• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Utara. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003, beribukotakan Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Utara. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003, beribukotakan Kota"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Letak Geografis Kabupaten Pakpak Bharat

Kabupaten Pakpak Bharat adalah salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Utara. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003, beribukotakan Kota Salak. Kabupaten ini berdiri sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi. Kini Kabupaten Pakpak Bharat memiliki 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kecamatan Pangindar, Kecamatan Sitellu Tari Urang Julu, Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tinada, dan Kecamatan Siempat Rube—dan memiliki sebanyak 52 desa.

Pakpak Bharat bukan menunjukkan daerah Pakpak yang terletak di bagian barat, melainkan memiliki dua arti nama yang digabungkan menjadi satu yaitu Pakpak adalah nama daerah sedangkan Bharat artinya adalah baik, jadi Pakpak Bharat adalah daerah Pakpak yang baik. Kabupaten Pakpak Bharat terletak pada garis 2,00–3,00 Lintang Utara dan 96,00–98,30 Bujur Timur, dan berada di ketinggian 2501.400 M di atas permukaan laut.

Kabupaten Pakpak Bharat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut.

(1) Sebelah Utara: Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kecamatan Lae Parira dan Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi;

(2) Sebelah Selatan: Kecamatan Tara Bintang Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah;

(2)

(3) Sebelah Timur: Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, Kecamatan Harian Kabupaten Tobasa; dan

(4) Sebelah Barat: Kecamatan Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Luas keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,30 km (121.830 Ha) atau 1,7 dari luas Provinsi Sumatera Utara. Dari luas wilayah tersebut 63.974 Ha (52,51) diantaranya merupakan lahan yang efektif dan 53.156 Ha (43,63) merupakan lahan yang belum dioptimalkan. Pada umumnya masyarakat Pakpak Bharat tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian utamanya adalah bertani. (Data Statistik Kecamatan Kerajaan 2013)

Gambar 2.1:

(3)

2.2 Sistem Kepercayaan

Sebelum agama Islam dan Kristen masuk ke wilayah Pakpak, masyarakat setempat menganut kepercayaan yang disebut persilihi atau perbegu. Persilihi atau

perbegu ini ialah suatu kepercayaan yang meyakini bahwa alam ini berada di

bawah kuasa pengaruh roh gaib atau dengan adanya Dewa-Dewa maupun roh-roh nenek moyang yang dikultuskan (Naiborhu, 1988 : 22-26).1

2.2.1 Kepercayaan Terhadap Dewa-dewa

Sebelum agama Kristen dan Islam masuk ke lingkungan masyarakat Pakpak, masyarakat mempercayai kekuatan gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan. Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata Guru/Sinembe

nasa si lot yang artinya maha pencipta segala sesuatu yang ada di bumi ini yang

diklasifikasikan atau diistilahkan sebagai berikut.

Debata Guru atau Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi, yaitu:

1. Beraspati Tanoh

Diberi simbol dengan menggambar cecak yang berfungsi melindungi segala tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu atau tumbuhan lainnya, maka ia harus permisi kepada Beraspati Tanoh.

2. Tunggung Ni Kuta

Tunggung Ni Kuta ini diyakini mempunyai peranan untuk menjaga dan

melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Karena itu,

1

(4)

maka Tunggung Ni Kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut:

a. Lapihen, yaitu terbuat dari kulit kayu yang di dalamnya terdapat tulisan- tulisan yang berbentuk mantra ataupun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan.

b. Naring, yaitu wadah berisi ramuan untuk pelindung kampung. Apabila suatu kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda berupa suara gemuruh ataupun siulan.

c. Penghulu balang, yaitu sejenis patung yang terbuat dari batu yang berfungsi untuk memberikan sinyal berupa gemuruh sebagai tanda gangguan, bala, musuh, atau penyakit bagi suatu desa.

d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di dalam tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang.

e. Sembahen ni ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat menggangu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi kehidupan manusia apabila diberi sesajian.

f. Tali solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh.

g. Tongkat balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang satu meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan.

h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh.

(5)

i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan danau.

j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau dan air.

2.2.2 Kepercayaan Terhadap Roh- Roh

Selain kepercayaan terhadap Dewa-dewa, masyarakat Pakpak juga memiliki kepercayaan terhadap roh-roh yang meliputi:

a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meninggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang. b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun

temurun.

c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu Sinambela, yaitu roh orang yang sudah meninggal diakibatkan karena hanyut di dalam air atau sungai.

d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain dan dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba.

