• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PEMBELAJARAN ILMU TAJWID DALAM MENINGKATKAN KEFASIHAN SANTRI MEMBACA AL-QUR ĀN DI PONDOK PESANTREN NURUL ATHFAL ULUJAMI-PEMALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PEMBELAJARAN ILMU TAJWID DALAM MENINGKATKAN KEFASIHAN SANTRI MEMBACA AL-QUR ĀN DI PONDOK PESANTREN NURUL ATHFAL ULUJAMI-PEMALANG"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

38

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Nurul Athfal Ulujami Pemalang 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Athfal

Diawali oleh seorang santri dari kota Kendal yang sebelumnya menjadi murid Kyai Syukri ketika masih nyantri di Pondok Pesantren Abul Faid Blitar, Jawa Timur,yang bernama Wasiun. Kemudian mengikuti Kyai Syukri ke rumah di kampung halaman untuk menimba ilmu dari beliau secara khusus. Dengan bertahap dan pasti Kyai Syukri mulai membuka pengajian bagi masyarakat desa Pesantren sendiri atau yang biasa dikenal dengan santri kalong, yang makin hari kian bertambah banyak, ditambah lagi dengan kedatangan para santri dari luar (santri muqimin) yang semakin banyak mereka datang dari berbagai kota diantaranya: Jepara, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Cirebon, Jakarta, Sumatra, bahkan dari negeri jiran Malaysia.

Setelah jumlah santri semakin hari semakin bertambah, kemudian K.H. Syukri dan mertua beliau K.H. Marfu’ mulai berfikir untuk mendirikan Pondok Pesantren. Sebagai salah satu sarana penunjang belajar mengajar, berkat pertolongan Allah pada tahun 1967 ide besar itu pun terwujud dan Pondok Pesantren itu diberi nama Pondok baru Putra Putri Nurul Athfal. Ditambah dengan kalimat baru karena tafa’ul

(2)

(mengharapkan barokah) kepada Pondok Baru Sirojul Mukhlisun Payaman, Magelang, di mana K.H. Syukri menuntut ilmu di sana.1

Sejak saat itu Pondok Pesantren Nurul Athfal, semakin berkembang pesat, seiring dengan perkembangan tersebut Nurul Athfal berusaha untuk memperbaiki sistem pendidikan dengan sistem klasikal guna menciptakan proses belajar mengajar yang berkualitas. Perkembangannya pun tidak hanya pada pendidikan saja, melainkan pembangunan fisik Pondok Pesantren Nurul Athfal juga semakin meningkat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya pembangunan gedung baru yang digunakan untuk madrasah dan asrama santri di lokasi Pondok Pesantren bagian timur, hal ini dilakukan untuk menampung santri yang kian hari kian bertambah banyak.2

Di saat Nurul Athfal mengalami masa kejayaan itulah, Nurul Athfal dihadapkan pada kenyataan pahit yang harus dijalani. Tepat pada hari Senin yang merupakan hari yang sangat dicintai oleh beliau K.H. Syukri.Tepatnya malam Senin pukul 22.00 WIB. Tanggal 6 Syawal 1413 H. / 29 Maret 1993 M., K.H. Syukri meninggalkan kita semua untuk selama-lamanya, beliau banyak meninggalkan kenangan yang tidak pernah kita lupakan yaitu Pondok Pesantren Nurul Athfal yang tercinta dengan

1Isrorudin Syukri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi,

Pemalang, 26 Februari 2016.

2

(3)

diiringi ribuan santri, alumni, handai taulan, dan masyarakat dari berbagai daerah. K.H. Syukri dikebumikan di pemakaman umum Desa Pesantren.3

Namun, Pondok Pesantren Nurul Athfal tidak lah cengeng menghadapi kenyataan itu, perlahan-lahan namun pasti dengan diteruskan oleh putra dan menantu K.H. Syukri yaitu KH. Sulhanudin Syukri, Ky. Agus Saeri H. Ikhsan, dan Ky. Isrorudin Syukri, Nurul Athfal kembali bangkit dengan menghimpun kekuatan dan pemikiran, Nurul Athfal kembali menggeliat menjadi salah satu dari sekian banyak generasi pembawa misi agama dengan masih tetap memegang prinsip“ Almukhafadlotul qoddimis sholeh wal akhdu bil jaddidil aslah” (Meneruskan progam-progam yang sudah dicetuskan Pendiri Pondok Pesantren dan menambah progam baru yang belum ada sebelumnya guna menyempurnakannya ).4

2. Letak Pondok Pesantren Nurul Athfal

Pondok Pesantren Nurul Athfal terletak di wilayah kabupaten pemalang tepatnya dukuh pesagaran desa pesantren Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang. Bila dilihat dari segi geografisnya. Kecamatan ulujami letaknya sangat strategis karena menghubungkan antara daerah-daerah lain. Kecamatan ulujami merupakan daerah-daerah yang paling timur dari bagian pemalang yaitu berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan.

3Isrorudin Syukri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi,

Pemalang, 26 Februari 2016.

4

(4)

Desa pesantren ini termasuk daerah pesisir dimana secara ekonomis cukup potensial karena pendapatan masyarakat desa pesantren tidak hanya diperoleh dari hasil pertanian, akan tetapi diperoleh dari nelayan tambak dan sebagai pegawai sipil.5

3. Organisasi dan Susunan Pengurus

Setelah sepeninggalan K.H. Syukri, kemudian diteruskan oleh putra-putri beliau, secara umum Nurul Athfal tidak banyak berubah, hanya saja program-program yang di rasa kurang, disempurnakan lagi, susunan Pondok Pesantren Nurul Athfal terdiri dari:

Dewan Penasehat : Drs. KH. Mahsus Marfu’ Dewan Pembimbing : Drs. KH. Mahsis Marfu’

Dewan Pengasuh : 1. KH. Muh. Sulhanudin Syukri 2. Kiai Agus Saeri H. Ikhsan 3. Kiai Isrorudin Syukri.6

Dan untuk kepengurusan Pondok Pesantren Nurul Athfal terbagi menjadi dua, yaitu yang menangani lembaga Pondok Pesantren yang menangani lembaga Madrasah Diniyah yang masing-masing di pimpin oleh seorang Kepala di bawah bimbingan Pengasuh Pondok Pesantren yang kemudian dinamakan Kepala Pondok dan Kepala Madrasah, dan yang masing-masing Kepala Pondok dan Kepala Madrasah membawahi Kepala Bagian dan seksi-seksi.

5Dokumentasi Pondok Pesantren Nurul Athfal Kecamatan Ulujami, 24 Februari 2016. 6Isrorudin Syukri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi,

(5)

Untuk Kepala Pondok membawahi Sekretaris, Bendahara, Kepala Bagian Pendidikan, Keamanan, Seni dan Dakwah, Olah raga, Kesra, Pembangunan, dan Pengembangan Keterampilan, BUMP (Badan Usaha Milik Pesantren) termasuk di dalamnya Koperasi, dan KESRA.

Sedangkan Kepala Madrasah membawahi Sekretaris, Bendahara, Kepala Bagian Pendidikan, Organisasi ISNA (Ikatan Santri Nurul Athfal) yang merupakan induk Organisasi santri Pondok Pesantren Nurul Athfal. ISNA terbagi menjadi dua yaitu ISNA Putra dan ISNA Putri, ISNA juga mengkoordinir organisasi-organisasi santri dari berbagai daerah-daerah di antaranya: ISTANA, PERSAPES, dan INSAN TIMUR.

