• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kampung atau ayam lokal merupakan ayam buras yang berasal dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kampung atau ayam lokal merupakan ayam buras yang berasal dari"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Kampung

Ayam kampung atau ayam lokal merupakan ayam buras yang berasal dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam hutan hijau (Gallus varius) dan ayam hutan kelabu (Gallus sonnerati) yang didomestikasi dan dikembangkan di Indonesia (Yaman, 2012). Menurut Rose (2001) berikut ini merupakan klasifikasi ilmiah dari ayam kampung.

Kingdom : Animalia Phylum : Chordhata Class : Aves Sub class : Neornithes Ordo : Galliformes Family : Phasianidae Genus : Gallus Spesies : Gallus gallus Sub spesies : Gallus domesticus

Ayam kampung memiliki karakteristik yang berbeda dari ayam ras yang umumnya memiliki postur tubuh lebih ramping dengan perototan kompak dan padat (Yaman, 2012). Sosoknya lebih kecil dan penampilannya terlihat lebih lincah (Sujionohadi dan Setiawan, 2016). Sifat fenotip dan genotip ayam kampung sangat bervariasi. Hal ini tampak pada warna bulu yang beragam, yaitu hitam, merah, kuning, putih, kolumbian, dan lurik (Kolompoy dkk., 2020).

(2)

6 Ayam kampung umumnya dikembangkan sebagai ayam pedaging, ayam petelur, dan juga sebagai ayam hias karena keberagaman warna bulunya yang cantik serta penampilannya yang menarik (Sartika dkk., 2016). Ayam kampung petelur mempunyai bobot 150 gram lebih rendah dari ayam ras yang mencapai bobot 250 gram pada umur satu bulan. Namun pada umur 4 bulan perbandingan bobot badan tidak terlalu jauh, ayam ras mencapai bobot sekitar 1,5 kg sedangkan ayam kampung mencapai bobot 1,4 kg (Sujionohadi dan Setiawan, 2016). Produktivitas ayam kampung lebih rendah dari ayam jenis ras yaitu hanya mampu memproduksi 115 butir per tahun dan puncak produksi 55 % lebih rendah dari ayam ras yang mencapai 87 % (Sujionohadi dan Setiawan, 2016).

Ayam kampung mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan (Mubarak dkk., 2018), serta memiliki ketahanan tubuh yang baik terhadap penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh virus avian influenza yang jauh lebih tinggi dibandingkan ayam ras (Widjaja dkk, 2014). Ayam kampung mampu menghasilkan telur dengan kualitas yang baik dibandingkan dengan ayam ras (Krista dan Harianto, 2013). Kelebihan yang dimiliki ayam kampung ini menjadi objek yang menarik untuk diteliti dan dikembangkan. Ayam kampung mulai diteliti secara ilmiah pada tahun 1900-an di Bogor dan menjadi objek penelitian yang semakin menarik sejak tahun 2000-an, karena memiliki variasi dan ragam yang sangat besar dengan segala potensinya sebagai ayam pedaging, petelur maupun ayam hias (Yaman, 2012)..

(3)

7 2.1.1. Ayam Kampung Putih

Ayam kampung putih atau ayam kedu putih adalah ayam lokal Indonesia yang banyak dijumpai di Daerah Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Ayam kedu merupakan hasil persilangan dari ayam dorking dengan ayam buras yang ada di daerah Dieng (Sujionohadi dan Setiawan, 2016). Berdasarkan warna bulunya, ayam kedu dapat digolongkan menjadi dua yaitu ayam kedu hitam dan ayam kedu putih. Ayam kedu putih memiliki bulu berwarna putih polos yang dihasilkan dari warna gen resesif ayam kedu hitam. Hal ini karena adanya faktor gen aditif yaitu gen I/W+ yang menyebabkan warna bulu putih (Untari dkk., 2013). Beragamnya fenotip warna bulu ayam kampung baik pada jantan maupun betina disebabkan belum adanya upaya seleksi yang mengarahkan ayam ini pada warna bulu spesifik. Hal ini disebabkan karena adanya percampuran genetik yang tidak dapat dihindari akibat sistem pemeliharaan secara tradisional (Hoda dan Soenarsih, 2020).

(4)

8 Ayam kampung putih mempunyai ciri spesifik sepintas mirip dengan ayam white leghorn yang memiliki warna bulu mulai dari kepala, leher, sayap, badan dan ekor berwarna putih dan warna kulit putih, kulit muka berwarna merah, serta bagian jengger, pial, dan cuping berwarna merah terang. Warna shank berwarna putih atau kuning ada juga yang kuning kehitaman serta bentuk jengger tunggal (Sartika dkk, 2016). Bobot ayam kedu putih pada usia dewasa mencapai 1,4 sampai 1,6 kg dan mulai bertelur pada usia sekitar 134 hari (Sujionohadi dan Setiawan, 2016). Ayam kedu putih dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan daging juga diperlukan untuk upacara keagamaan (Sartika dkk., 2016).

2.1.2. Ayam Ranupani

Ayam Ranupani merupakan ayam lokal asli Indonesia yang berasal dari kawasan Desa Ranu Pane, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Keanekaragaman jenis satwa yang ada di sekitar Desa Ranu Pane antara lain macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), elang hitam (Ictinaetus malayensis), ayam hutan merah (gallus gallus) dan lainnya (Tamam, 2014). Ayam Ranupani diduga berasal dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus) yang ada di Ranu Pane karena memiliki karakteristik yang serupa dengan ayam hutan merah (Gallus gallus) (Sartika dkk., 2016).

