• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. iles dan merupakan tanaman lokal Indonesia yang banyak tumbuh di hutan. Porang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. iles dan merupakan tanaman lokal Indonesia yang banyak tumbuh di hutan. Porang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Porang (Amorphophallus oncophyllus) termasuk salah satu jenis tanaman iles – iles dan merupakan tanaman lokal Indonesia yang banyak tumbuh di hutan. Porang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia untuk mendukung program konservasi hutan. Menurut Koswara (2013), umbi porang memiliki kandungan glukomanan yang cukup tinggi, yaitu sekitar 55% basis kering. Glukomanan adalah polisakarida dalam famili mannan dan merupakan polimer dari D-mannosa dan D-glukosa. Glukomanan yang terkandung dalam iles – iles mempunyai sifat yaitu dapat memperkuat gel, memperbaiki tekstur, dan mengentalkan. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa glukomanan memiliki efek prebiotik pada manusia dan hewan coba (Wu et al., 2014; Harmayani, et al., 2014).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar glukomanan dari umbi porang. Menurut Sumarwoto (2007), kadar glukomanan dalam umbi bervariasi, dipengaruhi oleh umur tanaman, jenis tanaman, perlakuan pendahuluan sebelum dikeringkan dan pengolahan lebih lanjut. Aprilia (2012) menyatakan bahwa umbi porang yang ditanam pada kondisi pertumbuhan berbeda (jenis, umur, dan intensitas naungan) memiliki rendemen glukomanan yang bervariasi, yaitu antara 7-18%.

(2)

Beberapa tahun belakangan, metode ekstraksi dan pemurnian glukomanan dari Amorphophallus terutama Amorphophallus konjac, yang biasa disebut konjac

glucomannan (KGM) telah dipelajari dan dikembangkan. KGM diekstrak secara

mekanik (proses kering), atau dengan proses basah (secara kimia). Metode pemrosesan kering meliputi penggilingan chips konjak kering menjadi tepung konjak kasar, dan dimurnikan dengan wind-sifting. Tepung konjak yang dihasilkan dengan cara ini memiliki kemurnian yang rendah dan dijual sebagai komoditas pangan dengan harga rendah (Chua et al., 2012).

Metode pemrosesan basah meliputi penggunaan garam (misal aluminium sulfat), 2-propanol dengan enzim penghidrolisis pati, dan etanol. Penggunaan enzim pendegradasi pati (impurity) tidak selektif karena dapat mendepolimerisasi KGM. Oleh karena itu, metode yang banyak digunakan akhir – akhir ini adalah ekstraksi dengan menggunakan etanol karena sederhana dan memiliki efisiensi tinggi (Chua et al., 2012).

Penelitian mengenai ekstraksi glukomanan dari umbi iles – iles, termasuk porang, juga telah banyak dilakukan di Indonesia. Namun permasalahan yang sering dihadapi adalah glukomanan yang dihasilkan memiliki sifat yang kurang baik, antara lain kecerahan glukomanan serta kelarutannya yang rendah, sedangkan kelarutan glukomanan sangat diperlukan untuk dapat diaplikasikan pada berbagai macam produk. Kelarutan yang rendah ini kemungkinan disebabkan karena masih banyaknya zat pengotor (impurities) pada glukomanan yang dihasilkan. Oleh sebab itu, perlu

(3)

dilakukan penelitian tentang kondisi ekstraksi glukomanan yang tepat sehingga didapatkan glukomanan dengan sedikit impurities.

Tatirat dan Charoenrein (2011) melakukan ekstraksi glukomanan dari tepung konjak. Ekstraksi dilakukan pada suhu 35, 75, 85, dan 95°C. Hasil menunjukkan bahwa rendemen glukomanan hasil ekstraksi suhu 75°C (35,41%) lebih tinggi dibandingkan rendemen glukomanan hasil ekstraksi suhu 35°C (32,52%), namun keduanya masih sangat rendah. Selain itu, glukomanan yang diekstrak pada suhu 85 dan 95°C memiliki kelarutan yang rendah karena membentuk film, sedangkan glukomanan yang diekstrak pada suhu 35 dan 75°C tidak membentuk film. Hal ini mengindikasikan bahwa suhu 85 dan 95°C lebih tinggi dari suhu transisi eksotermik glukomanan konjak (74-80°C) yang dikaitkan dengan gangguan transisi orde dalam rantai molekul.

Menurut penelitian Harijati dkk. (2013) yang mengekstrak glukomanan porang menggunakan suhu 35, 55, dan 75°C, didapatkan hasil bahwa glukomanan hasil ekstraksi memiliki nilai kecerahan yang rendah (25-27) dan kadar glukomanan tertinggi dihasilkan dari ekstraksi menggunakan suhu 55°C (63,1%), diikuti suhu 75°C (52,99%) dan suhu 35°C (39,91%). Dari pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa suhu memegang peranan penting dalam ekstraksi glukomanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai suhu ekstraksi glukomanan porang untuk menghasilkan glukomanan dengan sifat fisikokimia yang baik. Kebaruan dari penelitian ini adalah metode yang digunakan.

