• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN UNGGAS LOKAL DI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN UNGGAS LOKAL DI JAWA BARAT"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN DAERAH DALAM MENDUKUNG

PENGEMBANGAN UNGGAS LOKAL DI JAWA BARAT

(Regional Policy to Support Local Poultry Development in West Java)

KUSMAYADI

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Jl. Ir. H. Djuanda No. 358 Bandung koestp@disnak.jabarprov.go.id

ABSTRACT

Local poultry development has still facing some constraints to be implemented in West Java. Shortage availability of qualified parent stock, limited local feed resources, lack of capital and access to get financial support causes that local poultry farming has not been optimal to be carried out. In addition, minimal size of operation (< 300 hens/farmer) is still below average that has also caused the problems. The objectives of regional policy to support local poultry development in West Java are: (a) To increase local poultry production and productivity; (b) To improve quality and quality of parent sock; (c) To enhance economies of scale and farmers’ income; and (d) To meet food demand based on local poultry products. The targets to local poultry development are: (a) To increase local poultry performance with high productivity; (b) To make available of high quality parent stock; (c) To improve faming management; and (d) To enhance quality and quantity of local poultry meat and eggs. Implementation of regional policy to support local poultry development in West Java are: (a) To optimized role of The Poultry Breeding and Development Center; (b) To develop parent stock production centre areas; (c) To build groups of farmers through partnership collaboration; (d) To develop production center in the community based; (e) To use technological innovation through agribussines approach; and (f) To strengthen capacity buildings and institutions.

Key Words: Regional Policy, Local Poultry, West Java

ABSTRAK

Pengembangan unggas lokal sampai saat ini masih terdapat banyak hambatan. Ketersediaan bibit yang belum mencukupi dari aspek kualitas dan kuantitas, belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pakan lokal, kurangnya modal usaha dan terbatasnya akses kepada kelembagaan keuangan menjadikan usaha ini belum berjalan optimal. Tingkat kepemilikan yang masih dibawah skala ekonomis (<300 ekor induk/peternak) juga menjadi salah satu penyebabnya. Tujuan kebijakan daerah untuk mendukung pengembangan unggas lokal ini adalah: (a) Meningkatnya produksi dan produktivitas ternak unggas lokal; (b) Meningkatnya kualitas dan kuantitas mutu bibit; (c) Meningkatnya skala usaha dan pendapatan; (d) dan terpenuhinya konsumsi pangan asal unggas lokal. Sasarannya adalah: (a) Meningkatnya performans unggas lokal dengan produktivitas tinggi; (b) Tersedianya bibit untuk pengembangan unggas lokal di Jawa Barat; (c) Meningkatnya tata laksana pemeliharaan unggas lokal; serta (d) Meningkatnya kualitas dan kuantitas produksi telur dan daging unggas. Kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mendukung pengembangan unggas lokal meliputi: (a) Optimalisasi Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas; (b) Pengembangan wilayah sumber bibit; (c) Pengembangan kelompok-kelompok pembudidaya melalui kemitraan; (d) Pengembangan sentra unggas lokal di masyarakat; (e) Mengembangkan penggunaan teknologi peternakan dengan pendekatan agribisnis untuk meningkatkan produktivitas; dan (f) Mengembangkan dan penguatan kelembagaan.

(2)

PENDAHULUAN Latar belakang

Industri unggas di Jawa Barat telah menjadi industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, dimana perkembangan usaha ini memberikan nilai strategis khususnya dalam penyediaan protein hewani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan ekspor, disamping menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit. Beberapa komoditas unggas yang lazim diusahakan adalah ayam ras pedaging dan petelur yang mendominasi produksi pangan asal unggas, sedangkan lainnya adalah produk unggas lokal yang terdiri dari ayam buras dan itik.

