• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Silabus BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik Oleh : Yuniseffendri. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rancangan Silabus BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik Oleh : Yuniseffendri. Abstrak"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Rancangan Silabus

“BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM” Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik

Oleh : Yuniseffendri Abstrak

Singuistik tradisional mengkaji bahasa berdasarkan komponen kebahasan, meliputi fonologi, monofologi, sintaksi, dan semantik. Linguistik modern mengubah paradigma tersebut dengan pandangan baru yang mengkaji bahasa dihubungkan dengan konteks penggunaannya dengan memperhatikan siapa berbicara, untuk tujuan apa, dimana, kapan, dan menggunakan media apa pembicaraan itu. Pendekatan semacam ini disebut pendekatan prakmatik. Untuk meningkatkan pembelanjaan dengan pendekatan pragmatik perlu dirancang silabusnya.

Kata Kunci : silabus, pragmatik, pendekatan pragmatik. 1. Pengantar

Sudah tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan ilmu kebahasaan akhir-akhr ini mulai memperlihatkan gejala baru. Para linguis saat ini tidak lagi terlena dalam mengotak-atik ilmu linguistik sebagai kajian kebahasaan yang tidak menyinggung faktor penggunaan bahasa yang dimaksud dengan penggunaan bahasa adalah bagaimana hubungan antara bentuk bahasa (language forms) dan penggunaannya (language use). Penggunaan bahasa yang dimaksud adalah bagaimana bahasa digunakan dalam situasi yang sebenarnya.

Pandangan baru yang sudah melangkah pada kajian bentuk bahasa yang dihubungkan dengan penggunaannya, menjelma menjadi sebuah disiplin ilmu baru dalam tataran linguistik yakni pragmatik. Ilmu ini tergolong baru dan belum banyak pemerhati bahasa di Indonesia yang tertarik mendalaminya.

Sejak pertengahan abad ke-21, kesadaran akan pentingnya kajian bahasa yang dikaitkan dengan penggunaannya sudah semakin sulit untuk dipisahkan. Hal ini sesuai dengan pandangan logical positivism yang menyatakan bahwa “makna bahasa adalah penggunaan bahasa itu”. Pandangan ini menekankan bahwa bahaa (ungkapan) dapat dipahami bila dikaitkan dengan konteks penggunaannya.

Argumentasi lain yang mendorong semakin berkembangnya ilmu bahasa yang mengarah pada konsep form dan use seperti yang dikemukakan di atas, adalah kejenuhan dan ketidakpuasan

(2)

pembahasan pada permasalahan intrabahasa semata. Perkembangan ilmu dewasa ini memungkinkan munculnya permasalahan kebahasaan yang semakin kompleks, yang tidak terpaku pada masalah bahasa sebagai suatu sistem. Dengan demikian, para ahli bahasa dituntut untuk mengkaji bahasa lebih dalam dengan tidak menggunakan sarana linguistik tradisional yang kerap disebut mikrolinguistik yakni kajian terhadap komponen kebahasaan (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) saja.

Sehubungan dengan adanya perkembangan ilmu kebahasaan seperti dikemukakan di atas, hal itu juga berdampak pada dunia pendidikan, khususnya pengajaran bahasa. Di Indonesia, kehadiran kurikulum 1984 merupakan tonggak sejarah mulainya pandangan pengajaran bahasa mengarah pada fungsi komunikatif yakni pengajaran bahasa yang menekankan pada penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi. Kurikulum tersebut bertujuan untuk mengembalikan pengajaran bahasa kepada fungsi komunikasi yang selanjutnya mengarahkan tujuan pengajaran bahasa pada upaya kemampuan pembelajar (peserta didik) berkomunikasi dengan bahasa serta memperhatikan faktor-faktor penunjang proses berkomunikasi, seperti: faktor siapa yang berbicara, dengan siapa berbicara, untuk tujuan apa, dalam situasi yang bagaimana, dan dalam konteks apa.

Orientasi belajar-mengajar bahasa sesuai dengan uraian di atas dikenal dengan istilah pendekatan komunikatif yakni pendekatan pengajaran bahasa yang menekankan pada bentuk hubungan bahasa yang dipakai sebagai sarana komunikasi dikaitkan dengan faktor –faktor penentu seperti disebutkan di atas. Sedangkan kemampuan berbahasa yang dapat disesuaikan dengan faktor –faktor penentu tersebut merupakan hakikat dari keterampilan pragmatik.