(5)

9 Ciri fisik ayam hutan merah (Gallus gallus) yaitu tubuhnya berukuran kecil, pada ayam jantan memiliki bulu leher berwarna kuning coklat keemasan dengan kulit muka merah bulu punggung hijau gelap dan sisi bawah tubuh berwarna hitam mengkilap. Bentuk jengger bergerigi dan gelambir berwarna merah, bulu ekornya berwarna hitam hijau yang panjang dan melengkung ke bawah serta kaki berwarna kelabu dengan sebuah taji. Ayam betina memiliki kaki tidak bertaji, bulunya yang pendek berwarna coklat tua kekuningan dengan garis-garis dan bintik hitam gelap (Sartika dkk., 2016).

2.1.3. Ayam Lurik Merah / Ayam Arab Gold

Ayam arab bukan termasuk ayam asli Indonesia, namun telah beradaptasi dan dikembangkan turun temurun di Indonesia. Ayam arab memiliki keseragaman fenotip dan genotip yang tinggi sehingga dikembangkan sebagai galur murni ayam petelur (Darwati dkk., 2019). Ciri khas dari ayam arab yaitu warna bulunya lurik. Terdapat dua jenis ayam arab berdasarkan warna bulunya, yaitu ayam arab silver dan ayam arab golden. Ayam arab golden mempunyai ciri spesifik warna bulu merah lurik kehitaman dan keemasan, bulu leher kuning kemerahan, warna lingkar mata hitam, warna kulit, kaki dan paruh hitam (Linawati, 2009).

(6)

10 Ayam arab mulai bertelur pada umur 5 bulan dengan masa puncak produksi di atas umur 8 bulan. (Indra dkk., 2013). Ayam arab mampu menghasilkan telur selama 30 hari yaitu berikisar 859 sampai 860 butir dengan nilai HDP (Hand day Productioin) mencapai 95,88 % (Yumna dkk., 2013). Bobot telur ayam arab gold yaitu berkisar antara 46,81 sampai 52,41 gram. Bobot telur ini disebabkan karena umur dan bobot badan induk, semakin tua umur induk dan semakin berat bobot badan ayam maka bobot telur yang dihasilkan oleh ayam arab gold lebih berat (Yumna dkk., 2013).

Fertilitas telur ayam arab berkisar 62,50 sampai 79,17%, bobot telur ayam arab antara 42,64 sampai 43,37 gram dengan daya tetasnya 56,25 sampai 76,67 %. Nilai fertilitas, bobot telur dan daya tetas telur ayam ini dapat dipengaruhi oleh sex ratio antara ayam arab jantan dan ayam betina (Astomo dkk., 2016) dan juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan telur (Susanti dkk., 2015). Fertilitas telur ayam arab dengan lama penyimpanan yang berbeda berkisar antara 59,26 sampai 77,78 %, daya tetas telur ayam arab berkisar antara 75,48 sampai 95,54 % dan rata-rata bobot tetas telur ayam arab berkisar antara 27,37 sampai 28,80 gram (Susanti dkk., 2015).

Telur ayam arab mempunyai bentuk dan warna serta kualitas isi yang mempunyai kemiripan dengan telur ayam kampung lainnya. Warna kuning telur ayam arab cenderung berwarna kuning kemerahan. Kandungan nutrisi dalam kuning telur ayam arab meliputi kandungan lemak kuning telur yaitu 33,87 % sedangkan kandungan protein kuning telur yaitu 18,74 % (Yumna, dkk 2013).

(7)

11 2.1.4. Ayam Wareng

Ayam wareng merupakan ayam lokal Indonesia yang banyak ditemukan dan diperkembangbiakan di Kabupaten Tangerang (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tangerang, 2008). Ciri fisik ayam wareng yaitu memiliki paruh warna hitam dan kuning, jengger berbentuk tunggal, dan warna jengger, cuping dan pial pada ayam wareng berwarna merah. Lingkar mata ayam wareng berwarna merah dan kuning. Kulit ayam wareng berwarna putih. Bulu dada, perut, bulu punggung dan sayap bagian luar serta bulu ekor didominasi warna hitam baik jantan maupun betina. Warna bulu hitam dominan pada bagian-bagian tubuh ayam wareng dapat dijadikan ciri khas atau identitasnya (Mahendra dkk., 2014).

Ayam wareng mempunyai sifat-sifat unggul antara lain yaitu bentuk badannya yang kecil, produksi telurnya tinggi, konsumsi pakan rendah, ayam betina tidak mengerami telurnya dan telur berwarna putih mulus dengan kerabang tipis (Iskandar dkk., 2006). Produksi telur ayam wareng cukup bagus yaitu sebesar 150 butir/ekor/tahun, tetapi bobot telur ayam wareng terlalu kecil hanya sebesar 32,3 gram. Bobot ayam jantan dewasa hanya sebesar 1,2 kg dan betinanya sebesar 0,9 kg. Ayam wareng lebih cepat mencapai dewasa kelamin dan umur pertama bertelur dicapai pada saat ayam berumur 4,5 bulan (Sartika dkk., 2016).

