BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan sarana utama bagi manajemen
perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pihak
luar perusahaan seperti investor, kreditor, dan pemerintah. Tujuan umum
laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi
keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat
keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban
(stewardship) manajemen atas penggunaan sumber daya-sumber daya
yang di percayakan kepada mereka (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007).
Laporan keuangan memiliki elemen penting yang digunakan untuk menilai
kinerja manajemen perusahaan yaitu informasi laba.
Laba dianggap sebagai informasi yang paling signifikan yang dapat
memandu dalam proses pengambilan keputusan oleh pihak yang
berkepentingan (Sofian dkk, 2011). Adanya asimetri informasi dan
kecenderungan dari pihak eksternal (investor) yang lebih memperhatikan
informasi laba sebagai parameter kinerja perusahaan, akan mendorong
manajemen untuk melakukan manipulasi dalam menunjukkan informasi
laba, yang disebut sebagai manajemen laba (earnings management)
Manajemen laba merupakan suatu perilaku manajemen perusahaan
untuk mengatur laba (dengan cara dinaikkan atau diturunkan) sesuai
dengan tujuannya. Perilaku mengatur laba cenderung memberikan dampak
yang negatif bagi pemilik dan pihak-pihak yang berkepentingan (Dewi dan
Priyadi, 2016).
Fenomena mengenai manajemen laba sudah kerap terjadi pada
beberapa perusahaan di Indonesia. Contoh kasus terjadi pada kasus PT
Inovisi Infracom (INSV), PT Kimia Farma, PT Lippo.
Di tahun 2015, Bursa Efek Indonesia (BEI) menemukan indikasi
salah saji dalam laporan keuangan PT Inovisi Infracom (INVS) periode
Septenber 2014. Dalam keterbukaan informasi INVS bertanggal 25
Februari 2015, ada delapan item dalam laporan keuangan INVS yang
harus diperbaiki. BEI meminta INVS untuk merevisi nilai aset tetap, laba
bersih per saham, laporan segmen usaha, kategori instumen keuangan, dan
jumlah kewajiban dalam informasi segmen usaha. Selain itu, BEI juga
menyebutkan manajemen INVS melakukan salah saji pembayaran kas
kepada karyawan dan penerimaan (pembayaran) bersih hutang pihak
berelasi dalam laporan arus kas (sumber: www.bareksa.com).
Pada periode semester pertama 2014 pembayaran gaji pada
karyawan senilai Rp 1,9 triliun. Namun, pada kuartal ketiga 2014 angka
pembayaran gaji pada karyawan turun menjadi Rp 59 miliar. Sebelumnya,
manajemen INVS telah merevisi laporan keuangan untuk periode Januari
laporan keuangan mengalami perubahan nilai, salah satu contohnya adalah
penurunan nilai aset tetap menjadi Rp 1,16 triliun setelah revisi dari
sebelumnya yang diakui sebesar RP 1,45 triliun. PT Inovisi juga mengakui
laba bersih per saham berdasarkan laba periode berjalan. Praktik ini
menjadikan laba bersih per saham INVS tampak lebih besar. Seharusnya
perseroan menggunakan laba periode berjalan yang diatribusikan kepada
pemilik entitas induk (sumber: www.bareksa.com, yang diposting pada
tanggal 25 Februari 2015, diakses pada 15 Oktober 2017).
Berdasarkan pada kasus skandal pelaporan keuangan, telah
menimbulkan pertanyaan bagaimana efektivitas penerapan good corporate
governance (GCG) dalam sebuah perusahaan untuk meminimalkan
manajemen laba. Konflik kepentingan yang terjadi antara pemilik
perusahaan dengan manajemen dapat diminimalkan dengan suatu
mekanisme monitoring yang mampu menyeimbangkan kepentingan antara
pihak manajemen dan pemegang saham (Anhara, 2015).
Mekanisme GCG ditandai dengan adanya komite audit, komisaris
independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial.
Kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial diyakini dapat
membatasi perilaku manajer dalam melakukan manajemen laba. Serta
keberadaan komite audit dan komisaris independen dalam suatu
perusahaan juga terbukti efektif dalam mencegah praktik manajemen laba,
mengawasi jalannya kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010).
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba. Diantaranya penelitian
Reviani dan Sudantoko (2012), Agustia (2013) dan Nugraheni dkk (2015)
menerangkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi manajemen
laba adalah komite audit, semakin banyak anggota komite audit di
perusahaan maka semakin beragam pengetahuan dan keahlian dari
masing-masing anggota yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan
dan menerapkan proses pengawasan dengan lebih efektif. Penelitian
penelitian Reviani dan Sudantoko (2012) mengungkapkan bahwa komite
audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Namun pada
penelitian Agustia (2013) dan Nugraheni dkk (2015) menunjukkan bahwa
komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba adalah dewan
komisaris independen. Jumlah anggota komisaris independen yang
semakin banyak akan membuat proses mekanisme pengawasan yang
dijalankan dewan semakin berkualitas, sehingga mengurangi kemungkinan
terjadinya kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan. Penelitian
Prabaningrat dan Widanaputra (2015), Firmansyahreza dkk (2016) yang
menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh terhadap
bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Faktor selanjutnya yang mempengaruhi manajemen laba adalah
kepemilikan institusional. Semakin besar kepemilikan institusional maka
semakin besar dorongan dari institusional keuangan untuk mengawasi
manajemen yang akan memberikan dorongan bagi manajemen untuk
mengoptimalkan kinerja perusahaan, sehingga menghindari adanya
manipulasi laba. Penelitian Arifin dan Destriana (2016) bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba. Namun
penelitian Astari dan Suryanawa (2017), mengungkapkan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Kepemilikan manajerial juga merupakan faktor manajemen laba.