Dengan demikian, kurikulum pengajaran bahasa nantinya akan tercermin dalam silabus pengajaran bahasa, hendaklah mulai memperhatikan kebermaknaan yakni pengajaran bahsa yang realistis menuju pada kemampuan pembelajaran (peserta didik) untuk menggunakan bahasa yang komunikatif dan wajar sesuai dengan situasi dan konteks berbahasa. Rancangan silabus yang diharapkan adalah rancangan silabus yang memperhitungkan faktor–faktor pragmatik dalam berbahasa.

(3)

2. Pragmatik sebagai Fenomena Baru

J.L Mey ( 2001:21-22) menyatakan bahwa pragmatik lahir akibat adanya konflik „internal‟ dalam dunia linguistik. Bermula dari munculnya ketidakpuasan yang menganggap bahwa teori liguistik (antara lain seperti yang dikemukakan Chomsky) terlalu sempit dan tidak mencerminkan penggunaan bahasa dalam praktik yang wajar dan sebenarnya. Reaksi keras datang dari pengikut-pengikut Chomsky seperti George Lakoff dan John Roberts Ross yang mencoba membuka lahan baru berdasarkan pemikiran – pemikiran John R Searle dalam bukunya yang berjudul “Speech Acts : an Essay in The Pilosophy of Language” (1969). Namun jauh sebelum pengikut Chomsky tersebut, sebenarnya para ahli bahasa (dari kaum filosofis) telah menggarap kajian pragmatik jelimet seperti Austin, Searle, Grice yang memberi pengaruh besar dalam perkembangan ilmu pragmatik selanjutnya.

Di awal-awal lahirnya pragmatik, saat masa jaya-jayanya kedudukan sintaksis dalam kancah linguistik , pragmatik dipandang sebagai keranjang sampah semantik. Artinya, kajian pragmatik hanya merupakan kumpulan sisa-sisa dari kajian yang tak tersentuh dalam kajian semantik. Namun sekarang pragmatik telah mampu menempatkan dirinya pada kedudukan terhornat sebagai fenomena baru dalam tataran linguistik. Kedudukan yang tinggi tersebut disebabkan oleh pragmatik dapat beroperasi pada tataran linguistik sebelumnya yakni fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.

Semenjak 1960-an, Austin mencoba menuangkan dalam How To Do Things with words, kajian pragmatik berkembang pesat. Marmarindou, (2000:1) menyatakan bahwa pemikiran Austin tersebut melahirkan pemikiran-pemikiran baru dalam kajian pragmatik seperti pragmatik filosofis (Austin, Searle, Grice), pragmatik neo-Gricean (Cole), pragmatik Kognitif (Sperber Wilson, dan Blakemore), serta pragmatik interaktif (Thomas).

Menurut Austin dalam teori Speech Acts, bahasa tidak hanya dapat mendeskripsikan sesuatu (konstantif ) tetapi juga melakukan sesuatu (performatif). Untuk merealisasikan pendapat Austin, perlu juga dipahami prinsip kerja sama yang dikemukakan oleh Grice dalam kajian implikatur. Grice , yang juga dikutip dalam

(4)

Jenny Thomas (2001), membedakan implikatur atas dua golongan yakni implikatur konfensional dan implikatur koversasional. Implikatur konfensional adalah bentuk implikatur yang terkait dengan konfensi (kesepakatan yang berlaku umum) bagi penutur suatu bahasa, sedangkan ilmplikatur konversasioanal adalah implikatur yang terkait dengan konteks pembicaraan.

Kajian-kajian lain yang juga berpengaruh pada perkembangan pragmatik adalah teori-teori kesantunan seperti yang dialami oleh Brown dan Levinson (1987). Brown dan Levinson mempostulatkan empat strategi dasar dalam bertutur yakni (a) bertutur terus terang tanpa basa basi, (b) bertutur terus terang dengan basa-basi, (c) bertutur tidak terus terang (samar-samar), dan (d) bertutur dalam hati/diam.

Perkembangan selanjutnya dalam kajian pragmatik adalah munculnya teori Relevansi oleh Sperber dan Wilson yang merupakan kritik terhadap teori Grice. Menurut Sperber dan Wilson, teori relevansi yang mereka kemukakan bukanlah pelengkap dari teori relevansi Grice. Teori Grice menyatakan bahwa percakapan berjalan efisien apabila para penyertanya perlu bekerja sama dengan mematuhi prinsip kerjasma. Namun teori Sperber dan Wilson mengisaratkan bahwa percakapan (komunikasi) berjalan lancar, bila penyertanya mematuhi prinsi-prinsip relevansi. Mereka berpendapat bahwa prinsip relevansi dapat mengatur agar komunikasi berjalan secara ostensif (maksud penutur tertangkap oleh petutur).

