengkomunika-sikannya.
Tahap ini dibagi menjadi dua bagian yaitu mempresentasi-kan rancangan pembuatan alat penjernih dan penyaringan air dan mendemonstrasikan alat yang telah dibuat. Setiap anggota kelompok terlibat aktif dalam mempresentasi-kan serta mendemonstrasikannya.
Hasil karya disajikan dalam bentuk presentasi dan menunjukan produk berupa kompos.
Menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah
Pada kegiatan diskusi dan tanya jawab mahasiswa masih pasif, dosen memberikan pertanyaan- pertanyaan
Masing-masing kelompok mengomentari atau memberikan masukan pada kelompok lain mengenai rancangan masing-masing
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi, terdapat satu kelompok yang masih memerlukan waktu tambahan
Tahap Siklus 1 Siklus II Siklus III
untuk mengarahkan mahasiswa agar dapat merefleksi proses pemecahan masalah yang telah dilakukan.
kelompok mengomentari atau memberikan masukan pada kelompok lain mengenai rancangan alat yang dibuat. Dosen memotivasi mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan, kemudian menanyakan pada setiap kelompok alasan penyusunan atau rancangan alat yang di kerjakan mahasiswa.
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi, terdapat satu kelompok yang masih memerlukan waktu tambahan untuk membuat kompos.
Tabel 1 menunjukkan pada pelaksanaan pembelajaran sudah mengalami peningkatan dari siklus 1 hingga siklus 3.
Tabel 2. Perbandingan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Tiap Siklus
Siklus Tahapan
Perencanaan Tindakan dan observasi Refleksi
1 a.Membuat SAP sesuai
tahapan model
pembelajaran berbasis
masalah dengan
pendekatan keterampilan proses sains
b.Merancang LKM sesuai
tahapan kegiatan
pembelajaran
c.Membuat perangkat
penilaian ranah kognitif, afektif, psikomotor dan motivasi belajar.
a.Dosen memberikan motivasi dan apersepsi b.Dosen mengorienta-sikan masalah melaui
wacana
c.Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar d.Dosen membimbing investigasi kelompok dan
individu
e.Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya berupa laporan f.Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
Kelebihan: Dosen sudah mengarahkan mahasiswa untuk menemukan permasalahan berdasarkan wacana Kekurangan:
a.Pemecahan masalah belum menggunakan referensi
b.Hasil karya mahasiswa hanya berupa laporan
c.Dosen belum membimbing pada masing-masing individu d.Dosen belum
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
188
e.Mahasiswa belum melakukan pengontrolan varibel
Siklus Tahapan
Perencanaan Tindakan dan observasi Refleksi
f.Mahasiswa masih belum memahami istilah-istilah definisi operasional dan variabel.
2 a.Merancang SAP dengan
perencanaan sbb: pada tahap mengorganisasi- kan mahasiswa belajar, dosen merencanakan untuk mengontrol variabel dan membuat variabel manipulasi. b.Pada tahap
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dosen merencanakan mengarahkan mahasiswa membuat produk berupa alat penjernih dan penyaringan air. c.Dosen merencanakan
membimbing mahasiswa baik kelompok maupun individu
d.Dosen merencanakan memberikan kesempatan bertanya selama kegiatan perkuliahan.
e.Merancang LKM sesuai
tahapan kegiatan
pembelajaran.
f.Membuat perangkat
penilaian ranah kognitif, afektif, psikomotor dan motivasi belajar.
a.Dosen memberikan motivasi dan apersepsi b.Dosen mengorienta-sikan masalah melalui
wacana
c.Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar, mengarahkan mahasiswa mengguna
kan referensi untuk memecahkan masalah d.Dosen membimbing investigasi kelompok dan
individu, dosen mendekati tiap-tiap kelompok
dan individu membimbing mahasiswa
merencana
kan percobaan dan praktikum
e.Mengembangkan dan menyajikan hasil karya berupa proses dan hasil pembauatan alat penjernih air.
f.Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
dosen memberikan kesempatan bertanya dan memberikan
pendapat.