Pondok Pesantren Putri juga mempunyai kepengurusan Pondok sendiri, yang langsung di asuh oleh istri-istri dari para Pengasuh, yang membawahi Kepala Pondok Putri dan di bawah itu ada Sekretaris, Bendahara, Kepala Bagian Pendidikan, Keamanan, Seni dan Dakwah, Kesra dan Koperasi.7

4. Keadaan Kiai, Asatidz dan Santri

Kiai merupakan salah satu unsur penting bagi pondok pesantren. Keberdaan kiai sangatlah urgen dan esensial karena beliaulah perintis, pendiri, penerus, pengelolah, pengasuh, dan terkadang pemilik pondok.

Selain kiai, bagian yang penting adalah keberadaan para asatidz . Di Pondok Pesantren Nurul Athfal, para asatidz diambil dari lulusan pondok pesantren Nurul Athfal sendiri. Mereka adalah orang yang sudah dipercaya

7

(6)

oleh kiai untuk mengajar kepada santrinya. Mereka mengabdikan pemikiran dan tenaganya untuk mengajar di pondok pesantren Nurul Athfal sesuai dengan keputusan pengasuh dan pengurus yang diadakan pada tahun ajaran baru.Akan tetapi tidak semua ustadz tinggal di Pondok Pesantren Nurul Athfal. Ada yang datang ketika mengajar saja, dan ada juga yang menetap di Pondok Pesantren Nurul Athfal.8 Berikut daftar asatidz di Pondok Pesantren Nurul Athfal 2016:9

Tabel 1

Keadaan Asatidz di Pondok Pesantren Nurul Athfal Ulujami-Pemalang

NO Nama Asatidz Pendidikan Terakhir Jabatan

1. Kiai Sulhanuddin Syukri SMA/ Sederajat Pengasuh 1 2. Kiai Isrorudin Syukri, S.Ud Sarjana Penagsuh II 3. Kiai Agus Saeri H. Ikhsan, S.Ud Sarjana Pengasuh III 4. Nyai Hikmah Ilahiyah Aliyah/SMA Ustadzah

5. Nyai Tadzkirah Aliyah/SMA Ustadzah

6. Nyai Khulatul Jannah SMA/ Sederajat Ustadzah 7. Ustadz Yunus Rohmat Aliyah/SMA Kepala Pondok 8. Ustadz Nur Udin Jaelani Aliyah/SMA Bendahara 9. Ustadz Edi Riyanto, S. Ud Sarjana Ustadz

10. Ustadz Suaib Aliyah/SMA Kepala Madrasah

11. Ustadz Asrofi Kamil Aliyah/SMA Bendahara

12. Ustadz Muhaimin Mts/Wustha Ustadz

13. Ustadz Agus Salim, S.Ud Sarjana Ustadz

14. Ustadz Mahmud Al-Husain Sarjana Sekretaris

15. Ustadz Fathullah Aliyah/SMA Ustadz

16. Ustdz M. Udin Aliyah/SMA Ustadz

17. Ustadz M. Jaelani Aliyah/SMA Ustadz

18. Ustadz Burhanudin Aliyah/SMA Ustadz

19. Ustadz Ulfan Salamudin Aliyah/SMA Ustadz

8Barokah, Pengurus Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi, Pemalang, 24

februari 2016.

9Lilis Siti Sa’adah & Siti Amanah, Pengurus Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara

(7)

NO Nama Asatidz Pendidikan Terakhir Jabatan

20. Ustadz Amirudin Aliyah/SMA Tata Usaha

21. Ustadz Fahrudin Aliyah/SMA Tata Usaha

22. Ustadz Fajar Subhan Aliyah/SMA Ustadz

23. Ustadzah Tuty Afiyah SMA/ Sederajat Ustadzah 24. Ustadzah Vivi Rif’atul M SMA/ Sederajat Ustadzah

Sedangkan santri sekarang ini tercatat 211 santri mereka datang dari berbagai kota seperti sumatra, tegal, pekalongan, pemalang, dan sebagainya.10Mereka berasal dari keluarga yang berbeda-beda. Ada yang datang dari keluarga menengah ke bawah dan ada juga yang datang dari keluarga menengah ke atas.

Santri yang dari keluarga menengah ke bawah biaya administrasinya berbeda dengan santri menengah ke atas. Santri yang dari keluarga menengah ke bawah mereka hanya membayar syahriyah saja sedangkan santri menengah atas, biaya makan dan syahriyah ditanggung oleh santri sendiri.11 Berikut daftar santri Pondok Pesantren Nurul Athfal 2016:12

Tabel 2

Keadaan Santri Ponpes Nurul Athfal Ulujami-Pemalang No. Nama Komplek Jumlah Kamar Jumlah Santri

1. Khadijah 11 99

2. As-Syafi’i 8 67

3. Al-Maliki 6 55

Jumlah Keseluruhan 25 211

10Barokah, Pengurus Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi, Pemalang, 24

februari 2016.

11Isrorudin Syukri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi,

Pemalang, 26 Februari 2016.

12Siti Amanah dan Nur Udin Jaelani, Pengurus Pondok Pesantren Nurul Athfal,

(8)

5. Sarana dan Prasarana

Untuk mendukung kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Nurul Athfal Ulujami-Pemalang tentunya harus ditunjang dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai.

Berikut sarana dan prasarana di Pondok Pesantren NurulAthfal:13 Tabel 3

Sarana dan Prasarana di Pondok Pesantren Nurul Athfal Ulujami-Pemalang

NO. Sarana Fisik Jumlah Kondisi

1. Asrama/ Komplek 17 Baik

2. Mushola + Aula 3 Baik

3. Perpustakaan 1 Baik

4. Kamar Mandi 14 Baik

5. Koperasi 4 Baik

6. Kantor 3 Baik

7. Dapur 1 Baik

8. Toilet/ Wc 11 Baik

6. Kegiatan Pendidikan Pondok Pesantren a. Kegiatan Untuk Masyarakat

Sebagai pondok pesantren yang tergolong tua, Pondok Pesantren Nurul Athfal tentunya setiap tahun mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan fisik bangunan pondok pesantren yang semakin maju.

Peningkatan dan pengembangan tidak hanya terpaku pada bangunan fisik Pondok Pesantren. Namun juga berjalan pada hal pendidikan dan hubungan sosial dengan masyarakat pondok

13Isrorudin Syukri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi,

(9)

pesantren. Kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat antara lain: kegiatan sholawat Nariyah dengan berjama’ah setaiap malam senin, pengajian rutin Ibu-ibu pada hari senin, pengajian Bapak-bapak pada malam senin, ziarah para Auliya’ setahun sekali dan ziarah makam Syeikh Maulana Maghribi yang berada di desa Pesantren setiap Minggu Pon sekaligus pengajian di makam tersebut. Semuanya itu dilaksanakan bersama antara pengasuh pondok pesantren, santri dan masyarakat sekitar Pondok Pesantren Nurul Athfal.14

b. Kegiatan Untuk Santri

Pendidikan Kepesantrenan yang diselenggarakan di Pondok ini adalah pengajian kitab kuning, baik dengan metode bandungan, sorogan ataupun kilatan. Metode bandungan adalah di mana seorang guru membaca kitab dan menerangkan materi pelajaran di dalam kelas, kemudian para santri menyimak bacaan guru sambil memberikan makna gandul ( arti dengan bahasa jawa yang di tulis di bawah teks kitab ).

Sorogan adalah metode di mana seorang murid maju satu persatu di hadapan Guru atau Ustadz, kemudian Ustadz membacakan materi kemudian Santri menirukan bacaan Ustadz dengan bimbingan ustadz langsung pada saat itu juga, begitu seterusnya. Pengajian sorogan dan bandungan tidak hanya menyuguhkan materi kitab

14Isrorudin Syukri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi,

(10)

kuning saja, melainkan juga materi pembelajaran bagaimana cara baca al-Qur’ān dengan baik dan benar.

