• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ISI PROGRAM INFOTAINMENT INTENS DI RCTI DILIHAT DARI PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK TELEVISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS ISI PROGRAM INFOTAINMENT INTENS DI RCTI DILIHAT DARI PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK TELEVISI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ISI PROGRAM INFOTAINMENT

INTENS DI RCTI DILIHAT DARI

PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK

TELEVISI

Meita Khairunissa

Binus University, Jakarta, Indonesia, 11480

ABSTRAK

Getting into the lately age of modern, the advancement of technology thrives rapidly these days. Either the print media or even the electronic media as well. Television as a kind of mass media which is very dominating and most consumed by people takes its chance to full-fill what people desire in getting informed, educated, and being entertained. The variety of Tv stations produce variative choices which is served to people, they compete in getting attentions, both the audience’s attention and so on in community’s either. To produce more variative television program in ways, due to community’s needs and following advertisements’ needs, thus RCTI Tv station produces and broadcasts infotainment program named INTENS. Back to early days of its advancement, infotainment has been very anxious of being considered as a kind of journalistic. Persatuan Wartawan Indonesia declared it in ways. Due to that statement, researchist fascinated to analyze the content of INTENS as a infotainment program, from the utilizations of Journalistic Ethic Code in its practice. In this research, researchist does use the descriptive quantitative and content analysist within Holsti and Scott formulas to examine the reliabilities. And the result comes to over from 0.70 or 70% which means it’s reached the reliability’s rate. The conclusion from this research proves that INTENS as a infotainment program in RCTI Tv station is not appropriate to the Journalistic Ethic Code. In consideration of the offenses which INTENS has been done against Journalistic Ethic Code

Keyword

(2)

PENDAHULUAN

Dari semua media massa yang ada saat ini, media elektronik televisilah yang paling mendominasi dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Ini dikarenakan media televisi memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memberikan kebutuhan masyarakat dalam hal memberikan Informasi, Edukasi, Kebudayaan, dan Hiburan.

Televisi memiliki potensi yang sangat besar dari pada media elektronik lainnya, karena sifatnya yang audio-visual sehingga dapat memadukan bahasa lisan, tulisan, video atau gambar yang bergerak, animasi, dan efek suara menjadi satu kesatuan. Sehingga televisi mampu menciptakan sebuah realitas, yaitu realitas yang terbentuk didalam benak manusia didasarkan pada apa yang dilihat dari media.

Media massa televisi sekarang telah tumbuh sebagai sarana bisnis. Kini informasi telah menjadi komoditi yang dapat diperjual belikan untuk mendapatkan sebuah keuntungan. Besarnya peluang keuntungan yang dapat diberikan oleh sarana televisi ini, sehingga membuat beberapa pihak merasa tergiur untuk terjun kedalam bisnis tersebut. Hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya stasiun-stasiun televisi di Indonesia yang terus bermunculan. Berawal dari stasiun televisi tvri, kemudian hadir stasiun televisi swasta pertama yaitu rcti, dan dilanjutkan dengan kehadiran stasiun-stasiun televisi lainnya seperti sctv, tpi, antv, indosiar, tv7, metro tv, trans 7, global tv, tv one, dan lain sebagainya.

Saat ini stasiun televisi berlomba-lomba membuat program-program acara televisi yang bervariatif agar menarik minat penonton dan menjaring iklan sebanyak-banyaknya yang merupakan sumber pemasukan bagi stasiun televisi. Menurut Biagi (2010:284) media bergantung pada iklan. bisnis iklan dan industri media saling membutuhkan satu sama lainnya, hal yang terjadi adalah iklan memiliki pengaruh terhadap industri media.

Setiap harinya stasiun televisi menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pengelola stasiun penyiaran dituntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai program yang menarik. Beberapa program acara yang ditayangkan oleh stasiun televisi antara lain adalah berita, film, sinetron, kuis, reality show, siaran iklan, musik, olah raga hingga beragam tayangan internasional disajikan demi menghibur pemirsanya.

Dan dari sekian banyak program acara televisi tersebut, salah satu program acara yang saat ini banyak diminati oleh masyarakat adalah program Infotainment. Program Infotainment merupakan program informasi entertainment yang dimana isi programnya membahas tentang kehidupan para selebriti.

