• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 Tinjauan Pustaka"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Problematic Internet Use

Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis, sosial ataupun pekerjaan dalam kehidupannya. Problematic Internet Use juga dapat didefinisikan sebagai karakteristik pola penggunaan internet yang berbeda yang berhubungan dengan kognisi dan perilaku seseorang yang dapat memberikan negative outcome dalam kehidupan seseorang (Davis, 2001).

Saphira (2013) mengatakan bahwa beberapa ahli meyakini bahwa Problematic Internet Use sangat erat kaitannya dengan internet addiction atau kecanduan internet sehingga istilah Problematic Internet Use digunakan untuk menggantikan istilah addiction untuk menghindari kontroversi. Adapun beberapa definisi Problematic Internet Use atau PIU ( Saphira, 2013) adalah sebagai berikut : (a) Sebuah keasyikan yang maladaptif dalam penggunaan internet, dirasakan sebagai pengalaman yang menarik, digunakan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang sudah direncanakan sebelumnya. (b) Sebuah kerusakan atau keburukan yang signifikan yang diakibatkan oleh penggunaan internet.

Pada teori sebelumnya Problematic Internet Use dikatakan memiliki kesamaan dengan ciri-ciri adiksi, sehingga Davis (dalam caplan, 2003) menggunakan pendekatan cognitive behavioral dan memberikan hipotesa bahwa patologi psikologi atau distress (seperti loneliness, depression) cenderung mendorong seseorang untuk mengalami PIU.

Menurut Caplan (2003 dalam Caplan, 2010) Problematic Internet Use atau yang seringkali disingkat menjadi PIU ini merupakan sebuah sindrom multidimensional yang terdiri dari tanda-tanda kognitif maladaptif dan perilaku yang menghasilkan hal negatif dalam sosial, akademis, atau konsekuensi profesional. Berdasarkan uraian tersebut di atas disimpulkan bahwa PIU merupakan suatu keadaan kognitif individu yang maladaptif terhadap penggunaan Internet, sehingga seringkai memberikan hasil yang negatif dari berbagai macam aspek kehidupan.

Caplan (2003 dalam Caplan, 2010) mengidentifikasikan beberapa tanda kognitif dan perilaku dari PIU, yaitu: (1) Preference for online social interaction (POSI),

(2)

perbedaan karakteristik kognitif individual yang disebabkan kepercayaan akan mana yang lebih aman, yang lebih bisa dipercaya, dan mana yang lebih nyaman dengan interaksi interpersonal secara online dan hubungan daripada aktifitas tatap muka secara tradisional. (2) Mood Regulation, gejala kognitif pada generelized problematic internet use. Pada penelitian sebelumnya, Caplan (2003 dalam Caplan, 2010) menemukan bahwa regulasi perasaan merupakan sebuah patokan prediksi dari hasil negatif yang diasosiasikan pada penggunaan Internet. Namun pada penelitian selanjutnya, Caplan (2010) menyatakan bahwa secara sosial individu yang mengalami kecemasan akan memilih interaksi melalui internet untuk mengurangi kecemasan tentang presentasi diri mereka sendiri dalam situasi interpersonal. (3) Cognitive Preoccupation, cognitive preoccupation ini mengacu kepada pola pemikiran yang obsesif mencakup penggunaan internet, seperti pemikiran bahwa seseorang tidak bisa berhenti untuk berinternet atau ketika sedang tidak berinternet seseorang tidak bisa berhenti memikirkan apa saja yang terjadi pada internet (Caplan, 2010). (4) Compulsive Internet Use, compulsive Internet use merupakan keinginan seseorang untuk terus berinternet bahkan ketika dirinya tidak sedang keperluan berinternet. Individu juga mengalami kesulitan untuk mengontrol waktu yang dihabiskan untuk berinternet, serta kesulitan untuk mengontrol pemakaian Internet (Caplan, 2010). (5) Negative Outcome, negative outcome merupakan dampak negatif yang dirasakan oleh pengguna Internet seperti kesulitan dalam mengatur hidup, gangguan kehidupan sosial serta permasalahan permasalahan lainnya (Caplan, 2010).

Caplan (2003) juga mengatakan bahwa setiap dari tanda kognitif dan perilaku ini secara signifikan memiliki hubungan negatif dari penggunaan internet seseorang. Caplan meyakini bahwa setiap tanda-tanda kognitif ini akan membantu secara teoritis menjelaskan bagaimana hasil negatif memiliki hubungan dengan penggunaan internet akan terhubung dengan preferensi virtual seseorang, dibandingan dengan hubungan tatap wajah.

Secara teoritis menurut Davis (2001) terdapat dua tipe PIU yaitu specific dan generalized. Specific PIU meliputi negative outcome yang merupakan hasil dari fungsi internet untuk penggunaan konten-konten spesifik tertentu, meliputi stimulus-stimulus yang dapat diakses baik secara online maupun offline seperti : gambling, game online dan material-material seksual secara eksplisit.