(8)

12 2.2 Telur Ayam Kampung

Telur ayam merupakan sumber nutrisi hewani yang mengandung nilai gizi tinggi, mudah diolah dan harganya relatif murah jika dibandingan dengan sumber protein hewani lainnya (Maimunah dan Whidhiasih, 2017). Telur ayam kampung memiliki keunggulan lebih dibandingkan dengan telur ayam ras karena kandungan telur ayam kampung lebih baik daripada telur ayam ras (Krista dan Harianto, 2013). Kandungan nutrisi telur ayam kampung termasuk protein (12,80%), lemak (11,50%), karbohidrat (0,75%) dan air (74%) sedangkan telur ayam negeri mempunyai kandungan protein (12,10%), lemak (10,50%), karbohidrat (1,00%) dan air (65,50%) (Hidayat dan Asmarasari, 2015). Telur ayam kampung memiliki kandungan gizi per 100 gram memiliki 174 kalori, 10,8 gram protein, 4,9 mg zat besi dan 61,5 g retinol atau vitamin A dan amis lebih rendah dibandingkan telur ayam ras (Johnson et al., 2020). Kandungan vitamin E telur ayam kampung lebih dua kali lipat dari telur ayam ras, kandungan lemak omega-3 2,5 kali lebih banyak daripada telur ayam ras (Saly et al., 2016)

(9)

13 Ayam kampung yang dipelihara secara intensif mampu memproduksi telur sekitar 146 butir per tahun dengan presentase produksi telur 40 % dan daya tetas telur 84 % (Sartika dkk., 2016). Telur ayam kampung memiliki ukuran lebih kecil dari telur ayam ras dan mempunyai berat antara 26,27 sampai 55,4 gram, cangkangnya cenderung berwarna putih dengan sentuhan warna cream (Sujionohadi dan Setiawan, 2016). Kualitas interior telur ayam kampung meliputi putih telur dan kuning telur. Kuning telur ayam kampung mempunyai berat 11,87 gram jauh lebih rendah dari putih telur yang mencapai berat 20,54 gram, sedangkan kandungan nutrisi kuning telur ayam kampung yaitu terdiri dari protein 3,85 %, lemak 30,41 % dan abu 1,50 % dengan kelembaban 55,60 % (Bashir et al, 2015). 2.2.1. Proses Pembentukan Telur Didalam Saluran Reproduksi

Pembentukan telur terjadi di dalam saluran reproduksi ayam betina yang telah memasuki masa dewasa kelamin. Sistem reproduksi ayam betina terdiri dari ovarium dan oviduk (Infundibulum, Magnum, Ithmus dan Uterus). Proses pembentukan telur dimulai pada saat sel telur (ovum) telah terbentuk di dalam ovarium. Pembentukan telur diawali dengan pecahnya dinding folikel yang menyebabkan pelepasan sel telur dan ditangkap oleh infundibulum yang kemudian disalurkan ke saluran reproduksi. Pembentukan komponen telur seperti putih telur, kuning telur dan cangkang telur terjadi di saluran reproduksi. Seluruh proses ini membutuhkan waktu selama 24 sampai 27 jam (Kaspers, 2016). Pembentukan struktur bagian-bagian telur terjadi disetiap saluran reproduksi ayam betina.

(10)

14 2.2.1.1 Ovarium

Ovarium disebut juga dengan folikel yang berbentuk seperti buah anggur dan terletak pada rongga perut berdekatan dengan ginjal kiri dan bergantung pada ligamentum meso-ovarium. Ovarium tumbuh dengan cepat mencapai panjang 1,5 cm saat ayam dewasa pada ayam betina umur 12 minggu bobot ovarium meningkat dari 5 gram menjadi 60 gram pada tiga minggu sebelum dewasa kelamin. Ovarium terbagi dalam dua bagian yaitu cortex pada bagian luar dan medulla pada bagian dalam (Firdaus, 2020). Ovarium sebagai tempat pembentukan ovum, di dalam ovarium ayam betina baru lahir mampu menghasilkan lebih dari 12.000 oosit dan dari jumlah tersebut, hanya sebagian kecil sekitar 250 sampai 500 yang akan menjadi sel telur dan berkembang menjadi folikel yang matang untuk ovulasi dan menghasilkan telur (Kaspers, 2016).

2.2.1.2 Infundibulum

Infundibulum merupakan saluran berbentuk corong fleksibel bermulut lebar dan dinding tipis yang terletak di dekat ovarium.Infundibulum memiliki panjang 10 cm yang berfungsi menelan sel telur yang dibebaskan oleh folikel terbesar dan

(11)

15 membawanya ke saluran berikutnya dan juga sebagai tempat pembuahan yang terjadi sebelum oosit ditutup oleh albumen (Nys and Guyot, 2011). Sel telur berada di dalam infundibulum hingga 1 jam. Selama waktu ini, membran vitelin dan membran yang mirip dengan zona pelusida terbentuk yang memisahkan sel telur dari albumen (Kaspers, 2016). Lapisan luar dari membran vitelin ini berukuran tipis dengan tebal 10 sampai 12 mm yang membatasi pertukaran antara kuning telur dan putihnya (Nys and Guyot, 2011).

