• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab tinjauan pustaka akan dibahas mengenai studi literatur yang akan menjelaskan mengenai istilah-istilah pada penelitian ini. Tinjauan pustaka yang ada pada penelitian ini meliputi definisi persediaan, sistem inventori probabilistik, metode continuous review system, metode periodic review system, dan decision

support system.

2.1 Definisi Persediaan

Persediaan adalah sumber daya menganggur yang menunggu proses lebih lanjut. Proses lebih lanjut dapat berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi maupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga (Rahayu, dkk., 2020).

Keberadaan persediaan merupakan kebutuhan primer suatu bentuk kegiatan usaha. Tujuan dari pengendalian persediaan adalah berusaha menyediakan barang yang dibutuhkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan (out of stock) dan tidak terjadi kelebihan persediaan sehingga diperoleh biaya persediaan minimal. Berikut merupakan biaya yang digunakan dalam keputusan manajemen persediaan (Aryanny, 2020):

1. Biaya pembelian

Merupakan biaya yang harus dibayar untuk pembelian barang yang terdiri dari biaya barang dan biaya langsung lainnya. Biaya ini mencakup biaya transportasi, bea, dan asuransi.

2. Biaya pengadaan

Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan vendor atau supplier. Biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah barang yang dipesan. Berapapun jumlah barang yang dipesan, biaya pemesanan yang dikeluarkan adalah sama.

3. Biaya penyimpanan

Biaya ini meliputi semua beban yang dikeluarkan oleh perusahaan karena volume persediaan disimpan. Jika persediaan meningkat maka biaya juga akan meningkat.

(2)

10 4. Biaya kekurangan

Biaya kekurangan merupakan biaya yang timbul akibat terjadi kekurangan stok. Ketika konsumen melakukan pemesanan namun barang tidak tersedia untuk dilakukan pengiriman, maka akan terjadi biaya ekstra yang disebabkan oleh biaya backorder, lost sale, dan kehilangan konsumen. 2.2 Sistem Inventori Probabilistik

Fenomena inventori probabilistik yaitu suatu keadaan inventori yang mengandung ketidakpastian. Dalam sistem inventori ini, ketidakpastian dapat berasal dari pemakai (user) yang berupa fluktuasi permintaan yang dicerminkan oleh variansi atau deviasi standarnya, pemasok (supplier) yang berupa ketidaktepatan waktu pengiriman barang yang dicerminkan oleh waktu lead time, dan sistem manajemen yang berupa ketidakhandalan pengelola dalam menyikapi permasalahan yang dicerminkan dengan faktor risiko yang mampu ditanggung (𝑍𝛼) (Bahagia, 2006). Ketidakpastian yang dimaksud bukan bersifat acak tetapi dengan pola distribusi kemungkinan diketahui. Adanya fenomena probabilistik akan mengakibatkan perlunya cadangan pengaman (safety stock) yang akan digunakan untuk meredam fluktuasi permintaan. Secara operasional kebijakan inventori ini dijabarkan ke dalam tiga keputusan, yaitu:

1. Menentukan besarnya ukuran lot pemesanan ekonomis 2. Menentukan saat pemesanan ulang dilakukan

3. Menentukan besarnya cadangan pengaman 2.3 Metode Continuous Review System

Pendekatan pemecahan masalah dengan Continuous Review System (Model Q) dilakukan dengan memandang bahwa posisi barang yang tersedia di gudang sama dengan persediaan barang dengan menambahkan cadangan pengaman (safety

stock). Pada sistem ini tingkat pelayanan akan dicari optimalisasinya (Amaludin,

2020).

Permasalahan kebijakan inventori dengan model inventori probabilistik Q berkaitan dengan penentuan besarnya stok operasi dan cadangan pengamannya. Secara spesifik yang menjadi fokus dalam model ini adalah jumlah barang yang akan

(3)

11

dipesan untuk setiap kali pemesanan dilakukan, waktu pemesanan dilakukan, dan besarnya cadangan pengaman (Bahagia, 2006).

Menurut Martin dan Star (1978) model Q disebut pula sebagai sistem inventori otomatis dimana pihak manajemen harus melakukan pemantauan secara intensif atas status inventori untuk mengetahui kapan pemesanan dilakukan. Pemesanan akan dilakukan secara otomatis bila posisi barang telah mencapai (r) dan besarnya ukuran pemesanan selalu konstan. Mekanisme pengendalian inventori menurut model Q dapat digambarkan pada flowchart berikut.