Dengan berdasarkan uraian, terlihat bahwa perkembangan ilmu pragmatik banyak mendapat tanggapan serius dari berbagai pemerhati bahasa. Antara lain, Austin, Searle, Grice, Sperber, Wilson, Brown, dan Levinson.

3. Rancangan Silabus dengan pendekatan Pragmatik Konsep silabus didasarkan pada :

a. Garis besar, ringkasan, ikhtisar, pokok-pokok isi / materi pembelajaran. b. Pengorganisasian pokok-pokok isi / materi pembelajaran.

c. Menjawab apa yang diajarkan (standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok).

d. Memberikan rambu bagaimana mengajarkannya (pengalaman belajar, alokasi waktu, dan sumber bahan).

(5)

Adapun silabus itu disusun berdasarkan beberapa prinsip. Prinsip-prinsip yang dimaksud meliputi (1) ilmiah, sistematis, dan sesuai dengan kondisi siswa; (2) relevan, konsisten, dan adekus (kecukupan antar komponen silabus).

Komponen-komponen Silabus yang dimaksud meliputi (1) menentukan standar kompetensi, (2) menguraikan standar kompetensi menjadi sejumlah kompetensi dasar, (3) materi pokok, (4) pengalaman belajar, (5) alokasi waktu, dan (6) sumber bahan atau alat.

Prosedur kerja mengembangkan silabus melalui tahap-tahap (1) menentukan standar kompetensi, (2) menguraikan standar kompetensi menjadi sejumlah kompetensi dasar, (3) menjabarkan kemampuan dasar menjadikan materi pokok beserta uraiannya, (4) menentukan pengalaman belajar, (5) menentukan perkiraan waktu, dan (6) memilih sumber bahan atau alat.

Contoh pengembangan silabus

Sekolah :

Mata Pelajaran : Kelas/Semester : Standar Kompetensi :

Kompetensi

Dasar Materi Pokok

Strategi Pembelajaran (Pendekatan Pragmatik)

Waktu (Menit) Sumber Bahan Tatap Muka Pengalaman

(6)

4. Simpulan

Bahasa itu selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan jamannya. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya hampir dapat dipastikan mengalami perubahan walau sekecil apapun. Demikian pula sistem pendekatan pembelajarannya.

Sistem pembelajaran yang sedang berkembang saat ini, salah satu diantara pembelajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik. Pendekatan ini menekankan bahwa bahasa dapat dipahami bila dikaitkan dengan konteks penggunaannya. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan pragmatik perlu dirancang silabusnya.

Daftar Rujukan

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta:Depdiknas.

Ardiana, Leo Indra. 2004. ”Pengembangan Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi”. Makalah Lokakarya MPKK Universitas Negeri Surabaya.

Referensi

Dokumen terkait

EFEKTIVITAS PERMAINAN TANGGA KELIPATAN DUA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG PERKALIAN DUA PADA SISWA TUNARUNGU RINGAN KELAS V SDLB DI SLB NEGERI CILEUNYI..

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 65 ayat (6), Pasal 67 ayat (3), dan Pasal 72 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Dengan sistem usaha waralaba/franchise , kita tidak perlu mengeluarkan modal.

Dengan adanya masalah yang terdapat pada perusahaan tersebut, peneliti ingin mencoba menyoroti dari sisi internal perusahaan, yang dalam hal ini penekanannya adalah pada

(UKIM) Unesa menyelenggarakan suatu kompetisi Karya Tulis Ilmiah, Esai, dan Poster tingkat Nasional yaitu GALAKSI 2021 dengan tema " Aktualisasi Peran Generasi Muda

Berpikir Kritis: Paradigma Teoritik Berpikir Kritis: Paradigma Teoritik pendekatan kontekstual efektifitas dinamisasi kontekstual teori berbasis kontekstual pedoman/

Dalam sistem pakar ini Bayesian Network digunakan untuk menghitung probabilitas dari berbagai gejala penyakit mata sehingga pengguna dapat mengetahui probabilitas

Untuk menyempurnakan ketentuan Pajak Penghasilan final atas penghasilan dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, maka dipandang perlu untuk