• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Kepuasan Citra Tubuh dengan Harga Diri pada Laki-Laki yang Melakukan Fitness

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan antara Kepuasan Citra Tubuh dengan Harga Diri pada Laki-Laki yang Melakukan Fitness"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan antara Kepuasan Citra Tubuh dengan Harga Diri pada Laki-Laki yang Melakukan Fitness

Ratna Ciciillabaika Ratna.cicilla92@gmail.com

Sumi Lestari Ratri Nurwanti

Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang

ABSTRACT

The purpose of this research was to determine the correlation between body image satisfaction and self esteem of fitness male member. Participants in this research were 100 males in “X” Fitness Centre defined with purposive sampling. This research used Body Image Satisfaction Scales and Self Esteem Scales to collect data. The analysis method used Product Moment.

Correlation analysis showed there was significant and positive correlation between body image satisfaction and self esteem, r = 0,48 and p = 0,00 (p < 0,05). The effective contribution of body image satisfaction to self esteem was 22,80%. Additional analysis using regression analysis, showed that Body Mass Index (BMI) did not contribute to body image satisfaction and self esteem (p > 0,05).

Keywords: body image satisfaction, self esteem, Body Mass Index (BMI), fitness

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan harga diri pada laki-laki yang melakukan fitness. Subjek penelitian ini adalah 100 orang laki-laki yang melakukan fitness di Fitness Centre “X” yang ditentukan dengan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan Skala Kepuasan Citra Tubuh dan Skala Harga Diri untuk mengumpulkan data. Teknik analisis data menggunakan Product Moment.

Uji korelasi menunjukkan hubungan yang signifikan dan positif antara kepuasan citra tubuh dengan harga diri, r sebesar 0,48 dengan nilai p sebesar 0,00 (p < 0,05). Sumbangan efektif kepuasan citra tubuh terhadap harga diri sebesar 22,80%. Hasil analisis tambahan yang menggunakan uji regresi, diperoleh hasil yaitu Body Mass Index (BMI) tidak berperan terhadap kepuasan citra tubuh dan harga diri (p > 0,05). Kata kunci: kepuasan citra tubuh, harga diri, Body Mass Index (BMI), fitness

(2)

LATAR BELAKANG

Penampilan fisik yang menarik merupakan salah satu aspek yang dilihat dalam kesan pertama individu. Tidak dapat dipungkiri bahwa penampilan fisik merupakan salah satu cara yang digunakan oleh individu dalam menarik lawan jenisnya. Menurut Conger dan Petersen (dalam Perdani, 2009) seseorang yang memasuki masa remaja akan semakin memperhatikan penampilan fisik mereka dan mulai berpikir bagaimana memperbaiki penampilan fisik agar semakin menarik. Bukan hanya remaja, individu yang memasuki usia dewasa awal juga selalu memperhatikan penampilan fisik dan berusaha tampil menarik saat berhadapan dengan orang lain. Salah satu cara yang banyak digemari dan sudah lazim dilakukan oleh laki-laki untuk mendapatkan penampilan fisik yang baik ialah dengan berolahraga, salah satunya dengan fitness. Sears (dalam Nugraha, 2010) mengemukakan bahwa fitness merupakan gaya hidup yang melibatkan unsur latihan (beban dan aerobik), pengaturan pola makan, dan istirahat dalam kadar yang proporsional. Olahraga fitness muncul sebagai fenomena baru, serta tumbuh dan berkembang mengikuti gaya hidup modern, khususnya di kota-kota besar. Menurut Febrianto (2013), fitness kini bukan hanya sebagai media untuk menjaga kebugaran dan membentuk tubuh menjadi lebih ideal, akan tetapi juga menjadi gaya hidup di masyarakat. Masyarakat di kota-kota besar cenderung memilih fitness sebagai olahraga mereka karena praktis dan mudah, tanpa harus mencari tempat atau lapangan terbuka di tengah kepadatan kota besar (Yudha, 2006).

Selain karena praktis dan mudah, para pelaku fitness memiliki beragam alasan dalam melakukan latihan fitness yaitu untuk mempertahankan kebugaran dan kesehatan fisik, ataupun untuk mendapatkan tubuh ideal (Yudha, 2006). Banyaknya model laki-laki di media massa yang tampil dengan tubuh kekar dan berotot yang diperolehnya dari latihan fitness turut menjadikan fitness sebagai salah satu olahraga yang banyak digemari oleh laki-laki untuk mendapatkan tubuh ideal yang mereka impikan (Aswi, 2008).