Semakin rendahnya tingkat kepemilikan manajerial dalam suatu
perusahaan, maka probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen
laba akan meningkat. Penelitian Nugraheni dkk (2015) mengungkapkan
bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba. Berbeda dengan penelitian Yogi dan Damayanthi (2016),
menunjukkan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
Faktor selanjutnya adalah konservatisme akuntansi. Konservatisme
adalah sikap berhati-hati dalam menghadapi ketidakpastian informasi yang
ada diperusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan
sehingga dalam menyajikan laporan keuangan dengan sebaik mungkin
tanpa merekayasa informasi laba. Penelitian Soraya dan Harto (2014) dan
Haque dkk (2016), menunjukkan konservatisme akuntansi berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba. Namun penelitian Bagheri dkk (2013)
dan Ruwanti (2016), mengungkapkan bahwa konservatisme akuntansi
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba adalah
winner/loser stock. Semakin laba menunjukkan hasil yang stabil akan
mempengaruhi harga saham yang stabil, hal ini dapat memberikan
persepsi kepada investor bahwa tingkat return saham yang tinggi dan
tingkat risiko portofolio saham rendah, sehingga kinerja perusahaan
terlihat baik. Penelitian Afran dan Wahyuni (2010), menunjukkan bahwa
winner/loser stock berpengaruh positif terhadap perataan laba.
Faktor berikutnya adalah free cash flow. Perusahaan dengan free
cash flow yang tinggi maka semakin sehat perusahaan tersebut karena
memiliki kas lebih untuk pertumbuhan perusahaan dan pembayaran hutang
yang kemungkinan meminimalkan manajemen untuk melakukan
manipulasi laba. Penelitian Agustia (2013), menunjukkan bahwa free cash
flow berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berbeda dengan
penelitian Dewi dan Priyadi (2016), menunjukkan free cash flow
berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian Kodriyah dan
Fitri (2017), juga menunjukkan bahwa free cash flow berpengaruh positif
Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan kesimpulan yang
tidak konsisten sehingga perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Penelitian
yang mendasari penelitian ini adalah penelitian Prabaningrat dan
Widanaputra (2015), yang menggunakan dua variabel independen yaitu
good corporate governance dan konservatisme akuntansi dengan yang
menjadi variabel dependen adalah manajemen laba.
Namun terdapat perbedaan dengan penelitian Prabaningrat dan
Widanaputra (2015), yaitu: pertama, dalam variabel ini menambahkan 2
(dua) variabel yaitu winner/loser stock dan free cash flow, sehingga
diharapkan akan memberikan bukti empiris tentang pengaruh good
corporate governance, konservatisme akuntansi, winner/loser stock dan
free cash flow terhadap manajemen laba. Variabel winner/loser stock
merupakan variabel dari penelitian yang dilakukan oleh Iskandar dan
Suardana (2016), dan variabel free cash flow merupakan variabel dari
penelitian yang dilakukan oleh Agustia (2013).
Perbedaan kedua terletak pada sampel penelitian. Penelitian
Prabaningrat dan Widanaputra (2015) menggunakan perusahaan sektor
manufaktur periode 2013-2015, sedangkan pada penelitian ini
menggunakan sampel pada perusahaan sektor properti dan real estate yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode 2013-2016. Alasan
menggunakan perusahaan properti dan real estate karena
perkembangannya yang pesat dan laba yang dihasilkan selalu meningkat
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah yang akan dianalisis, yaitu:
1. Apakah good corporate governance yang direpresentasikan oleh
komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba?
2. Apakah good corporate governance yang direpresentasikan oleh
proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba?
3. Apakah good corporate governance yang direpresentasikan oleh
kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba?
4. Apakah good corporate governance yang direpresentasikan oleh
kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba?
5. Apakah konservatisme akuntansi berpengaruh positif terhadap
manajemen laba?
6. Apakah winner/loser stock berpengaruh positif terhadap manajemen
laba?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh bukti empiris good corporate governance yang
direpresentasikan oleh komite audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba
2. Untuk memperoleh bukti empiris good corporate governance yang
direpresentasikan oleh proporsi dewan komisaris independen
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba
3. Untuk memperoleh bukti empiris good corporate governance yang
direpresentasikan oleh kepemilikan institusional berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba
4. Untuk memperoleh bukti empiris good corporate governance yang
direpresentasikan oleh kepemilikan manajerial berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba
5. Untuk memperoleh bukti empiris konservatisme akuntansi
berpengaruh positif terhadap manajemen laba
6. Untuk memperoleh bukti empiris winner/loser stock berpengaruh
positif terhadap manajemen laba
7. Untuk memperoleh bukti empiris free cash flow berpengaruh negatif
2. Ma nfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi berbagai pihak antara lain:
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambahkan wawasan dan
pengetahuan mengenai pengaruh good corporate governance,
konservatisme akuntansi, winner/loser stock, dan free cash flow
terhadap manajemen laba.
2. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi
yang berguna untuk proses pengambilan keputusan dalam
berinvestasi, sehingga investor dapat mengantisipasi kerugian yang
diakibatkan perusahaan yang melakukan tindakan manajemen laba.
3. Bagi Akademisi
Diharapkan dapat memberikan informasi dan berbagi perkembangan
ilmu pengetahuan dalam penelitian yang berkaitan dengan
manajemen laba.
4. Bagi Peneliti
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadi ilmu
pengetahuan dan referensi bagi mahasiswa lain dalam mengkaji