Salah satu stasiun televisi yang menayangkan program infotainment adalah RCTI. Dan saat ini RCTI menayangkan lima program infotainment diantaranya Silet, Cek & Ricek, Kabar Kabari, Go Spot dan yang terakhir adalah Intens.

Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk memfokuskan pada program infotainment INTENS. Infotainment Intes pertama kali diluncurkan pada bulan November 2010 yang di produksi oleh Creative Indigo Production. Berawal dari program infotainment Silet yang dilarang penayangannya oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akibat kasus pemberitaan mengenai bencana meletusnya gunung merapi yang mengakibatkan keresahan masyarakat, kemudian stasiun televisi RCTI membuat program siaran pengganti infotainment Silet dengan program infotainment Intens. Meskipun awal mulanya infotainment Intens hanya sebagai penganti infotainment silet, tetapi kini program infotainment Intens memiliki pengemar yang cukup banyak. Hal ini dapat kita lihat dari prestasi infotainment intens yang menjadi salah satu nominasi diajang Panasonic Gobel Awards 2012.

Di dalam perkembangannya, infotainment ingin dianggap sebagai sebuah karya jurnalistik. Menurut Kusumaningrat (2006:15) kegiatan jurnalistik merupakan kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan berita.

Pernyataan mengenai infotainment sebagai karya jurnalistik diberikan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Mereka kukuh mengangap bahwa karya infotainment termasuk sebagai karya jurnalistik. Sebab menurut mereka, apa yang diungkapkan kalangan pekerja infotainment itu

(3)

adalah fakta tentang selebritis, dan bukan mengada-ada. (http://pwi.or.id diakses pada tanggal 12 April 2012 pukul 23.00 WIB)

Kemudian pernyataan yang sama juga diberikan oleh Mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yaitu Sasa Djuarsa Sendjaya. Ia mengatakan "Ketika saya menjadi ketua KPI dan juga Dewan Pers menyatakan bahwa infotaiment merupakan karya jurnalistik karena bersifat faktual." (http://entertainment.kompas.com diakses pada tanggal 20 Juli 2012 pukul 22.36 WIB)

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang berhubungan dengan isi dalam tayangan program infotainment INTENS di RCTI dan dalam penerapan kode etik jurnalistiknya. Dan dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis isi dari tayangan program INTENS pada tanggal 1, 8, 15, 21, 28, 29 dan 31 Mei 2012.

Untuk menganalisis isi program yang hendak ingin diteliti yaitu program infotainment INTENS di RCTI, peneliti menggunakan konsep Kode Etik Jurnalistik Televisi yang dibuat oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia dalam hal cara pemberitaannya yaitu pada pasal 5 ayat 1, 2, 3, 4, 7 dan 8.

Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah isi program INTENS di RCTI sudah sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik Televisi atau tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik Televisi.

METODE PENELITIAN

Untuk menjawab permasalahan yang hendak diteliti, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif. Yang dimana metode pendekatan kuantitatif ini menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan dengan mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai jenis isi yang didefinisikan. (Krisyantono, 2007:55)

Kemudian jenis penelitian yang digunakan yaitu bersifat deskriptif, yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. (Krisyantono, 2007:59)

Dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis isi atau content analisis. Metode analisis isi adalah metode yang digunakan untuk meriset atau menganalisis isi komunikasi secara sistematik, objektif dan kuantitatif. (Krisyantono, 2007:60)

Analisis isi deskriptif adalah analisis isi yang dimaksudkan untuk menggambarkan secara detail suatu pesan, atau suatu teks tertentu. Desain analisis isi ini tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu, atau menguji hubungan diantara variabel. Analisis isi semata untuk deskripsi, menggambarkan aspek-aspek dan karakteristik dari suatu pesan. (Eriyanto, 2011:47)

Salah satu tahapan dalam analisis isi adalah dengan menentukan unit analisis. Menurut Krippendorff (2007) dalam buku Eriyanto (2011:59), mendefinisikan unit analisis sebagai apa yang diobservasi, dicatat dan dianggap sebagai data, memisahkan menurut batas-batasannya dan mengidentifikasi untuk analisis berikutnya. Unit analisis secara sederhana dapat digambarkan sebagai bagian apa dari isi yang kita teliti dan kita pakai untuk menyimpulkan isi dari suatu teks. Bagian dari isi ini dapat berupa kata, kalimat, foto, scene (potongan adegan), paragraf. Dan unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu unit fisik dan sintaksis. Dimana unit fisik yang dianalisis dari waktu (durasi) tayangan dan unit sintaksis yang dianalisis adalah frekuensi kemunculan element atau bahasa (kata, simbol, gambar) yang berkaitan dengan indikator yang dijadikan masalah penelitian.