Kelebihan:
a.Dosen sudah mengarahkan mahasiswa mencari referensi pendukung untuk memecahkan masalah
b. Dosen sudah mengarahkan mahasiswa untuk membuat produk berupa alat penjernih dan penyaringan air. c.Sebagian besar Mahasiswa sudah
memahami istilah-istilah definisi operasional, variabel dan memanipula-si variabel serta mengontrol variabel. d.Mahasiswa sudah melakukan
pengontrolan variabel dalam praktikum sesuai rancangan percobaan.
Kekurangan:
Dosen belum mengarahkan mahasiswa untuk mengungkap-kan kelebih- an dan kelemah-
an proses pemecahan masalah yang dilaksanakan, sebagian besar masih kesulitan
membuat definisi operasional.
Siklus Tahapan
Perencanaan Tindakan dan observasi Refleksi
memberikan kesempatan bertanya dan memberikan
pendapat.
membuat definisi operasional.
3 a.Menyusun SAP, pada
tahap membimbing investigasi kelompok dan individu, dosen b.Pada tahap analisis dan
evaluasi pemecahan masalah dosen merencanakan untuk mengarahkan mahasiswa mengungkapkan kelebihan dan kelemahan proses pemecahan masalah. d.Merancang LKM sesuai
tahapan kegiatan pembelajaran. e.Membuat perangkat
penilaian ranah kognitif, afektif, psikomotor.
a.Dosen memberikan motivasi dan apersepsi. b.Dosen mengorienta-sikan masalah melalui
wacana.
c.Dosen mengorgani-sasikan mahasiswa belajar, membimbing mencari jurnal untuk mendukung pemecahan masalah.
d.Dosen membimbing investigasi kelompok dan individu, membimbing mahasiswa membuat definisi operasional
e.Mengembangkan dan menyajikan hasil karya berupa proses dan hasil pembuatan kompos. f.Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah, membimbing mahasiswa mengungkapkan kelebihan dan kelemahan proses dan hasil pemecahan masalah.
Kelebihan:
a.Dosen sudah dapat membimbing secara individu.
b.Dosen sudah dapat mengarahkan mahasiswa untuk aktif dalam diskusi, tanya jawab.
c.Dosen sudah mengarahkan
mahasiswa dalam memecahkan masalah dengan sumber berupa jurnal.
d. Mahasiswa sudah dapat membuat rancangan percobaan dengan berbagai manipulasi variabel pengamatan dan membuat produk berupa kompos.
e. Mahasiswa sudah dapat menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
189
Tabel 2 menunjukkan terdapat perbaikan pelaksanaan proses pembelajaran berdasarkan refleksi dari siklus I dan II.Perbandingan persentase kelulusan hasil belajar ranah kognitif disajikan pada Gambar 1, perbandingan ketercapaian indikator ranah afektif antar siklus disajikan pada Gambar 2 dan perbandingan ketercapaian indikator KPS antar siklus disajikan pada Gambar 3. Sedangkan
perbandingan nilai rata-rata hasil belajar
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 1. Perbandingan Persentase Kelulusan Hasil Belajar Kognitif antar Siklus
Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil belajar pada ranah kognitif telah terjadi peningkatan tiap siklus, dan pada akhir siklus (94,73%) telah mencapai kriteria kelulusan 75%. Peningakatan hasil belajar yang paling tinggi yaitu pada Pra Siklus ke Siklus I.
Gambar 2. Perbandingan Ketercapaian Indikator Ranah Afektif antar Siklus.
Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil belajar pada ranah afektif telah terjadi peningkatan tiap siklus. Pada akhir siklus telah mencapai kriteria kelulusan 75%. Indikator
keingintahuan lebih tinggi peningkatannya
dibandingkan dengan indikator teliti, kritis dan
kerjasama. Pada indikator kerjasama mengalami penurunan dari Pra Siklus ke Siklus I.
Gambar 3. Perbandingan Ketercapaian Indikator KPS antar Siklus
Keterangan:
Pada kegiatan Pra Siklus indikator KPS 4 dan 5 tidak diobservasi.