Kepercayaan-kepercayaan di atas sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak khususnya yang berada di wilayah Kecamatan Kerajaan sejak masuknya agama. Masyarakat Pakpak di daerah ini sebagian besar sudah memeluk agama yang tetap, yaitu agama yang sudah diakuai oleh pemerintah. Sebagian besar masyarakat yang ada di daerah ini beragama Islam, Kristen, dan sebagian kecil beragama Katolik.

(6)

2.3 Sistem Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di Kecamatan Kerajaan adalah bahasa Pakpak, karena mayoritas penduduk di sana adalah suku Pakpak. Hal ini menyebabkan kehidupan sehari-hari penduduk di sana menggunakan bahasa Pakpak begitu juga dalam acara adat. Terdapat juga sebagian kecil suku lain seperti suku Batak Toba, Karo, Nias, dan Jawa yang datang ke daerah Kecamatan Kerajaan. Dalam realitas sosial, setelah tinggal beberapa lama di sana, masyarakat dari suku-suku tersebut diatas sudah mengerti dan fasih menggunakan bahasa Pakpak. Selain bahasa Pakpak, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Indonesia yang digunakan di tempat-tempat umum, seperti sekolah, puskesmas dan kantor kelurahan.

Ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Pakpak, yaitu:

1. Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara.

2. Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau bahasa yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi (narrative songs atau lamenta dalam istilah etnomusikologi) yang disebut tangis mangaliangi (bahasa tutur tangis).

3. Rana mertendung yaitu gaya bahasa yang digunakan di hutan.

4. Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh diucapkan di tengah-tengah kampung karena dianggap tidak sopan, dan

5. Rebun (rana tabas atau mangmang) yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa mantera oleh guru (Naiborhu, 2002:51).

(7)

2.4 Sistem Kekerabatan

Seperti halnya etnik lain, etnik Pakpak juga memiliki sistem kekerabatan yang dapat membedakannya dengan etnik lainnya. Di dalamnya mencakup marga (klen), dan sulang silima, seperti uraian berikut ini.

2.4.1 Marga

Marga dalam kajian antropologi disebut dengan klen yaitu suatu kelompok kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis (unilineal), baik melalui garis laki-laki (patrilineal) maupun perempuan (matrilineal). Marga pada masyarakat Pakpak bukan hanya sekedar sebutan atau konsep tetapi di dalamnya nilai budaya yang mencakup norma dan hukum yang berguna untuk mengatur kehidupan sosial. Misalnya dengan adanya marga maka dikenal perkawinan eksogami marga, yakni adat yang mengharuskan seseorang kawin diluar marganya. Bila terjadi perkawinan semarga maka orang tersebut diberi sanksi hukum berupa pengucilan, cemoohan, dan malah pengusiran, karena melanggar adat yang berlaku.

2.4.2 Sulang Silima

Sulang silima adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari kula- kula, dengan sebeltek siampun-ampun/ anak yang paling kecil, serta anak berru. Sulang silima ini berkaitan dengan pembagian sulang/jambar dari daging-daging tertentu

dari seekor hewan seperti kerbau, lembu, atau babi yang disembelih dalm konteks upacara adat masyarakat Pakpak. Pembagian daging/jambar ini disesuaikan dengan hubungan kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang melaksanakan

(8)

upacara. Dalam masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut masing- masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat.

(1) Kula-kula

Kula-kula merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem

kekerabatan pada masyarakat Pakpak. Kula-kula adalah kelompok/pihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang dilihat). Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Sikap menentang

kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan masyarakat Pakpak. Dalam

acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting termasuk juga dalam upacara kematian.

(2) Dengan sebeltek/senina

Dengan sebeltek/senina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali

persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam sebuah acara adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut. Secara umum, hubungan senina ini dapat disebabkan karena adanya hubungan pertalian darah, sesubklen/semarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang bersaudara dan memiliki suami yang bersaudara.

(9)

(3) Anak beru

Anak berru artinya anak perempuan yang disebut dengan kelompok

pengambil anak dara dalam sebuah acara adat, anak berru lah yang bertanggung jawab atas acara adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja, penanggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat. Sedangkan situaan adalah anak yang paling tua, siditengah adalah anak tengah dan siampun-ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang mempunyai ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga.