Sedangkan metode kilatan adalah mirip dengan metode bandungan, hanya saja pada sistem kilatan, materi yang diajarkan dikemas dengan praktis dalam waktu yang relatif singkat dan hampir sama dengan kursus kilat, yang berkisar setengah sampai satu bulan. Di Pondok Pesantren Nurul Athfal program ini dilaksanakan pada bulan Syawal dan pada bulan Romadlon. Pesertanya pun tidak terbatas dari kalangan santri sendiri, melainkan diikuti dari civitas santri dari luar Pondok Pesantren lain di luar Pondok Pesantren Nurul Athfal. Di kalangan Pondok Pesantren program ini lebih populer disebut dengan nama Pasaran.15

Kegiatan pendidikan Pondok Pesantren Nurul Athfal dibagi menggunakan kelas atau tingkatan, diantaranya kelas awaliyah, kelas 1 wustho, kelas II wustho, kelas III wustho dan kelas I, II, III aliyah.

Selain melaksanakan pendidikan keagamaan Pondok ini juga menyelenggarakan Pendidikan Wajar Dikdas dibawah pengawasan Kementrian Agama Kabupaten Pemalang. Dengan diadakan program Wajar Dikdas ini disamping mendapatkan ijazah Pondok Pesantren bagi Santri yang belum sempat mengikuti sekolah umum juga bisa

15

(11)

mendapatkan ijazah formal setara SMP dan juga bisa dilanjutkan ke jenjang SMA.16

Selain pendidikan di atas, pendidikan lain di Pondok Pesantren adalah sebagai berikut:

1) Diadakannya musyawarah baik musyawarah mingguan maupun musyawarah bulanan. Musyawarah mingguan atau taqror dilakukan satu minggu sekali yang dilaksanakan oleh setiap kelas dengan dipimpin oleh koordinator musyawarah sedangkan musyawah bulanan atau bahtsul masiaildiikuti oleh semua santri yang ada di Pondok Pesantren Nurul Athfal dengan di dampingi oleh para ustadz.

2) Di Pondok Pesantren Nurul Athfal mempunyai program berpuasa riyadloh selama 1 (satu) tahun, puasa manaqib selama 40 hari, dan puasa khalailul khairat selama 3 tahun. Akan tetapi, yang sering dilakukan oleh santri adalah puasa riyadloh dan puasa manaqib. Dan tidak semua santri melakukan puasa tersebut namun yang dianjurkan hanya santri yang berada di kelas 3 (tiga) wustha.

3) Adanya pelatihan khitobah yang dilaksanakan secara intens. Dalam satu minggu dilakukan dua kali yaitu pada malam jum’at

16Isrorudin Syukri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi,

(12)

dan malam senin yang dibimbing langsung koordinator khitobah.17

7. Kurikulum Pondok Pesantren Nurul Athfal

Pondok Pesantren merupakan pendidikan non formal. kurikulum yang digunakan di Pondok Pesantren berbeda dengan kurikulum di Pendidikan formal.Dalam pendidikan formal biasanya kurikulum yang digunakan sudah ditetapkan oleh pemerintah sedangkan di Pondok Pesantren menentukan sendiri kurikulum apa yang akan digunakan dalam proses belajar.

Pondok Pesantren Nurul Athfal adalah pondok pesantren salaf. Dimana kurikulum yang digunakan adalah kalsikal artinya Pondok Pesantren Nurul Athfal menggunakan kurikulum tentang pemahaman kitab kuning.

Ilmu tajwid adalah alat untuk membaca al-Qur’ān.Tanpa ilmu tajwid, bacaan yang dibaca dalam al-Qur’ān tidak sesuai dengan kaidah yang ada dalam ilmu tajwid dan bisa merubah makna yang ada dalam al-Qur’ān.

Posisi ilmu tajwid di Pondok Pesantren Nurul Athfal sangatlah penting dalam proses belajar. Karena dengan adanya ilmu tajwid, maka santri dapat membaca al-Qur’ān sesuai dengan kaidah ilmu tajwid yang sudah dipelajari.18

17Isrorudin Syukri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi,

Pemalang, 26 Februari 2016.

18Isrorudin Syukri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Athfal, Wawancara Pribadi,

(13)

Berikut adalah jadwal pengajian di Pondok Pesantren Nurul Atfal Ulujami Pemalang:19

Tabel 4

Jadwal Pengajian Pondok Pesantren Nurul Athfal Ulujami-Pemalang

NO. Waktu Kitab yang dipelajari Kelas

1. 05.00 wib- 06.00 wib Kitab Sulam Taufiq Dua Wustha Kitab Safinah Rembyak Awaliyah

Al-Qur’ān Satu Wustha

2. 18.30 wib- 19.15 wib Fathul Qorib Tiga Wustha

Al-Qur’ān Dua Wustha

Jus’ama Awaliyah

Safinatun Najah Satu Wustha 3. 20.00 wib-21.00 wib Al-BaiquNiyah Alfiyah

Matan Jurumiyah Dua Wustha Syarah Amriti Tiga Wustha Syarah Awamil Satu Wustha Safinatun Najah Awaliyah

Tabel 5

Jadwal Pembelajaran Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Nurul Athfal Ulujami-Pemalang20

Hari Waktu Kitab Kelas

Sabtu 14.00 wib-15.00 wib Tarikh Awaliyah

16.00 wib-17.00 wib Fiqih Awaliyah, Wustha Praktik Ibadah Awaliyah

Bahasa Arab Wustha

19Lilis Siti Sa’adah, Pengurus Pondok Pesantren Nurul Athfal, wawancara Pribadi, 13

Maret 2016.

20

(14)

Hari Waktu Kitab Kelas

Hadits Wustha

Qowaidul I’rab Wustha Fathul Mu’in Ulya

Shorof Ulya

Nahwu Ulya

Minggu 08.00 wib-09.00 wib Tajwid Awaliyah, Wustha 09.30 wib-10.30 wib Imla’ Awaliyah, Wustha

14.00 wib-15.00 wib Jilid Awaliyah

16.00 wib-17.00 wib M. Bina Wustha

Akhlak Wustha

Tarikh Wustha

Nahwu Wustha, Ulya

Fiqih Wustha

Hadits Ulya

Selasa 14.00 wib-15.00 wib Akhlak Awaliyah

16.00 wib-17.00 wib Khot Awaliyah

Tajwid Awaliyah Fiqih Awaliyah Imla’ Awaliyah Hadits Wustha Tauhid Wustha Nahwu Wustha I’rob Wustha Falaq Ulya

Fathul Muin Ulya

Ushul Fiqih Ulya

Tafsir Ulya

Rabu 14.00 wib-15.00 wib Bahasa Arab Awaliyah 16.00 wib-17.00 wib Praktik Ibadah Awaliyah

(15)

Hari Waktu Kitab Kelas

Khot Awaliyah, Wustha

Jilid Awaliyah

Imla’ Wustha

Hadits Wustha

Tauhid Wustha

Nahwu Ulya

Usul Fiqih Ulya

Balaghah Ulya

Kamis 14.00 wib-15.00 wib Nahwu Awaliyah, Ulya 16.00 wib-17.00 wib Hadits Awaliyah

Akhlak Awaliyah, Wustha

Bahasa Arab Awaliyah

Shorof Wustha Khot Khot Tajwid Wustha I’lal Wustha Tauhid Ulya Tafsir Ulya Mantiq Ulya Arudl Ulya

(16)