KPS 1 = Mengajukan Pertanyaan KPS 2 = Membuat Hipotesis KPS 3 = Merancang Percobaan KPS 4 = Menentukan Variabel KPS 5 = Membuat Definisi Operasional KPS 6 = Melakukan Pengukuran KPS 7 = Mengkomunikasikan Data KPS 8 = Menginterpretasi Data KPS 9 = Menyimpulkan
Gambar 3 menunjukkan pada akhir siklus
masing-masing indikator mencapai kriteria
ketercapaian 75%, namun pada indikator
membuat definisi operasional (38,2%) belum mencapai kriteria yang ditetapkan 75%.
Gambar 4. Perbandingan Motivasi Belajar antar Siklus
Gambar 4 menunjukkan motivasi belajar mahasiswa mengalami peningkatan tiap siklus. Pada akhir siklus mencapai 78,94% melebihi kriteria ketercapaian yang ditetapkan 75%.
0%
Indikator Ranah Afektif
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
190
Gambar 5. Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Belajar dan KPS antar Siklus
Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat bahwa peningkatan hasil belajar dari yang tertinggi secara berurutan dari Pra siklus ke siklus III yaitu ranah afektif (selisih 56,34), ranah kognitif (selisih 34,43), dan KPS (selisih 25,35).
Data penelitian berupa hasil belajar kognitif, afektif dan KPS dianalisis statistik
menggunakan uji Paired Samples T Test.
Rangkuman hasil uji statistik disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rangkuman Uji Paired Samples T Test Pair Siklus Sign Kesimpul
an Ho
Keterampilan Proses Sains
Pra Siklus-Siklus I 0,203 Diterima Siklus I- Siklus II 0,220 Diterima Siklus II- Siklus
III
0,000 Ditolak
Kognitif Pra Siklus-Siklus I 0,113 Diterima Siklus I- Siklus II 0,000 Ditolak Siklus II- Siklus
III
0,054 Diterima
Afektif Pra Siklus-Siklus I 0,000 Ditolak
Siklus I- Siklus II 0,000 Ditolak Siklus II- Siklus
III
0,000 Ditolak
Hasil Penelitian Tindakan Kelas pada mahasiswa pendidikan Biologi semester II FKIP
UNTAN pada mata kuliah Pengetahuan
Lingkungan menunjukkan adanya peningkatan dan motivasi belajar dan hasil belajar pada ranah kognitif, afektif, serta KPS. Pada kegiatan awal, dosen mengeksplorasi pengetahuan awal yang sudah dimiliki mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan berdasarkan apa yang sudah diketahui mahasiswa dengan materi yang akan dipelajari. Menurut Piaget (dalam Dahar, 1989) konsep-konsep yang sudah dimiliki mahasiswa tersebut akan mengalami proses asimilasi. Konsep-konsep tersebut memudahkan
mahasiswa untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan keterampilan proses sains diawali dengan menghadirkan masalah yang terdapat di
sekitar lingkungan mahasiswa. Masalah autentik yang dijadikan acuan pada proses pembelajaran dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar. Masalah yang diberikan dapat menimbulkan banyak solusi atau cara pemecahan masalah sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian Chin & Chia (2006) menyebutkan masalah yang tidak terstuktur menstimulasi siswa untuk mengajukan pertanyaan yang memetakan
kegiatan mereka, yang mengarah pada
penyelidikan independen. Mahasiswa didorong
untuk mencari cara pemecahan masalahnya melalui berbagai sumber belajar diantaranya internet dan buku ajar. Proses ini mendorong kemandirian belajar mahasiswa.
Pada tahap mengorganisasikan mahasiswa belajar, mahasiswa dibagi menjadi 4 kelompok yang heterogen. Kelompok yang dibentuk
bersama-sama mendiskusikan pemecahan
masalah, memberikan pendapat dan mengajukan pertanyaan pada anggota kelompok lainnya.
Menurut Arends (2008) kolaborasi atau
kerjasama pada kelompok-kelompok belajar dapat mendorong penyelidikan dan dialog bersama dan mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan sosial. Keterampilan
sosial menurut Vigotsky akan memacu
pertukaran ide-ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual.