Kelima kelompok di atas mempunyai pembagian sulang (jambar) yang berbeda, yaitu sebagai berikut: Kula-kula (pihak pemberi istri dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang per-punca naidep. Situaan (orang tertua yang menjadi tuan rumah sebuah pesta akan mendapat sulang per-isang-isang).

Siditengah (keluarga besar dari keturunan anak tengah) akan mendapat sulang per-tulan tengah. Siampun-ampun (keturunan paling bungsu dalam satu keluarga) akan

mendapat sulang perekur-ekur. Anak berru (pihak yang mengambil anak gadis dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu. Biasanya penerimaan perjambaren anak berru disertai dengan takal peggu, yang artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap berjalannya pesta. Anak berru memiliki peran dan tanggungjawab yang besar dalam setiap pesta, karena anak berru lah yang bertugas untuk menyiapkan serta menghidangkan makanan selama pesta berlangsung. Sulang silima dalam hubungannya dengan daliken sitelu ini dapat digambarkan seperti pada bagan berikut ini.

(10)

Bagan 2.1

Daliken Sitelu dan Sulang Silima

dalam Kebudayaan Pakpak

2.5 Kesenian 2.5.1 Seni musik

Masyarakat Pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajiannya dan cara memainkannya. Berdasarkan cara memainkannya, instrumen musik tersebut dibagi atas dua kelompok, yaitu gotci dan oning-oningen. Sedangkan berdasarkan cara memainkannya, instrumen musik tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu sipaluun (alat musik yang dimainkan instrument musik tersebut dibagi atas dua kelompok, yaitu gotci dan oning-oningen. Sedangkan berdasarkan cara memainkannya, instrument musik tersebut terbagi

(11)

menjadi beberapa kelompok, yaitu: sipaluun (alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul), sisempulen (alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup) dan

sipiltiken (alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik). Istilah gotci dan oning-oningen sudah mendapat pergeseran arti dikalangan masyarakat Pakpak.

Dalam tulisan Skripsi Sarjana Anna Rosita yang berjudul Deskripsi

Organologi Sarune Pakpak–Dairi halaman 2 menyebutkan bahwa gotci adalah

kelompok alat-alat musik yang dimainkan secara ensambel (berkelompok). Sedangkan oning-oning adalah sekelompok alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal atau dalam bentuk solo (bukan sekumpulan alat-alat musik yang sejenis). Namun menurut wawancara dengan beberapa pemusik tradisi Pakpak sekarang menyebutkan bahwa gotchi adalah istilah untuk beberapa ensambel seperti: ensambel genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendang

sidua-dua, gerantung, mbotul dan gung. Sedangkan istilah oning-oningen

digunakan untuk ensambel yang terdiri dari gendang sitelu-telu, gung sada rabaan,

lobat (aerophone), kalondang (xylophone), dan kucapi (chordophone), yang pada

penggunaannya di gunakan untuk upacara mbaik seperti upacara pernikahan (merbayo).

(A) Instrumen Musik Berdasarkan Bentuk penyajian

Gotci adalah instrumen musik yang disajikan dalam bentuk seprangkat

(ansambel) yang terdiri dari ensambel genderang sisibah, genderang sipitu-pitu,

genderang silima, gendang sidua-dua, gerantung, mbotul dan oning-oningen. Genderang sisibah adalah seperangkat gendang satu sisi yangterdiri dari

Sembilan buah gendang yang berbentuk konis. Dalam adat, instrumen ini disebut

(12)

di iringinya karena ramai dan besarnya acara tersebut. Masing-masing nama dari kesembilan gendang tersebut dari ukuran terbesar hingga ukuran terkecil adalah sebagai berikut.

1) Genderang I, Si raja gumeruhguh (suara bergemuruh) dengan pola ritmis

menginang-inangi atau megindungi (induk).

2) Genderang II, Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Menjujuri dengan pola ritme menjujuri atau mendonggil-donggili (mengangungkan, mentakbiri, menghantarkan).

3) Genderang III s/d VII, Si Raja Menak-enak dengan pola ritmis benna kayu sebagai pembawa ritmis melodis (menenangkan atau menentramkan). 4) Genderang VIII, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis menehtehi

(menyeimbangkan).