B. Metode Pembelajaran Ilmu Tajwid dalam Meningkatkan Kefasihan Santri Membaca Al-Qur’ān di Pondok Pesantren Nurul Athfal Ulujami- Pemalang

Berdasarkan pengumpulan data tentang metode pembelajaran ilmu tajwid dalam meningkatkan kefasihan santri membaca al-Qur’ān penulis melakukan wawancara dengan para ustadz, diantaranya:

1. Tujuan Pembelajaran Ilmu Tajwid

Peneliti telah melakukan wawancara dengan beberapa dewan asatidz. Berikut hasil wawancaranya:

Menurut ustadzah Tadzkirah yang mengampu kitab Hidayatus Shibyandan kitab Tuhfatul Athfal mengatakan:

“Bahwa tujuan dari pembelajaran ilmu tajwid adalah seperti arti tajwid sendiri yaitu

اًدْيِوْجَت

َ

-

َُدِّوَجُي

َ

-

ََدَّوَج

yang artinya membaguskan bacaan Al-Quran sesuai dengan kaidah yang ada dalam ilmu tajwid. Dengan ilmu tajwid, santri dapat membaca Al-Quran sesuai dengan kaidah tajwid tidak hanya secara teori saja tapi praktiknya pun bisa”.21

Menurut ustadz Muhammad Jaelani yang mengampu kitab Tuhfatul Athfal kelas satu Wustha menjelaskan:

“Bahwa tujuan dari pembelajaran ilmu tajwid sendiri adalah untuk mengetahui tat cara membaca al-Qur’ān dengan baik dan benar”.22 Menurut ustadzah Tuty Alfiyah yang mengampu kitab Hidayatul Mustafid kelas tiga wustha mengatakan:

“Bahwa tujuan dari pembelajaran ilmu tajwid adalah agar santri dapat membaca al-Qur’ān dengan baik dan benar karena membaca

21Tadzkirah, Pengajar Kitab Hidayatus Shibyan & Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi,

Pemalang, 28 Februari 2016.

22Muhammad Jaelani, Pengajar Kitab Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi, Pemalang, 22

(17)

al-Qur’ān adalah kegiatan rutinitas yang dilakukan oleh kaum muslim, sehingga ketika mereka tidak mempelajari ilmu tajwid terlebih dahulu maka bacaan yang mereka baca tidak akan sesuai dengan apa yang dibaca dan mempelajari ilmu tajwid hukumnya fardlu ain”.23

Menurut ustadz Burhanuddin yang mengampu kitab Hidayatus Shibyan kelas Awaliyah B dan kitab Musthalahut Tajwid mengatakan:

“Bahwa tujuan dari pembelajaran ilmu tajwid adalah mengurangi kesalahan-kesalahan ketika membaca al-Qur’ān walaupun kita tahu bahwa manusia pastinya tidak luput dari kesalahan akan tetapi setidaknya kesalahan dalam membaca al-Qur’ān dapat berkurang dengan adanya pembelajaran ilmu tajwid tersebut”.24

Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari pembelajaran ilmu tajwid baik kitab Hidayatus Shibyan, Tuhfatul Athfal, Musthalahut Tajwid Dan Hidayatul Mustafid adalah dapat membaca al-Qur’ān sesuai dengan kaidah yang ada dalam tajwid secara baik dan benar serta mengurangi kesalahan-kesalahan dalam membaca al-Qur’ān.

2. Materi Pembelajaran Ilmu Tajwid a. Kitab Hidayatush Shibyan

Kitab Hidayatus Shibyan adalah kitab tajwid yang paling dasar yang berupa bait-bait nadlom. Pengarang kitab Hidayatus Shibyan adalah Abu Abdullah Husain Nashir Ibn Muhammad Toyyib. Kitab ini tidak terlalu tebal hanya 36 halaman. Isi dari kitab hidayatus Shibyan adalah hukum nun mati dan tanwin, ghunnah musyaddadah, hukum mim mati, idgham, hukum lam ta’rif dan lam fi’il, huruf

23Tuty Alfiyah, Pengajar kitab Hidayatul Mustafid, Wawancara Pribadi, Pemalang, 03

Maret 2016.

24Burhanuddin, Pengajar kitab Hidayatus Shibyan, Wawancara Pribadi, Pemalang, 03

(18)

tafhim, huruf qolqolah, huruf mad dan pembagiannya, tanda waqaf. Pembagian mad dalam kitab ini hanya terdapat enam saja yaitu mad thabi’i, mad wajib muttashil, mad jais munfashil, mad lazim muthowwal, fawatihus suwar, mad 'aridh lissukun.

b. Kitab Tuhfatul Athfal

Isi kitab Tuhfatul Athfal berbentuk bait-bait nadlom. Pengarang kitab Tuhfatul Athfal adalah Syeih Sulaiman Bin Husain Bin Muhammad Al-Jamzuriy. pembahasannya hampir sama dengan kitab Hidayatus Shibyan yaitu hukum nun mati dan tanwin, ghunnah musyaddadah, hukum mim mati, idgham, hukum lam ta’rif dan lam fi’il, huruf tafhim, huruf qolqolah. Namun dalam kitab Tuhfatul Athfal terdapat penambahan materi tentang pembagian mad. Pembagian mad dalam kitab Tuhfatul Athfal berbeda dengan pembagian mad dalam klitab Hidayatus Shibyan. Pembagian mad dalam kitab Tuhfatul Athfal dibagi yaitu wajib, boleh dan jaiz.

c. Kitab Musthalahut Tajwid

Kitab Musthalahut Tajwid adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui isi dari al-Qur’ān berupa keterangan yang lebih tinggi dari ilmu tajwid yang masih samar untuk murid pelajari. Kitab Musthalahut Tajwid adalah lanjutan dari kitab Hidayatus Shibyan dan Tuhfatul Athfal. Pengarang kita Musthalahut Tajwid adalah Al-Haj Abdullah Umar Fadlullah Aminuddin.

(19)

Pembahasan dalam kitab ini berbeda dengan kitab sebelumya. Kitab ini lebih banyak membahas tentang Ghorib. Di dalamnya membahas tentang nama-nama al-Qur’ān, ayat al-Qur’ān, kesalahan dalam membaca, mad yang tidak dibaca panjang, muhimmah, tanda waqaf, saktah, hal yang diharamka dalam waqaf, hal-hal yang diharamkan dalam membaca basmallah, ra sakinah, menjelaskan tentang qad, idz, ta ta’nits, menjelskan tentang illa, menjelaskan tentang kalla, menjelaskan tentang balaa.

d. Kitab Hidayatul Mustafid

Pengarang kitab Hidayatul Mustafid adalah Syaih Muhammad Al-Mahmud. Isi kitab Hidayatul Mustafid hampir sama dengan kitab Hidayatul Shibyan dan Tuhfatul Athfal. Namun kitab Hidayatul Mustafid lebih detail atau rinci pembahasannya dibandingkan dengan kitab Hidayatul Shibyan dan Tuhfatul Athfal. Yang menjadi perbedaan dengan kitab lain adalah dalam kitab Hidayatul Mustafid membahas huruf mad dan pembagiannya (terdapat 13 macam mad), hitungan tempat keluarnya huruf, sifat-sifat huruf, pembagian waqaf, hal-hal yang dilarang diperbuat oleh ahli qira’ah dalam membaca al-Qur’ān. 3. Alokasi Waktu Pembelajaran Ilmu Tajwid

a. Pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan dilaksanakan pada setiap hari minggu pukul 08.00 wib pagi – 09.00 wib di kelas awaliyah A.

b. Pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan dilaksanakan pada setiap hari selasa pukul 14.00 wib pagi – 15.00 wib di kelas awaliyah B.