Pada tahap membimbing investigasi
kelompok dan individu, dosen berperan sebagai fasilitator. Namun pada siklus I dosen masih kurang dalam membimbing mahasiswa secara
individu. Pada tahap penyelidikan dosen
memberikan bimbingan khususnya pada saat mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, menentukan variabel dan membuat definisi operasional. Keterampilan-
keterampilan tersebut masih baru bagi
mahasiswa. Sedangkan untuk menginterpretasi
data, mengkomunikasikan data, dan
menyimpulkan sudah pernah dilakukan
mahasiswa pada saat membuat laporan praktikum
pada mata kuliah semester I. Kegiatan
membimbing mahasiswa untuk melakukan
investigasi sangat penting dilakukan karena peran pembimbing untuk mengarahkan mahasiswa mengkonstruksi pengetahuannya.
Mahasiswa melakukan investigasi dengan
menggunakan pengamatan langsung untuk
menemukan informasi dan menyelesaikan
masalah. Proses ini mengembangkan hands on,
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
191
Arends, 2008) menekankan pentingnya prosespenemuan (discovery learning) yang dilakukan
dalam kegiatan pembelajaran. Strategi-strategi mahasiswa dalam kegiatan investigasi dalam
pemecahan masalah membantu mahasiswa
berpikir analitis (Jacobsen et al, 2009). Selain itu secara tidak langsung mereka memperoleh informasi sebagai hasil kegiatan investigasi.
Mahasiswa dapat menemukan informasi-
informasi dengan bantuan (scaffolding) yang
dilakukan oleh dosen atau teman yang lebih mampu. Pada saat mahasiswa melakukan investigasi mahasiswa melakukan pengukuran yang membutuhkan ketelitian. Pada tahap ini mahasiswa juga dilatih untuk teliti dalam membaca petunjuk kerja dalam pelaksanaan kegiatan investigasi.
Pada tahap menyajikan dan
mengembangkan hasil karya pada siklus I hanya berupa laporan, namun pada siklus II dan siklus III hasil karya sudah dihasilkan dalam bentuk produk berupa alat penjernih air dan kompos.
Pada keterampilan merancang percobaan
mahasiswa merancang alat dan dilanjutkan dengan membuat produk berupa alat penjernih air dan kompos. Pembuatan produk ini juga sebagai hasil pemecahan masalah. Proses pemecahan masalah dengan menghasilkan hasil karya yang
bermanfaat bagi masyarakat secara tidak
langsung telah membangun literasi sains bagi mahasiswa. Literasi sains yang dikembangkan pada materi pengolahan limbah secara biologi telah memanfaatkan bioteknologi sederhana (pemanfaatan mikroorganisme) pada pembuatan kompos berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian Mei et al. (2007) temuan menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam persepsi siswa tentang kompetensi keterampilan proses sains. Persentase siswa yang sangat tinggi menunjukkan bahwa program ini telah membuat siswa lebih sadar akan relevansi sains dalam kehidupan.
Pada tahap analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah, mahasiswa melakukan refleksi berdasarkan proses pemecahan masalah yang dilakukan. Pada proses ini mahasiswa
diberikan kesempatan untuk berdiskusi,
memberikan masukan, dan mengkritisi proses pemecahan masalah yang dilakukan kelompok
lain. Kegiatan yang demikian melatih
keterampilan berpikir yang kritis, analitis dan evaluatif terhadap proses pemecahan masalah yang terdiri atas banyak solusi. Keterampilan
berpikir yang muncul pada saat proses
pembelajaran merupakan salah satu ciri
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi menurut Holbrook & Rannikmae (2009) salah satu cirinya adalah mampu menempatkan, mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi sumber- sumber informasi ilmiah dan teknologi serta dapat
menggunakan sumber-sumber dalam
memecahkan masalah, membuat keputusan dan
mengambil tindakan. Dosen berperan
memberikan konfirmasi kepada mahasiswa
dalam rangka proses analisis dan evaluasi pemecahan masalah yang dilakukan bersama-sama mahasiswa. Konfirmasi dilakukan dengan merefleksi pembelajaran.