Walaupun peranan ayam ras sangat dominan, namun komoditas ini sangat rentan karena ketergantungan yang sangat tinggi terhadap komponen impor seperti bahan ransum, bibit, obat dan teknologi, sehingga risiko terhadap kegagalan produksi juga akan tinggi. Sementara untuk unggas lokal dalam hal ini ayam buras dan itik produktivitasnya masih rendah tetapi tingkat ketergantungan kepada produk impor relatif kecil. Selain itu, unggas lokal ini memiliki potensi yang sangat besar yakni sebagai sumber pendapatan keluarga, untuk kesenangan (hias, suara, aduan), aset sumber daya genetik lokal dan adalah memiliki keunggulan dalam hal resistensi terhadap penyakit. Disamping itu, mudah menyesuaikan dengan iklim/cuaca, pakan yang diperoleh pun mudah, bahkan dapat dipelihara dengan sederhana serta memiliki kualitas daging dan telur yang lebih baik dibandingkan dengan ayam ras.

Mengingat preferensi konsumen unggas lokal yang sangat spesifik dan potensi genetik yang tidak mampu menyamai produktivitas ayam ras, maka tujuan pengembangan unggas lokal bukan untuk mengganti seluruh produksi yang berasal dari ayam ras. Dalam hal ini unggas lokal tidak dapat menggantikan ayam, ras namun saling melengkapi untuk mencukupi kebutuhan protein hewani. Penyediaan dan permintaan dapat diseimbangkan dalam rangka menjaga kestabilan harga, yang akhirnya dapat memberikan keuntungan memadai bagi masyarakat yang berusaha di bidang agribisnis

Populasi unggas di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 145.848.220 ekor dengan pangsa populasi ayam ras pedaging dan petelur sebesar 74,83% dan unggas lokal sebesar 25,17%. Populasi unggas lokal ini merupakan sumberdaya lokal Jawa Barat yang sudah beradaptasi dengan lingkungan dan dipelihara secara turun menurun di daerah perdesaan. Mengingat populasinya yang cukup tinggi, maka unggas lokal ini turut berperan serta sebagai penyedia protein hewani bagi masyarakat.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani dan kemandirian pengadaan bahan pangan hewani, maka pengembangan dan peningkatan produktivitas ternak unggas lokal harus terus ditingkatkan. Kontribusi daging unggas terhadap pemenuhan kebutuhan daging di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 80,94% termasuk daging unggas lokal sebesar 33.737 ton (5,22%).

Pengembangan unggas lokal belum optimal dan masih banyak menghadapi kendala. Hal ini diantaranya bahwa sampai saat ini ayam buras masih dipelihara dengan sistem tradisional. Pakan diperoleh dengan memanfaatkan sisa makanan dapur dan lainnya di sekitar pekarangan, hampir setiap rumah tangga petani di perdesaan memiliki ayam buras sebagai tabungan dan hanya mendapatkan sedikit perhatian dari pemiliknya. Sedangkan itik lokal pada umumnya diusahakan sebagai penghasil telur, sebagian besar usaha ternak itik merupakan peternakan rakyat dengan basis di daerah-daerah pesisir. Karakter utama usaha ternak itik di Jawa Barat adalah tata laksana penggembalaan, dimana digembalakan mengikuti pola spasial usaha tani terutama padi. Sistem penggembalaan itik diduga menjadi faktor utama yang dapat mendukung keberlanjutan populasi itik di Jawa Barat. Sementara sistem intensif telah mulai diusahakan di daerah-daerah sentra produksi yang tidak memiliki wilayah pesisir.

Tingkat permintaan masyarakat yang tinggi terhadap komoditas daging unggas lokal dan kematian yang tinggi akibat penyakit terutama pasca terjadinya wabah Avian Influenza, populasi unggas lokal mengalami penurunan pada periode 2002 – 2012. Pada tahun 2002 populasi unggas sebesar 88.119.082 ekor dimana persentase ayam ras mencapai 60,78%

(3)

tahun 2012 persentase unggas lokal di Jawa Barat terhadap populasi unggas keseluruhan hanya mencapai 25,71% hal ini menunjukkan bahwa agribisnis unggas lokal masih relatif lambat berkembang meskipun produksinya cenderung meningkat. Selain dari akibat adanya wabah Avian Influenza yang merupakan penyakit zoonosis yang mengakibatkan tingkat kematian tinggi, juga karena adanya beberapa karakteristik dari ayam buras dan itik yaitu:

1. Subsistem agribisnis hulu dan subsistem usaha peternakan tidak terjadi spesialisasi dan umumnya belum banyak tersentuh teknologi baru.