(20)

c. Pembelajaran kitab Tuhfatul Athfal dilaksanakan pada setiap hari rabu pukul 16.00 wib – 17.00 wib di kelas 1 (satu) wustha A.

d. Pembelajaran kitab Tuhfatul Athfal dilaksanakan setiap hari minggu pukul 09.30 wib – 10.20 wib di kelas 1(satu) wustho B.

e. Pembelajaran kitab Musthalahut Tajwid dilaksanakan setiap hari kamis pukul 14.00 wib-15.00 wib.

f. Pembelajaran kitab Hidayatul Mustafid dilaksanakan setiap hari minggu pukul 14.00 wib-15.00 wib.25

4. Media Pembelajaran Ilmu Tajwid

Pondok Pesantren Nurul Athfal adalah salah satu Pondok Pesantren salaf yang ada di Ulujami-Pemalang sehingga media yang digunakan tidak secanggih teknologi masa kini. Semua proses pembelajaran menggunakan media yang tulisan manual di papan tulis baik black board maupun white board termasuk semua pembelajaran Ilmu Tajwid.

5. Proses Pembelajaran Ilmu Tajwid

a. Kitab Hidayatus Shibyan (Awaliyah A)

1) Proses Pembelajaran Kitab Hidayatus Shibyan

Proses pembelajaran kitab hidayatus shibyan terdapat tiga kegiatan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Kegiatan awal diisi dengan ustadzah mengucapkan salam, mengirim hadiah al-fatihah untuk mushonnif kitab Hidayatus

25

(21)

Shibyan dilanjutkan membaca do’a sesuai dengan doa yang sudah biasa dilakukan, kemudian ustadzah mengabsen santri.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh ustadzah Tadzkirah:

“bahwa dalam kegiatan awal, seperti sekolah pada umumnya. Ketika saya masuk kelas salam terlebih dahulu kemudian sayapimpin untuk mengirimkan hadiah Al-Fatihah untuk mushonnif kitab hidayatus shibyan dilanjutkan berdoa bersama-sama dan presensi.26

Kemudian setelah kegiatan awal selesai, masuk lah kegiatan inti. Kegiatan inti berisi dengan berbagai kegiatan yaitu menulis atau memaknai kitab dengan arab pegon, kemudian dilanjut dengan menerjemahkan (muradi), setelah itu ustdaz menjelaskan keterangan dalam bait tersebut, kemudian santri mempraktikan bacaan yang ada di dalam kitab, ustadz memberikan kesempatan kepada santri untuk bertanaya atau sebaliknya kemudian dilanjutkan dengan menghafal nadlom dua bait yang sudah dijelaskan pada pertemuan mingguyang lalu.

Sebagaimana yang dikatakan oleh ustadzah Tadzkirah :

“Bahwa dalam kegiatan ini biasanya diisi dengan menulis namun menulis disini dilakukan sebelum masuk ke kelas, setelah masuk baru santri mengapsahi atau memberi makna dengan arab pegon, kemudian ustadz menjelaskan dari bahasa jawa ke bahasa indonesia (Muradi) dan dijelaskan oleh ustadzah secara detail santri menulis keterangan yang disampaikan ustadz dan santri mempraktikan bacaan yang sesuai dengan materi dijelaskan” kemudian hafalan nadlom yang dijelaskan minggu yang lalu.27

26Tadzkirah, Pengajar Kitab Hidayatus Shibyan & Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi,

Pemalang, 28 Februari 2016.

27Tadzkirah, Pengajar Kitab Hidayatus Shibyan & Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi,

(22)

Setelah kegiatan inti selesai, pembelajaran di tutup dengan menyampaikan kesimpulan dan membaca do’a.

2) Evaluasi Pembelajaran

Adapun tujuan diadakannya evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana santri dapat memahami materi yang telah disampaikan dan diterapkan pada saat membaca al-Qur’ān.

Evaluasi yang dilakukan oleh ustadzah Tadzkirah dalam pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan adalah dengan menggunakan tes tertulis. Tes ini biasanya dilakukan dengan cara diadakan ulangan per bab dan satu semester sekali.

Selain tes tertulis, untuk mengetahui kefasihan santri ustadzah Tadzkirah juga mengadakan pengamatan yang dilakukan melalui pembelajaran bandungan juz’ama setiap malam minggu pukul 18.30 wib sampai 19.15 wib.

b. Kitab Hidayatus Shibyan (Awaliyah B)

1) Proses Pembelajaran Kitab Hidayatus Shibyan

Dari hasil wawancara dengan ustadz Burhanuddin mengatakan:

“Isi dari kegiatan awal seperti sekolah pada umumnya. Ketika saya masuk kelas salam terlebih dahulu kemudian saya pimpin untuk mengirimkan hadiah al-fatihah untuk mushonnif kitab Hidayatus shibyan dengan tujuan sebagai upaya penyucian jiwa dan pemurnian ta’alum sekaligus ungkapan terima kasih kepada pengarang kitab serta menjalin hubungan spritual dengan ulama-ulamayang telah meninggal dunia, dilanjutkan dengan berdoa dan selanjutkan presensi, terkadang juga saya memberikan motivasi kepada santri namun tidak setiap minggu saya memberi motivasi hanya dilakukan ketika santri kelihatan

(23)

tidak semangat dan kebetulan kelas awaliyah ini anak-anaknya semangat meskipun mereka belum bisa membaca al-Qur’ān mungkin hanya satu sebulan sekali”.28

Kegiatan awal yang dilakukan di kelas awaliyah B hampir sama dengan kegiatan awal di kelas awaliyah A, namun di kelas awaliyah B ada pemberian motivasi kepada santri meskipun tidak rutin.

Setelah kegiatan awal selesai kemudian dilanjutkan dengan kegiatan inti.

Ustadz Burhannudin mengungkapkan:

“Bahwa dalam kegiatan ini biasanya diisi dengan menulis namun menulis disini dilakukan sebelum masuk ke kelas, setelah masuk baru santri mengapsahi atau memberi makna dengan arab pegon, kemudian ustadz menjelaskan dari bahasa jawa ke bahasa Indonesia (Muradi) dan dijelaskan oleh ustadzah secara detail santri menulis keterangan yang disampaikan ustadz dan santri mempraktikan bacaan yang sesuai dengan materi dijelaskan, dan santri mempraktikan bacaan yang ada di dalam kitab kemudian santri ditunjuk satu persatu untuk membaca kitab yang telah diapsahi atau maknai dengan arab pegon kemudian saya memberikan kesempatan kepada santri untuk menanyakan hal-hal yang kurang faham namun ketika santri tidak ada yang bertanya saya yang bertanya kepada santri seberapa fahamnya materi yang telah disampaikan atau santri ditujuk untuk menjelaskan materi yang telah dibahas di depan kelas biasanya perwakilan putra dan putri”.29

Dari kutipan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan inti di kelas awaliyah B sama dengan pembelajaran di kelas awaliyah A, yang membedakan hanya dalam pembelajaran di

28Burhanuddin, Pengajar Kitab Hidayatus Shibyan, Wawancara Pribadi, Pemalang, 03

Maret 2016.

29Burhanuddin, Pengajar Kitab Hidayatus Shibyan, Wawancara Pribadi, Pemalang, 03

(24)

kelas awaliyah B tidak terdapat hafalan nadlom, dan ustadz menunjuk santri untuk menjelaskan materi yang sudah dijelaskan di depan kelas.

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan akhir. Kegiatan akhir di kelas ini sama dengan kelas awaliyah A, namun kelas awaliyah B ustadz terdapat penyimpulan materi setiap pertemuan.

2) Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan kelas awaliyah B sama dengan kelas awaliya A yaitu tamrin atau latihan dan UAS setiap semester sekali. Selain itu, evaluasi yang digunakan dengan cara menunjuk santri untuk menjelaskan materi yang sudah diterangkan ustadznya baik perwakilan putra dan putri.

Selain evaluasi di atas, untuk mengetahui santri fasih tidaknya, ustadz Burhan juga mengadakan praktik dengan mengamati santri membaca sepenggal ayat al-Qur’ān dengan ditanya mengenai ilmu tajwidnya.

c. Kitab Tuhfatul Athfal (Satu Wustho A)

1) Proses Pembelajaran Kitab Tuhfatul Athfal

Kegiatan awal dalam pembelajaran kitab Tuhfatul Athfal hampir sama dengan pembelajaran kitab tajwid lainnya, namun disini terdapat lalaran bait atau nadloman yang dilakukan sebelum ustadz masuk kelas dan pemberian motivasi kepada santri.

(25)

Sebagaimana yang dijelaskan oleh ustadzah Tadzkirah:

“Biasanya sebelum masuk kelas santri membaca nadloman yang ada dalam kitab tuhfatul athfal atau dalam istilah lain disebut lalaran. Ketika saya masuk kelas saya salam terlebih dahulu kemudian saya pimpin untuk mengirimkan hadiah Al-Fatihah untuk mushonnif kitab tuhfatul athfal dengan tujuan sebagai upaya penyucian jiwa dan peurnian ta’alum sekaligus ungkapan terima kasih kepada pengarang kitab serta menjalin hubungan spritual dengan ulama-ulamayang telah meninggal dunia, dilanjutkan dengan berdoa dan selanjutkan presensi, terkadang juga saya memberikan motivasi kepada santri namun tidak setiap minggu saya memberi motivasi hanya dilakukan ketika santri kelihatan tidak semangat”.30

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan inti. Dalam proses kegiatan inti di kelas satu wustha A sama dengan kegiatan inti di kelas awaliyah B yaitu menulis atau memaknai dengan arab pegon, menjelaskan, membaca dan menanya.

Sebagaimana penjelasan dari ustadzah Tadzkirah:

“Dalam kegiatan ini biasanya diisi dengan menulis namun menulis disini dilakukan sebelum masuk ke kelas, setelah masuk baru santri mengapsahi atau memberi makna dengan arab pegon, kemudian ustadz menjelaskan dari bahasa jawa ke bahasa Indonesia (Muradi) dan dijelaskan oleh ustadzah secara detail santri menulis keterangan yang disampaikan ustadz dan santri mempraktikan bacaan yang sesuai dengan materi dijelaskan, dan santri mempraktikan bacaan yang ada di dalam kitab, kemudian santri ditunjuk satu persatu untuk membaca kitab yang sudah di tulis sekaligus mengecek apakah santri benar-benar menulis apa tidak, kemudian saya buka sesi pertanyaan mengenai materi yang telah diajarkan”.31

30Tadzkirah, Pengajar Kitab Hidayatus Shibyan & Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi,

Pemalang, 28 Februari 2016.

31Tadzkirah, Pengajar Kitab Hidayatus Shibyan & Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi,

(26)

Setelah semua selesai dilaksanakan, selanjutnya kegiatan akhir ustadzah memberikan kesimpulan materi yang telah diajarkan namun tidak setiap minggu kesimpulan disampaikan hanya per bab saja dan terkadang juga memberikan tugas untuk dikerjakan di asrama.

2) Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman kitab Tuhfatul Athfal adalah dengan diadakannya tes tertulis. Tes tertulis hanya dilakukan dua atau tiga bab sekali dan satu semester satu sekali sesuai dengan peratuan di Pondok Pesantren Nurul Athfal.

Selain tes tertulis, kelas satu wustha juga mengadakan praktik seperti kelas awaliyah B yaitu dengan mengamati santri membaca al-Qur’ān dengan ditanya mengenai ilmu tajwidnya.

d. Kitab Tuhfatul Athfal (Satu Wustha B)

1) Proses Pembelajaran Kitab Tuhfatul Athfal

Sebagaimana ungkapan dari ustadz Muhammad Jaelani:

“Bahwa dalam proses pembelajaran diisi seperti kelas lainnya, ketika masuk saya salam, kemudian saya pimpin untuk mengirimkan hadiah Al-Fatihah untuk mushonnif kitab dan dilanjutkan dengan berdo’a, saya mengabsen santri dilanjutkan membaca nadlom bersama-sama (lalaran) dan maju satu persatu untuk menghafal bait per bab”.32

32Muhammad Jaelani, Pengajar Kitab Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi, Pemalang, 22

(27)

Dapat disimpulkan bahwa kegiatan di kelas ini sama dengan kelas lainnya yaitu ustadz mengucapkan salam, mengim Al-Fatihah kepada mushonnif, berdo’a, mengabsen santri, dilanjutkan membaca nadlom secara bersama-sama setelah itu santri disuruh maju untuk menghafal nadlom per bab.

Ustadz Muhammad Jaelani menjelaskan tentang kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran:

“Bahwa dalam kegiatan ini biasanya guru menanyakan kepada santri tentang pelajaran yang sudah dipelajari, setelah itu santri menulis bait namun menulisnyatidak dilakukan di kelas akan tetapi sebelum masuk ke kelas santri sudah menulis sehingga setelah masuk santri langsung mengapsahi atau memberi makna dengan arab pegon, kemudian saya menjelaskan dari bahasa jawa ke bahasa indonesia (Muradi) dan dijelaskan oleh ustadzah secara detail, selanjutnya santri diberi kesempatan untuk menanya mengenai materi yang disampaikan”.33

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kegitan inti di kelas ini sama dengan di kelas satu wustha A yaitu menulis, memaknai, menjelaskan dan menanya.

Dalam kegiatan akhir hampir sama dengan kelas lainnya, namun yang membedakan sebelum pulang ustadz memberikan satu kata untuk memotivasi santri, kemudian ustadz meminta maaf apabila ada salah kata selama proses belajar mengajar, dilanjutkandengan berdo’a dan mengucapkan salam.

2) Evaluasi Pembelajaran

33Muhammad Jaelani, Pengajar Kitab Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi, Pemalang,

(28)

Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran ini sama dengan pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan dan kitab Tuhfatul Athfal kelah satu wustha A yaitu dengan diadakannya tamrin atau ulangan secara tertulis dan ujian semester yang sudah menjadi program di Pondok Pesantren Nurul Athfal.

Begitu juga dengan kelas satu wustha B,yang membedakan hanya pelaksanaannya saja. Pengamatan ini dilakukan hanya waktu tertentu saja, sesuai dengan keinginan ustadznya.

e. Kitab Mushthalahut Tajwid

1) Proses Pembelajaran Kitab Mushthalahut Tajwid

Berdasarkan hasil wawancara dengan ustadz Burhanuddin, beliau mengungkapkan:

“Sebenarnya proses kegiatan awal itu sama dengan kelas lainnya seperti ketika saya masuk kelas salam terlebih dahulu kemudian saya pimpin untuk mengirimkan hadiah Al-Fatihah untuk mushonnif kitab Musthalahut Tajwid dengan tujuan sebagai upaya penyucian jiwa dan peurnian ta’alum sekaligus ungkapan terima kasih kepada pengarang kitab serta menjalin hubungan spritual dengan ulama-ulamayang telah meninggal dunia, dilanjutkan dengan berdoa dan selanjutkan presensi, terkadang juga saya memberikan motivasi agar santri semangat dalam mengikuti proses pembelajaran kitab tersebut”.34

Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan awal sama dengan kelas lainnya yaitu mangucapkan salam, mengirim fatihah kepada mushonnif, mengabsen dan

34Burhannudin, Pengajar kitab Musthalahut Tajwid, Wawancara Pribadi, Pemalang, 02

(29)

memberi motivasi kepada santri agar tetap semangat belajar ilmu tajwid:

Kemudian ustadz Burhannudin juga menjelaskan tentang kegiatan inti dalam pembelajaran kitab Musthalahut Tajwid:

“Proses pembelajaran dilakukan seperti kelas lainnya, ada menulis dan mengapsahi (memberi makna), ada muradi dari bahasa jawa ke bahasa indonesia denga tujuan mudah dipahami oleh santri, kemudian saya menjelaskan lebih detail lagi, setelah itu saya memberikan kesempatan kepada santri untuk bertanya terkait materi yang disampaian, kemudian saya menunjuk satu atau dua anak untuk mempraktikkan bacaaan di dalam al-Qur’ān sesuai dengan materi yang dijelaskan”.35 Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan inti di kelas ini sama dengan pembelajaran lainnya namun yang membedakan dengan kelas lain adalah ketika mempraktikan bacaan lebih sering menggunakan al-Qur’ān.