Populasi dalam penelitian ini merupakan populasi yang terbatas dan homogen, karena populasinya berupa episode-episode program infotainment INTENS pada edisi bulan Mei 2012 dan berjumlah 7 episode, dengan sampel penelitian dari episode tanggal 1, 8, 15, 21, 28, 29 dan 31 Mei 2012.

(4)

dianalisis merupakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang berbentuk dokumen. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu berupa rekaman video program infotainment INTENS pada edisi bulan Mei 2012.

Untuk menguji reliabilitas maka dapat dilakukan dengan perhitungan reliabilitas antar pengkoding atau intercoder reliability (derajat kesesuaian persepsi antar pelaku koding terhadap unit analisis yang diteliti). Pengkoding lain perlu memiliki pengalaman yang relatif sesuai terhadap problematika penelitian yang diangkat. Maka pengkoding dapat diambilkan dari orang yang memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman yang berkaitan dengan topik yang diteliti, sehingga mereka mengetahui latar belakang dan isi permasalahannya. (Birowo, 2004:155)

Pengkoding lain inilah yang dinamakan hakim coder, dimana hakim coder yang dipilih sesuai dengan topik yang diteliti, yaitu orang-orang yang sudah berpengalaman di dunia jurnalistik televisi mulai dari praktisi sampai akademisi.

Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh empat penguji (hakim) yang melakukan tugasnya sebagaimana seorang coder terhadap 7 (tujuh) episode INTENS yang menjadi sampel. Dan 4 orang penguji (hakim) tersebut, adalah:

1. Wira Respati S.S., M.Si 2. Rahmat Edi Irawan S.Pd. 3. Drs.Heribertus Sunu Budihardjo

4.

Bhernadetta Pravita Wahyuningtyas, S.Sos., M.Si

HASIL DAN BAHASAN

Didalam content analisis keabsahan penelitian diwujudkan dalam bentuk reliabilitas atau kesamaan jawaban antara peneliti dan hakim coder dalam menilai suatu isi. Reliabilitas adalah fungsi dari keseluruhan rancangan studi yang menyangkut prosedur sampling, prosedur perhitungan, prosedur pengkodean, dan reliabilitas kategori (Bulaeng, 2004:185).

Menurut Eriyanto (2011:290) dalam bukunya yang berjudul Analisis Isi, dalam formula Holsty “angka reliabilitas minimum yang ditoleransi adalah 0,7 atau 70%”. Artinya, apabila hasil perhitungan menunjukan angka reliabilitas diatas 70%, maka alat ukur ini benar-benar reliabel atau dapat dipercaya. Tetapi jika dibawah angka 0,7 atau 70%, maka alat ukur (coding seet) bukan alat yang reliabel.

Peneliti menghitung kesepakatan dari keempat coder dengan cara menggabungkan hasil tiap-tiap dimensi dari para coder dengan hasil penelitian menggunakan rumus Holsty. Holsty (1969) melaporkan reliable yang ia buat dengan rumusan: 2 (jumlah pengkoding) X (kali) M (kesepakatan pengkoding) : N1+N2 (jumlah item yang dikoding), dan hasil yang harus dicapai minimal 70 persen. Maka setelah dihitung, hasilnya adalah sebagai berikut:

A. Variabel Kode Etik Jurnalistik – Dimensi Kelayakan Berita

B. Variabel Kode Etik Jurnalistik – Dimensi Gambar dan Suara yang Menyesatkan

C. Variabel Kode Etik Jurnalistik – Dimensi Pristiwa, Gambar, dan Suara yang Direkayasa

(5)

E. Variabel Kode Etik Jurnalistik – Dimensi Ralat pada Berita

F. Variabel Kode Etik Jurnalistik – Dimensi Bahasa, Gambar yang Santun & Patut, serta Tidak Melecehkan Nilai-Nilai Kemanusiaan

dapat diartikan bahwa semua penilaian yang dilakukan peneliti adalah reliable atau dapat dipercaya karena nilai rata-rata kesepakatan para coder dengan peneliti lebih besar dari pada nilai yang ditetapkan yaitu 0,7 atau 70%.