Pada kegiatan refleksi proses pembelajaran siklus 1 dan siklus II mahasiswa belum secara
langsung mengungkapkan kelemahan serta
kelebihan dari proses pembuatan alat, namun dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan mahasiswa untuk mengevaluasi proses pemecahan masalah yang dilakukan. Pada siklus 3 mahasiswa sudah mengevaluasi secara langsung mengenai kelebihan dan kelemahan pembuatan produk kompos. Dengan demikian mahasiswa telah dilatih untuk berpikir evaluatif.
Peningkatan motivasi belajar terjadi pada tiap siklus. Menurut Uno (2010) anak akan tertarik untuk belajar apabila yang dipelajarinya itu sedikit sudah diketahui atau dinikmati manfaatnya. Pada setiap pertemuan dosen memberikan masalah yang berada disekitar lingkungan. Dosen menumbuhkan motivasi mahasiswa secara verbal untuk memberikan penjelasan mengenai manfaat pembelajaran yang dilaksanakan, selain itu motivasi diberikan secara visual pada siklus II dan siklus III melalui gambar-gambar fenomena yang terjadi di
lingkungan. Kondisi yang demikian
menumbuhkan rasa ingin tahu. Menurut Piaget dalam Arends (2008) menyatakan keingintahuan
ini dapat memotivasi mahasiswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan secara aktif.
Dengan demikian proses pembelajaran menjadi
terpusat kepada mahasiswa (student centered).
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
192
sebelumnya belum pernah dilakukan oleh mahasiswa. Selain itu kegiatan pembuatan produk sebagai hasil karya diakhir perkuliahanmendorong mahasiswa memahami bahwa
pembelajaran tersebut bermanfaat bagi kehidupan di masa akan datang. Dengan demikian akan tumbuh hasrat atau keinginan untuk belajar dan
berhasil dalam proses pembelajaran
.
Peningkatan motivasi belajar sejalan
dengan peningkatan hasil belajar. Motivasi belajar telah mendorong tercapainya tujuan pembelajaran. Berdasarkan proses pembelajaran
yang telah dilaksanakan berdampak pada
peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif. Berdasarkan uji paired samples T Test diketahui terdapat perbedaan rata-rata pada siklus I ke siklus II (p<0,05). Hasil belajar pada ranah kognitif yang diperoleh mahasiswa yaitu pada tingkat kognitif menganalisis dan mencipta. Pada
tingkat kognitif menganalisis mahasiswa
melakukan identifikasi masalah berdasarkan wacana kemudian mengorganisasi hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren antar informasi sedangkan pada tingkat kognitif mencipta mahasiswa merencanakan metode penyelesaian masalah dan memproduksi suatu hasil karya (Airasian, et al.2010). Pengetahuan yang dimiliki mahasiswa merupakan hasil konstruksi mereka sendiri. Proses konstruksi pengetahuan tersebut mengaitkan antara konsep baru dengan konsep yang telah ada pada struktur kognitif mahasiswa. Berdasarkan proses tersebut
menurut Ausubel (dalam Dahar,1989)
mengakibatkan konsep-konsep yang diperoleh lebih bermakna sehingga konsep-konsep atau prinsip prinsip dapat bertahan lebih lama dalam struktur kognitif mahasiswa.
Peningkatan hasil belajar pada ranah
afektif pada setiap siklus pembelajaran
menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses
sains mengembangkan sikap ilmiah dan
keterampilan sosial mahasiswa. Hal ini juga didukung oleh hasil uji Paired Samples T Test
menunjukkan Ho ditolak (p<0,05), artinya
terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil belajar afektif Pra Siklus, Siklus I, Siklus II dan Siklus
III. Pada tahap mengorganisasikan mahasiswa
belajar dan investigasi melalui kegiatan
merancang percobaan dan melakukan
pengukuran, dapat menumbuhkan sikap
kerjasama, ketelitian, rasa ingin tahu dan kritis. Hal ini relevan dengan hasil penelitian Dwiastuti dan Aryanto (2010) bahwa model pembelajaran
berbasis masalah meningkatkan sikap dan
interaksi mahasiswa dalam belajar serta
meningkatkan motivasi belajar pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan.