Seperti individu pada umumnya, laki-laki yang melakukan fitness melakukan penilaian terhadap tubuhnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang dianggap ideal. Teori komparasi sosial (Dorian & Garfinkel dalam Herabadi, 2007) menyatakan bahwa setiap orang akan membandingkan antara keadaan dirinya

(3)

sendiri dengan keadaan orang lain yang mereka anggap sebagai pembanding yang realistis. Laki-laki yang memiliki proporsi tubuh yang ideal belum tentu memiliki penilaian positif terhadap tubuhnya. Vilegas dan Tinsley (dalam Herabadi, 2007) mengemukakan bahwa tidak mengherankan jika orang-orang yang sebenarnya memiliki proporsi tinggi badan serta berat badan yang normal mungkin saja memiliki penilaian yang negatif mengenai tubuhnya karena menggunakan tubuh model-model yang dilihatnya di media massa sebagai pembanding.

Standar yang digunakan oleh masyarakat dalam menilai tubuh ideal laki-laki pada zaman dahulu dengan zaman modern tentu berbeda. Friedman & Schustack (2008) mengemukakan bahwa laki-laki pada zaman dahulu dituntut untuk memiliki tubuh yang kuat, akan tetapi tubuh yang kuat tersebut tidak identikkan dengan kekar atau berotot. Sedangkan pada zaman modern, konsep maskulinitas tentang standar tubuh ideal laki-laki mengalami perubahan. Pope, Phillips, dan Olivardia (dalam Putri, 2008) mengemukakan bahwa standar tubuh ideal laki-laki telah meningkat jauh selama dekade terakhir, dari yang hanya bugar dan atletis menjadi berotot dan super kekar. Menurut Putri (2008), penekanan pada tubuh laki-laki berotot pada awalnya berasal dari komunitas gay dan kini semakin membudaya selama sepuluh tahun terakhir.

Penilaian laki-laki terhadap tubuh dapat diwujudkan dengan penilaian positif maupun negatif, yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya citra tubuh. Citra tubuh menurut Rice (dalam Nugraha, 2010) ialah gambaran mental yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya yang meliputi pikiran, perasaan, sensasi, kesadaran, dan perilaku yang terkait dengan tubuhnya yang merupakan pengalaman individual seseorang tentang tubuhnya. Oleh karena citra tubuh lebih bersifat subyektif, maka citra tubuh yang dimiliki antara satu orang dengan yang lain tentu berbeda (tinggi atau rendah) yang kemudian mempengaruhi tingkat kepuasan terhadap tubuhnya. Melliana (2006) mengemukakan bahwa cara berpikir yang positif atau negatif merupakan hal terpenting dalam meningkatkan atau menurunkan citra tubuh seseorang. Individu yang berpikir positif terhadap tubuhnya akan memiliki citra tubuh yang positif yang kemudian mengarahkannya pada rasa puas terhadap tubuhnya, sedangkan individu yang berpikir negatif

(4)

terhadap tubuhnya akan memiliki citra tubuh negatif yang mengarahkannya pada ketidakpuasan tubuh.

Menurut Mintz dan Betz (dalam Pratiwi, 2009) kepuasan citra tubuh ialah derajat kepuasan mengenai bagian-bagian dan karakteristik tubuh seseorang, sedangkan ketidakpuasan citra tubuh akan terjadi jika derajat kepuasan seseorang terhadap tubuhnya rendah. Adanya ketidaksesuaian antara tubuh riil dengan standar tubuh ideal yang dijadikan sebagai pembanding dapat berpengaruh pada rendahnya kepuasan citra tubuh, sebaliknya memiliki bentuk tubuh yang baik dapat berpengaruh pada kepuasan citra tubuh. Menurut Hurlock (dalam Sari, 2012) memiliki bentuk fisik yang baik akan menimbulkan kepuasan dalam diri terhadap tubuh individu. Papalia, Old, dan Feldman (2008) juga mengemukakan bahwa laki-laki yang berotot akan semakin puas dengan tubuh mereka.

Selain melakukan penilaian terhadap tubuhnya, laki-laki fitness tentunya juga melakukan penilaian terhadap keberhargaan dirinya. Harga diri (self-esteem) diartikan sebagai taraf atau derajat seseorang menilai dirinya sendiri (Reber & Reber, 2010). Menurut Baumeister (Santrock, 2007) harga diri tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat atau benar mengenai martabatnya sebagai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan pencapaiannya. Sebaliknya individu dengan harga diri rendah mempersepsikan dirinya memiliki keterbatasan, penyimpangan, atau bahkan kondisi yang tidak aman.

