• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pemasaran Jasa

Industri jasa pada saat ini merupakan sektor ekonomi yang sangat besar dan tumbuh sangat pesat. Pertumbuhan tersebut selain diakibatkan oleh pertumbuhan jenis jasa yang sudah ada sebelumnya, juga disebabkan oleh munculnya jenis jasa baru, sebagai akibat dari tuntutan dan perkembangan teknologi. Dipandang dari konteks globalisasi, pesatnya pertumbuhan bisnis jasa antar negara ditandai dengan meningkatnya intensitas pemasaran lintas Negara serta terjadinya aliansi berbagai penyedia jasa di dunia. Perkembangan tersebut pada akhirnya mampu memberikan tekanan yang kuat terhadap perombakan regulasi, khususnya pengenduran proteksi dan pemanfaatan teknologi baru yang secara langsung akan berdampak kepada menguatnya kompetisi dalam industry (Lovelock, 2004 : 2). Kondisi ini secara langsung menghadapkan para pelaku bisnis kepada permasalahan persaingan usaha yang semakin tinggi. Mereka dituntut untuk mampu mengidentifikasikan bentuk persaingan yang akan dihadapi, menetapkan berbagai standar kinerjanya serta mengenali secara baik para pesaingnya.

Dinamika yang terjadi pada sektor jasa terlihat dari perkembangan berbagai industri seperti perbankan, asuransi, penerbangan, telekomunikasi, retail, konsultan dan pengacara. Selain itu terlihat juga dari maraknya organisasi nirlaba seperti LSM, lembaga pemerintah, rumah sakit, perguruan tinggi yang kini

(2)

2

semakin menyadari perlunya peningkatan orientasi kepada pelanggan atau konsumen. Perusahaan manufaktur kini juga telah menyadari perlunya elemen jasa pada produknya sebagai upaya peningkatan competitive advantage bisnisnya (Hurriyati, 2005: 41). Implikasi penting dari fenomena ini adalah semakin tingginya tingkat persaingan, sehingga diperlukan manajemen pemasaran jasa yang berbeda dibandingkan dengan pemasaran tradisional (barang).

Zeithaml and Bitner (2003 : 319) menyatakan bahwa pemasaran jasa adalah mengenai janji-janji, janji yang dibuat kepada pelanggan dan harus dijaga.

2.1.1 Pengertian Jasa

Kotler and Keller (2006 : 372) mengemukakan pengertian jasa (service) sebagai berikut: “A service is any act or performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. Its production may or may not be tied to a physical product.” (Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan.

Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik). Selanjutnya Stanton (2002 : 537) mengemukakan definisi jasa sebagai berikut: “Services are identifiable, intangible activities that are the main object of atransaction designed to provide want-satisfaction to customers. By this definition we exclude supplementary services that support the sale of goods or other services.”

(3)

3

Zeithaml and Bitner (2003 : 3) mengemukakan definisi jasa sebagai berikut:“Include all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and provided added value in forms (such as convenience, amusement, timeliness, comfort, or health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser”.

Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli pertamanya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen 2. proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan

suatu produk fisik

3. jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan 4. terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.

2.1.2 Karakteristik Jasa

Menurut Zeithaml and Bitner (2003 : 20), jasa memiliki empat ciri utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu sebagai berikut:

1. Tidak berwujud. Hal ini menyebabkan konsumen tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar dan merasakan hasilnya sebelum mereka membelinya. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari informasi tentang jasa tersebut, seperti lokasi perusahaan, para penyedia

(4)

4

dan penyalur jasa, peralatan dan alat komunikasi yang digunakan serta harga produk jasa tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan calon konsumen, yaitu sebagai berikut:

a. Meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud b. Menekankan pada manfaat yang diperoleh

c. Menciptakan suatu nama merek (brand name) bagi jasa

d. Memakai nama orang terkenal untuk meningkatkan kepercayaan konsumen.

2. Tidak terpisahkan (inseparability). Jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu perusahaan jasa yang menghasilkannya. Jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Jika konsumen membeli jasa maka ia akan berhadapan langsung dengan sumber atau penyedia jasa tersebut, sehingga penjualan jasa lebih diutamakan untuk penjualan langsung dengan skala operasi terbatas. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan dapat menggunakan strategi-strategi, seperti bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat, serta melatih pemberi jasa supaya mereka mampu membina kepercayaan konsumen.