Kebijakan Inventori q dan r Kebijakan Inventori Barang Tersedia? Transaksi Pengeluaran Barang Back Order Pesan Barang Pemakaian Barang (User) Saat Pesan Tiba? Ya Tidak Ya Tidak

Gambar II. 1 Mekanisme Model Q (Sumber: Bahagia, 2006)

Berdasarkan gambar II. 1 dapat ditentukan mekanisme model Q yang digunakan. Saat barang tersedia maka akan langsung diserahkan, namun saat terjadi kekurangan barang maka akan langsung dilakukan pemesanan darurat (back order). Kebijakan model ini dilakukan dengan menentukan nilai lot pemesanan (q) dan nilai re-order point (r) yang tetap untuk setiap produk.

(4)

12 2.3.1 Karakteristik Model

Karakteristik kebijakan inventori model Q ditandai dengan dua hal mendasar yaitu besarnya lot pemesanan (𝑞0) selalu tetap untuk setiap kali pemesanan dilakukan dan pemesanan dilakukan apabila jumlah inventori yang dimiliki telah mencapai suatu tingkat tertentu (r) yang disebut titik pemesanan ulang. Penentuan besarnya cadangan pengaman (𝑠𝑠) akan dilakukan dengan mencari keseimbangan antara tingkat pelayanan dan ongkos inventori yang ditimbulkan. Untuk menentukan kondisi kekurangan inventori dapat ditempuh melalui dua acara sebagai berikut (Pulungan, 2018).

1. Pemesanan ulang (back order), yaitu melakukan pemesanan darurat untuk memenuhi kekurangan dimana ongkos yang ditimbulkan akan lebih mahal dari pemesanan normal. Kondisi ini cocok pada pasar yang bersifat monopolistik.

2. Kehilangan penjualan (lost sales), yaitu membiarkan pelanggan saat pemesanan barang tidak terpenuhi sehingga pelanggan akan mencari barang di tempat lain. Kondisi ini cocok pada persaingan ketat (pasar bebas). 2.3.2 Komponen Model

Komponen model yang dimaksud dalam model Q meliputi kriteria kinerja, variabel keputusan, dan parameter. Komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Bahagia, 2006).

1. Kriteria kinerja meliputi total ongkos inventori (𝑂𝑇) dan tingkat pelayanan. Ekspektasi total ongkos inventori ini terdiri dari empat elemen ongkos yaitu ongkos beli (𝑂𝑏), ongkos pesan (𝑂𝑝), ongkos simpan (𝑂𝑠), dan ongkos kekurangan barang (𝑂𝑘). Ongkos-ongkos tersebut dapat dinyatakan pada persamaan sebagai berikut.

(𝑂𝑇) = (𝑂𝑏) + (𝑂𝑝) + (𝑂𝑠) + (𝑂𝑘) (2.1) 2. Variabel keputusan berupa ukuran lot pemesanan untuk setiap kali

melakukan pembelian (𝑞0) dan saat pemesanan dilakukan (r) atau disebut dengan titik pemesanan ulang (reorder point).

(5)

13

3. Parameter ditentukan sesuai dengan kriteria dan variabel keputusan yang telah ditentukan, maka parameter yang digunakan dalam model adalah sebagai berikut.

a. Harga barang per unit (p) b. Ongkos tiap kali pesan (A)

c. Ongkos simpan per unit per periode (h) d. Ongkos kekurangan inventori (𝐶𝑢) 2.3.3 Solusi Model

Solusi model Q dilakukan dengan kondisi back order. Dengan ini dapat dimungkinkan adanya inventori negatif, diartikan sebagai permintaan yang akan dipenuhi dengan cara back order. dapat diselesaikan dengan metode matematis

Hadley-Within. Langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut (Bahagia,

2006).