Setelah kegiatan inti selesai, kemudian ustadz menyimpulkan materi yang telah disampaikan kemudian berdo’a dan di tutup dengan salam sebagai kegiatan akhir pembelajaran.

2) Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui seberapa fahamnya santri dengan pembelajaran kitab Musthalahut Tawjid yaitu dengan diadakannya tamrin atau latihan dan UAS setengah tahun sekali.

35Burhannudin, Pengajar kitab Musthalahut Tajwid, Wawancara Pribadi, Pemalang, 02

(30)

Selain tes tertulis, kelas ini juga mengadakan praktik dengan mengamati santri membaca al-Qur’ān, namun pengamatan membaca al-Qur’ān di kelas ini dilakukan dua minggu sekali. f. Kitab Hidayatul Mustafid

1) Proses Pembelajaran Kitab Hidayatul Mustafid

Proses kegiatan awal di kelas ini sama saja dengan kelas lain namun yang menjadi penbeda adalah pengecekan tugas minggu yang lalu, pemberian motivasi yang diberikan kepada santri dilakukan secara intensif yaitu setiap pertemuan pembelajaran berlangsung.

Mengenai kegiatan awal dalam pembelajaran kitab Hidayatul Mustafid, ustadzah Tuty Alfiyah menjelaskan:

“ Sebelum saya salam, saya kondisikan terlebih dahulu santri yang akan mengikuti pelajaran, setelah santri siap saya pimpin dengan mengirimkan hadiah Al-Fatihah untuk mushonnif kitab Hidayatul Mustafid dengan tujuan sebagai ungkapan terima kasih kepada pengarang kitab serta menjalin hubungan spritual dengan ulama-ulama yang telah meninggal dunia, dilanjutkan dengan berdoa, presensi, mengecek tugas yang dikerjakan di asrama, selanjutkan saya tak henti-hentinya memberikan motivasi agar santri tetap semangat belajar mengikuti proses pembelajaranilmu tajwid”.36

Untuk kegiatan inti, ustadzah Tuty Alfiyah juga mengungkapkan:

“Biasanya kegiatan yang dilakukan ketika pembelajaran dimulai santri sudah menyiapkan bait yang akan diterangkan hari ini, kemudian santri mengapsahi (memberi makna) sesuai dengan apa yang saya sampaiakn dengan menggunakan bahasa

36Tuty Alfiyah, Pengajar Kitab Hidayatul Mustafid, Wawancara Pribadi, Pemalang, 03

(31)

arab pegon, lalu saya memindahkan (muradi) keterngan sesuai bait dari bahasa jawa ke bahasa indonesia denga tujuan mudah dipahami oleh santri, kemudian saya menjelaskan lebih detail lagi, saya juga menyuruh santri untuk menggambar tempat-tempat makharijul huruf di depan kelas maupun di dalam buku santri masing-masingnamun dilakukan ketika materi tentang makharijul huruf, setelah itu saya memberikan kesempatan kepada santri untuk bertanya terkait materi yang disampaikan, kemudian saya menunjuk satu atau dua anak untuk mempraktikkan contoh bacaan yang ada di dalam kitab tersebut”.37

Dari hasil wawancara di atas kegiatan yang dilakukan hampir sama dengan kelas lainnya namun ada beberapa hal yang membedakan yaitu adanya proses menggambar tempat keluarnya huruf di buku tulis santri maupun di depan kelas dan juga adanya pemberian tugas setiap pertemuan yaitu menerjamahkan keterangan yang sudah diberi makna arab pegon dengan bahasa indonesia secara intens dengan tujuan supaya santri tetap belajar.

Kemudian dalam kegiatan akhir ustadzah menyimpulkan materi yang sudah dijelaskan, memberikan tugas, kemudian memimpin do’a dan menutup salam.

2) Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui apakah santri paham dengan apa yang disampaikan ustadzah adalah dengan menggunakan tes tertulis dan praktik.

Tes tertulis dilakukan setiap satu semester sekali dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana santri paham dengan materi yang

37Tuty Alfiyah, Pengajar kitab Hidayatul Mustafid, Wawancara Pribadi, Pemalang, 03

(32)

ada di kitab Hidayatul Mustafid sedangkan praktik dilakukan ketika pembelajaran berlangsung dengan tujuan mengetahui apakah santri bisa menerapkan materi yang disampaikan.

Selain praktik ketika pembelajaran berlangsung, juga diadakan praktik membaca al-Qur’ān yang dilakukan ketika materi sudah selesai dipelajari atau khatam.

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Ilmu Tajwid dalam Meningkatkan Kefasihan Membaca Al-Qur’ān di Pondok Pesantren Nurul Athfal Ulujami-Pemalang

1. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Kitab Hidayatus Shibyan

a. Kelas Awaliyah A

Ada beberapa faktor pendukung dalam proses pembelajaran kitab hidayatus shibyan diantaranya sebagai berikut:

1) Adanya materi pendukung selain kitab Hidayatus Shibyan sehingga mempermudah dan menambah pengetahuan tentang ilmu tajwid.

2) Adanya kegiatan pendidikan lain seperti sorogan al-Qur’ān atau juz’ama yang dilakukan setelah shalat maghrib dan setelah shalat subuh.

Selain faktor pendukung, faktor penghambat pun ada dalam proses pembelajaran kitab hidayatus shibyan diantaranya:

(33)

1) Kurangnya minat dan semangat santri dalam mengikuti pembelajaran Hidayatus Shibyan.

2) Kurangnya konsentrasi santri dalam mengikuti pembelajaran Hidayatus Shibyan.

Ustadzah Tadzkirah mengatakan:

“Penyebab dari kurangnya konsentrasi disini adalah rasa malas yang dirasakan santri karena pembelajaran dilakukan pada hari minggu. Pinginnya santri hari minggu adalah hari istirahat mereka”.38

3) Terbatasnya media pembealajaran yang digunakan dalam pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan.

“Media yang digunakan di Pondok Pesantren Nurl Athfal ini hanya menggunakan tulis manual. Harapan saya ya... saya ingin bisa menerapkan metode yang modern seperti zaman sekarang namun ya disini belum bisa seperti itu”.39

4) Terbatasnya waktu yang diberikan

Selain faktor di atas, faktor lain yang menghambat dalam pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan adalah terbatasnya wakatu yang diberikan sehingga proses pembelajaran kurang maksimal. Waktu yang diberikan hanya satu jam saja dalam satu minggu.

“Waktu satu jam itu menurut saya kurang karena waktu yang diberikan tidak sepenuhnya saya gunakan untuk pembelajaran. Hanya kurang lebih 45 menit karena biasanya santri ketika saya berangkat waktu, santri belum siap mengikti pelajaran”.