5) Genderang IX, Si Raja Mengapuh dengan pola ritmis menganak-anaki atau

(13)

Gambar 2.2:

Genderang Sisibah

(Dokumentasi Surung Solin, 2015)

Dalam bentuk seperangkat, kesembilan gendang ini dimainkan bersama sama dengan gung sada rabaan (seperangkat gung yang terdiri dari empat buah, yaitu panggora (penyeru), poi (yang menyahut), tapudep (pemberi semangat) dan

pong-pong (yang menetapakan). Instrumen lain yang digunakan adalah sarune

(double reed oboe) dan cilat-cilat (cymbal concussion). Dalam penyajiannya, ansambel ini hanya dipakai pada jenis upacara suka cita (kerja mbaik) saja pada tingkatan upacara terbesar atau tertinggi saja.

Selanjutnya adalah ensambel genderang sipitu-pitu. Ensambel ini terdiri dari 7 buah gendang konis yang berasal dari genderang sisibah. Ketujuh gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang mulai dari urutan I sampai VII. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah

(14)

genderang sisibah. Ensambel ini biasanya digunakan untuk kerja mbaik dalam tingkatan tertentu saja.

Selanjutnya adalah ensambel genderang Si lima yaitu seperangkat gendang satu sisi berbentuk konis yang terdiri darai lima buah gendang. Kelima gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang pada bilangan ganjil saja diurut dari gendang terbesar, yaitu gendang I, III, V, VII dan IX. Fungsi dari kelima gendang tersebut sama dengan fungsinya masing-masing seperti pada

genderang sisibah. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, Sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat dalam genderang sisibah. Ensambel ini digunakan pada upacara dukacita (kerja njahat)

saja, seperti upacara Ncayur Ntua, mengongkal tulan (mengangkat tulang-tulang) pada tingkatan upacara terbesar dan tertinggi secara adat.

Selanjutnya terdapat ensambel gendang sidua-dua. Ensambel gendang ini terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk barrel (double head two barrel

drums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang inangna (gendang induk, gendang

ibu) yaitu gendang yang terbesar dan gendang anakna (gendang anak, jantan) yaitu gendang terkecil. Instrumen lain yang terdapat dalam instrument ini adalah empat buah gong (gung sada rabaan) dan sepasang cilat-cilat (simbal). Ensambel ini biasanya digunakan untuk upacara ritual, seperti mengusir roh penunggu di hutan sebelum diolah menjadi lahan pertanian (mendeger uruk) dan hiburan saja seperti upacara penobatan raja atau mengiringi tarian pencak.

Kemudian ensambel musik mbotul adalah seperangkat alat musik gong (idiophones) berpencu yang terdiri dari 5, 7, atau 9 buah gong. Disusun berbaris diatas rak seperti kenong pada tradisi gamelan Jawa. Dalam penggunaannya,

(15)

instrumen ini berperan sebagai pembawa melodi dan secara ensambel dimainkan bersama-sama dengan gung sada rabaan.

Selanjutnya adalah ensambel oning-oningen. Ensambel ini terdiri dari

gendang sitelu-telu (membranophone single head), gung sada rabaan, lobat (aerophone), kalondang (xylophone), dan kucapi (chordophone). Ensambel ini

digunakan pada upacara suka cita (Kerja mbaik) seperti upacara penikahan (merbayo) dan untuk mengiringi tarian (tatak).

(B) Instrumen Musik Berdasarkan Cara memainkannya

Untuk melihat pembagian alat musik tradisional Pakpak dari cara memainkannya, dapat kita lihat dari tabel berikut.

Tabel 2.1

Pembagian Alat Musik Berdasarkan Cara Memainkannya No. Cara Memainkan Alat Musik

1. Sipaluun Genderang, Kalondang, Gung, Cilat-cilat, Ketuk mbotul, Deng-deng, Doal, Gerantung, Gendang si dua-dua.

2. Sisempulen Sarune, Lobat, Sordam.

(16)

2.5.2 Seni Suara

Masyarakat Pakpak memiliki beberapa jenis seni suara ataupun nyanyian. Nyanyian yang dimaksud adalah musik vocal. Masyarakat Pakpak member nama

ende-ende (baca :nde-nde) terhadap semua musik vokalnya. Ada beberapa jenis

musik vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak yang dibedakan berdasarkan fungsi dan penggunaannya masing-masing yaitu sebagai berikut.