1. Menghitung nilai 𝑞01∗ awal sama dengan nilai 𝑞0𝑤∗ dengan formula sebagai berikut.

𝑞01∗ = 𝑞0𝑤∗ = √ 2𝐴𝐷

ℎ (2.2)

2. Menghitung besarnya kemungkinan kekurangan inventori α dan nilai 𝑟1∗ dengan menggunakan persamaan berikut.

𝛼 =ℎ𝑞01∗

𝐶𝑢𝐷 (2.3)

𝑟1∗ = 𝐷𝐿+ 𝑧𝛼𝑆√𝐿 (2.4)

3. Dengan diketahuinya 𝑟1∗ yang diperoleh dari persamaan (2.4) akan dapat dihitung nilai 𝑞02∗ dengan formula sebagai berikut.

𝑞02∗ = √2𝐷(𝐴+𝐶𝑢×𝑁)

ℎ (2.5)

Dimana: 𝛼 =ℎ𝑞02∗ 𝐶𝑢𝐷

𝑁 = 𝑆𝐿[𝑓(𝑧𝛼) − 𝑧𝛼Ψ(𝑧𝛼)] (2.6)

4. Hitung kembali nilai 𝛼 =ℎ𝑞02∗

𝐶𝑢𝐷 dan nilai 𝑟2

∗ dengan menggunakan formula sebagai berikut.

(6)

14

5. Bandingkan nilai 𝑟1∗ dan 𝑟2∗ ; jika harga 𝑟2∗ relatif sama dengan 𝑟1∗ iterasi selesai dan akan diperoleh 𝑟∗ = 𝑟

2∗ dan 𝑞0∗ = 𝑞02∗. Jika tidak, maka kembali ke langkah ke 3 dengan menggantikan 𝑟1∗ = 𝑟2∗ dan 𝑞01∗ = 𝑞02∗.

6. Tingkat pelayanan ղ dapat dihitung dengan formula sebagai berikut. ղ = 1 − 𝑁

𝐷𝐿× 100% (2.8)

7. Ekspektasi ongkos total per tahun dapat dihitung dengan formula sebagai berikut. 𝑂𝑇 = 𝐷𝑃+ 𝐴𝐷 𝑞0 + ℎ ( 1 2𝑞0+ 𝑟 − 𝐷𝐿) + 𝐶𝑢 𝐷 𝑞0× 𝑁 (2.9) Keterangan:

A : Ongkos tiap kali pesan (-/pesan) D : Jumlah permintaan (unit/periode) h : Ongkos simpan (-/unit/periode) L : Lead time (tahun)

S : standar deviasi permintaan (unit/periode) p : harga barang (-/unit)

α : kemungkinan kekurangan N : jumlah total kekurangan z : deviasi normal standar

𝐶𝑢 : Ongkos kekurangan inventori (-/unit) Ψ(𝑧𝛼) : ekspektasi parsial

𝑓(𝑧𝛼) : ordinat

2.4 Metode Periodic Review System

Pada metode Periodic Review System (Model P) persediaan diperiksa secara berkala setiap jangka waktu tertentu dan panjang waktu ini tidak berubah dari waktu ke waktu. Pemesanan kembali dilakukan dengan jumlah pemesanan yang berubah-ubah, tetapi jarak waktu yang tetap antara dua pemesanan (Rahayu dkk., 2020). Penentuan kebijakan dengan model P berkaitan dengan penentuan besarnya stok operasi dan cadangan pengamannya. Namun pada model P ini, dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu periode waktu antar pemesanan (T) yang besarnya konstan antara siklus pesan dengan siklus pesan yang lain. Ukuran lot pemesanan

(7)

15

yang ekonomis dilakukan setiap periode dan besarannya akan berbeda antara satu pesan dengan pesan yang lain (Bahagia, 2006). Mekanisme pengendalian inventori menurut model P dapat dijelaskan pada flowchart sebagai berikut:

Kebijakan Inventori T dan R Permintaan Barang (User) Barang Tersedia? Transaksi Pengeluaran Barang Back Order Pesan Barang Pemakaian Barang (User) Saat Pesan Tiba? Ya Tidak Ya Tidak

Gambar II. 2 Mekanisme Model P

Berdasarkan gambar II. 2 dapat ditentukan mekanisme model P yang digunakan. Saat barang tersedia maka akan langsung diserahkan, namun saat terjadi kekurangan barang maka akan langsung dilakukan pemesanan darurat (back order). Kebijakan dengan model P dilakukan dengan menentukan periode pemesanan (T) dan inventori maksimum (R) yang tetap pada setiap barang.