Indikator keterampilan proses sains yang dikembangkan terdiri atas sembilan indikator yang termasuk keterampilan proses dasar dan
terintegrasi. Keterampilan proses menurut
Nuryani (2007) memberikan pengalaman belajar. Pada siklus 1 indikator merancang percobaaan, menentukan variabel pengamatan, dan membuat definisi operasional masih belum mecapai indikator ketercapaian. Namun pada pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya telah mengalami peningkatan. Pada siklus I kesulitan yang dialami mahasiswa dalam merancang percobaan adalah menentukan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam percobaan, mahasiswa kesulitan dalam menentukan variabel dan definisi operasional
karena istilah tersebut belum diketahui
sebelumnya. Pada kegiatan konfirmasi dosen telah mengarahkan mahasiswa mengenai cara menentukan alat dan bahan percobaan, variabel dan definisi operasional.
Pada siklus II indikator membuat hipotesis dan menyimpulkan belum mencapai indikator ketercapaian. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa dalam merumuskan hipotesis mahasiswa masih banyak yang belum tepat dalam menghubungkan variabel bebas dan terikat. Hal tersebut berdampak pada indikator menyimpulkan yang masih belum sfesifik sesuai dengan hipotesis atau bertele-tele. Indikator menginterpretasi data mengalami penurunan dari siklus I, berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa mahasiswa masih cenderung kesulitan dalam menemukan pola-pola berdasarkan data hasil pengamatan.
Berdasarkan hasil uji paired samples T
Test diketahui bahwa untuk siklus II ke siklus III Ho di tolak (p< 0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata KPS. Pembelajaran
berbasis masalah dengan pendekatan
keterampilan proses sains mengarahkan
mahasiswa untuk dapat memecahkan
permasalahan. Upaya mahasiswa memecahkan masalah dilakukan melalui tahapan keterampilan proses sains. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Brown dan Jegede (dalam Ango, 2002)
bahwa “nilai keterampilan proses pembelajaran dalam rangka mengembangkan keahlian dalam
pemecahan masalah”. Keterampilan proses sains
menurut Nuryani (2007) melibatkan
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
193
intelektual, manual dan sosial”. Dengan demikian
dalam proses pembelajaran mengembangkan daya cipta, rasa dan karsa. pada tiap siklus menunjukkan bahwa mahasiswa telah berproses secara aktif dalam memperoleh pengetahuan.
Peningkatan keterampilan proses sains Keterampilan yang telah dikembangkan pada proses pembelajaran pada siklus III telah mencapai indikator ketercapaian, meskipun masih terdapat satu indikator yang belum berhasil dikembangkan secara maksimal hingga akhir siklus yaitu keterampilan membuat definisi operasional. Berdasarkan hasil pengamatan dari Lembar Kerja Mahasiswa diketahui bahwa
mahasiswa belum mengungkapkan cara
mengukur suatu variabel. Menurut Nur (2011)
bahwa definisi operasional harus
mendeskripsikan bagaimana variabel harus
diukur. Dosen telah melakukan bimbingan
kepada masing-masing kelompok namun
mahasiswa tetap mengalami kesulitan. Namun, pada proses pengukuran mahasiswa sudah dapat melakukan pengukuran dengan menunjukkan peningkatan pada setiap siklus.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa: 1) Dapat dibuat rancangan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains untuk meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar pada mahasiswa pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II mata kuliah pengetahuan Lingkungan tahun akademik 2011/2012; 2) Model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains dapat diterapkan pada mahasiswa pendidikan Biologi FKIP UNTAN semester II pada mata kuliah
pengetahuan Lingkungan tahun akademik
2011/2012; 3) Pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains melibatkan masalah lingkungan dalam belajar
sehingga mahasiswa tertarik mengikuti
pembelajaran; 4) Pada kegiatan pembelajaran mahasiswa merancang percobaan dan melakukan investigasi sehingga mahasiswa aktif melakukan pemecahan masalah, menumbuhkan kerjasama dan sikap ilmiah; 5) Motivasi dan hasil belajar ranah kognitif, afektif dan KPS mengalami peningkatan. Mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,57%; 63,15%; 68,42%; 79%). Pada ranah kognitif jumlah mahasiswa yang lulus Pra Siklus, Siklus
I, II, III (26, 31%; 68,42%; 89,47%; 94,73%). Pada ranah afektif rata-rata nilai pada Pra Siklus, Siklus I, II, III (31,08; 75,20; 82,6; 87,42) sedangkan nilai rata-rata KPS Pra Siklus, Siklus I, II, III (52,81; 58,10; 61,62; 78,38); 6) terdapat perbedaan signifikan Keterampilan Proses Sains antara siklus II dan siklus III (sign = 0,000); 7) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar kognitif antara siklus I dan Siklus II (sign = 0,000); 8) terdapat perbedaan signifikan hasil belajar ranah afektif antara Pra Siklus dan Siklus I (sign = 0,000), Siklus I dan Siklus II (sign = 0,000), siklus II dan siklus III (sign = 0,000).