2. Penyebaran produksi cenderung mengikuti penyebaran penduduk, hal ini merupakan indikasi bahwa ayam buras dan itik merupakan bagian penting dari sistem ketahanan pangan.

3. Spesialisasi produksi daging dan telur tidak terjadi melainkan diproduksi secara bersama-sama, Hal ini mengakibatkan peningkatan populasi umumnya diikuti oleh peningkatan produksi telur dan daging secara bersama-sama.

Pengembangan unggas lokal sampai saat ini masih terdapat banyak hambatan. Ketersediaan bibit yang belum mencukupi dari aspek kualitas dan kuantitas, belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pakan lokal, kurangnya modal usaha dan terbatasnya akses kepada kelembagaan keuangan menjadikan usaha beternak ini belum berkembang optimal. Tingkat kepemilikan yang masih di bawah skala ekonomis (< 300 ekor induk/peternak) juga menjadi salah satu penyebabnya.

Dalam perdagangan internasional, kontribusi unggas lokal kurang mendapat perhatian sehingga tidak termasuk komoditas yang diperdagangkan. Namun demikian komoditas unggas lokal mempunyai karakteristik yang spesifik dan dapat menjadi komoditas substitusi. Usaha peternakan unggas lokal sangat potensial untuk dikembangkan di Jawa Barat dalam bentuk skala usaha peternakan rakyat.

Dengan tingginya konsumsi unggas lokal dikhawatirkan akan terjadi pengurasan populasi, padahal ungas lokal ini mempunyai beberapa sifat genetik yang unggul sebagai

ternak tropis yang belum banyak diungkap. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan beberapa kebijakan untuk mengembangkan dan menjaga kelestarian unggas lokal.

Tujuan

Tujuan dari kebijakan untuk mendukung pengembangan unggas lokal ini adalah: 1. Meningkatnya produksi dan produktivitas

ternak unggas lokal.

2. Meningkatnya kualitas dan kuantitas mutu bibit.

3. Meningkatnya skala usaha dan pendapatan. 4. Terpenuhinya konsumsi pangan asal

unggas lokal.

Sasaran

a. Meningkatnya performance unggas lokal yang mempunyai produktivitas tinggi. b. Tersedianya bibit untuk pengembangan

unggas lokal di Jawa Barat.

c. Meningkatnya tata laksana pemeliharaan unggas lokal.

d. Meningkatnya kualitas dan kuantitas produksi telur dan daging unggas.

PENDEKATAN MASALAH

Permasalahan utama dalam bidang unggas lokal di Jawa Barat antara lain adalah masih rendahnya produktivitas dan kualitas genetik ternak. Hal ini disebabkan sebagian besar pemeliharaan unggas lokal di Jawa Barat masih secara konvensional, yang ditandai dengan sistem pemeliharaan bersifat ekstensif (tradisional). Hal ini meliputi pemberian pakan dengan memanfaatkan sisa makanan dapur dan lainnya di sekitar pekarangan, usaha sambilan dan belum memperhatikan input produksi serta mutu bibit, serta penggunaan teknologi sangat terbatas. Selain itu, skala usaha dan efisiensi rendah, rantai tata niaga yang cukup panjang, kelembagaan tani yang belum berfungsi secara optimal serta akses terhadap permodalan yang rendah semakin mempersulit pengembangan unggas lokal di Jawa Barat.

(4)

KONSEP PENGEMBANGAN

Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mendukung pengembangan unggas lokal di Jawa Barat, adalah:

Optimalisasi Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas

Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Unggas (BPPTU) di Jatiwangi merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 54 tahun 2002 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas pada Unit Pelaksana di Lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, BPPTU Jatiwangi menyelenggarakan sebagian fungsi Dinas di bidang pengembangan, pelayanan dan pilihan peternakan. Oleh karena itu, BPPTU Jatiwangi dituntut untuk dapat menghasilkan bibit ternak unggas yang berkualitas terutama untuk kriteria bibit dasar dan bibit induk, sedangkan untuk bibit sebar akan dipelihara oleh peternak binaan agar dapat memperbaiki produktivitas unggas di masyarakat.