2.4.1 Karakteristik Model

Karakteristik khusus yang dimiliki pada model P adalah jumlah pemesanan dilakukan menurut suatu selang interval waktu yang tertap (T) dan ukuran lot pemesanan (𝑞0) besarnya merupakan selisih antara inventori maksimum yang diinginkan (R) dengan inventori yang ada pada saat pemesanan dilakukan (r). Dalam model P, kekurangan inventori mungkin terjadi selama periode T dan selama waktu ancang-ancangnya (L). Oleh sebab itu, cadangan pengaman diperlukan untuk

(8)

16

meradam fluktuasi kebutuhan selama periode T dan waktu ancang-ancangnya (L). Penentuan besarnya cadangan pengaman akan diperoleh dengan mencari keseimbangan antara tingkat pelayanan dan ongkos inventori yang ditimbulkan (Bahagia, 2006).

2.4.2 Komponen Model

Komponen model yang dimaksud dalam model P meliputi kriteria kinerja, variabel keputusan, dan parameter. Komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Bahagia, 2006).

1. Kriteria kinerja pada model P sama dengan model Q, yaitu minimasi ekspektasi ongkos total inventori. Kriteria kinerja meliputi total ongkos inventori (𝑂𝑇) dan tingkat pelayanan. Ekspektasi total ongkos inventori ini terdiri dari empat elemen ongkos yaitu ongkos beli (𝑂𝑏), ongkos pesan (𝑂𝑝), ongkos simpan (𝑂𝑠), dan ongkos kekurangan barang (𝑂𝑘). Ongkos-ongkos tersebut dapat dinyatakan pada persamaan sebagai berikut.

(𝑂𝑇) = (𝑂𝑏) + (𝑂𝑝) + (𝑂𝑠) + (𝑂𝑘) (2.10) 2. Variabel keputusan yang terkait dalam penentuan kebijakan inventori

probabilistik model P, yaitu periode waktu antar pemesanan (T) dan inventori maksimum yang diharapkan (R). Cadangan pengaman secara implisit sudah terwakili dalam R, dan besarannya akan ditentukan berdasarkan trade off antara ekspektasi ongkos total dan tingkat pelayanan. 3. Parameter yang ditentukan dalam model P adalah sebagai berikut.

a. Harga barang per unit (p) b. Ongkos tiap kali pesan (A)

c. Ongkos simpan per unit per periode (h) d. Ongkos satuan kekurangan inventori (𝐶𝑢) 2.4.3 Solusi Model

Solusi model P juga dilakukan dengan kondisi back order. Dalam hal ini pengguna mau menunggu barang yang diminta sampai tersedia di gudang. Untuk menentukan nilai T dan R dilakukan dengan metode Hadley-Within dengan cara sebagai berikut.

(9)

17 𝑇0 = √ 2𝐴 𝐷ℎ (2.11) 2. Menghitung α 𝛼 =ℎ𝑇 𝐶𝑢 (2.12)

3. Menghitung nilai inventori maksimum (R)

𝑅 = 𝐷(𝑇 + 𝐿) + 𝑧 𝑠√𝑇 + 𝐿 (2.13)

4. Hitung total ongkos inventori (𝑂𝑇)0

𝑂𝑇 = 𝑂𝑏+ 𝑂𝑝+ 𝑂𝑠+ 𝑂𝑘 (2.14) 𝑂𝑇 = 𝐷𝑃+ 𝐴 𝑇+ ℎ (𝑅 − 𝐷𝐿+ 𝐷𝑇 2 ) + ( 𝐶𝑢 𝑇) × 𝑁 (2.15) 𝑁 = 𝑆√𝑇 + 𝐿[𝑓(𝑧𝛼) − 𝑧𝛼Ψ(𝑧𝛼)] (2.16)

2.5 Decision Support System

Sistem pendukung keputusan (Decision Support System) adalah sebuah sistem informasi berbasis komputer yang interaktif, fleksibel, khusus dibangun untuk mendukung solusi dari masalah yang dihadapi sehingga menghasilkan keputusan yang terbaik. Sistem pendukung keputusan menggabungkan sumber daya intelektual individu dengan kemampuan komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan berbasis komputer untuk menangani masalah semi struktur (Turban, 2014). Proses modeling dalam sistem pengambilan keputusan dapat digambarkan pada gambar sebagai berikut.