Setelah melakukan pengujian untuk mencari keabsahan penelitian dalam bentuk reliabilitas atau kesamaan jawaban antara peneliti dan hakim coder, peneliti melakukan kembali uji reabilitas pada salah satu coder atau hakim dengan menggunakan rumus holsty, yang nantinya hasil dari rumus holsty disebut Observed Agreement (persetujuan yang diperoleh dari penelitian). Setelah hasil yang menggunakan rumus holsty sudah diketahui, maka angka tersebut akan di uji kembali menggunakan rumus Scott.

Scott (1955) mengembangkan “index of reliability” (pi) yang bukan saja mengkoreksi dalam suatu kelompok kategori, tetapi juga kemungkinan suatu frekuensi yang timbul. Berdasarkan rumusan Scott yang asli data dibuat dengan skala nominal. Namun demikian, rumus Scott ini dapat digunakan untuk skala ordinal, interval, dan rasio. (Bulaeng, 2004:188)

Untuk uji reliabilitas Scott, kategorisasinya adalah 0,70 atau 70%. Jika persetujuan antara peneliti dengan hakim tidak mencapai 0,70 maka tidak reabilitas. Jika mencapai 0,70 maka sudah mencapai keterandalan atau keterpercayaan. (Eriyanto, 2011:293)

Pada uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Scott ini, peneliti hanya menguji pada salah satu coder yang diambil secara acak. Coder yang terambil adalah: Rahmat Edi Irawan (Praktisi Produksi Televisi, Dosen Universitas Bina Nusantara & STIKOM InterStudi), dan episode yang diteliti dengan rumus Scott ini yaitu pada tanggal 15 Mei 2012.

Menghitung dengan Rumus Holsty:

Menghitung dengan Rumus Scott:

Dalam uji variabel Kode Etik Jurnalistik, hasil yang didapatkan sudah mencapai tingkat keterandalan atau keterpercayaan karena sudah mencapai di atas 0,70 atau 70%.

Besarnya pelanggaran dihitung dari durasi penayangan program INTENS:

Terdapat pelanggaran memasukkan opini redaksi atau reporter sebagai berita menggambil porsi hanya 36 menit 20 detik atau 14,82% untuk total tayangan durasi tanpa iklan 245 menit selama 7 episode. Dan 8,65% untuk total tayangan durasi dengan iklan sebanyak 420 menit selama 7 episode.

Pelanggaran mengenai berita tidak menjelekan nama baik seseorang atau institusi tertentu menggambil porsi selama 7 menit 43 detik dari episode 2 tanggal 8 Mei 2012 dan episode 5 tanggal 28 Mei 2012. Presentase untuk total tayangan durasi tanpa iklan 245 menit selama 7 episode sebesar 3,14%. Dan untuk total tayangan durasi dengan iklan sebanyak 420 menit selama 7 episode sebesa 1,83%.

Pelanggaran terhadap unsur pornografi dan membangkitkan nafsu syahwat mendapat porsi sebesar 35 menit 1 detik atau 14,29% untuk total tayangan durasi tanpa iklan 245 menit selama 7 episode. Dan 8,33% untuk total tayangan durasi dengan iklan sebanyak 420 menit selama 7 episode.

Pelanggaran mengenai dimensi gambar dan suara yang menyesatkan menggambil porsi selama 36 menit 6 detik dari episode 1 tanggal 1 Mei 2012, episode 2 tanggal 8 Mei 2012 dan episode 6 tanggal

(6)

29 Mei 2012. Presentase untuk total tayangan durasi tanpa iklan 245 menit selama 7 episode sebesar 14,73%. Dan untuk total tayangan durasi dengan iklan sebanyak 420 menit selama 7 episode sebesa 8,59%.