3. Bervariasi (variability). Jasa yang diberikan sering kali berubah-ubah tergantung siapa yang menyajikannya, kapan dan dimana penyajian jasa tersebut dilakukan. Ini mengakibatkan sulitnya menjaga kualitas jasa berdasarkan suatu standar. Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan dapat menggunakan tiga pendekatan dalam pengendalian kualitasnya, yaitu sebagai berikut:

(5)

5

a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik.

b. Melakukan standarisasi proses produksi jasa.

c. Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem saran dan keluhan, survei pelanggan, dan comparison shopping, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat diketahui dan diperbaiki.

4. Mudah musnah (perishability). Jasa tidak dapat disimpan sehingga tidak dapat dijual pada masa yang akan datang. Keadaan mudah musnah ini bukanlah suatu masalah jika permintaannya stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan pelayanan sebelumnya. Jika permintaan berfluktuasi, maka perusahaan akan menghadapi masalah yang sulit dalam melakukan persiapan pelayanannya. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan produk, penetapan harga, serta program promosi yang tepat untuk mengantisipasi ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran jasa.

2.2 Perilaku Konsumen

2.2.1 Definisi Perilaku Konsumen

Ujang Sumarwan (2004:32) pun mendefinisikan prilaku konsumen sebagai berikut: Prilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan barang atau jasa setelah melakukan hal hal tersebut diatas atau kegiatan mengevaluasi. Berdasarkan teori diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa prilaku konsumen menyangkut suatu proses

(6)

6

keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi dan menghabiskan produk.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Prilaku konsumen dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti prilaku lain pada umumnya. Prilaku manusia merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan, begitu pula dengan prilaku konsumen.Menurut Djasmin Saladin (2002:151) terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi konsumen :

1. Faktor kebudayaan (Cultural Factors)

a. Budaya (Culture). adalah faktor penentu keinginan dan prilaku seseorang yang paling mendasar.

b. Sub budaya (Sub culture). Merupakan bagian dari kebudayaan. c. Kelas sosial (social class). Adalah sekelompok yang relatif

homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan setiap anggota jenjang memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama.

2. Faktor sosial (social Factors)

a. Kelompok referensi (reference groups). Adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan prilaku seseorang.

b. Keluarga (Family). Adalah suami, istri dan anak-anak yang dapat memberikan pengaruh kuat terhadap prilaku pembelian.

(7)

7

c. Peranan dan status (roles and statuses). Adalah kedudukan seseorang dalam setiap kelompok

3. Faktor pribadi (personal Factors)

a. Usia dan tahap daur hidup (age and life-cycle stage). Adalah ciri- ciri kepribadian yang dimiliki seseorang

b. Pekerjaan (Accupation). Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang juganmempengaruhi keputusan pembelian Keadaan ekonomi (economic circumstances). Terdiri atas pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan memiliki kekayaan kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap pengeluaran lawan menabung. c. Gaya hidup (life style). Adalah pola hidup seseorang sehari-hari

yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat. Bagaimana prilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang sederhana, ada yang boros dan ada pula yang pelit.

d. Kepribadian dan konsep diri (personality and self-concept). Adalah ciri prikologis yang membedakan secara relatif tetap dan bertahan dengan lingkungan.

4. Faktor Psikologis ( psychological factors)

a. Motivasi (Motivation). Adalah suatu dorongan yang cukup kuat yang mendesak untuk mengarahkan seseorang agar dapat memenuhi kepuasan terhadap kebutuhan.

b. Persepsi (perception). Adalah penerimaan atau tanggapan seseorang terhadap suatu situasi.

(8)

8

c. Belajar (Learning). Adalah penggambaran perubahan prilaku seseorangnyang bersumber dari pengalaman. nKepercayaan dan sikap (beliefs and attitudes). Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dianut seseorang tentang sesuatu. Sikap adalah penilaian kognitif yang baik atau tidak, perasaan emosional dan kecenderungan berbuat selama waktu tertentu terhadap beberapa objek atau gagasan.

2.3 Pengambilan Keputusan Pembelian

Sebelum merencanakan pemasaran, suatu perusahaan perlu mengidentifikasi konsumen, sasarannya dan proses keputusan mereka. Walaupun banyak keputusan pembelian melibatkan hanya satu pengambilan keputusan, keputusan yang lain mungkin melibatkan beberapa pesarta yang memerankan peran, pencetus ide, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli dan pemakai. Di sini tugas pemasar adalah mengidentifikasi peserta pembelian lain, kriteria pembelian mereka dan pengaruh mereka terhadap pembeli. Program pemasaran harus dirancang untuk menarik dan mencapai pesasrta kunci seperti halnya pembeli.