2.2.1.3 Magnum

Magnum adalah bagian terpanjang dari saluran telur dengan panjang 35 cm. Saluran ini berbentuk tabung tebal berwarna putih susu dengan lipatan yang berkembang dengan baik. Lapisan otot berkembang dengan baik di magnum untuk memfasilitasi pengangkutan telur (Nys and Guyot, 2011). Magnum merupakan saluran yang berfungsi membentuk putih telur (Albumen). Sel telur dari infundibulum bergerak melalui magnum dan membentuk albumen yang berlangsung selama 3 sampai 4 jam. Pembentukan chalaza terjadi pada saat yang sama. Chalaza terbentuk dari proses yang dimulai di awal infundibulum (Kaspers, 2016). Chalaza terdiri dari serat protein yang ditambatkan di kutub berlawanan dari kuning telur. Serat-serat ini berputar selama perputaran telur di magnum. Rotasi telur yang terus menerus selama perjalanan menuruni magnum memfasilitasi lilitan chalaza dan menurunkan kadar air. Kedua chalaza melekat pada membran cangkang dan terhubung ke kuning telur, sehingga menjaga kuning telur pada posisi sentral (Nys and Guyot, 2011).

(12)

16 2.2.1.4 Isthmus

Isthmus merupakan saluran telur dengan panjang 10 cm yang terletak setelah magnum. Saluran isthmus ditandai dengan penyempitan besar pada diameternya dan adanya zona tembus pandang sempit tanpa kelenjar tubular. Isthmus mengandung kelenjar tubular lebih banyak dari saluran telur lainnya dan juga terdapat sel epitel. Kelenjar tubular bertanggung jawab untuk pembentukan inti serat membran (Nys and Guyot, 2011). Isthmus sebagai tempat pembentukan membran kulit dalam dan luar yang banyak tersusun dari serabut protein yang berfungsi melindungi telur dari masuknya mikroorganisme ke dalam telur (Firdaus, 2020). Selaput membran ini berjarak dekat untuk sebagian besar telur tetapi terpisah pada ujung tumpul dari ruang udara. Selaput membran bersifat kedap air dan memungkinkan terjadinya pertukaran air, oksigen dan mineral. Proses ini terjadi di dalam ithmus selama 1 jam (Kaspers, 2016)

2.2.1.5 Uterus

Uterus merupakan saluran telur yang melebar dan berdinding kuat. Dinding rahim tebal dan mengandung lapisan otot yang berkembang dengan baik. Mukosa uterus berwarna merah tua dan memiliki lipatan berbentuk daun bagian dalam (Nys and Guyot, 2011). Uterus disebut juga dengan kelenjar cangkang (shell gland) yang mempunyai panjang sekitar 10 sampai 12 cm (Firdaus, 2020). Uterus sebagai tempat hidrasi putih telur yang terus dipompa melintasi selaput cangkang yang menyebabkan peningkatan volume dan perkembangan bentuk telur yang khas. akibatnya, telur bersentuhan erat dengan dinding uterus sehingga memungkinkan pembentukan cangkang telur secara efisien. Proses ini berlangsung hingga 19 jam

(13)

17 dan ditandai dengan sekresi matriks organik glikoprotein dan mukopolisakarida yang menjadi kalsifikasi dari cangkang telur (Kaspers, 2016). Di dalam uterus telur mendapatkan kerabang keras yang terbentuk dari garam-garam kalsium (Firdaus, 2020).

Pembentukan kerabang di dalam uterus juga diikuti dengan pewarnaan kerabang. Warna dominan dari kerabang telur adalah putih dan coklat, tergantung pada genetik. Pigmen kerabang (oopirin) dibawa oleh darah (50 –70%) dan disekresikan saat 5 jam sebelum bertelur (Firdaus, 2020). Langkah terakhir sebelum oviposisi adalah pengendapan suatu membran pada kulit telur yang disebut kutikula yang terdiri dari polisakarida, lipid, dan lebih dari 50 protein banyak di antaranya dengan aktivitas antimikroba (Kaspers, 2016). Terbentuknya kutikula yang disekresikan sel mukosa uterus berupa material organik dan juga mukus untuk membentuk lapisan selubung menyelimuti telur yang akan mempermudah perputaran telur masuk ke vagina. Pada kutikula terdapat lapisan porus yang berguna untuk sirkulasi air dan udara (Firdaus, 2020).

2.2.1.6 Vagina

Vagina adalah bagian akhir dari saluran reproduksi ayam betina dengan panjang sekitar 12 cm. Pada vagina telur dilapisi oleh mucus sebelum dikeluarkan (oviposisi) yang berguna untuk menyumbat pori-pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat dicegah (Firdaus, 2020). Proses oviposisi diawali dengan relaksasi dan kontraksi otot polos uterus yang diatur oleh hormon neurohipofisial, terutama oksitosin dan arginin-vasotosin serta protaglandin (misalnya PGF2α) yang

(14)

18 disintesis secara lokal di dalam saluran reproduksi. Setelah oviposisi, ovulasi akan terjadi dalam 60 menit berikutnya (Kaspers, 2016)

2.2.2. Struktur dan Komposisi Telur

Telur terdiri dari berbagai komponen yaitu kuning telur atau yolk, membran vitelin, putih telur atau albumen, membran cangkang dan cangkang telur. Proporsi komponen telur bervariasi tergantung dari genetik, berat telur selama siklus produksi, pertumbuhan ayam, manajemen pemeliharaan dan juga faktor suhu lingkungan (Nys and Guyot, 2011). Komposisi telur terdiri dari 65 % albumin dan 35 % kuning telur (Rusdi dkk., 2016). Telur mengandung 73,7 % air, 12,9 % protein, 11,2 % lemak dan 0,9 % karbohidrat (Murhalien, 2010).