(10)

18 Fase Intelijen Tujuan organisasi Pengumpulan data Identifikasi masalah Pemilik masalah Klasifikasi masalah Pernyataan masalah Tahap Desain Formulasi model

Menentukan kriteria pemilihan Mencari alternatif

Memprediksi dan mengukur hasil

Tahap Pemilihan Solusi untuk model Analisis sensitivitas Pemilihan alternatif terbaik Rencana implementasi Pernyataan Masalah Alternatif Implementasi solusi Realitas Kegagalan Sukses Verifikasi, pengujian solusi yang diusulkan

Validasi model Asumsi Simplifikasi

Gambar II. 3 Proses Modeling Sistem Pengambilan Keputusan (Sumber: Turban, 2014)

Berdasarkan gambar II. 3 dapat digambarkan proses dalam sistem pengambilan keputusan. Proses ini dimulai dengan fase intelijen (Intelligence Phase) dalam fase ini dilakukan pemeriksaan realitas yang sesungguhnya dan mengidentifikasi masalah. Salanjutnya masuk pada tahap desain (Design Phase) dalam tahap ini model yang merepresentasikan sistem dibangun. Dilakukan dengan membuat asumsi yang menyederhanakan kenyataan dan menuliskan hubungan antara semua variabel. Setelah model dan solusi alternatif dibuat, masuk ke dalam fase pemilihan (Choice Phase) mencakup pemilihan solusi yang diusulkan untuk model. Solusi diuji untuk selanjutnya masuk ke tahap implementasi keputusan (Turban, 2014). Rancangan model sistem pendukung keputusan yang dibuat menggunakan:

(11)

19 2. Use Case Diagram

3. Data Flow Diagram

Setelah rancangan model sistem pendukung keputusan dibuat, tahap terakhir adalah pembuatan prototype DSS. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah java dengan aplikasi Apache NetBeans IDE 11.3 berbasis desktop komputer.

2.6 Metode ABC

Metode ABC (Always Better Control) adalah pembuatan grup atau penggolongan berdasarkan perangkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah dan dibagi menjadi tiga kelompok dasar yang disebut kelompok A (nilai investasi tertinggi), kelompok B (nilai investasi sedang), dan kelompok C (nilai investasi rendah). Kelompok A merupakan kelompok obat yang memiliki nilai pakai komulatif sebesar 70%, kelompok B merupakan kelompok obat yang memiliki nilai pakai komulatif sebesar 20%, dan kelompok C merupakan kelompok obat yang memiliki nilai pakai 10% (Rarung, 2020).

Perhitungan dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut.

ꭓ = 𝑛 × ℎ𝑏 (2.17)

Selanjutnya diurutkan dari data tertinggi hingga terendah. Dihitung presentase investasi per item obat dengan rumus sebagai berikut.

𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 = ꭓ

∑ꭓ× 100% (2.18)

Keterangan:

ꭓ : Jumlah investasi per item obat setahun n : Nilai pakai item obat selama setahun hb : Harga obat

Gambar

Gambar II. 1 Mekanisme Model Q  (Sumber: Bahagia, 2006)
Gambar II. 2 Mekanisme Model P
Gambar II. 3 Proses Modeling Sistem Pengambilan Keputusan  (Sumber: Turban, 2014)

Referensi

Dokumen terkait

Dari latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan yaitu bagaimana menurunkan model matematika wabah flu burung pada populasi unggas dengan pengaruh

Model komunikasi merupakan gambaran sederhana dari proses komunikasi yang menunjukkan hubungan antara satu komponen dengan komponen yang lain.. Berikut ini

Senyawa antibakteri yang dimiliki ekstrak daun sembukan dapat melakukan penghambatan dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan

Langkah- langkah yang dilakukan sebelum verifikasi dosis radiasi adalah menentukan faktor kalibrasi TLD-100, mengukur dosis radiasi permukaan pasien kanker payudara

Menurut model ini, bahwa konflik yang terjadi dalam organisasi karena adanya deferensi secara vertikal dan horizontal, yang mengarah kepada pembentukan subunit

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, yaitu memecahkan masalah yang ada sekarang dengan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner

a) mengetahui pengaruh ekstrak ubi ungu (terutama pH larutan dan potensial logam) sebagai green inhibitor pada larutan NaCl kadar 3,5%. b) menentukan waktu efektif