38Tadzkirah, Pengajar kitab Hidayatus Shibyan & Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi,

Pemalang, 28 Februari 2016.

39Tadzkirah, Pengajar kitab Hidayatus Shibyan & Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi,

(34)

b. Kelas Awaliyah B

Kelas Awaliyah B adalah kelas terendah di Pondok Pesantren Nurul Athfal Ulujami Pemalang. Dalam proses belajar mengajar pastinya mempunyai faktor pendukung dan penghambat. Diantara faktor pendukung dalam pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan adalah:

1) Adanya buku panduan lain selain kitab Hidayatus Shibyan

2) Adanya semangat dari santri dalam mengikuti pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan

Di kelas awaliyah B, santri mempunyai semangat yang tinggi dalam mengikuti proses pembelajaran kitab Hidayatus Shibyan, seperti yang dikatakan oleh ustadz Burhanuddin:

“Santri yang berada dikelas awaliayah B, mempunyai semangat dalam proses pembelajaran sehingga saya pun semangat dalam meberikan materi meskipun di kelas ini hanya beberapa santri saja”.40

3) Adanya Sorogan Al-Qur’ān

Di Pondok Pesantren Nurul Athfal ini terdapat pendidikan lain yang mendukung dalam pembelajaran tajwid yaitu adanya soogan al-Qur’ān yang dilakukan setelah shalat maghrib dan setelah shalat subuh sehingga mempermudah ustadz dalam meningkatkan kefasihan santri membaca al-Qur’ān.

40Burhanuddin, Pengajar Kitab Hidayatus Shibyan, Wawancara Pribadi, Pemalang, 03

(35)

Selain faktor pendukung, faktor penghambat dalam pembelajaran kitab hidayatus shibyan di kelas Awaliyah B ini adalah santri belum bisa membaca al-Qur’ān dengan lancar sehingga dalam proses pembelajaran lebih hati-hati supaya materi yang disampaikan bisa diterima dan dipahami dengan harapan santri dapat mempraktikan dalam membaca al-Qur’ān.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Kitab Tuhfatul Athfal

a. Kelas Satu Wustha A

Adapun yang menjadi faktor pendukung dalam pembelajaran kitab Tuhfatul Athfal adalah sebagai berikut:

1) Adanya Panduan Lain Selain Kitab Tuhfatul Athfal 2) Pemberian Motivasi

3) Adanya Sorogan Al-Qur’ān

Dengan adanya sorogan al-Qur’ān mempermudah ustadz dalam meningkatkan kefasihan santri dalam membaca al-Qur’ān karena sorogan ini dilakukan tidak hanya sekedar membaca saja namun dikaitkan dengan pembelajaran ilmu tajwid. Kegiatan ini dilakukan setelah shalat maghrib dan subuh. Faktor penghambat pun ada dalam proses pembelajaran kitab Tuhfatul Athfal diantaranya:

1) Kurangnya minat, respon dan semangat santri dalam mengikuti pembelajaran.

(36)

2) Terbatasnya media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran kitab Tuhfatul Athfal.

3) Terbatasnya waktu yang diberikan sehingga proses pembelajaran kurang maksimal.

“Waktu satu jam itu menurut saya kurang karena waktu yang diberikan tidak sepenuhnya saya gunakan untuk pembelajaran. Hanya kurang lebih 45 menit karena biasanya santri ketika saya berangkat waktu, santri belum siap mengikuti pelajaran dan juga jadwal shalat ashar tidak mesti jam 15.00 wib sudah ashar”.41

b. Kelas Satu Wustha B

Faktor Pendukung pembelajaran ilmu tajwid di kelas Satu Wustha B adalah

1) Adanya buku panduan lain seperti terjemahan ilmu tajwid lainnya.

2) Adanya panduan buku lain yaitu nahwu shorof dengan tujuan untuk memahami kata yang sukar.

3) Pemberian motivasi

Motivasi diberikan secara rutin setiap pembelajaran berlangsung, namun biasanya motivasi diberikan setelah materi yang disampaikan sebagai penutup dalam pembelajaran.

4) Adanya pendidikan lain seperti sorogan al-Qur’ān yang dilakukan pada waktu setelah shalat subuh dan setelah shalat maghrib.

41Tadzkirah, Pengajar Kitab Hidayatus Shibyan & Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi,

(37)

Sedangkan faktor penghambat dari pembelajaran ilmu tajwid adalah:

1) Kurangnya semangat dari santri dalam mengikuti proses pembelajaran ilmu tajwid.

2) Kurang disiplin dalam mengikuti pembelajaran seperti santri sering datang terlambat.

3) Sulitnya santri dalam menghafal nadlom, seperti halnya yang dikatakan ustadz Muhammad Jaelani:

“Santri sekarang itu tidak seperti orang dahulu, kalau disuruh menghafal nadlom itu banyak sekali alasan. Kalau orang dahulu itu kalau disuruh menghafal langsung hafal”.42

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Kitab Musthalahut Tajwid

Ada beberapa hal yang menjadi faktor pendukung dalam proses pembelajaran diantaranya:

a. Adanya panduan buku lain selain kitab Musthalahut Tajwid b. Pemberian Motivasi

Motivasi itu sangat penting dalam dari seseorang yang menuntut ilmu. Motivasi diberikan supaya santri sadar akan pentingnya pembelajaran tajwid sehingga bisa tercapai harapan yaitu membaca al-Qur’ān dengan fasih sehingga semangat dalam mengikuti pembelajaran.

42Muhammad Jaelani, Pengajar Kitab Tuhfatul Athfal, Wawancara Pribadi, Pemalang,

(38)

c. Pendidikan lain yaitu sorogan

Pendidikan ini dilakukan setelah shalat maghrib dan subuh dengan mengaitkan pelajaran tajwid.

Selain faktor pendukung, faktor penghambatnya juga ada dalam proses pembelajaran kitab Musthalahut Tajwid yaitu:

a. Kurangnya kesadaran santri bahwa pembelajaran ilmu tajwid itu sangatlah penting sehingga terkadang santri ada menyepelekan pembelajaran tersebut.

b. Kurangnya semangat, minat dalam mengikuti pembelajaran ilmu tajwid.

c. Kurang memperhatikan dalam proses pembelajaran berlangsung. d. Terkadang santri datang tidak tepat waktu (telat) sehingga

mengganggu proses pembelajaran.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Kitab Hidayatul Mustafid

Ada beberapa faktor yang mendukung dalam pembelajaran kitab Hidayatul Mustafid diantaranya sebagai berikut:

a. Adanya Panduan kitab lain selain kitab Hidayatul Musafid.

b. Adanya aplikasi atau teknologi canggih seperti internet melalui handphone (HP).

c. Adanya pendidikan lain yaitu sorogan yang dilakukan setelah shalat maghrib dan subuh.

(39)

d. Adanya motivasi yang diberikan ustadzah sehingga semangat belajar tertanam dalam santri.

Sedangkan faktor penghambat dalam pembelajaran kitab Hidayatul Mustafid adalah:

a. Kurangnya waktu dalam mengajar sehingga pembelajaran kurang maksimal.

b. Terbatasnya alat pembelajaran seperti yang dikatakan beliau:

“Keinginan saya tidak muluk-muluk, hanya saja saya pingin menambahkan alat dalam pembelajaran seperti sound syistem untuk mendengarkan orang membaca al-Qur’ān”.43

43Tuty Alfiyah, Pengajar Kitab Hidayatul Mustafid, Wawancara Pribadi, Pemalang, 03

Referensi

Dokumen terkait