Kuning telur sebagian besar terdiri dari 36 % lemak, 17 % protein, dan 65 sampai 70 % air dengan fraksi lemak triasilgliserol, 25 sampai 31 % fosfolipid dan 4 sampai 5 % kolesterol. Fraksi protein kuning telur terdiri dari α livetin (14% serum albumen), β livetin (41 % glikoprotein) dan γ livetin (45 % lg Y). Karbohidrat, vitamin dan senyawa anorganik mewakili kurang dari 1% kuning telur. Warna kuning telur disebabkan oleh kandungan karotenoid khususnya oleh xantofil (Kaspers, 2016).

(15)

19 Kuning telur dibungkus dengan membran aseluler transparan yang sangat tipis yang disebut membran vitelin yang terdiri dari glikoprotein. Membran vitelin dengan tebal 4 mm yang terletak di antara dua lapisan serat, satu bersentuhan dengan kuning telur, yang lainnya bersentuhan dengan putih telur. Pada bagian permukaan kuning telur terdapat piringan bening berdiameter 3,5 mm yang disebut blastodisc (Nys and Guyot, 2011). Kuning telur dilapisi dengan chalaza yang terdiri dari dua filamen spiral yang menghubungkan dua kutub berlawanan dari kuning telur ke cangkang di setiap ujung telur. Kedua filament spiral yang melekat pada membran cangkang dan terhubung ke kuning telur ini menjaga kuning telur pada posisi sentral (Nys and Guyot, 2011).

Putih telur atau albumen terdiri dari tiga bagian (selain chalaza) yaitu lapisan cairan bagian dalam yang bersentuhan dengan kuning telur. Lapisan ini dikelilingi oleh putih kental yang bersentuhan langsung dengan cangkang di ujung kecil dan besar telur dan dipisahkan dari cangkang oleh lapisan cairan luar (Nys and Guyot, 2011). Penyusun utama albumen adalah air dengan dengan presentase 88 % dan 90 % bahan kering adalah protein, 6 % adalah mineral dan 3,5 % adalah glukosa bebas (Kaspers, 2016). Albumin telur mengandung sebagian besar protein 10,6 sampai 11,3 % dibandingkan dengan komponen lainnya seperti lemak 0,03 sampai 0,08 %, karbohidrat 0,9 sampai 1,3 %, dan mineral 0,6 sampai 0,8 % (Mushawwir dan Latipudin, 2013).

Kuning telur dan putih telur dikelilingi oleh selaput cangkang yang menentukan bentuk telur sebelum pengendapan cangkang saat protein putih telur terhidrasi sepenuhnya. Membran cangkang dalam berukuran 20 mm dan membrane

(16)

20 luar 50 mm membentuk lapisan setebal 70 mm, yang terdiri dari jalinan serat protein. (Nys and Guyot, 2011). Lapisan paling luar telur adalah cangkang yang mengandung 1,6 % air, 3,3 sampai 3,5 % matriks organik dan 95 % mineral anorganik. Cangkang terbuat dari kalsium karbonat 37,5 % dan bikarbonat 58 %. Terdapat mineral tingkat rendah pada cangkang telur. Fosfor terkonsentrasi di permukaan atas lapisan palisade dan di kutikula dan mineral lain seperti magnesium, mangan, tembaga, seng ada di seluruh cangkang. Mangan diketahui mempengaruhi kekuatan mekanik cangkang (Nys and Guyot, 2011).

2.3 Proses Pembentukan dan Perkembangan Embrio Di dalam Telur

Pembentukan dan Perkembangan embrio ayam dimulai dari fertilisasi, blastulasi, gastrulasi, neurolasi dan organogenesis (Murphy, 2013). Pembentukan embrio di awali dari proses fertilisasi yaitu penggabungan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina membentuk zigot yang kemudian mengalami pembelahan secara mitosis. Pembelahan mengacu pada pembelahan sel yang sangat cepat dari sel telur yang telah dibuahi yang ditandai dengan sedikit atau tidak adanya sintesis protein dan tidak ada pertumbuhan embrio. Pembelahan pertama membentuk kelompok sel lepas yang disebut morula, Setelah pembelahan lebih lanjut, sebuah rongga terbentuk blastocoel yaitu bentuk rongga berisi cairan yang menimbulkan bola sel berongga yang disebut blastula (Murphy, 2013).

Blastula merupakan lanjutan dari stadium pembelahan berupa massa blastomer membentuk dasar calon tubuh ayam. Pembelahan terjadi pada sitoplasma kutub karena bidang pembelahan tidak dapat menembus kuning telur yang padat. Munculnya belahan dan embrio yang dihasilkan tergantung dari jumlah dan

(17)

21 distribusi kuning telur. Pembelahan menghasilkan blastoderm yang kemudian dirubah menjadi embrio yang terorganisir pada tahap grastulasi. Gastrulasi adalah proses kelanjutan stadium blastula, Seluruh embrio akan terbentuk dari satu lapisan sel. Gastrulasi melibatkan sel-sel dari epiblast yang bergerak di bawahnya melalui garis di tengah yang disebut stria primitif. Beberapa dari sel membentuk endoderm dan beberapa membentuk mesoderm. Stria primitif menandai sumbu anterior-posterior dari embrio. Gastrulasi membawa semua sel ke posisi yang benar di dalam embrio untuk memfasilitasi perkembangan organ pada tahap organogenesis. Proses Neurolasi merupakan peristiwa khusus dalam organogenesis yang menyisihkan sel untuk dan membentuk dasar-dasar seluruh sistem saraf. Organogensis yaitu perkembangan dari bentuk primitive embrio menjadi bentuk definitif yang memiliki bentuk dan rupa yang spesifik dalam satu spesies (Murphy, 2013)