(3)

Generalized PIU merujuk pada masalah yang diasosiakan dengan konteks sosial khusus yang ada di internet. Pada generalized PIU, internet dianggap sebagai suatu garis kehidupan yang yang bertindak sebagai sarana komunikasi ke tingkat yang paling ekstrim. Di Dalam hal ini PIU yang diteliti adalah Generalized PIU sehingga digunakan Generalized Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS2) yang dikonstruk Caplan sebagai alat ukur untuk melihat tingkat Problematic Internet Use dari sampel.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa Problematic Internet Use (PIU) adalah penggunaan internet secara berlebihan yang membentuk keadaan kognitif individu yang maladaptif, menyebabkan kesulitan secara psikologis dan sosial serta dapat memberikan hasil yang negatif.

2.2 Perceived Stress

Perceived Stress didefinisikan sebagai suatu kondisi yang dialami secara subjektif oleh individu yang mengalami ketidakselarasan antara kebutuhan atau tuntutan yang ditujukan pada seseorang dan sumber yang tersedia untuk mengatasi atau mengahadapi kebutuhan tersebut (Lazarus, 1990). Hal ini terjadi saat individu merasa bahwa tuntutan lingkungan melebih kapasitasnya untuk menyesuaikan diri (Cohen,1995). Pemikiran-pemikiran yang negatif dan emosi kemudian menimbulkan rasa curiga ketika orang melihat bahwa tuntutan individu melebihi kemampuan individu tersebut untuk mengatasinya (Lazarus dan Folkman 1984).

Stress sendiri secara spesifik di definisikan sebagai keadaan ketidakseimbangan psikologis atapun fisiologis yang dihasilkan oleh kesenjangan antara kebutuhan dari situasi dan kemampuan individu dan atau motivasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut (The American Institute, 2003). Sedangkan menurut Lazarus (1990) mendefinisikan stres secara psikologis merupakan keadaan cemas yang dihasilkan ketika peristiwa dan tanggung jawab melebihi kemampuan coping yang dimiliki. Stres menurut Selye (dalam Greenberg, 2006) adalah respon tidak spesifik dari tubuh atas setiap tuntutan yang dikenakan untuk menyesuaikan, apakah tuntutan menghasilkan kesenangan atau rasa sakit. Greenberg (2006) mendefinisikan stres sebagai gabungan dari stressor dan stress reactivity. Tanpa kedua komponen tersebut maka itu bukan stres.

Perceived Stress berfokus pada cara individu memberikan respon terhadap suatu situasi secara fisik maupun mental yang mana dapat menyebabkan individu merasa

(4)

memiliki beban yang berlebihan dan dapat memungkinkan munculnya efek negatif (Cohen, 2007). Efek negatif yang mungkin terjadi di antaranya adalah perasaan cemas dan depresi yang mana dapat memberikan efek yang buruk pada individu secara biologis dan perilaku yang dapat berpengaruh terhadap munculnya penyakit (Cohen dkk, 2007). Stress juga dapat membuat seseorang mempersepsikan dirinya terintimidasi dan penuh tuntutan. Hal ini seringkali terjadi ketika individu merasa kemampuan mengatasi masalah dan sumber daya yang tidak memadai dapat mengontrol situasi (Cohen dkk, 1983) .

Perceived stress menimbulkan respon emosional secara disengaja maupun tidak disengaja (Voluntary atau Involuntary). Involuntary adalah reaksi yang tidak disadari seperti pemikiran-pemikiran yang mengganggu, sementara Voluntary adalah reaksi-reaksi penerimaan stress dengan melakukan pemecahan masalah atau pengungkapan ekspresi emosi. Voluntary reactions secara umum lebih diterima dan merupakan raksi yang sehat dan wajar terjadi ketika seseorang mengalami stress (Cohen et al., 1983).

Instrumen yang digunakan untuk mengukur perceived stress adalah perceived stress scale yang mengukur sejauh mana individu menilai suatu keadaan sebagai keadaan yang menyebabkan stress. Hal tersebut meliputi pengalaman atau keadaan yang berpotensi menghasilkan stres dan diduga dapat meningkatkan resiko penyakit, ketika individu merasa bahwa tuntutan dari keadaan dan situasi lingkungan melebihi kapasitas dan kemampuan individu untuk beradaptasi.

1.3 Twitter

Twitter dibuat oleh 10 orang yang berasal dari San Francisco yang dipimpin oleh Evan Williams. Twitter merupakan percampuran dari pesan, jejaring sosial dan microblogging. Pertumbuhan Twitter yang sangat pesat membuat menarik banyak orang dan mendapat cukup banyak ejekan, seperti Twitter hanya dapat membuang-buang waktu penggunanya (The New York Times, 2012).

Twitter menerima dan mengirim pesan pendek yang disebut dengan "Tweets" baik di dalam website Twitter, dengan software pesan instan atau dengan telepon selular. Ketika pengguna Twitter melakukan login baik melalui website atau telepon selular, Twitter memberikan satu pertanyaan sederhana "What are you doing?". Pengguna akan menjawab dengan 140 karakter atau kurang dari itu. Tidak seperti pesan

(5)

teks pada umumnya atau yang biasa disebut dengan SMS, Twitter dihubungkan oleh jaringan di antara teman-teman. Orang-orang asing yang ada di dalam Twitter disebut dengan "followers" (The New York Times, 2012).

Jika seseorang ingin menuliskan "tweet" untuk salah satu seorang dari "followers", maka harus di imbuhi dengan simbol @user, kemudian nama username orang tersebut (Boyd, 2011). Pengguna dapat memilih untuk menerima tweet dari orang-orang yang mereka anggap menarik. Fitur-fitur pada twitter di antaranya: (1) User Profile, pengguna menyimpan profil singkat mengenai dirinya. Profil yang dipublikasi meliputi nama lengkap, halaman web yang dimiliki, biografi singkat, jumlah tweet pengguna dan jumlah follower dan following dari pengguna (Haewoon,2010). (2) Tweet, berisi maksimal 140 karakter, yang digunakan untuk memberikan informasi secara umum, atau secara khusus kepada seseorang dengan menggunakan tag @username ataupun menuliskan informasi dengan tema tema tertentu dengan menggunakan hashtag #theme (Boyd, 2010). (3) Retweet, digunakan untuk melakukan tweet ulang dari tweet yang dilakukan oleh orang lain. Setiap pengguna mempunyai cara tersendiri dalam memodifikasi retweet dan motivasi dalam melakukan hal tersebut (Boyd, 2010). (4) Trending Topics, merupakan frase, kata atau hashtag yang paling banyak disebutkan dalam tweet yang dikirimkan, biasanya berupa hal-hal yang sedang rama didiskusikan di masyarakat maupun digunakan sebagai sarana untuk mempromosikan atau mengkampanyekan suatu hal tertentu (Haewoon, 2010).

1.4 Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Dalam kebanyakan budaya, remaja dimulai pada kira-kira usia 10-13 tahun dan berakhir kira-kira usia 18-22 tahun (Santrock, 2003), Hurlock (1990) memberikan batasan usia remaja berada pada rentang usia 13 tahun dan akan berakhir pada usia 18 tahun. Menurut Papalia (2004) mengatakan bahwa remaja pada rentang usia 11-15 tahun.

(6)

Di Indonesia, label remaja biasanya diberikan pada individu yang memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan usia sekitar 12 tahun. Dalam penelitian ini batasan usia yang digunakan adalah dimulai dari 12 tahun dengan asumsi usia anak pada awal tahun Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga batasan usia akhir remaja menurut Hurlock (1990) yakni 18 tahun atau diperkirakan hingga masa akhir Sekolah Menengah Atas ( SMA). Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak‐anak ke masa dewasa, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.

2.5 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Skema di atas menunjukan bahwa dengan perkembangan teknologi, kini remaja banyak menggunakan media sosial salah satunya jejaring sosial dalam hal ini Twitter. Dewasa ini, perilaku gemar berjejaring sosial sedang marak di kalangan remaja. Kegemaran tersebut memiliki kecenderungan untuk dapat menyebabkan remaja mengalami Problematic Internet Use (PIU). Dalam penggunaannya, jejaring sosial seringkali digunakan oleh remaja sebagai sarana curhat atau mengekspresikan rasa

Remaja 13-15 Tahun

Pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Twitter

Problematic Internet Use Perceived stress

(7)

stress yang dirasakan. Ketika penggunaan jejaring sosial sebagai sarana pencurahan atau mengekspresikan rasa stress ini kemudian menjadi Problematic Internet Use (PIU) ataupun sebalikanya seseorang dengan PIU menggunakan untuk mengekspresikan stress yang dirasakan maka seseorang kemudian tidak dapat mengontrol penggunaan jejaring sosial dan dan tidak dapat mengatasi masalah masalahnya di dunia offline, sehingga dapat dikatakan ketika Problematic Internet Use (PIU) meningkat maka Perceived Stress juga meningkat begitupun sebaliknya.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Tegal untuk mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya kegiatan industri, antara lain dengan

Sedangkan literasi informasi digital adalah ketertarikan, sikap dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses,

Setelah berbagai data yang dibutuhkan diperoleh, maka peneliti akan mengolah data menggunakan uji regresi linier berganda, karena variabel independen yang digunakan

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Akan tetapi hasil penelitian yang berbeda (pada pengujian hipotesis 7) menunjukkan bahwa secara tidak langsung pengembangan (X2) dapat berpengaruh signifikan

1) Pengintegrasian filosofis, yakni bila tujuan fungsional mata pelajaran umum sama dengan tujuan fungsional mata pelajaran agama. Misalnya: Islam mengajarkan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jumlah pohon berpengaruh positif di mana nilai t hitung -4,305 dengan signifikasi 0,000 lebih kecil dari taraf