Dalam rangka pengembangan unggas lokal, maka BPPTU Jatiwangi mempunyai fungsi khusus yaitu:

a. Produsen DOC/DOD unggas lokal untuk ayam buras dan itik. Dengan adanya kegiatan pemurnian ternak unggas lokal jenis ayam Sentul dan itik Rambon yang saat ini sedang dilaksanakan, maka BPPTU Jatiwangi didorong menjadi produsen bibit dengan strain khusus sumber daya genetik lokal Jawa Barat.

b. Pusat pengembangan sumber daya manusia bidang unggas.

c. Rujukan sebagai pusat pengembangan sumber daya genetik lokal ayam Sentul dan itik Rambon.

Pengembangan wilayah sumber bibit

Dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak asli dan/atau lokal secara nasional, diperlukan ketersediaan bibit ternak yang berkualitas dan berkelanjutan. Untuk memenuhi ketersediaan bibit tersebut perlu dilakukan pembibitan ternak dalam suatu wilayah yang memenuhi kriteria sebagai

Untuk pengembangan unggas lokal, Provinsi Jawa Barat menetapkan wilayah sumber bibit sebagai berikut:

a. Itik Rambon di Kabupaten Cirebon dan Indramayu.

b. Itik Cihateup di Kabupaten Garut dan Tasikmalaya.

c. Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis, Purwakarta, Sukabumi dan Bogor.

Pengembangan kelompok-kelompok pembudidaya melalui kemitraan

Pengembangan kelompok-kelompok dilaksanakan dengan kegiatan pengembangan kemitraan dan diversifikasi usaha. Hal ini diawali dengan menginventarisasi kegiatan-kegiatan peternakan yang dapt dikerjasamakan antara pemerintah, swasta dan peternak yang ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat.

Selain itu, juga melalui kegiatan pengembangan informasi usaha yaitu dengan pengendalian supply demand ternak dan hasil ternak serta penyediaan sistem informasi pasar

dalam rangka memperluas dan

mengembangkan usaha unggas lokal serta untuk mencegah persaingan tidak sehat di antara perusahaan.

Kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat terutama dilaksanakan secara berkelanjutan antara BPPTU Jatiwangi dengan kelompok masyarakat terpilih yang merupakan daerah binaan dari UPT tersebut.

Pengembangan sentra unggas di masyarakat

Pengembangan sentra unggas di masyarakat saat ini mulai bangkit kembali. Hal ini diawali dengan merebaknya penyakit flu burung (Avian Influenza) di beberapa daerah, yang menyerang sektor 1 dan 2 sudah dapat dikendalikan dengan memantapkan biosekuriti. Serangan pada sektor 3 dan berlanjut ke sektor 4 yang pada dasarnya merupakan peternakan unggas lokal dengan biosekuriti yang rendah, letaknya di pedesaan dan sistem serta tipe kandang yang terbuka sehingga sering kontak dengan ayam, itik ataupun burung liar.

Restrukturisasi peternakan sektor 4, yaitu menata ulang sistem pemeliharaan dan cara

(5)

kurang produktif serta mengabaikan faktor kesehatan lingkungan ke arah peternakan modern skala kecil yang menjaga sanitasi lingkungan serta peningkatan produktivitas.

Implementasi restrukturisasi ini adalah bagaimana mengubah fungsi unggas lokal dari sekedar peliharaan menjadi sumber pendapatan utama masyarakat di pedesaan. Dengan mengubah paradigma serta pola pemeliharaan unggas lokal maka diharapkan akan mengubah pola beternak ke arah tata laksana peternakan yang baik. Dengan berkembangnya hal tersebut maka dapat disimpulkan akan meningkatkan sentra-sentra unggas di pedesaan dengan peningkatan kualitas dan produktivitas bibit yang dihasilkan dengan penerapan good

farming practice (GFP) sebagai upaya untuk

meningkatkan efisisensi usaha.

Mengembangkan penggunaan teknologi peternakan dengan pendekatan agribisnis untuk meningkatkan produktivitas

Sifat alamiah dari pemeliharaan unggas lokal dicirikan dengan skala kecil, berkeliaran, menyebar dan informal bisa diubah mengarah kepada skala menengah semi-intensif, dikandangkan, terkonsentrasi dalam kawasan dan formal. Pada kondisi ini sangat menguntungkan karena sudah diterapkan teknologi termasuk di dalamnya penerapan biosekuriti dan program vaksinasi. Pada pola ini sudah diterapkan juga tata laksana yang baik mengikuti GFP termasuk pola pemberian pakan, pola pemeliharaan dan kesehatan ternak.

Upaya lain yang dilaksanakan untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan pelestarian sumberdaya genetik lokal. Unggas lokal sebagai salah satu keanekaragaman hayati harus terus dilestarikan dan dikembangkan. Pada tahun 2011 telah ditetapkan ayam Pelung sebagai sumber daya genetik lokal Jawa Barat dan pada tahun 2012 akan diusulkan 2 komoditas unggas lokal untuk ditetapkan sebagai sumber daya genetik lokal Jawa Barat yaitu ayam Sentul dan itik Rambon.

Mengembangkan dan penguatan kelembagaan

Peraturan Presiden RI No. 36 tahun 2010 menyatakan bahwa untuk sub-sektor

peternakan, daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) adalah pembibitan dan budidaya ayam buras serta persilangannya. Oleh karena itu, pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan pembina masih akan berperan terhadap pengembangan usaha budidaya unggas lokal terutama ayam buras.

Untuk hal tersebut, maka dominasi pemerintah akan terus berkurang, sebaliknya akan melibatkan partisipasi masyarakat secara optimal. Peran pemerintah lebih diarahkan kepada penciptaan situasi yang kondusif bagi pengembangan usaha budidaya unggas lokal di pedesaan. Hal ini sesuai dengan prinsip otonomi daerah mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, menggali dan memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya lokal yang tersedia serta menghargai kebijakan lokal yang beragam pada masyarakat pedesaan.

RENCANA TINDAK LANJUT

1. Menetapkan standar teknis untuk bibit unggas lokal.

2. Peningkatan pengetahuan sumber daya manusia perihal tata laksana pengeloalaan unggas lokal terutama ditujukan untuk peternak individu/kelompok melalui penyuluhan teknis.

3. Menetapkan pola koordinasi untuk mengembalikan fungsi-fungsi kemitraan. 4. Sosialisasi GFP yang merupakan modal

dasar peternak individu untuk meningkatkan skala usaha ternak dan panduan untuk melaksanakan cara budidaya yang baik.

5. Sosialisasi perubahan subsistem budidaya selain menghasilkan ternak hidup juga menghasilkan produk dalam bentuk karkas atau produk olahan.

PENUTUP

Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat rumusan untuk pengembangan peran unggas lokal dalam industri perunggasan nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Area auditorik sekunder terletak di posterior dari area auditorik primer pada gyrus temporalis superior (area broadmann 22) yang menerima impuls dari area

Penelitian dilakukan dalam empat percobaan, (1) menganalisis pola percabangan, model tajuk (menggambarkan geometri tajuk) dan mengobservasi pembentukan bunga pada arsitektur

Apabila karyawan memiliki keyakinan bahwa sangat penting untuk melakukan yang terbaik dalam bekerja, maka dapat dikatakan bahwa karyawan tersebut memiliki

Ribbed smoked sheet (RSS) adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang

Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan di sisi lain memiliki sumber daya alam dan sumber Pangan yang beragam, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan Pangannya secara

Definisi umum mengenai pelecehan seksual dikutip dari Resolusi Dewan Komisi Eropa tahun 1990 tentang perlindungan harkat dan martabat perempuan dan laki-laki di tempat kerja:

nilai signifikan untuk pengaruh Lingkungan Kampus dan Pembelajaran Kewiraushaan secara simultan (bersama) terhadap Keinginan Berwirausaha pada Mahasiswa adalah sebesar F

Pengaruh Suhu Ekstraksi, Konsentrasi Asam Sitrat, serta Interaksi antara Suhu Ekstraksi dan Konsentrasi Asam Sitrat Terhadap Total Asam Ekstrak Bubuk Pigmen