1) Tangis milangi atau disebut juga tangis-tangis adalah kategori nyanyian ratapan (lamenta) yang disajikan dengan gaya menangis. Disebut tangis

milangi karena hal-hal mengharukan yang terdapat didalam hati penyajinya

akan ditutur-tuturkan (dalam bahasa Pakpak: ibilang-bilangken, milangi) dengan gaya menangis (Pakpak: tangis). Ada beberapa jenis tangis milangi yang terdapat pada masyarakat Pakpak, yaitu sebagai berikut.

a. Tangis sijahe adalah jenis nyanyian yang disajikan oleh gadis (female song) menjelang pernikahannya. Teks nyanyian ini berisi tentang ungkapan kesedihannya karena akan meninggalkan keluarganya dan memasuki lingkungan keluarganya. Nyanyian ini ditujukan agar orangorang tua yang mendengar merasa iba dan memberi petuah-petuah tentang hidup berumah tangga. Nyanyian ini disajikan dalam bentuk melodi yang berubah-ubah (repetitif) dengan teks yang berubah-ubah.

b. Tangis anak melumang, nyanyian ini disajikan oleh pria ataupun wanita. Nyanyian ini berisi tentang kesedihan seseorang yang ditinggal mati orang tuanya. Nyanyian ini biasanya disajikan pada saat-saat tertentu, seperti ketika berada di hutan, di ladang, di sawah

(17)

atau tempat-tempat sepi lainnya. Teksnya berubah-ubah dengan melodi yang sama. Tangis si mate adalah nyanyian ratapan (lament) kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia. Disajikan di depan si mati dan teksnya berisi tentang kisah hidup si mati, berisi tentang perilaku yang paling berkesan dari si mati semasa hidupnya. Nyanyian ini adalah nyanyian strofik yang lebih mementingkan isi teks dari pada melodi.

2) Ende mendedah adalah sejenis nyanyian lullaby atau nyanyian menidurkan anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) baik kaum pria maupun wanita untuk menidurkan atau mengajak si anak bermain. Jenisnya terdiri dari orih-orih, oah-oah dan cido-cido. Ketiga nyanyian jenis nyanyian ini menggunakan teks yang selalu berubah-ubah dengan melodi yang diulang-ulang (repetitif).

a. Orih-orih ialah nyanyian untuk menidurkan anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) orangtua atau kakak baik pria maupun wanita.Si anak digendong sambil i orih-orihken (sambil menina bobokan si anak dalam gendongan) dengan nyanyian yang liriknya berisi tentang nasehat, cita-cita, harapan maupun curahan kasih sayang terhadap si anak.

b. Oah-oah sering disebut juga dengan kodeng-kodeng, yaitu jenis nyanyian yang teksturnya sama dengan orih-orih. Yang

membedakannya adalah cara menidurkannya, jika orih-orih disajikan dengan cara menggendong, maka oah-oah disajikan sambil mengayun si anak dalam ayunan.

(18)

c. Cido-cido adalah nyanyian untuk mengajak si anak bermain. Tujuannya adalah agar si anak merasa terhibur dengan gerakan-gerakan lucu sehingga si anak merasa terhibur dan tertawa. Teks lagu yang dinyanyikan biasanya berisi tentang harapan-harapan agar kelak si anak menjadi orang yang berguna.

3) Nangan ialah nayanyian yang disajikan pada waktu bersukut-sukuten (mendongeng). Setiap ucapan dari tokoh-tokoh yang terdapat pada cerita tersebut di sajikan dengan cara bernyanyi. Ucapan tokoh yang dinyanyikan tersebut dalam cerita disebut dengan nangen, sedangkan rangkaian ceritanya disebut sukut-sukuten.

Secara tekstur, cerita sukut-sukuten umumnya berisi tentang pedoman-pedoman hidup dan teladan yang harus dipanuti berdasarkan perilaku yang yang diperankan oleh tokoh yang terdapat dalam cerita. Persukuten haruslah orang yang cukup ahli menciptakan tokoh-tokoh melalui warna nangen. Adapun sukut-sukuten yang cukup dikenal oleh masyarakat Pakpak adalah

Sitagandera, Nan tampuk mas, Manuk-manuk Si Raja Bayon, Si buah mburle, dan lain sebagainya.

4) Ende-ende mardembas adalah bentuk nyanyian permainan dikalangan anak-anak usia sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari di halaman rumah pada saat terang bulan purnama. Mereka menari dan membentuk lingkaran dan membuat lompatan kecil sambil bernyanyi secara chorus (koor) maupun solo chorus (nyayian solo yang disambut dengan koor). Isi teksnya biasanya berisi tentang keindahan alam serta kesuburan tanah kampungnya

(19)

dan dinyanyikan dengan pengulangan melodi (repetitif) serta teks yang berubah-ubah sesuai pesan yang disampaikannya.

5) Ende-ende Memuro Rohi, nyanyian ini termasuk kedalam nyanyian work

song, yaitu nyanyian yang di sajikan pada saat bekerja. Biasanya

dinyanyikan ketika berada di ladang atau di sawah untuk mengusir burung-burung agar tidak memakan padi yang ada di sawah. Kegiatan muro (menjaga padi) ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan ketter dan gumpar yang dilambai-lambaikan ke tengah sawah sambil menyanyikan

ende-ende memuro rohi.

2.5.3 Seni Tari

Masyarakat Pakpak menyebutkan istilah tari dengan istilah Tatak. Sementara menari disebut tumatak. Penggunaan tatak pada masyarakat Pakpak hampir diseluruh upacara-upacara maupun kegiatan-kegiatan adat Pakpak. Upacara dalam istilah masyarakat Pakpak disebut kerja. Ada kerja mbaik yaitu acara-acara sukacita, seperti berikut.

1. Upacara pernikahan (merbayo)

Dalam upacara pernikahan pada masyarakat Pakpak, tari atau tatak digunakan dalam hampir setiap rangkaian acara. Orang yang menari atau

tumatak, harus menyesuaikan gerakan sesuai dengan kedudukannya di dalam

upacara tersebut, apakah sebagai pihak kula-kula, berru, maupun dengan

(20)

2. Mendegger uruk.

Pesta ini merupakan pesta syukuran sekaligus mengawali semua kegiatan pertanian yang ada disuatu kampung dan dilakukan oleh satu marga tertentu. Orang-orang yang hadir dalam upacara ini adalah sulang silima dari pihak marga tersebut. Sama seperti upacara-upacara lainnya, setiap orang yang tumatak harus menyesuaikan gerakan dengan kedudukannya dalam upacara tersebut.

3. Mengerumbang

Mengerumbang adalah suatu rangkaian upacara adat yang dilakukan

berdasarkan kemampuan suatu keluarga yang ingin membayar atau menyelesaikan semua hutang adat orang tuanya sebelum meninggal, atau dengan kata lain mengadakan pesta diwaktu orang tua masih hidup. Disini juga dilaksanakan tatak sama seperti upacara-upacara adat lainnya, dimana orang yang tumatak menyesuaikan kedudukannya pada upacara tersebut.

Kerja Njahat yaitu acara-acara yang bersifat dukacita, seperti upacara

kematian. Di dalam kerja njahat, penggunaan gerakan tatak juga berdasarkan kedudukan seseorang pada upacara tersebut.

Dibawah ini merupakan gerakan yang umum digunakan dalam kerja mbaik maupun kerja njahat adalah sebagai berikut.

(i) Mengera-ngera, merupakan nama gerakan yang mengkolaborasikan tatak (tari) dan moccak (pencak silat) untuk penyambutan sambil

memegang serangkaian daun tertentu seperti, bulung (daun)

silinjuhang, sangkasa mpilit, asar biang, sanggar, bunga sanggar, jabi-jabi, yang dirangkai dan diikat ke kayu sarkea. Pada konteks upacara

(21)

menyambut Kula-kula dan bisa saja dilakukan oleh orang yang sengaja diunjuk.

(ii) Suyuk, gerakan ini digunakan untuk menyambah ataupun menghormati (memasu-masu). Gerakan ini digunakan oleh pihak

kula-kula kepada pihak berru yang menyimbolkan pemberian berkat. (iii) Mengeleap, gerakan ini adalah gerakan yang secara garis besarnya

menggunakan gerakan tangan dalam suatu tarian.

(iv) Menerser, gerakan ini adalah gerakan yang secara garis besarnya

menggunakan gerakan kaki dalam suatu tarian.

2.6 Sistem Mata Pencaharian

Pada umumnya, mata pencaharian penduduk di Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, Kabupatrn Papak Bharat adalah bercocok tanam. Melihat kondisi tanah yang subur serta sangat mendukung untuk bercocok tanam, maka tidak heran jika mayoritas penduduk di desa ini bermata pencaharian sebagai petani.