Selama pembentukan embrio di dalam telur diselimuti oleh organ-organ seperti kantung kuning telur yang berfungsi menyediakan nutrisi bagi embrio. Amnion yang memberikan perlindungan pada embrio dan allantois berfungsi untuk menyediakan respirasi dan ekskresi. Organ sementara ini berfungsi bagi perkembangan embrio di dalam telur hingga saat anak ayam menetas. Menurut Sari (2013) bahwasanya amnion berfungsi untuk melindungi embrio agar embrio bisa bergerak bebas, karena terdapat cairan didalamnya. Amnion merupakan pelindung tubuh embrio dibagian dalam dan dibagian luar terlindungi dengan chorion. Sedangkan allantois berfungsi sangat penting untuk respirasi embrio.

(18)

22 Perkembangan embrio pada tahap pertama menunjukkan stria primitif masih belum terlihat, namun pelindung embrio sudah tampak. Embrio pada masa inkubasi 6 sampai 7 jam, stria primitif mulai nampak sampai pada umur 12 jam memperlihatkan stria primitif mulai memanjang dari bagian posterior dan mulai terbentuk cekungan primitif. Memasuki umur 18 jam inkubasi, stria primitif telah mencapai panjang maksimal, area pelusida membentuk oval, proamnion, cekungan primitif, notochord, nodus hensen dan lipatan kepala mulai terlihat jelas. Kepala embrio mulai terbentuk pada tahap ini. Embrio mulai memasuki tahapan transisi pada umur 23 jam inkubasi, ketika lipatan kepala di anterior dan somite mulai terlihat dengan jelas (Kusumawati dkk., 2016).

Embrio pada umur 25 jam inkubasi, somite berkembang sebanyak 5 pasang. Proamnion, lipatan kepala, area opaca, dan area pelusida terlihat dengan jelas. Pulau-pulau darah telah muncul di bawah blastoderm. Tujuh sampai sepuluh pasang somite mulai tumbuh pada embrio umur 30 sampai 36 jam dan juga perkembangan vesikula optika, jantung dan pembagian 3 vesikel otak (procencepalon ,mesenchepalon, dan rombenchepalon) yang mulai jelas. Memasuki umur 48 jam embrio mulai memperlihatkan perbedaan spesifik karena bagian anterior memutar ke arah kanan, lubang auditorius mulai terbuka, jantung membentuk S, lekukan kepala amnion menutupi seluruh vesikula otak, serta plat oral, batang mata, dan tuba neural yang sudah mulai terbentuk. Perkembangan embrio pada umur 64 – 72 jam, tunas sayap dan tunas kaki mulai terbentuk dan semakin besar ukurannya seiring dengan pertambahan waktu inkubasi. Allantois mulai terbentuk. Tunas kaki terlihat lebih besar daripada tunas sayap dan amnion

(19)

23 menutupi embrio sepenuhnya. Jantung sudah dapat dibedakan antara atrium dan ventrikel. Pemisahan bagian-bagian jantung mulai terjadi pada umur 52 hingga 72 jam inkubasi. Tuba neural semakin berkembang menjadi corda neural. Pembagian otak semakin berkembang menjadi telenchepalon, dienchepalon, mesencenchepalon, dan rombenchepalon. Mata akan mulai mengalami pigmentasi pada umur 70 jam dan tunas ekor akan mulai menekuk ke arah depan tubuh (Kusumawati dkk, 2016).

Perkembangan embrio pada umur 4 hari, telah tampak lengkung tubuh sangat terlihat jelas sehingga seluruh embrio terlihat menekuk dan tunas ekor berada sangat berdekatan dengan kepala serta tunas sayap dan kaki terlihat lebih panjang dan lebar (Kusumawati dkk, 2016). Menurut Paputungan, dkk. (2014) menyatakan perkembangan embrio pada itik umur 4 hari mulai memperlihatkan bakal jantung (gerakan denyut jantung) dan penyebaran pembuluh darah pada bagian kuning telur. Memasuki umur 5 hari inkubasi, mulai terjadi pembentukan paruh. Paruh mulai berkembang dan jari-jari kaki menjadi lebih menonjol. Embrio pada umur 6 hari paruh mulai terlihat dengan jelas, pembengkokan pada persendian sayap dan kaki mulai terbentuk serta terlihat adanya perkembangan lubang telinga, gizzard, dan pancreas (Kusumawati, 2016).

Umur 7 hari inkubasi, perkembangan organ telah terbentuk cukup lengkap. Paruh, sayap dan kaki sudah tumbuh lengkap dan mulai tumbuh bulu. Saluran pencernaan pada embrio umur 7 hari sudah terlihat berada pada bagian posterior dari gizzard. Paruh embrio umur 10 hari mulai mengeras dan pada umur 12 hari kelopak mata mulai terlihat dan menutupi sebagian mata dan juga tunas bulu mulai

(20)

24 tampak pada bagian punggung. Menurut Sari (2013) perkembangan embrio pada masa inkubasi hari ke-12 memiliki ukuran allantois lebih besar, dikarenakan perkembangan embrio sudah lengkap. Perkembangan embrio umur 14 hari menunjukkan kelopak mata mulai menutup dan tunas bulu mulai berkembang pada bagian sayap dan punggung serta terjadi pertambahan panjang kaki dan paruh. Hari ke-16 samapai hari ke- 20, ukuran paruh semakin besar dan kaki semakin panjang serta pertumbuhan bulu mulai progresif. Setelah 21 hari perkembangan ayam menetas dari telur (Kusumawati, 2016).

Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Embrio memperoleh semua kebutuhan nutrisinya selama masa inkubasi dari albumen dan kuning telur (Yadgary dkk., 2010) serta dari kerabang telur (Uni dkk., 2012). Kandungan nutrisi pada telur fertil sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio ayam karena selama masa inkubasi nutrisi telur digunakan untuk pertumbuhan jaringan embrio dan perkembangan jaringan ekstra embrionik serta berfungsi sebagai sumber energi bagi embrio (Uni dkk., 2012). Kuning telur ayam yang kaya akan lemak, protein, dan mineral merupakan sumber nutrisi utama bagi perkembangan embrio. Faktanya, jumlah dan jenis nutrisi kuning telur berubah secara dinamis selama proses embriogenesis untuk memenuhi kebutuhan perkembangan dan nutrisi embrio pada berbagai tahap (Liu dkk., 2021).

Nutrisi kuning telur di metabolisme dan diserap secara dinamis oleh membran kantung kuning telur yang membungkus kuning telur dan berfungsi sebagai usus untuk mencerna dan menyerap nutrisi dan kemudian digunakan oleh embrio atau jaringan ekstra embrionik lainnya (Lui dkk., 2021). Struktur pada

(21)

25 kuning telur seperti villi ini merupakan pembuluh darah yang mampu meningkatkan jumlah sel untuk pencernaan, penyerapan dan pengiriman nutrisi ke embrio (Uni dkk., 2012). Selama masa inkubasi nutrisi berpindah dari kuning telur ke embrio melalui membran kantong kuning telur dan sistem pembuluh darah disekitarnya (Yadgary dkk., 2010)

Penyerapan lemak kuning telur oleh embrio terjadi pada umur embrio hari ke 13 sampai hari ke 21 (Yadgary dkk., 2010) sedangkan penyerapan mineral yang tinggi terjadi pada umur embrio hari ke 15 sampai ke 21 (Uni dkk., 2012). Pada tahap akhir penetasan, embrio harus menyerap sejumlah lemak, protein dan mineral sebagai sumber energi untuk menetas dan untuk cadangan energi bagi ayam yang baru menetas (Uni dkk., 2012). Penyerapan nutrisi kuning telur yang lebih tinggi mampu menghasilkan berat badan dan panjang anak ayam yang lebih tinggi dan bebas dari sisa kuning telur. Bobot dan panjang anak ayam diukur untuk penilaian kualitas anak ayam karena dapat mempenagruhi kinerja ayam yang lebih baik (Sahan dkk., 2014).

2.4 Kadar Abu, Lemak dan Serat Kasar

Kadar abu merupakan residu anorganik dari suatu proses pembakaran pada suhu 650 oC dari suatu bahan pangan ataupun bahan pakan. Suatu bahan pangan

sebagian besar mengandung bahan organik dan air, dan sisanya berupa senyawa anorganik yang disebut mineral dan abu (Landeng dkk., 2017). Kadar abu yang ada pada bahan pangan atau bahan pakan berhubungan dengan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut (Mardiah dkk., 2020). Hal ini karena abu disusun oleh berbagai jenis mineral dengan komposisi yang beragam dari suatu bahan

(22)

26 pangan (Landeng dkk., 2017). Kadar abu dapat menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan yang dapat ditentukan dengan melihat sisa-sisa pembakaran garam mineralnya (Sluiter dkk., 2005).

Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri dari unsur-unsur kimia yaitu karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) (Angelia, 2016). Lemak termasuk salah satu golongan lipid yaitu senyawa organik yang mempunyai sifat tidak larut dalam air tetapi dapat diekstrasi dengan pelarut non polarseperti kloroform, eter, dan benzene (Zakaria, 2016). Lemak atau lipid adalah nutrisi yang diperlukan tubuh karena berfungsi menyediakan energi sebesar 9 kilokalori/gram, melarutkan vitamin A,D,E,K dan dapat menyediakan asam lemak esensial bagi tubuh manusia (Angelia, 2016). Penentuan kadar lemak dapat dilakukan metode ekstraksi soxhlet secara langsung dengan cara mengekstrak lemak dari suatau bahan pangan ataupun bahan pakan menggunakan pelarut organik (Landeng dkk., 2017). Prinsip dari metode soxhlet yaitu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak seperti petroleum benzena, petroleum eter, aseton dan lainnya. Berat kadar lemak kemudian ditentukan dengan cara memisahkan lemak dengan pelarutnya (Asmariani dkk., 2017).