Rekomendasi bagi peneliti lain diharapkan: 1) Melakukan penelitian sejenis dengan cakupan materi lain yang sesuai dengan karakteristik model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan keterampilan proses sains sehingga dapat diketahui sejauh mana penerapan model ini terhadap hasil belajar dan motivasi belajar; 2)
Mengembangkan penelitian sejenis dengan
meninjau secara khusus aspek kemampuan pemecahan masalah.
Daftar Pustaka
Airasian, PW., Cruikshank, KA., Mayer, RE., Pintrich, PR., Raths, J & Wittrack, MC. (2010).
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Ango, ML. (2002). Mastery of Science Process Skill and Their Effective Use in the Teaching of Science: An Educology of Science Education in the Nigerian Context. International Journal of Educology, 16(1): 11-30.
Arends, RI. (2008). Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Buku Dua Edisi Ketujuh.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Chin, C. & Chia, L. (2006). Problem- Based Learning: Using Ill- Struktured Problems in Biology Project Work. Science Education 90: 44-67 Retrieved 3 Juni 2012 (www.interscience.wiley.com).
Dahar, RW. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
194
Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS.Holbrook, J & Rannikmae, M. (2009). The Meaning of Scientific Literacy. International Journal of Environmental & Science Education, 4(3); 275-28.
Jacobsen, DA., Eggen, P & Kauchak, D. (2009).
Methods for Teaching: Metode-Metode Pengajaran meningkatkan belajar siswa TK-SMA. Edisi Ke-8. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mei, GTY., Kaling, C., Xinyi, CS., Sing, JSK & Khoon, KNS. (2007). Promoting Science Process Skill and the Relevance of Science Through Science Alive Programe. Proceeding of the Redesigning Pedagogy: Culture, Knowledge, and Understanding Conference: Singapura.
Mulyasa, HE. (2010). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Nur, M. (2011). Modul Keterampilan Proses Sains (disadur dari INQURY SKILL ACTIVITY
BOOK yang diterbitkan oleh Prentice-Hall, Inc.Upper Saddle River, New Jersey 07458 pada tahun 2000). Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya.
---(2011). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya
Nuryani.YR. (2007). Keterampilan Proses Sains. Makalah SPS UPI Bandung.
Organisation for Economic Co-operation and
Development. (2010). PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do – Student
Performance in Reading, Mathematics and Science (Volume I) Retrieved 6 Agustus 2012
OECD Publishing
http://dx.doi.org/10.1787/9789264091450-en
Poedjiadi, A. (2005). Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat pada Pendidikan Formal. Hal 15-19. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA. Bandung.
Rahman, T., Sukmadinata, NS dan Poedjiadi, A. (Tanpa Tahun). Program Pembelajaran Praktikum Berbasis Kemampuan Generik (P3BGK) dan Profil Pencapaiannya (Studi Deskriptif pada Praktikum Fisiologi Tumbuhan Calon Guru Biologi). Laporan Penelitian. SPS UPI Bandung. (Unpublished).
Sagala, S. (2011). Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Retrieved 28 Juli 2012 www.dikti.go.id
Uno, HB. (2010). Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi