• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN KUALITAS TIDUR PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS DUKUH KLOPO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN KUALITAS TIDUR PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS DUKUH KLOPO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman | 76 HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN KUALITAS TIDUR

PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS DUKUH KLOPO Elisabet Marques, STIKES HUSADA JOMBANG

Vendi Eko K, STIKES HUSADA JOMBANG Zeny FatmawatiSTIKES HUSADA JOMBANG Email : em2240304@gmail.com

ABSTRAK

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Salah satu resiko terjadinya hipertensi adalah stres. Stres merupakan tekanan yang dialami individu dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup yang terlalu tinggi. Selain stres adapun masalah yang memicu terjadinya hipertensi yaitu kualitas tidur. Efek dari durasi tidur pendek pada hipertensi dapat memperparah penyakitnya dan menyebabkan kematian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Tingkat Stress Dengan Kualitas Tidur Penderita Hipertensi.

Desain penelitian yang digunakan adalah metode analitilk, sedangkan rancangan penelitian adalah cross sectional,alat ukur yang diunakan adalah kuesioner dengan teknik sampling total sampling dan jumlah sampel dalam sebanyak 47 responden.

Berdasarkan hasil penelitian hampir sebagian dari responden yaitu sebanyak 20 responden (42,5%), bearada dalaam kategri tingakat stres ringan dan lebih dari sebagian responden yaitu sebanyak 20 responden (42,5%), memiliki masalah sedang

Hasil Uji Statistik Spearman’s rho dari perhitungan dengan menggunakan SPSS 16 for windows diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,878. sedangkan taraf peluang ralat kesalahan 0,000 yaitu lebih kecil dari syarat p< 0,05 sehingga menunjukkan H0 ditolak dan H1 diterima maka ada hubungan tingkat stress dengan kualitas tidur penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo.

Stres harus dapat dikendalikan dan diatasi secepat mugkin sebelum terjadi hal buruk yang dapat menimpa pasien stress membuat saraf otak dan sistem organ tubuh lainya mendapatkan tekanan lebih berat yang tentunya membawa kehidupan yang semakin sulit, stress harus diatasi dengan melakukan olahraga, jalan kaki,joging dan renang.

(2)

Halaman | 77 ABSTRACT

RELATIONSHIP OF STRESS LEVEL WITH SLEEP QUALITY OF HYPERTENSION PUSKESMAS DUKUH KLOPO PUSKESMAS

Elisabet Marques1, Vendi Eko K2, Zeny Fatmawati3 S1 Keperawatan Program STIKES HUSADA JOMBANG

Alamat. Jln. Veteran Mancar Peterongan Jombang Phone (0321) 871025 Email :

Hypertension is a public health problem in both developed and developing countries. One of the risks of hypertension is stress. Stress is the pressure experienced by individuals in an effort to meet the needs of life that are too high. Apart from stress, there is a problem that triggers hypertension, namely sleep quality. The effect of short sleep duration on hypertension can aggravate the disease and cause death. The purpose of this study was to determine the relationship between stress levels and sleep quality of hypertension sufferers.

The research design used was analytical method, while the research design was cross sectional, the measuring instrument used was a questionnaire with a total sampling technique and a total sample size of 47 respondents.

Based on the results of the study, almost part of the respondents, namely as many as 20 respondents (42.5%), were in the category of mild stress level and more than some respondents, namely as many as 20 respondents (42.5%), had moderate problems.

The results of the Spearman's rho statistical test from calculations using SPSS 16 for windows obtained a correlation coefficient of 0.878. while the probability of error error is 0.000, which is smaller than the requirement of p <0.05, so that it shows that H0 is rejected and H1 is accepted, so there is a relationship between stress levels and sleep quality of hypertensive patients at the dukuh Klopo health center.

Stress must be controlled and overcome as quickly as possible before something bad happens that can happen to the patient, stress makes the nerves of the brain and other organ systems get heavier pressure which of course leads to an increasingly difficult life, stress must be overcome by doing sports, walking, jogging and swimming .

(3)

Halaman | 78 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi disebut juga “silent killer” karena pada sebagian kasus tidak menunjukkan gejala apapun. Perkembangan hipertensi berlangsung secara lambat-laun sehingga sering tidak disadari (Kowalksi, 2016). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang bersifat sistemik dan berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu yang lama. Salah satu resiko terjadinya hipertensi adalah stres. Stres merupakan tekanan yang dialami individu dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup yang terlalu tinggidan semakin tinggi pula stres yang dialami. Masalah yang memicu terjadinya hipertensi di mana hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara (tidak menentu). Stres yang

berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi (Suhadak, dan Arumwardhani, 2016). Selain stres adapun masalah yang memicu terjadinya hipertensi yaitu kualitas tidur. Efek dari durasi tidur pendek pada hipertensi dapat memperparah penyakitnya dan menyebabkan kematian. Tidur menjadi bagian penting pada siklus kehidupan dan setiap gangguan yang terjadi. Pada hakekatnya, gangguan jangka panjang yang ditakuti adalah kejadian hipoksemia.

Data kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2018 sedikitnya jumlah 839 juta kasus hipertensi diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih banyak pada

wanita (30%) dibandingkan pria (29%). Sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut. Di Indonesia, sebesar 24 juta jiwa atau 9.77% dari total jumlah penduduk. Menurut JNC (Joint National Committee VII tahun 2017), hipertensi ditemukan sebanyak 60-70% pada populasi berusia di atas 65 tahun. Lansia yang berumur di atas 80 tahun sering mengalami hipertensi persistem, dengan tekanan sistolik menetap di atas 160 mmHg. Jenis hipertensi yang khas sering ditemukan pada lansia adalah Isolated Systolic Hypertension (ISH), di mana tekanan

sistoliknya saja yang tinggi (di atas 140 mmHg), namun tekanan diastolik tetap normal (di bawah 90 mmHg). Sedangkan prevalensi penyakit hipertensi di Propinsi Jawa Timur sebesar 26,2% masih melebihi prevalensi nasional (Kemenkes RI., 2017). Kabupaten Jombang merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang penderita hipertensi masuk dalam daftar 15 besar. Tahun 2018 di Kabupaten Jombang, penderita hipertensi berada pada urutan ke sebelas dengan jumlah kasus sebanyak 11.140 kasus, pada tahun 2018, jumlah penderita hipertensi mengalami peningkatan dan posisinya naik menjadi urutan ke delapan dengan jumlah kasus sebanyak 13.470 kasus. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penelitipada februari 2020, di Puskesmas Dukuh Klopo dari 1303 lansia, yang mengalami hipertensi sebanyak 309 orang.

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah secara tidak langsung yaitu kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur buruk merupakan suatu kumpulan kondisi yang

(4)

Halaman | 79 dicirikan dengan gangguan dalam

jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu, sehingga membuat sistem saraf menjadi hiperaktif yang kemudian mempengaruhi sistem seluruh tubuh termasuk jantung dan pembulu darah (Kowalski, 2016). Salah satu gangguan tidur adalah Obstructive

Sleep Apnea (OSA). OSA

merupakan faktor risiko yang kuat dan independen untuk penyakit hipertensi. Perubahan fisiologis akut yang terjadi selama apnea dapat mengembangkan hipertensi nokturnal dan dapat menyebabkan perkembangan berkelanjutan.

Obstructive Sleep Apnea sering

menyebabkan hipoksia dan aktivasi sistem saraf simpatik yang menyebabkan reaksi metabolisme dan tekanan darah tinggi. Selain kualitas tidur tingkat stres yang tinggi juga dapat memicu terjadinya hipertensi. Stres yang

berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi (Suhadak, 2016). Tidur yang lebih singkat dapat

menyebabkan gangguan

metabolisme dan endokrin yang dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler (Javaheri, et all, 2016). Pada saat gangguan tidur datang disebabkan oleh stres, maka hormon norepinefrin dan epinefrin disekresikan oleh kelenjar medulla adrenal dan efek dari perangsangannya yaitu langsung pada organ-organ spesifik seperti pembuluh darah dan jantung. Kedua hormon tersebut langsung membuat pembuluh darah setiap jaringan mengalami vasokontriksi sehingga membuat tahanan perifer meningkat yang akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah. Durasi tidur yang pendek selain dapat meningkatkan rata-rata tekanan darah dan denyut

jantung juga meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan merangsang stress fisik dan psikososial, pada akhirnya bisa mengakibatkan hipertensi yang berkelanjutan.

Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak. Kebutuhan tidur pada usia lanjut 5-8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usia yang semakin senja mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energy yang cukup dengan pola tidur yang sesuai. Peran perawat dalam pencegahan terhadap penyakit dan peningkatan kesehatan yaitu dalam pemberian perawatan, pembuat keputusan klinik, sebagai pelindung dan advokat manager kasus, rehabilitator, pendidik dan komunikator (Perry & Potter, 2015). Perawat yang selalu berada di dekat pasien dapat membantu menjaga kualitas tidur dan menekan stres yang dialami pasien sehingga angka kenaikan tekanan darah pasien hipertensi dapat menurun.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan. Desain sangat erat dengan bagaimana kerangka konsep penelitian sebagai petunjuk perencanaan penelitian secara rinci dalam hal pengumpulan dan analisa data (Nursalam, 2016).

(5)

Halaman | 80 Desain penelitian yang

digunakan pada penelitian ini adalah metode analitik. Analitik adalah suatu studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat dan hasil penelitian diolah dengan menggunakan uji statistik. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional. Survey cross sectional

ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor – faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Variabel independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen (X) dalam penelitian ini bukan sebagai variabel murni akan tetapi berdiri sebagai perlakuan yaitu tingkat stress.

Variabel dependen adalah vari-abel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah kualitas tidur penderita hipertensi.

Analisis data yang digunakan untuk menguji perbedaan antara kedua variabel tersebut adalah menggunakan uji Spearman Rho.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penderita hipertensi yang menderita stress karena gangguan tidur sejumlah 47 responden.

Sampel yang diambil adalah seluruh pasien penderita hipertensi yang menderita stress karena gangguan tidur sejumlah 47 responden.

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Dukuh Klopo. Adapun waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2020.

Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner.

HASIL PENELITIAN

Karakterisik responden

berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin F %

Laki-laki 20 42,5

Perempuan 27 57,5

Total 47 100

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa lebih sebagian besar dari responden sebanyak 27 responden (57,5) berjenis kelamin Perempuan. Karakteristik responden berdasarkan umur Umur F % <36 Tahun 0 0 36 – 45 Tahun 27 57,5 > 45 tahun 20 42,5 Total 47 100 Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwasebagian besar dari responden sebanyak 27 responden (57,4%) berumur 36-45 tahun. Karakteristik resonden berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan F % Petani 20 42,5 IRT 20 42,5 PNS 7 15s Tidak bekerja 0 0 TNI/POLRI 0 0 Total 47 100

Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukan bahwa hampir dari setengah responden yaitu sebanyak 20 responden (42,5%) bekerja sebagai IRT dan Petani.

(6)

Halaman | 81 Tingkat stress penderita hipertensi

di puskesmas dukuh klopo. Stress penderita hipertensi F % Ringan 17 36,3 Sedang 20 42,5 Berat 10 21,2 Total 47 100

Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui bahwa hampir sebagian dari responden yaitu sebanyak 20 responden (42,5%), bearada dalam kategori tingkat stres sedang.

Kualitas tidur penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo.

Kualitas tidur F %

Tidak ada masalah 10 21,3 Masalah sedang 27 57,5 Masalah berat 10 21,2

Total 47 100

Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui bahwa lebih dari sebagian besar dari responden yaitu sebanyak 27 responden (57,5%)memiliki masalah sedang terhadap kualitas tidur.

Tabulasi silang hubungan tingkat stress dengan kualitas tidur penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo. Tingkat Stress Kualitas Tidur Tidak Ada Masalah Masalah Sedang Masalah Berat Jumlah F % F % F % F % Ringan 10 21,3 7 14,9 0 0 17 36,2 Sedang 0 0 20 42,5 0 0 20 42,5 Berat 0 0 0 0 10 21,3 10 21,3 Kurang 10 21,3 27 57,4 10 21,3 47 100,0

Berdasarkan tabel 3 di atas diketahui bahwa hampir sebagian dari responden sebanyak 20 responden (42,5%)bearada dalam kategori tingkat stres ringan dengan hampir sebagian responden mengalami kualitas tidur sedang sebanyak 27 responden (57,4%) memiliki masalah kualitas ringan.

Analisa Data Spearman’s rho. Correlations

tingkat.stres kualitas.tidur Tingkat stres Pearson Correlation 1 ,878**

Sig. (2-tailed) ,000

N 47 47

Kualitas tidur Pearson Correlation ,878** 1

Sig. (2-tailed) ,000

N 47 47

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil Uji Statistik Spearman’s

rho dari perhitungan dengan menggunakan SPSS 16 for windows diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.878 hal ini menunjukan tingkat keeratan hubungan antara variabel tingkat stres dan kualitas tidur pada penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo sangat Kuat karena terletak di antara 0,81-0,99, sedangkan taraf peluang ralat kesalahan 0,000 yaitu lebih kecil dari syarat p < 0,05 sehingga menunjukkan H0 ditolak dan H1

diterima maka ada hubungan tingkat stress dengan kualitas tidur penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo.

PEMBAHASAN

Tingkat stress penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo.

Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui bahwa hampir sebagian dari responden yaitu sebanyak 20 responden (42,5%), bearada dalaam kategri tingakat stres rendah dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 10 responden (21,2%) dalam karegori berat.

Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang. Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya

(7)

Halaman | 82 (Gregson & Looker, 2015). Slamet

dan Markam (2008) mengemukakan bahwa stres adalah suatu keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu. Yosep (2009) mengatakan bahwa stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stress dan hal yang dianggap mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan baik nyata atau tidak nyata antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis dan sosial ada padanya. Lumongga (2015) juga menjelaskan bahwa stres merupakan bentuk interaksi antara individu dengan lingkungan yang dinilai individu sebagai sesuatu yang membebani atau melampaui kemampuan yang dimiliki, serta mengancam kesejahteraan.

Menurut peneliti, ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat stress seseorang.Umur seseorang akan mempengaruhi kemampuan intelektual dalam menerima informasi. Pengalaman yang mereka dapatkan juga cukup banyak. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Notoatmodjo, 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden sebanyak 27 responden (57,4%) berumur 36-45 tahun. Kemudian dilihat dari pekerjaan menunjukan bahwa hampir dari setengah responden yaitu sebanyak 20 responden (42,5%) bekerja sebagai IRT dan Petani. Seseorang dengan umur yang matang dan pekerjaan yang baik, akan mendapat pengalaman dan informasi tentang

stress baik itu melalui media masa, tenaga kesehatan dan juga lingkungan tempat bekerja sehingga kemungkinan besar mereka bisa mengolah stres yang dialami dengan tenang. Stres harus dapat dikendalikan dan diatasi secepat mugkin sebelum terjadi hal buruk yang dapat menimpa pasien stress membuat saraf otak dan sistem organ tubuh lainya mendapatkan tekanan lebih berat yang tentunya membawa kehidupan yang semakin sulit, stress harus diatasi dengan melakukan olahraga, jalan santai dan sebagainya.