Serat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan polisakarida non-pati, lignin, dan senyawa polifenol (Choct., 2015). Serat merupakan komponen non gizi yang terdiri dari serat makanan (dietry fiber) dan serat kasar (crude fiber) (Johan dkk., 2020). Serat kasar adalah bagian dari bahan pangan yang terdiri dari lignin, selulosa, hemiselulosa dan pektin yang tidak dapat dicerna dan diasimilasi oleh saluran pencernaan manusia. Serat kasar merupakan sisa organik bahan pakan

(23)

27 yang tidak larut dalam asam sulfat encer panas dan natrium hidroksida (Choct, 2015). Serat memiliki peran penting dalam suatu bahan pangan karena dapat mencegah penyerapan zat-zat gizi seperti lemak, protein, dan karbohidrat. Indeks kadar serat dalam suatu bahan pangan adalah serat kasar, karena didalam serat kasar umumnya didapatkan sebesar 0,2-0,5 bagian dari jumlah serat bahan pangan (Dahlan, 2020).

Beberapa penelitian telah melaporkan mengenai kandungan abu, lemak dan serat kasar kuning telur dari berbagai macam jenis unggas. Seperti yang dilaporkan pada hasil penelitian Tolik, dkk. (2014) yang menunjukkan bahwa setiap jenis unggas memiliki kandungan abu dan lemak kuning telur yang berbeda, yaitu pada burung puyuh kandungan abu dan lemak kuning telur masing–masing adalah 1,8 dan 31,5 %, pada burung unta 1,9 dan 31,3 % dan pada ayam kampung 1,0 dan 32,6 %. Selain itu, pada unggas lain seperti itik dan ayam komersial juga berbeda, kuning telur itik memiliki kandungan abu 2,2 % dan lemak 35,8 % sedangkan kuning telur pada ayam ras memiliki kandungan abu 1,1 % dan lemak 31,8 – 35,5 % (Lai dkk., 2010). Hal ini dapat dikatakan bahwa kandungan abu pada kuning telur dari berbagi jenis unggas berkisar antara 1-2 % dan kandungan lemak berkisar antara 30-35 %, sedangkan kandungan serat kasar belum diketahui pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya .

2.5 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori yang telah dijelaskan, dapat diketahui bahwa kandungan nutrisi kuning telur dari berbagai jenis unggas berbeda-beda, termasuk pada ayam kampung yang memiliki beragam variasi genetik sehingga dapat

(24)

28 mempengaruhi kualitas telurnya. Kandungan nutrisi kuning telur memiliki peran penting bagi pembentukan embrio di dalam telur yang akan menentukan keberhasilan dan kualitas anak ayam selama masa breeding. Maka, peneliti menduga terdapat perbedaan struktur dan komposisi kadar abu, lemak dan serat kasar kuning telur di antara 4 galur murni ayam kampung yaitu Ayam Kampung Putih, Ayam Ranupani, Ayam Lurik Merah / Ayam Arab Gold dan Ayam Wareng dan peneliti juga menduga bahwa kandungan abu, lemak dan serat kasar kuning telur yang tinggi semakin baik bagi keberhasilan breeding. Maka didapatkan hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diduga terdapat perbedaan kandungan abu pada kuning telur ayam Ayam Kampung Putih, Ayam Ranupani, Ayam Lurik Merah/Ayam Arab Gold dan Ayam Wareng

2. Diduga terdapat perbedaan kandungan lemak kasar pada kuning telur ayam Ayam Kampung Putih, Ayam Ranupani, Ayam Lurik Merah/Ayam Arab dan Ayam Wareng

3. Diduga terdapat perbedaan kandungan serat kasar pada kuning telur ayam Ayam Kampung Putih, Ayam Ranupani, Ayam Lurik Merah/Ayam Arab Gold dan Ayam Wareng

4. Diduga semakin tinggi kandungan abu, lemak dan serat kasar kuning telur ayam kampung, maka semakin baik bagi keberhasilan breeding sehingga dapat dijadikan sebagai standart untuk menentukan tetua ayam kampung petelur super yang unggul.

Gambar

Gambar 1. Ayam Kampung Putih (Data Primer Penelitian, 2020)
Gambar 2. Ayam Ranupani (Data Primer Penelitian, 2020)
Gambar 3. Ayam Lurik Merah / Ayam Arab Gold (Data Primer Penelitian, 2020)
Gambar 4. Ayam Wareng (Data Primer Penelitian, 2020)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diatas yang menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap penyusunan anggaran belanja modal pada kabupaten dan kota se-Provinsi

Penambahan ban-ban bekas pada barge bumper untuk mengurangi beban impact dan atas pertimbangan biaya, karena pof struktur untuk vessel yang bersandar untuk

Namun ketika jarak free space sudah mencapai 4 mm dan 5 mm dengan perubahan temperatur dari 25˚C hingga 55˚C nilai timing jitter meningkat secara drastis hingga sebesar

1) Pengayaan diberikan untuk menambah wawasan peserta didik mengenai materi pembelajaran yang dapat diberikan kepada peserta didik yang telah tuntas mencapai

Pemantauan proses dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan proses kegiatan dengan rencana kegiatan termasuk penerapan ketentuan yang telah ditetapkan dalam RMK

Karena polip menyebabkan sumbatan hidung, maka harus dikeluarkan, tetapi sumbatan karena polip tidak hanya ke dalam rongga hidung yang menghalangi aliran udara , tetapi  juga

Lamun hirup urang geus di nu caang sakumaha Mantenna anu jadi Cahaya Caang, eta ciri diri urang geus beresih tina dosa ku karana getih Yesus Putra-Na, sarta bakal bisa hirup

Bahasa gaul yang unik di kalangan remaja adalah pembalikan fonem. Aturan umum dalam tipe ini adalah kata-kata dibaca dengan terbalik. Pembalikan struktur fonem