Pelanggaran yang terjadi pada dimensi peristiwa, gambar, dan suara yang direkayasa mendapat porsi sebesar 21 menit 18 detik atau 8,69% untuk total tayangan durasi tanpa iklan 245 menit selama 7 episode. Dan 5,07% untuk total tayangan durasi dengan iklan sebanyak 420 menit selama 7 episode. Untuk dimensi berita SARA mendapat porsi pelanggaran sebesar 28 menit 52 detik atau 11.78% untuk total tayangan durasi tanpa iklan 245 menit selama 7 episode. Dan 6,87% untuk total tayangan durasi dengan iklan sebanyak 420 menit selama 7 episode.

Sub dimensi bahasa, gambar yang santun & patut, serta tidak melecehkan nilai-nilai kemanusiaan, pelanggaran yang terjadi mendapat porsi durasi sebesar 70 menit 20 detik atau 28,70% untuk total tayangan durasi tanpa iklan 245 menit selama 7 episode. Dan 16,74% untuk total tayangan durasi dengan iklan sebanyak 420 menit selama 7 episode.

Hasil penelitian dalam bentuk tabel:

DIMENSI TOTAL DURASI PERSEN (%)

Kelayakan Berita 15646 Detik : 14700 106,43%

Gambar dan Suara yang Menyesatkan

2166 Detik : 14700 14,73% Pristiwa, Gambar, dan Suara yang

Direkayasa

1278 Detik : 14700 8,69%

Berita SARA 1732 Detik : 14700 11,78%

Dimensi Ralat pada Berita 420 Detik : 14700 2,85% Bahasa, Gambar yang Santun &

Patut, serta Tidak Melecehkan Nilai-Nilai Kemanusiaan

4220 Detik : 14700 (durasi tanpa iklan) (35 menit x 7 hari)

28,70%

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diteliti menggunakan metode analisis isi, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan penelitian mengenai program infotainment “INTENS” yang tayang di RCTI, yaitu sebagai berikut:

1. Program infotainment “INTENS” di RCTI bukanlah sebuah karya jurnalistik, karena dalam setiap episode yang ditayangkan tidak memenuhi konsep variabel yang dijadikan sebagai kriteria tayangan jurnalistik, yaitu Kode Etik Jurnalistik Televisi.

2. Berita infotainment “INTENS” mempunyai dampak yang negatif untuk khalayak karena pemberitaannya lebih banyak mengandung unsur pornografi, sehingga tayangan tersebut tidak layak disebut sebagai karya jurnalistik.

3. Terdapat unsur pristiwa dan gambar yang direkayasa maupun gambar dan suara yang menyesatkan, sehingga membuat masyarakat mendapatkan informasi yang salah.

4. Program infotainment “INTENS” di RCTI hanyalah sebagai ajang mencari popularitas, hal ini terbukti dari 7 episode yang menjadi sampel pada penelitian ini, semuanya mengandung unsur mencari popularitas.

5. Di dalam program infotainment “INTENS” di RCTI terdapat berita yang mengandung unsur SARA di beberapa episodenya. Hal tersebut dapat merugikan pihak-pihak tertentu serta dapat menimbulkan suatu konflik dan profokasi.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti memberikan saran kepada program infotainment “INTENS” di RCTI, antara lain:

1. Program infotainment “INTENS” harus lebih memperhatikan isi dari setiap episode yang akan ditayangkannya, agar tidak menyimpang dari kriteria sebuah karya jurnalistik yaitu Kode Etik Jurnalistik Televisi.

(7)

2. Program infotainment “INTENS” sebaiknya sebelum menayangkan suatu berita, lebih baik menseleksinya terlebih dahulu, dan dalam penayangannya harus disesuaikan dengan adat istiadat yang berlaku di Indonesia.

3. Program infotainment “INTENS” sebaiknya untuk tidak lagi menayangkan pristiwa yang direkayasa serta tidak lagi menampilkan gambar dan suara yang menyesatkan, agar masyarakat bisa menerima informasi yang sebenarnya dan berdasarkan fakta.

4. Program infotainment “INTENS” diharapkan untuk kedepannya dapat menayangkan berita yang lebih berkualitas dan bermanfaat bagi khalayak.

5. Diharapkan program infotainment INTENS dalam menayangkan suatu berita, agar tidak menayangkan berita yang mengandung unsur SARA dan dapat berprilaku netral atau seimbang dalam menayangkan beritanya, agar tidak terjadi konflik dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.