Kualitas tidur penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo.

Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui bahwa lebih dari sebagian responden yaitu sebanyak 27 responden (457,5%), memiliki masalah sedang terhadap kualitas tidur sedangkan sebagian kecil responden yaitu 10 responden (21,3%) tidak ada masalah dengan kualitas tidur.

Tidur adalah keadaan terjadinya perubahan kesadaran atau ketidaksadaran parsial individu yang dapat dibangunkan. Tidur dapat diartikan sebagai periode istirahat untuk tubuh dan pikiran, yang selama masa ini, kemauan dan kesadaran ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dimana fungsi-fungsi tubuh sebagian dihentikan. Tidur telah dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan posisi tak bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang menurun, tapi siaga terhadap rangsangan dari luar (Dorland, 2015). Kualitas tidur seseorang yang buruk atau memiliki kebiasaan durasi tidur yang pendek juga memiliki hubungan terhadap terjadinya peningkatan tekanan darah

(8)

Halaman | 83 seseorang. Kualitas dan kuantitas

tidur yang buruk tidak hanya menyebabkan gangguan secara fisik saja, tetapi juga dapat mengakibatkan rusaknya memori serta kemampuan kognitif seseorang. Kualitas dan kuantitas tidur yang buruk ini jika dibiarkan dan terus-menerus terjadi selama bertahun-tahun, maka komplikasi yang lebih berbahaya sangat mungkin untuk terjadi seperti serangan jantung, stroke, sampai permasalahan pada psikologis seperti depresi atau gangguan perasaan yang lainnya (Potter & Perry, 2012). Bruno et al (2013) juga menyatakan hal serupa, bahwa kualitas tidur yang buruk memiliki hubungan yang signifikan dengan kekebalan terhadap pengobatan pada perempuan dengan hipertensi, sedangkan kekebalan terhadap pengobatan pada jenis kelamin laki-laki yang hipertensi memiliki hubungan dengan umur, diabetes melitus, serta obesitas. Tidur yang kurang dapat merujuk kepada kondisi kualitas tidur yang buruk. Kurangnya waktu tidur dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi pada seseorang. Penelitian serupa oleh Chen et al (2015) menemukan bahwa durasi tidur yang terlalu lama atau terlalu singkat merupakan faktor risiko tekanan darah tinggi. Risiko ini diketahui lebih mungkin terjadi pada wanita dibandingkan pria. Gangguan kualitas tidur memiliki berbagai dampak buruk yang dapat terjadi dalam jangka waktu yang singkat maupun panjang. Lu, Chen, Wu, Chen, & Hu (2015) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki gangguan kualitas tidur cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi. Kualitas tidur yang buruk dalam jangka panjang dapat meningkatkan indeks masa

tubuh dan depresi pada orang dewasa (Shittu et al., 2014)

Dalam penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang adalah umur. Umur merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan oleh seseorang. Semakin tua umur, maka semakin sedikit pula waktu tidur yang dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pola tidur normal pada dewasa muda (usia 18 tahun sampai dengan 40 tahun) tidak jauh beda dengan jumlah jam tidur ketika usia remaja yaitu sekitar 7-8 jam/hari, 20-25% tidur REM. Usia dewasa menengah (usia 40 tahun sampai dengan usia 60 tahun), jumlah jam tidur sama dengan ketika seseorang berada pada usia dewasa muda yaitu sekitar 7-8 jam/hari, 20% tidur REM. Pola tidur orang dewasa berbeda dengan dewasa muda. Seseorang yang berada pada usia dewasa menengah, mungkin akan mengalami insomnia. dan sulit untuk tidur. Usia dewasa tua (usia > 60 tahun) tidur sekitar 6 jam/hari, 20-25% tidur REM dan individu dapat mengalami insomnia dan sering terjaga sewaktu tidur. Seseorang yang berada pada usia ini, akan mengalami penurunan pada tahap IV NREM (Non-rapid

Eye Movement), bahkan kadang tidak

ada (Mubarak, 2015). Teori ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden sebanyak 27 responden (57,4%) berumur 36-45 tahun. Selain itu, respon terhadap sesuatu yang terjadi sehari hari yang mampu mempengaruhi kondisi emosional, fisik dan perilaku sehingga dapat mengganggu pola tidur.

(9)

Halaman | 84 Jika tidak dapat mengontrol

pola pikir bukan hanya berdampak pada pola tidur saja namun juga bisa berdampak lebih lanjut ke arah yang lebih buruk. Hubungan antara kualitas tidur dengan hipertensi pada lansia, yang menjelaskan bahwa semakin bertambahnya usia akan menyebabkan kualitas tidur akan terganggu, dengan terganggunya kualitas tidur lebih rentan untuk megalami peningkatan tekanan darah. Berdasarkan penelitian ini juga di dapatkan, kualitas tidur yang baik sulit untuk terjadi peningkatan tekanan darah.

Tabulasi silang hubungan tingkat stress dengan kualitas tidur penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo.

Hasil Uji Statistik Spearman’s

rho dari perhitungan dengan menggunakan SPSS 16 for windows diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.878 hal ini menunjukan tingkat keeratan hubungan antara variabel tingkat stres dan kualitas tidur pada penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo sangat Kuat karena terletak di antara 0,81-0,99, sedangkan taraf peluang ralat kesalahan 0,000 yaitu lebih kecil dari syarat p < 0,05 sehingga menunjukkan H0 ditolak dan H1

diterima maka ada hubungan tingkat stress dengan kualitas tidur penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo.

Stres diartikan oleh beberapa ahli sebagai suatu respon individu, baik berupa respon fisik maupun psikis, terhadap tuntutan atau ancaman yang dihadapi sepanjang hidupnya, yang dapat menyebabkan perubahan pada diri individu, baik perubahan fisik, psikologi, maupun spiritual (Asmadi, 2012). Pendapat lainnya mengartikan stres sebagai

respon yang tidak dapat dihindari oleh individu yang diperlukan untuk memberikan stimulus terhadap perubahan dan pertumbuhan (Selye 2011 dalam Potter & Perry, 2012). Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli disimpulkan stres merupakan sebuah respon yang dialami setiap individu dan menimbulkan dampak, baik dampak positif maupun negatif. Mahasiswa Indonesia yang mengalami stres meningkat lima kali lipat dibandingkan dengan mahasiswa pada era depresi tahun 1939 (Lubis dan Nurlaila, 2011). Tidur merupakan konsep berulang dan bersiklus yang menjadi kebutuhan dasar setiap individu dengan adanya penurunan status kesadaran, baik kesadaran diri maupun kesadaran lingkungan, yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry,2005) Allen (2009) mengatakan bahwa tidur dikatrakteristikkan oleh penurunan kesadaran dan respon terhadap stimulus internal maupun eksternal, tetapi seringkali kejadian yang dapat membangunkan tidur. Namun demikian, tidur bukanlah proses pasif, setapi sebuah keadaan dimana aktivitas otak diistrahatkan. Berdasarkan beberapa pengertian tidur disimpulkan bahwa tidur merupakan suatu proses yang menjadi kebutuhan dasar manusia yang memiliki siklus tertentu diikuti dengan terjadinya penurunan kesadaran kemampuan tubuh untuk merespon stimulus yang tidak begitu penting.

Menurut peneliti, tingkat stress dapat mempengaruhi kualitas tidur.Semakin tinggi tingkat stress maka semakin buruk pula kualitas tidur penderita hipertensi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden mengalami

(10)

Halaman | 85 tingkat stress sedang dengan kualitas

tidur sedang sebanyak 27 responden. Teori yang mendukung hasil penelitian ini yaitu stres yang tidak mampu dikendalikan dan diatasi akan memunculkan dampak negative stres secara kognitif atara lain sulit berkonsentrasi, dampak negatif secara emosional antara lain sulit, munculnya perasaan cemas, sedih, frustasi dan dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu, lemah dan gangguan kualitas tidur (Notoatmojo, 2014). Selain itu reaksi responden yang berlebihan serta beban pikir yang sangat kuat tak jarang responden mengalami stres. Stres yang dialami responden dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, diantaranya menghindar dari pekerjaan, melakukan aktivitas lain dan menunda-nunda pekerjaan serta yang paling parah berdampak pada gangguan kualitas tidur. Responden mengalami gangguan tidur karena peningkatan stimulus yang diterima oleh RAS (Reticular Activating

System) sehingga hormon

katekolamin disekresi dan membuat responden terjaga atau terbangun. Sebaliknya, ketika responden stimulus ke RAS menurun, maka stimulus ke BSR (Bulbar

Synchronizing Regional) meningkat

sehingga hormon serotin disekresi dan menyebabkan responden yang tidak mengalami gangguan tidur dapat tidur atau tetap tertidur. Stres berat sangat lekat dengan jam tidur yang rendah. Selain itu, stres berat sangat berpengaruh dan berhubungan positif dengan mimpi buruk dan keluhan tidur. Stres emosional dapat menyebabkan individu merasa tegang dan putus asa. Perasaan tersebut menyebabkan individu

menjadi sulit tidur, sering terbangun saat tidur atau terlalu banyak tidur. Bila stres berkepanjangan dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Tingkat stress penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo. diketahui bahwa hampir sebagian dari responden yaitu sebanyak 20 responden (42,5%), berada dalaam kategri tingakat stres ringan

Kualitas tidur penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo diketahui bahwa hampir sebagian dari responden yaitu sebanyak 20 responden (42,5%), berada dalaam kategri tingakat stres ringan

Ada hubungan tingkat stress dengan kualitas tidur penderita hipertensi di puskesmas dukuh klopo dengan nilai  : 0,000

Saran

Bagi Institusi

Dapat sebagai masukan dalam mengembangkan ilmu keperawatan khususnya yang berkaitan dengan tingkat stress dan peningkatan tekanan darah terhadap kualitas tidur pada pasien hipertensi.

Bagi Responden

Sebagai upaya menambah wawasan dan pengetahuan mengenai tingkat stress dan peningkatan tekanan darah terhadap kualitas tidur pada pasien hipertensi.

Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman belajar, refrensi dan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Bagi Lahan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberi informasi atau gambaran tentang tingkat stress dan

(11)

Halaman | 86 peningkatan tekanan darah terhadap

kualitas tidur pada pasien hipertensi. DAFTAR PUSTAKA

Amberg (2015. Insufficient sleep, cognitive anxiety and health transition in men with coronary artery disease: a

self-report and

polysomnographic study. Journal of Advanced Nursing, 37 (5), 414-422. Ambo Dalle, 2015.Current Diagnosis

and Treatment Neurology.

Sleep Disorders. Second

Edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 483-491

Arikunto 2016. Arikunto,. 2016.

Manajemen Penelitian.

Jakarta: Rineka Cipta.

Cary Cooper dan Alison Straw, 2015. Measuring Sleep in Stamborg, M.F.& Olsen, S.J. (1997). Instruments for clinical healthcare research

(2nd ed.). Boston: Jones and Bartlett Publisher

Czeisler, 2000. Association between Subjective Sleep Quality, Hypertension, Depression, and Body Mass Index in Nigerian Family Practice Setting. Sleep disorder and

Therapy. 5:32.

Craven and Hirnle, 2000. Sleepiness and health: Relationship between sleepiness and general health status. Sleep, 19 (7), 583-588.