Kaitan antara citra tubuh dan harga diri diungkapkan oleh Burn (dalam Sari, 2012) yang mengemukakan lima faktor yang mempengaruhi harga diri yaitu pengalaman, pola asuh, lingkungan, sosial ekonomi, dan citra tubuh. Henggaryadi dan Fakhurrozi (dalam Sari, 2012) mengemukakan bahwa semakin menarik atau efektif kepercayaan diri terhadap tubuh maka semakin positif harga diri yang dimiliki, karena citra tubuh positif akan meningkatkan nilai diri, kepercayaan diri, serta mempertegas jati diri terhadap orang lain maupun dirinya sendiri, yang akan mempengaruhi harga diri. Hubungan antara citra tubuh dan harga diri juga diperlihatkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari (2012) yang meneliti tentang kaitan antara citra tubuh dan harga diri pada dewasa awal tuna daksa, hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara body image dan self esteem pada dewasa awal tuna daksa.

(5)

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Citra Tubuh

Rice (dalam Nugraha, 2010) mengemukakan bahwa citra tubuh adalah gambaran mental yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya yang meliputi pikiran, perasaan, sensasi, kesadaran, dan perilaku yang terkait dengan tubuhnya yang merupakan pengalaman individual seseorang tentang tubuhnya. Cara berpikir yang positif atau negatif merupakan hal terpenting dalam meningkatkan atau menurunkan citra tubuh seseorang. Individu yang berpikir positif terhadap tubuhnya akan memiliki citra tubuh yang positif yang kemudian mengarahkannya pada rasa puas terhadap citra tubuhnya, sedangkan individu yang berpikir negatif terhadap tubuhnya akan memiliki citra tubuh yang negatif yang mengarahkannya pada rasa tidak puas terhadap citra tubuhnya (Melliana, 2006).

Menurut Thompson (dalam Pratiwi, 2009) kepuasan citra tubuh ialah kepuasan dengan salah satu aspek dari tubuh, biasanya skala yang menentukan situs nilai (misalnya pinggang, pinggul, paha, payudara, rambut, dan lain-lain). Mintz dan Betz (dalam Pratiwi, 2009) mendefinisikan kepuasan citra tubuh ialah derajat kepuasan mengenai bagian-bagian dan karakteristik tubuh seseorang, sedangkan ketidakpuasan citra tubuh akan terjadi jika derajat kepuasan seseorang terhadap tubuhnya rendah.

Kepuasan citra tubuh yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan ialah berbeda, laki-laki memiliki kepuasan citra tubuh yang lebih tinggi dibandingkan perempuan (Santrock, 2007). Pada masa remaja awal, remaja perempuan kurang puas dengan tubuhnya dan memiliki citra tubuh yang lebih negatif selama pubertas, dibandingkan dengan remaja laki-laki. Pada saat yang sama, laki-laki semakin puas dengan tubuhnya yang menjadi lebih berotot setelah pubertas (Papalia dkk., 2008). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Phillips dan Seiffge-Krenke (dalam Santrock, 2007) bahwa seiring dengan berlangsungnya perubahan di masa pubertas, remaja perempuan sering merasa tidak puas dengan tubuhnya sehubungan dengan meningkatnya jumlah lemak, sementara itu remaja laki-laki menjadi lebih puas ketika melewati masa pubertas sehubungan dengan meningkatnya massa otot. Hal tersebut dikarenakan perempuan memandang tubuhnya dari segi estetika, sedangkan laki-laki lebih memandang tubuhnya secara fungsional dan aktif, sehingga laki-laki

(6)

merasa lebih puas ketika tubuhnya berotot karena memandang tubuhnya dapat menunjang aktivitasnya.

Thompson (dalam Nugraha, 2010) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan dan ketidakpuasan citra tubuh individu, yaitu gender, persepsi terhadap berat badan dan derajat kekurusan atau kegemukan, masyarakat dan budaya, tahap perkembangan, media massa, tren dan sosialisasi, dan konsep diri. Menurutnya, kepuasan citra tubuh memiliki tiga dimensi yaitu persepsi, sikap, dan tingkah laku. Dimensi persepsi ialah tentang apa yang dipikirkan individu mengenai keadaan tubuhnya dan merupakan ketepatan individu dalam mempersepsi atau memperkirakan ukuran tubuhnya; dimensi sikap yaitu tentang bagaimana individu menyikapi keadaan tubuhnya dan berkaitan erat dengan kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap tubuhnya, kognisi, evaluasi, dan kecemasan individu terhadap penampilan tubuhnya; dimensi tingkah laku (behavioral) yaitu menitikberatkan pada penginderaan terhadap situasi yang menyebabkan individu mengalami ketidaknyamanan yang berhubungan dengan penampilan fisik dan dimensi ini lebih menekankan bagaimana individu bertingkah laku dalam menghadapi keadaan tubuhnya.

Harga Diri

Rosenberg (dalam Herabadi, 2007) mengemukakan bahwa harga diri merupakan sikap positif ataupun negatif terhadap diri individu. Lebih lanjut lagi, Papalia dkk.(2008) mendefinisikan harga diri sebagai bagian evaluasi dari konsep diri yang meliputi penilaian yang dibuat individu mengenai keberhargaan dirinya sendiri.

Dari beberapa hasil penelitian, diketahui bahwa harga diri laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Chubb, Fertman, dan Ross (dalam Papalia dkk., 2008) menjelaskan bahwa remaja laki-laki memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja perempuan. Hasil analisis dari penelitian terbarunya terhadap hampir 150.000 responden menunjukkan hasil bahwa anak dan remaja laki-laki memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan anak dan remaja perempuan, terutama pada akhir masa remaja, akan tetapi perbedaannya tipis sekali. Harter (dalam Santrock, 2007) menjelaskan bahwa harga diri remaja perempuan lebih

(7)

rendah karena mereka memiliki citra tubuh yang lebih negatif selama mengalami perubahan pubertas, dibandingkan remaja laki-laki.

Sepanjang masa remaja, sebagian besar harga diri berkembang dalam konteks hubungan dengan teman sebaya, khususnya yang berjenis kelamin sama. Gilligan (dalam Papalia dkk., 2008) mengemukakan bahwa harga diri pada laki-laki tampaknya dapat dikaitkan dengan kompetisi demi prestasi individual, sedangkan harga diri perempuan lebih tergantung kepada koneksi dengan orang lain. Laki-laki yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung berkeinginan untuk menonjolkan diri di antara teman laki-laki lainnya (bersaing), sedangkan perempuan yang memiliki harga diri tinggi cenderung menonjolkan diri mereka dalam cara yang kolaboratif, bukan kompetitif.

Brecht (2000) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya harga diri yaitu orang tua, teman sebaya, prestasi (baik akademik maupun dari segi penampilan fisik), dan diri sendiri. Selanjutnya Rosenberg (dalam Herabadi, 2007) mengemukakan bahwa harga diri terdiri dari dua aspek yaitu penerimaan diri dan penghormatan diri. Kedua aspek tersebut memiliki lima dimensi yaitu akademik, sosial, emosional, keluarga, dan fisik. Dimensi akademik yaitu mengacu pada persepsi individu terhadap kualitas pendidikan atau prestasi individu, dimensi sosial yaitu mengacu pada persepsi individu terhadap hubungan sosialnya, dimensi emosional merupakan keterlibatan individu terhadap emosi individu, dimensi keluarga yaitu mengacu pada keterlibatan individu dalam partisipasi dan integrasi di dalam keluarga, dan dimensi fisik yaitu mengacu pada persepsi individu terhadap kondisi fisiknya.

METODE PENELITIAN

Responden dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian korelasional yaitu untuk mengetahui hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan harga diri pada laki-laki yang melakukan fitness. Subjek penelitian terdiri dari 100 orang anggota laki-laki Fitness Centre “X” yang dipilih berdasarkan teknik sampling purposive. Kriteria subjek yang digunakan ialah berjenis kelamin laki-laki, terdaftar sebagai anggota aktif Fitness Centre “X”, melakukan fitness minimal 3 bulan, dan alasan mengikuti

(8)

fitness karena ingin memperbaiki penampilan dan mendapatkan bentuk tubuh ideal. Gambaran usia subjek dalam penelitian ini ialah 44% subjek berusia <21 tahun, 47% subjek berusia antara 21-25 tahun, 8% subjek berusia antara 26-30 tahun, dan 1% subjek berusia >30 tahun. Dari hasil perhitungan Body Mass Index (BMI) yang diketahui dari berat dan tinggi tubuh subjek, menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki tubuh ideal yaitu 72% subjek, sedangkan sisanya 22% subjek bertubuh overweight, 4% subjek obesitas, dan 2% subjek memiliki berat tubuh yang kurang.

Alat Ukur dan Prosedur Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan skala kepuasan citra tubuh dan skala harga diri. Untuk mengukur kepuasan citra tubuh digunakan skala kepuasan citra tubuh yang terdiri dari 19 item yang disusun berdasarkan dimensi kepuasan citra tubuh dari Thompson (dalam Nugraha, 2010), dengan reliabilitas sebesar 0,881. Selanjutnya untuk mengukur harga diri digunakan skala harga diri yang terdiri dari 22 item yang disusun berdasarkan dimensi harga diri dari Rosenberg (dalam Herabadi, 2007), dengan reliabilitas sebesar 0,898. Subjek diminta untuk menjawab setiap item berdasarkan keadaan subjek yang sebenarnya, masing-masing item memiliki empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

HASIL PENELITIAN Analisis Deskripstif

Tabel 1. Deskripsi Data Skor Empirik dan Hipotetik

Skala Skor Empirik Skor Hipotetik

Mean Min Max SD Mean Min Max SD

Kepuasan Citra Tubuh 49,63 40 65 5,77 47,50 19 76 9,50 Harga Diri 62,74 49 81 6,24 55 22 88 11

Dari tabel 1, dapat diketahui bahwa dari data skor empirik variabel kepuasan citra tubuh memiliki rata-rata (mean) sebesar 49,63 dengan skor minimal sebesar 40

(9)

dan skor maksimal sebesar 65, serta standar deviasi sebesar 5,77. Variabel harga diri memiliki rata-rata sebesar 62,74 dengan skor minimal sebesar 49 dan skor maksimal sebesar 81, serta standar deviasi sebesar 6,24.

Dari data skor hipotetik pada skala kepuasan citra tubuh, skor minimal yang dapat diperoleh subjek adalah 19, skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 76, rata-rata hipotetik sebesar 47,50 dan standar deviasi sebesar 9,50. Pada skala harga diri, skor minimal yang dapat diperoleh subjek adalah 22, skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 88, rata-rata hipotetik sebesar 55, dan standar deviasi sebesar 11.

Gambaran Umum Subjek

Tabel 2. Kategori Kepuasan Citra Tubuh

Kategori Skor Prosentase (%)

Sangat Tinggi 61,75 < X 3%

Tinggi 52,25 < X ≤ 61,75 23%

Sedang 42,75 < X ≤ 52,25 67%

Rendah 33,25 < X ≤ 42,75 7%

Sangat Rendah X ≤ 33,25 0%

Dari hasil deskripsi statistik tentang gambaran kepuasan citra tubuh subjek, diperoleh hasil yaitu 3% subjek memiliki kepuasan citra tubuh sangat tinggi, 23% subjek memiliki kepuasan citra tubuh tinggi, 67% subjek memiliki kepuasan citra tubuh sedang, dan 7% subjek memiliki kepuasan citra tubuh rendah.

Tabel 3. Kategori Harga Diri

Kategori Skor Prosentase (%)

Sangat Tinggi 71,5 < X 7%

Tinggi 60,5 < X ≤ 71,5 56%

Sedang 49,5 < X ≤ 60,5 35%

Rendah 38,5 < X ≤ 49,5 2%

Sangat Rendah X ≤ 38,5 0%

Deskripsi statistik mengenai gambaran harga diri subjek menunjukkan hasil yaitu 7% subjek memiliki harga diri sangat tinggi, 56% subjek memiliki harga diri tinggi, 35% subjek memiliki harga diri sedang, dan 2% subjek memiliki harga diri rendah.

(10)

Uji Asumsi

Beberapa asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan teknik statistik parametrik Product Moment dalam mengolah data adalah data memiliki distribusi normal dan bersifat linear (Arikunto, 2010). Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telah memenuhi kedua asumsi tersebut.

Dari hasil uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan metode statistik one sample Kolmogorov Smirnov, menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel kepuasan citra tubuh sebesar 0,15 (p >0,05) yang berarti data kepuasan citra tubuh berdistribusi normal dan nilai signifikansi variabel harga diri sebesar 0,84 (p > 0,05) yang berarti data harga diri berdistribusi normal. Hasil uji normalitas juga dapat dilihat dari pola penyebaran data dengan menggunakan histogram pada gambar 1 dan 2. Dari gambar tersebut diketahui bahwa pola penyebaran data menyebar di sekeliling kurva dan kurva berbentuk lonceng, sehingga dapat disimpulkan bahwa data dari kedua variabel berdistribusi normal.

Gambar 1.Histogram Gambar 2. Histogram Variabel Kepuasan Citra Tubuh Variabel Harga Diri

Untuk uji linieritas yang dilakukan dengan uji F, diperoleh nilai F sebesar 31,49 dengan nilai signifikansi sebesar 0,00 (p < 0,05) yang berarti variabel kepuasan citra tubuh memiliki hubungan yang linier dengan harga diri. Hubungan linier dari kedua variabel juga dapat dilihat dari grafik Scatter Plot pada gambar 3, terlihat bahwa koordinat titik-titik variabel kepuasan citra tubuh dan harga diri mengikuti pola garis lurus dan menyebar dimulai dari bagian kiri bawah menuju kanan atas, yang berarti bahwa kedua variabel memiliki hubungan linier.

(11)

Gambar 3. Grafik Scatter Plot

Uji Hipotesis

Dari hasil uji korelasi dengan menggunakan Product Moment, diperoleh nilai r sebesar 0,48 dengan signifikansi sebesar 0,00 (p < 0,05), maka hipotesis penelitian diterima yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan citra tubuh dengan harga diri pada laki-laki yang melakukan fitness. Nilai r sebesar 0,48 menunjukkan kekuatan hubungan yang agak rendah (Arikunto, 2010). Nilai r yang bernilai positif menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan citra tubuh dengan harga diri. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kepuasan citra tubuh maka semakin tinggi harga diri, begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat kepuasan citra tubuh maka semakin rendah harga diri.

Analisis Tambahan

Analisis tambahan dilakukan untuk mengetahui apakah Body Mass Index (BMI) memiliki peran terhadap kepuasan citra tubuh dan harga diri subjek. Dari hasil uji regresi antara BMI dengan kepuasan citra tubuh yang menggunakan bantuan program SPSS 20.0 for windows, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,14 dengan signifikansi sebesar 0,16 (p > 0,05) yang berarti BMI tidak memiliki peran terhadap kepuasan citra tubuh. Selanjutnya, hasil uji regresi antara BMI dengan harga diri juga menunjukkan bahwa BMI tidak memiliki peran terhadap harga diri yang ditunjukkan dari nilai koefisien regresi sebesar 0,05 dengan signifikansi sebesar 0,64 (p >0,05).

(12)

DISKUSI

Dari hasil deskripsi statistik tentang gambaran kepuasan citra tubuh subjek, menunjukkan bahwa sebagian besar laki-laki yang melakukan fitness memiliki kepuasan citra tubuh yang sedang (67% subjek), yaitu di atas rata-rata. Besarnya kepuasan citra tubuh pada laki-laki yang melakukan fitness berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh yang dialami setelah rutin melakukan fitness, perubahan tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat kepuasan terhadap citra tubuhnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Hurlock (dalam Sari, 2012) yaitu memiliki bentuk fisik yang baik akan menimbulkan kepuasan dalam diri terhadap tubuhnya.

Jika dilihat dari gambaran usia subjek, subjek dalam penelitian ini termasuk dalam kategori usia dewasa awal, faktor usia ini mungkin juga dapat berkontribusi pada besarnya kepuasan citra tubuh subjek. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Perdani (2009) yaitu kepuasan citra tubuh ditentukan oleh faktor usia, karena seorang laki-laki maupun perempuan yang tumbuh menjadi dewasa telah belajar untuk menerima perubahan-perubahan pada tubuhnya, meskipun penampilannya tidak sebagaimana yang diharapkan dan sekalipun berusaha untuk memperbaiki penampilannya. Hasil tingginya kepuasan citra tubuh subjek juga dapat dikaitkan dengan jenis kelamin subjek dalam penelitian ini, seluruh subjek berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan pendapat Papalia, dkk. (2008), laki-laki semakin puas dengan tubuhnya yang menjadi lebih berotot setelah pubertas, ini yang kemudian menjadikan laki-laki cenderung memiliki kepuasan terhadap citra tubuh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa laki-laki yang melakukan fitness memiliki kepuasan citra tubuh di atas rata-rata (sedang).

Selain perubahan bentuk fisik dan usia yang berperan dalam menimbulkan kepuasan citra tubuh laki-laki, peneliti mencoba menganalisis faktor lain yaitu apakah berat dan tinggi tubuh yang proporsional dapat menimbulkan kepuasan terhadap citra tubuh laki-laki. Dari hasil perhitungan Body Mass Index (BMI) subjek, diketahui bahwa sebagian besar subjek dalam penelitian ini memiliki tubuh yang ideal. Hasil uji regresi antara BMI dengan kepuasan citra tubuh menunjukkan bahwa BMI atau berat dan tinggi tubuh yang proporsional tidak berperan dalam menimbulkan kepuasan citra tubuh individu. Hal ini sesuai dengan Thompson

(13)

(dalam Nugraha, 2010) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan citra tubuh adalah persepsi individu terhadap derajat kegemukan atau kekurusan tubuhnya dan bukan berdasarkan proporsi tubuhnya.

Dari hasil deskripsi statistik mengenai gambaran harga diri subjek, menunjukkan bahwa sebagian besar memiliki harga diri yang tinggi (56% subjek). Untuk mengetahui faktor apa yang mungkin berkontribusi terhadap tingginya harga diri, peneliti melakukan uji regresi antara BMI dengan harga diri. Dari uji regresi, diperoleh hasil bahwa BMI atau berat dan tinggi tubuh yang proporsional tidak memiliki peran terhadap harga diri individu. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Herabadi (2007) yang menunjukkan bahwa body esteem, kebiasaan berpikir tentang tubuh, dan evaluasi subjektif individu terhadap tubuhnya lebih berkontribusi terhadap pembentukan harga diri dibandingkan dengan pengukuran proporsi tubuh yang lebih objektif seperti BMI. Jadi, harga diri seseorang tidak tergantung dari proporsi berat dan tinggi tubuhnya, akan tetapi tergantung dari cara berpikir dan evaluasi yang dilakukan individu terhadap tubuhnya secara subjektif.

Harter (dalam Santrock, 2007) mengemukakan bahwa harga diri laki-laki berkaitan dengan citra tubuh positif. Laki-laki yang memiliki kepuasan citra tubuh tinggi akan mempengaruhi harga dirinya menjadi lebih tinggi, sebaliknya laki-laki yang memiliki kepuasan citra tubuh rendah akan mempengaruhi harga dirinya menjadi lebih rendah pula. Hal yang sama juga diungkap dalam penelitian Rahmania dan Yuniar (2012) yang menunjukkan bahwa tingkat harga diri yang tinggi berkaitan dengan gambaran positif individu mengenai tubuhnya dan sebaliknya gambaran negatif individu terhadap tubuhnya berkaitan dengan rendahnya tingkat harga diri yang dapat mengarah pada kecenderungan body dismorphic disorder (BDD). Hal ini sesuai dengan hasil deskripsi statistik subjek dalam penelitian ini yang menunjukkan bahwa tingginya harga diri ini diimbangi dengan kepuasan citra tubuh subjek yang berkategori sedang (di atas rata-rata). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingginya harga diri pada laki-laki yang melakukan fitness berkaitan dengan kepuasan terhadap citra tubuh.

Adanya hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan harga diri juga diperkuat dari hasil penelitian-penelitian terdahulu, salah satunya hasil penelitian Sari (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan citra tubuh berhubungan dengan harga diri

(14)

individu. Hasil penelitian terdahulu tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, dari hasil uji korelasi didapatkan nilai korelasi (r) sebesar 0,48 dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0,00 (p < 0,05), yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan citra tubuh dengan harga diri pada laki-laki yang melakukan fitness dengan arah hubungan yang positif, yaitu semakin tinggi tingkat kepuasan citra tubuh pada laki-laki yang melakukan fitness maka semakin tinggi harga diri dan begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat kepuasan citra tubuh maka semakin rendah harga diri, sementara kekuatan korelasi antara kedua variabel agak rendah (Arikunto, 2010).

Menurut Rice (dalam Nugraha, 2010), kepuasan citra tubuh merupakan perwujudan dari harga diri positif, khususnya pada remaja dan orang dewasa, hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan adanya korelasi antara keduanya. Hal ini juga diperkuat dengan hasil koefisien determinasi kepuasan citra tubuh dengan harga diri, sumbangan efektif kepuasan citra tubuh terhadap harga diri sebesar 22,80% yang berarti bahwa varian yang terjadi pada harga diri 22,80% berhubungan dengan kepuasan citra tubuh dan sisanya 77,20% berhubungan dengan faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Burn (dalam Sari, 2012) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri selain citra tubuh yaitu pengalaman, pola asuh, lingkungan, dan sosial ekonomi.

KESIMPULAN

Dari metode analisis data, hipotesis dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan citra tubuh dengan harga diri pada laki-laki yang melakukan fitness dengan arah hubungan yang positif, yaitu semakin tinggi tingkat kepuasan citra tubuh maka semakin tinggi harga diri dan sebaliknya semakin rendah tingkat kepuasan citra tubuh maka semakin rendah harga diri, sementara kekuatan korelasi antara kedua variabel agak rendah. Sumbangan efektif kepuasan citra tubuh terhadap harga diri sebesar 22,80% dan sisanya 77,20% berhubungan dengan faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis tambahan, hasil uji regresi menunjukkan bahwa Body Mass Index (BMI) tidak memiliki peran terhadap kepuasan citra tubuh dan harga diri.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, F., Carpenito, & Juall, L. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Aswi. (2008). Rahasia Cowok. Jakarta: Hi-Fest Publishing.

Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2014). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Branden, N. (2001). Kiat Jitu Meningkatkan Harga Diri. Jakarta: Delapratasa.

Brecht, G. (2000). Mengenal dan Mengembangkan Harga Diri. Jakarta: Prenhalindo.

Chaplin, J. P. (2009). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Cleghorn, P. (2002). 30 Minutes to Boost Your Self Esteem. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Febrianto, Bayu. (2013). Hubungan Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Hubungan Interpersonal pada Anggota UB (Universitas Brawijaya) Fitness Centre. Skripsi. (tidak diterbitkan). Malang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.

Friedman, H., & Schustack, M. W. (2006). Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga.

Herabadi, A. G. (2007). Hubungan antara Kebiasaan Berpikir Negatif tentang Tubuh dengan Body Esteem dan Harga Diri. Jurnal Makara Sosial Humaniora, 11 (1). Diakses 15 April 2014, journal.ui.ac.id/humanities/article/view/42/38.

Juliadilla, Risa. (2012). Hubungan Kepuasan terhadap Citra Tubuh dengan Komunikasi Interpersonal yang Efektif pada Remaja Madya Putri. Skripsi. (tidak diterbitkan). Malang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.

Melliana, A. (2006). Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan. Jogjakarta: LKIS.

Nadesul, H. (2009). Resep Mudah Tetap Sehat-Cerdas Menaklukkan Semua Penyakit Orang Sekarang. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

(16)

Nugraha, Julhairman Agung. (2010). Pengaruh Kepuasan Citra Tubuh terhadap Kepercayaan Diri Orang yang Mengikuti Fitness Center. Skripsi. Diakses 15 April 2014, repository.uinjkt.ac.id/JULHAIRMAN%20AGUNG%20

NUGRAHA-FPS.pdf.

Papalia, Old, & Feldman. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana.

Perdani, D. P. (2009). Kepuasan Body Image pada Mahasiswa yang Menggunakan Body Piercing. Jurnal Psikologi, 7 (1). Diakses 15 April 2014, ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/download/68/67.

Prameswari, S., Aisah, S., & Mifbakhuddin. (2013). Hubungan Obesitas dengan Citra Diri dan Harga Diri pada Remaja Putri di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candisari Semarang. Jurnal Keperawatan Komunitas, 1 (1). Diakses 15 April 2014, jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKK/article/view/ 925/977.

Pratiwi, Nani. (2009). Citra tubuh pada Remaja Putri Melakukan Suntik Kurus.

Jurnal Psikologi. Diakses 15 April 2014,

www.gunadarma.ac.id/library/articles/.../Artikel_10504119.pdf.

Putri, Theresia E. W. (2008). Hubungan antara Citra Raga dan Kepercayaan Diri pada Mahasiswi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Skripsi. Diakses 16 April 2014, http://eprints.unika.ac.id/1727/.

Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Rai, A., & Tsiang, H. (2009). Tingkatkan Fitness IQ Anda: Rahasia Tuntas Bakar Lemak dan Gaya Hidup Sehat. Jakarta: Libri.

Reber, A., & Reber, E. (2010). Psychology Dictionaries. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahmania P. N. & Yuniar, Ika. (2012). Hubungan antara Self Esteem dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder pada Remaja Putri. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 1 (2). Diakses 15 April 2014, journal.unair.ac.id/filerPDF/110810014_9v.pdf.

Santoso, S. (2006). Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Kompetindo.

Santrock, J. W. (2007). Adolescence: Remaja. Jakarta: Erlangga.

Sari, Dahlia N. P. (2012). Hubungan antara Body Image dan Self Esteem pada Dewasa Awal Tuna daksa. Jurnal Ilmiah, 1 (1). Diakses 16 April 2014, https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/58/67.

(17)

Sarwono, S., & Meinarno, E. A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Yudha, M. (2006). Beri Tenaga Hidup Anda: Fitness, Fit Sepanjang Hari. Jakarta: Penebar Plus.

Gambar

Tabel 2. Kategori Kepuasan Citra Tubuh
Gambar 3. Grafik Scatter Plot  Uji Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji chi square dan uji kontingensi didapatkan hubungan dan korelasi antara diet 

Hasil penelitian menunjukkan uji korelasi dengan spearman rank (  ) sebesar (-) 0,733, arah korelasi negatif artinya semakin tinggi tingkat kelelahan kerja menurunkan

Dari hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan ρ value sebesar 0,653 dengan nilai korelasi sebesar - 0,077,

Dari hasil analisis data didapatkan nilai koefisien korelasi (r hitung) sebesar 0,757 dengan nilai signifikansi (P) = 0.000 menandakan adanya hubungan positif dan sangat

Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan Harga Diri Pada Remaja Putri... Identifikasi

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil penelitian, maka diperoleh hasil nilai koefisien korelasi sebesar -0,566 dengan

Berdasarkan hasil analisis uji korelasi didapatkan nilai koefisien korelasi r( xy ) sebesar – 0,290 dengan (p &lt; 0,010) hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini

Hasil uji statistik dengan menggunakan korelasi Spearman Rho didapatkan nilai dengan tingkat signifikasi sebesar P = 0,03 yang dapat diartikan H1 diterima dan