REFERENSI

A. Sumber Buku

Ardianto, Elvinaro dan Lukianti Komala Erdinaya. 2004. Komunikasi massa suatu pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Ardianto, Elvinaro & Lukianti Komala Erdinaya. 2007. Komunikasi massa suatu pengantar. Edisi Revisi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Biagi, Shirley. 2010. Media/Impact: An Introduction to Mass Media, 9th ed. Jakarta : Salemba Humanika.

Birowo, M. Antonius. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta : Gitanyali. Bugin, M. Antonius. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta : Gitanyali. Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta : Andi. Cangara, Hafiet. (2003). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. (2006). Ilmu Komunikasi: Dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Eriyanto. (2011). Analisis Isi : Pengantar Metedologi Untuk Penelitian Komunikasi. Jakarta Kencana Prenada Media Group.

Krisyantono, Rachmat. (2007). Riset Komunikasi. 1st edition. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Kusumaningrat, Hikmat & Purnama. 2006. Jurnalistik Teori & Praktik. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Morrisan, M. (2008). Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Edisi Pertama. Jakarta: Pernada Media Group.

Naratama. (2004). Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: Grasindo Sastro. Riduwan. 2004. Metode Teknik Menyusun Tesis. Bandung : CV Alfabeta.

Ruslan Rosadi. 2006. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Soenarto, RM. (2007). Program Televisi Dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran. Jakarta: FFTV-IKJ Press

Soehoet, A.M Hoeta. 2002. Etika dan Kode Etik Komunikasi. Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta Sugiyono. 2004. Metode penelitian Bisnis. Bandung : CV Alfabeta.

Syahputra, Iswandi. 2006. Jurnalistik Infotainment. Yogyakarta : Pilar Media. B. Sumber Internet

(http://arsip.gatra.com/2010-08-04/versi_cetak.php?id=140234 diakses pada tanggal 05 Maret 2012 pukul 10.47 WIB)

(http://www.agbnielsen.net/Uploads/Indonesia/NielsenNewsletterJun2010-Ind.pdf diakses pada tanggal 12 April 2012 pukul 23.14 WIB)

(http://www.agbnielsen.net/Uploads/Indonesia/NielsenNewsletterJun2010-Ind.pdf diakses pada tanggal 12 April 2012 pukul 23.14 WIB)

http://asal-usul-motivasi.blogspot.com/2011/01/asal-mula-usul-sejarah-rcti-rajawali.html Diakses pada tanggal 03 April 2012 pukul 10.40 WIB

(http://news.manycome.com/about.php diakses pada tanggal 05 maret 2012 pukul 10.22 WIB) (http://pwi.or.id diakses pada tanggal 12 April 2012 pukul 23.00 WIB)

(8)

RIWAYAT PENULIS

Meita Khairunissa lahir di Jakarta pada 08 Mei 1988. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang komunikasi pemasaran pada tahun 2012.

Gambar

Gambar dan Suara yang  Menyesatkan

Referensi

Dokumen terkait

Probiotik yang efektif harus memenuhi kriteria yaitu memberikan efek yang menguntungkan bagi host yaitu mengandung sejumlah sel besar hidup yang mampu bertahan dan me-

Eksplorasi material.. Sumber

Ide dari game ini adalah perjalanan dua binatang yaitu ular dan ulat, dimana ular dan ulat akan mengikuti sayembara untuk sebuah kerajaan, untuk membuka sebuah kerajaan,

dan delete , yang terdiri dari manipulasi data users, manipulasi data menu, manipulasi data guest,manipulasi data galeri, manipulasi data profil, manipulasi data

Dari gambar 4.4 dapat kita ketahui juga daya rotor sudu dengan diameter 6 cm lebih besar daripada sudu dengan diameter 18 cm yang menggunakan konsentrator karena

Belanja Modal Pengadaan Konstruksi Sarana dan Prasarana Sanitasi1. Pembangunan

Tahapan pengolahan dengan Algoritma Lyzenga pada masing-masing citra yang telah dikoreksi geometrik dan radiometrik untuk mendapatkan identidikasi objek perairan

Di dalam makalah ini juga kami menampilkan gambar-gambar yang merupakan contoh karya seni rupa tiga dimensi.. Pengertian Seni Rupa