Keinginan untuk membeli timbul setelah konsumen merasa tertarik dan ingin memakai produk yang dilihatnya, menurut Howard dan Shay (dalam Basu Swastha Dharmmesta, 1998) proses membeli (buying intention) akan melalui lima tahapan, yaitu :

(9)

9 2. Pemahaman kebutuhan (recognition) 3. proses mencari barang (search) 4. Proses evaluasi (evaluation)

5. Pengambilan keputusan pembelian (decision)

Suatu keputusan-keputusan yang mendasari tindakan merupakan suatu proses kognitif. Ada tiga proses kognitif yang terkandung dalam dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu pemberian arti terhadap berbagai informasi yang relevan untuk menciptakan suatu pengetahuan atau makna. Penggabungan pengetahuan untuk mengevaluasi dan menentukan pilihan dan menggunakan kembali pengetahuan yang tersimpan dalam memori untuk digunakan dalam proses integrasi dan interprestasi. Pengambilan keputusan membeli merupakan bagian penting dalam tingkah laku konsumen secara umum dan merupakan titik awal dari keseluruhan proses mengkomunikasi.

2.3.1 Definisi Pengambilan Keputusan Pembelian

Memahami prilaku konsumen tidaklah mudah karena konsumen memutuskan pembelian tertentu yang dapat berbeda setiap hari dan sangat bervariasi dalam usia, pendapatan, tingkah laku, tingkat pendidikan dan selera. Menurut Kotler (2002:204) yang diterjemahkan oleh A.B. Susanto mengemukakan bahwa:” keputusan pembelian konsumen adalah suatu keputusan yang diambil oleh seorang calon pembeli menyangkut kepastian akan membeli atau tidak”.

(10)

10

2.3.2 Karakteristik Pengambilan Keputusan Pembelian

Dilihat dari karakteristiknya, Schiffman dan Kanuk (2000:215) pengambilan keputusan pembelian sebagai suatu penyelesaian masalah dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:

1. Extended problem sulving (EPS). EPS merupakan proses pengambilan keputusan yang mendetail dan membutuhkan ketelitian. Biasanya produk yang diproses secara luas adalah produk yang dianggap bernilai mahal, penting dan cenderung dipakai untuk jangka waktu yang lama, seperti: barang elektronik, mobil, rumah dan perangkat penting lainnya.

2. Limited Problem Solving (LPS). LPS merupakan pengambilan keputusan yang jauh lebih sederhana dari pada EPS, dengan tingkat keterlibatan rendah, biasanya menyangkut produk kebutuhan sehari-hari , seperti: sabun, pasta gigi, dan mie instan. Tak jarang pilihan jatuh pada merek yang harganya paling murah dan biasanya konsumen tidak berkeberatan mencoba merek baru untuk mendapatkan yang paling sesuai dengan apa yang diinginkan.

3. Routinized Problem Solving (RPS). Pada pengambilan keputusan ini, biasanya konsumen sudah pernah membeli atau dengan kata lain memiliki pengalaman terdahulu dengan produk atau merek yang sama. Pengambilan keputusan ini menyangkut pembelian yang bersifat rutin atau sudah menjadikan kebiasaan. Dalam hal ini konsumen hanya membutuhkan

(11)

11

sedikit informasi tambahan atau bahkan tidak sama sekali melibatkan proses kognitif.

2.3.3 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Menurut Kotler (2002:204) ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses keputusan pembelian. Kelima tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai dengan adanya kesadaran konsumen atau suatu masalah atau suatu kebutuhan. Konsumen merasakan adanya perbedaan antara kondisi nyata yang dihadapinya dan kondisi yang diharapkan. Keadaan yang mendorong kebutuhan atau minat tertentu dalam diri konsumen harus mampu dibaca atau diidentifikasikan oleh seorang pemasar.

2. Pencarian Informasi

Setelah mengenali masalah yang dihadapinya, konsumen mungkin saja berusaha mencari informasi lebih lanjut dan mungkin pula tidak. Jika dorongan yang ada pada diri konsumen kuat dan barang atau jasa yang diinginkan tersedia, maka ia akan membelikannya. Tetapi jika tidak, keinginan itu akan disimpan dalam memorinya. Selanjutnya konsumen tidak akan melakukan pencarian lebih lanjut. Mencari sedikit informasi, atau bisa juga sungguh-sungguh perusahaan mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Bila konsumen mencari informasi,

(12)

12

maka dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Pertama, perhatian yang kuat, sehingga konsumen tersebut akan lebih tanggap terhadap informasi tentang barang tertentu, dan yang kedua, melakukan pencarian aktif, sehingga ia akan berusaha mencari semua sumber informasi yang mungkin atas suatu produk tertentu. Sumber informasi yang digunakan adalah:

a. Sumber pribadi, misalnya: keluarga, teman, tetangga b. Sumber niaga, misalnya: penjual, pameran, iklan c. Sumber publik, misalnya: media massa

d. Sumber pengalaman, misalnya: penanganan, pengkajian dan pemakaian produk Melalui usaha pencarian informasi ini, konsumen akan mengenal sejumlah pilihan merek yang tersedia dari pasaran dan keunggulan-keunggulannya.

3. Evaluasi Alternatif Setelah pencarian informasi, konsumen akan menghadapi sejumlah merek yang dapat dipilih. Pemilihan alternatif ini melalui suatu proses evaluasi tertentu. Sejumlah konsep tertentu akan membantu memahami proses ini, yaitu:

a. Konsumen akan mempertimbangkan berbagai sikap produk. Pemasar jangan memasuki ciri-ciri yang menonjol dari suatu produk sebagai suatuyang paling penting. Pemasar harus lebih mempertimbangkan kegunaan ciri-ciri tersebut, bukan penonjolannya.

b. Konsumen biasanya membangun seperangkat kepercayaan merek sesuai dengan ciri-cirinya.

(13)

13

c. Konsumen diasumsikan memiliki sebuah fungsi utulitas atas tiap ciri-ciri. Fungsi utulitas menggambarkan bagaimana konsumen mengharapkan kepuasan dari suatu produk yang bervariasi pada tingkat yang berbeda beda pada masing-masing ciri.

d. Selanjutnya konsumen akan tiba pada sikap atas alternatif merek melalui sejumlah prosedur evaluasi.

4. Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk suatu kecenderungan diantara sejumlah merek dalam sejumlah pilihan konsumen yang membentuk suatu kecenderungan untuk membeli dan mengarah kepada pembelian yang paling disukai. Ada beberapa faktor yang bias mempengaruhi kecenderungan seseorang atas pilihan. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

a. Sikap orang lain

Sikap orang lain akan mempengaruhi kecenderungan seseorang atau suatu pilihan. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: intensitas sikap negatif seseorang terhadap alternatif pilihan dan motivasi konsumen dalam menerima harapan orang lain.

b. Faktor situasi yang tidak terantisipasi. Faktor ini dapat muncul dan mengubah niat pembelian.

5. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan dan ketidakpuasan. Tugas seorang pemasar tidak berhenti setelah terjadi pembelian, tetapi berlanjut sampai masa pasca pembelian.

(14)

14

Berikut adalah gambar model proses pembelian lima tahap tersebut :

2.4 Kualitas Produk

Produk didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan . Konsumen akan menyukai produk yang menawarkan kualitas, kinerja, dan pelengkap inovatif yang terbaik (Hadi, 2002). Produk yang berkualitas adalah produk yang mampu memberikan hasil yang lebih dari yang diharapkan.

Kualitas sebagai mutu dari atribut atau sifat-sifat sebagaimana dideskripsikan dari dalam produk dan jasa yang bersangkutan. Kualitas biasanya berhubungan dengan manfaat atau kegunaan serta fungsi dari suatu produk. Kualitas merupakan faktor yang terdapat dalam suatu produk yang menyebabkan produk tersebut bernilai sesuai dengan maksud untuk apa produk itu diproduksi. Kualitas ditentukan oleh sekumpulan kegunaan atau fungsinya, termasuk di dalamnya daya tahan, ketergantungan pada produk atau komponen lain, eksklusive, kenyamanan, wujud luar (warna, bentuk, pembungkus dan sebagainya). Kualitas mempunyai

(15)

15

peranan penting baik dipandang dari sudut konsumen yang bebas memililh tingkat mutu atau dari sudut produsen yang mulai memperhatikan pengendalian mutu guna mempertahankan dan memperluas jangkauan pemasaran. Kualitas diukur menurut pandangan pembeli tentang mutu dan kualitas produk tersebut. Peningkatan kualitas produk dirasakan sangat perlu dengan demikian produk perusahaan semakin lama semakin tinggi kualitasnya. Jika hal itu dapat dilaksanakan oleh perusahaan, maka perusahaan tersebut akan dapat tetap memuaskan para konsumen dan dapat menambah jumlah konsumen. Dalam perkembangan suatu perusahaan, persoalan kualitas produk akan ikut menentukan pesat tidaknya perkembangan perusahaan tersebut. Apabila dalam situasi pemasaran yang semakin ketat persaingannya, peranan kualitas produk akan semakin besar dalam perkembangan perusahaan.

Kualitas produk (product quality) merupakan kemampuan produk untuk menunjukkan berbagai fungsi termasuk di dalamnya ketahanan, handal, ketepatan, dan kemudahan dalam penggunaan .

Menurut David Garvin, untuk menentukan dimensi kualitas produk, dapat melalui delapan dimensi sebagai berikut (Umar, 2002 : Lupiyoadi, 2001) :

1. Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.

2. Features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.

(16)

16

3. Reliability, hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.

4. Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.

5. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.

6. Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.

7. Asthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.

8. Perceived quality, konsumen tidak selalu memiliki informasi yang lengkap mengenai atribut-atribut produk. Namun demikian, biasanya konsumen memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung.

Untuk mendefinisikan kualitas (quality), digunakan beberapa macam pendekatan (Garving dalam Gaspersz, 2001) dalam Budi Sudaryanto (2006), yaitu:

(17)

17

Pendekatan ini lebih bersifat subyektif dalam membedakan antara kualitas baik dan buruk. Unsur kesempurnaan (excellency) suatu benda dijadikan parameter kualitas benda tersebut.

b. Product-based

Kualitas benda diindikasikan oleh kehadiran tampilan-tampilan spesifik (specific feature ) atau sifat (attribute) pada benda tersebut.

c. User-based (fitness for use)

Kualitas diukur dari apakah benda yang digunakan dapat memuaskan pemakainya.

d. Manufacturing-based (quality as conformance to specification)

Produk yang dibuat sesuai dengan spesifikasi desain merupakan produk yang berkualitas tinggi.

e. Value-based (quality as value for the price)

Kualitas suatu barang diindikasikan oleh kerelaan pengguna untuk membeli barang tersebut (willingness to pay).

2.5 Hubungan Kualitas Produk dengan Keputusan Pembelian

Suatu perusahaan yang mengetahui hal tersebut, tentu tidak hanya menjual produk itu sendiri, tetapi juga manfaat dari produk tersebut dimana pada akhirnya hal tersebut membentu perusahaan untuk meningkatkan penjualan karena akan berpengaruh pada keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Melihat hal tersebut pada akhirnya akan dapat ditarik suatu kesimpulan untuk dijadikan

(18)

18

suatu hipotesis bahwa kualitas produk berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian konsumen.

2.6 Kerangka Pemikiran

Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan dua variabel yaitu kualitas produk keputusan pembelian dalam penggunaan jasa laboratorium klinik Prodia.

Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat kerangka pemikiran adalah :

Keputusan pembelian Performance (X1) Feature (X2) Reability (X3) Conformance (X4) Durability (X5) Serviceability (X6)

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan penerapan Iptek ini adalah: (1) Masyarakat sebagai sasaran mitra memperoleh transfer teknologi dan pengetahuan khususnya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara luas pengungkapan sukarela (item pengungkapan sukarela) dan karakteristik perusahaan (ukuran

Dengan menggunakan strategi pendekatan yaitu, menggunakan media luar ruang dapat mempermudah strategi pengenalan diri caleg PKB agar lebih dikenal masyarakat dan caleg PKB

PROFIL LULUSAN DIPLOMA III KEPERAWATAN Perawat pelaksana asuhan keperawatan pada individu, keluarga dan kelompok khusus di tatanan klinik dan komunitas yang memiliki kemampuan

Teeburu Tsukue.. Misalnya kata tsukue dan teeburu adakalanya menunjukan hal yang sama yaitu ‘meja’, tetapi tsukue lebih mengacu pada meja duduk gaya Jepang

Ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi profesional guru terhadap prestasi belajar PAI siswa di MTs Sultan Agung Jabalsari yang ditunjukkan dari thitung

Sedangkan persentase penurunan kadar mineral setelah direbus untuk kalium adalah 47,30%, untuk kalsium sebesar 7,52%, dan untuk natrium sebesar 58,28 %.Secara statistik uji

Berdasarkan hasil perbandingan data antara hasil optimasi skenario kedua dengan hasil simulasi desain awal, diketahui bahwa nilai LMTD pada optimasi kedua ( Tabel