Dorland, 2015. Association Between Self Reported Global Sleep and Prevalence of Hypertension in Chinese

Adults. International Journal

of Environment Research and Public Health. 12: 488-503.

Sulistiwati 2005. Suliswati., (2005).

Konsep Dasar keperawatan

kesehatan jiwa. EGC:

Jakarta.

Harkreader, Hogan, & Thobaben, 2007. Insufficient sleep, cognitive anxiety and health transition in men with coronary artery disease: a

self-report and

polysomnographic study. Journal of Advanced Nursing, 37 (5), 414-422. Hawari, Dadang. 2008. Manajemen

Stres Cemas dan Depresi.

Jakarta: Balai PenerbitFKUI Hidayat, 2016. Pengantar Konsep

Dasar Keperawatan, Jakarta:

Salemba Medika.

Hidayat, 2004. Pengantar Konsep

Dasar Keperawatan, Jakarta:

Salemba Medika.

Javaheri, et all, 2016. Sleep Quality and Elevated Blood Pressure in Adolescents. NIH Public

Access. 118 (10) : 1034-1040

Joint National Committee VII 2017.Sleep Quality and Elevated Blood Pressure in Adolescents. NIH Public Access. 118 (10) : 1034-1040

Kemenkes RI.,2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa timur Tahun 2017. www.dinkesjatengprov.go.id/ dokumen/profil/2009/Profil_ 2009br.pdf (05 Juli 2013)

(12)

Halaman | 87 Nursalam, 2016. Konsep dan

Penerapan Metodologi

Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta. SalembaMedika Notoatmodjo, 2016. Metodologi

Penelitian Kesehatan.

Jakarta. Rineka .

Potter., et al, 2015. Buku Ajar Fundamental

Keperawatan:Konsep, proses,

dan praktik, vol.2, Edisi 4.

Jakarta: EGC

Potter dan Perry 2005.Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan.

Jakarta: EGC

Rasmun, 2004. Stres, koping dann

adaptasi. Sagung Seto:

Jakarta

Sunaryo, 2015. Sunaryo. 2004.

Psikologi Untuk

Keperawatan. Jakarta: EGC

Sugiyono, 2016. Sugiono. (2010).

Metode kualitatif, kuantitatif, R & D. alfabeta : Bandung.

Swarth 2015. Short Sleep Duration as a Risk Factor for Hypertension : Analyses of The First National Health and Nutrition Examination Survey. American Heart Association

WHO. 2018. Global Health Observatory: Raised blood pressure (situation and.trends).Diaksesmelalui:ht tp://www.who.int/gho/ncd/ris k_factors/blood_pressure_pre valence_text/en/index.html. tanggal 1 april

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan morfologi bakteri dilakukan dengan mengamati koloni bakteri yang meliputi bentuk koloni, ukuran, margin, elevasi, pertumbuhan pada media miring dan tegak seperti

Peningkatan nilai rata-rata yang lebih tinggi pada kelompok intervensi, serta perbedaan pengetahuan gizi yang signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol menunjukkan

Wawancara dilakukan dengan tanya jawab langsung untuk mencari dan mengumpulkan informasi atau data kepada pembimbing tahfidz siswa kelas III SD Islam Al-Amanah yang

PETA SIMILARITAS KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN SELF-ORGANIZING MAPS (SOM) sebagai syarat untuk.. mencapai gelar strata satu Program Studi Informatika

Morfologi tinggian yang memliki relief sedang hingga kasar dengan pola kontur yang sedang hingga rapat merupakan ekspresi dari litologi yang resisten, yaitu

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, termasuk pencemaran nama baik,

phlegmatis , yaitu: memahami informasi dengan cara melihat soal kemudian membuat gambar, memahami yang diketahui dengan mengubah informasi ke bentuk matematika, dan melihat soal

I seem to have been using terminology from JUnit: setUp ( ) and tearDown ( ) are JUnit methods. Furthermore, JUnit does appear to be doing something similar to what we want, though in