Selain itu, dahulu kala sampai sekarang suku Pakpak dikenal dengan

perkemenjen (orang yang mencari kemenyan) yang khas dengan odong-odong

(musik vokal)nya, yaitu nyanyian penyadap kemenyan. Demikian pula sebagian warga Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, Kabupatrn Papak Bharat adalah pencari kemenyan.

Adapun jenis tanaman yang yang ditanam adalah padi, baik di sawah atau di darat, sayur-sayuran, karet dan yang paling mendominasi adalah tanaman kelapa sawit. Sebagian besar lahan pertanian ditanami dengan tanaman kelapa sawit dan merupakan sumber penghasilan atau pendapatan terbesar bagi penduduk di sana.

(22)

Selain bertani, mata pencaharian lainnya adalah berdagang, buruh pabrik, dan ada juga sebagai pegawai negeri sipil dan pegawai swasta.

2.7 Proses Kesinambungan dan Perubahan Budaya Masyarakat Pakpak

Dari gambaran umum pada Bab II ini tergambar kepada kita bahwa etnik Pakpak, terutama di lokasi penelitian yaitu Desa Natam Jehe, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat dapat dikategorikan sebagai masyarakat agraris kawasan dataran tinggi, yang tentu saja menghasilkan kebudayaan agraris dan pedesaan.

Berdasarkan unsur-unsur kebudayaan yang mereka hasilkan adalah mereka umumnya beragama samawi yaitu: Islam, Protestan, dan Katolik. Namun demikian berbagai nilai religi awal masih terdapat di dalam kehidupan mereka terutama yang berkait dengan sistem kosmologinya. Upacara mengkerboi dan penggunaan musik di dalmnya dalam konteks upacara adat ncayur ntua dalam klasifikasi kerja njahat, adalah ekspresi dari budaya agraris dan sistem religi yang dianut.

Seterusnya unsur-unsur kebudayaan lainnya selain religi adalah bahasa Pakpak dan Indonesia, teknologi tradisional Pakpak dan teknologi terkini, organisasi sosial dalam daliken sitelu, sistem pendidikan formal ala Indonesia dan enkulturasi secara tradisional, mata pencaharian yang bergantung kepada alam sekitar dan sistem pemerintahahan Indonesia. Kemudian tentu saja terdapat kesenian-kesenian yang masih kuat berdasar kepada seni tradisi Papak, walaupun kesenian-kesenian yang bersifat nasional dan dunia telah juga masuk ke dalam kehidupan orang-orang Pakpak, termasuk di lokasi penelitian ini. Kesenian-kesenian nasional dan dunia itu, menurut pengamatan penulis masuk melalui media-media massa baik itu seperti radio, televisi, harian, intenet, dan lainnya.

(23)

Pada masa kini semua proses tersebut berlangsung di dalam kehidupan masyarakat Pakpak. Jadi dalam keadaan yang sedemikian rupa dapatlah dikatakan bahwa budaya masyarakat Pakpak berada dalam situasi perubahan dengan tetap memelihara kontinuitasnya, yang disertai dengan kearifan-kearifan yang dilakukan masyarakat secara umum, yang berakar dari pemikiran adat, yang juga berpandu dari nilai-nilai agama.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk pemilihan obat pada anestesi spinal untuk operasi urologi dengan prosedur transuretra dengan bupivacain

Jika nilai Asymp. Sig atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka ditolak sehingga data berdistribusi tidak normal. Jika nilai Asymp. Sig atau

Efek pengereman dari flux kutub arus ini dapat diperkecil dengan mengurangi jumlah lilitan kumparan arus (dengan suatu penyesuaian menambah lilitan pada kumparan tegangan),

Selain mempersiapkan usaha dan memperkirakan tingkat keberhasilan, wirausaha harus siap untuk menghadapi resiko kegagalan dalam menjalankan usahanya serta bagaimana

Menjelaskan target pekerjaan apa saja yang harus diselesaikan di tempat magang sesuai dengan job deskripsi yang diberikan oleh perusahaan. RENCANA DAN

Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Dewan Pengurus

T.2.2.2 Jika Pihak yang melakukan klaim gagal menerbitkan Pemberitahuan dalam jangka waktu 28 (dua puluh delapan) hari kalender, Pihak tersebut tidak berhak untuk

Maka, bila kita ingin mencapai komunikasi antar pribadi yang otentik, berarti kita harus menempatkan orang lain bukan sebagai objek, melainkan subjek dalam komunikasi