(4)

Prebiotik merupakan bahan makanan yang secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas spesies bakteri tertentu dalam usus, biasanya

bifidobacteria dan lactobacilli, yang menguntungkan bagi kesehatan. Secara singkat,

prebiotik merupakan karbohidrat rantai pendek yang tidak tercerna oleh enzim pencernaan manusia sehingga disebut karbohidrat rantai pendek tahan cerna (Quigley, et al., 1999 dalam Cummings, et al., 2001). Beberapa penelitian sebelumnya telah mempelajari potensi prebiotik pada frukto-oligosakarida (FOS), galakto-oligosakarida (GOS), laktulosa, dan inulin. Namun ada beberapa jenis karbohidrat lain yang menunjukkan potensi sebagai prebiotik, contohnya glukomanan.

Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa suplementasi diet dengan glukomanan konjak dapat mengurangi resiko kanker, menurunkan berat badan pada individu yang overweight dan obesitas, menurunkan kolesterol LDL, total kolesterol pada anak – anak dan dewasa (Connolly et al., 2010). Glukomanan konjak juga telah terbukti dapat meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek (SCFA), yaitu asetat, propionate, dan butirat, serta menstimulasi pertumbuhan bifidobacteria dan lactobacilli pada hewan coba (Wu et al., 2014).

Hasil penelitian Harmayani et al. (2014) menyatakan bahwa suplementasi diet dengan glukomanan porang memiliki pengaruh yang baik dalam menghambat pertumbuhan E. coli, namun memiliki sedikit pengaruh dalam menstimulasi

bifidobacteria dan lactobacilli. Diet dengan glukomanan porang dapat meningkatkan

(5)

didapatkan pada penelitian Harmayani et al. (2014) memiliki karakteristik yang masih rendah antara lain: derajat asetilasi yang tinggi (13.7%), WHC rendah (34.50 ± 2.32 g air/g glukomanan), dan viskositas rendah (5400 cps).

Dengan metode ekstraksi yang berbeda dengan penelitian Harmayani et al. (2014), diharapkan dapat dihasilkan glukomanan porang dengan karakteristik yang lebih baik sehingga aktivitas prebiotiknya juga menjadi lebih baik. Untuk melihat aktivitas prebiotik glukomanan porang yang dihasilkan pada penelitian ini, maka dilakukan pengujian pengaruh penambahan glukomanan porang terhadap pertumbuhan sel probiotik in vitro dan penghitungan skor aktivitas prebiotiknya.

Glukomanan telah banyak diaplikasikan pada berbagai macam produk pangan, antara lain produk olahan daging. Jiménez-Colmenero et al. (2013) menggunakan gel konjak sebagai fat analogue untuk produk daging. Triki, et al. (2013) menggunakan gel konjak untuk stabilitas penyimpanan sosis. Iglesias-Otero et al. (2010) menambahkan glukomanan konjak untuk memperkuat gel pada squid

surimi kualitas rendah. Wahjuningsih (2013) dan Dewi dan Widjanarko (2015)

menambahkan tepung porang yang mengandung glukomanan sebagai pengenyal pada bakso. Namun, belum ada penelitian tentang penggunaan glukomanan itu sendiri sebagai pengenyal bakso.

Bakso merupakan salah satu makanan khas Indonesia dan banyak digemari masyarakat. Umumnya bakso terbuat dari daging sapi dengan penambahan tapioka dengan perbandingan tertentu. Tekstur yang kenyal pada bakso merupakan hal penting karena disukai oleh konsumen. Namun selama ini bakso yang ada di pasaran

(6)

sering ditambahkan bahan – bahan kimia berbahaya agar bakso yang dihasilkan menjadi lebih kenyal. Glukomanan merupakan hidrokoloid yang berfungsi sebagai

binding agent yang dapat mengikat komponen pada bakso sapi sehingga kekuatan gel

yang terbentuk akan semakin kuat dan semakin kompak. Dengan menambahkan glukomanan sebagai pengenyal bakso diharapkan dapat menjadikan tekstur bakso lebih kenyal tanpa penambahan bahan – bahan kimia berbahaya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana pengaruh suhu ekstraksi terhadap rendemen dan karakteristik glukomanan hasil ekstraksi?

2) Bagaimana pengaruh glukomanan porang terhadap pertumbuhan

Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum in vitro?

3) Bagaimanan pengaruh penambahan glukomanan porang terhadap tekstur bakso?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

  Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengekstrak glukomanan dari umbi porang dengan berbagai suhu ekstraksi serta mengaplikasikannya sebagai pengenyal bakso.

(7)

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui pengaruh suhu ekstraksi terhadap rendemen serta karakteristik glukomanan porang yang dihasilkan (bentuk dan ukuran partikel, warna, derajat asetilasi, water holding capacity/WHC, viskositas)

2) Mengetahui pengaruh glukomanan porang hasil ekstraksi suhu terpilih terhadap pertumbuhan Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium

longum in vitro dan menentukan skor aktivitas prebiotiknya.

3) Mengetahui pengaruh penambahan glukomanan porang hasil ekstraksi suhu terpilih terhadap tekstur bakso.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara ekstraksi glukomanan porang untuk menghasilkan rendemen yang tinggi dengan sifat fisikokimia yang baik serta memberikan informasi tentang potensi prebiotik glukomanan porang dan pengaplikasian glukomanan porang sebagai pengenyal pada bakso sehingga pemanfaatan umbi porang dapat lebih maksimal dan memiliki nilai ekonomi yang lebih baik. 

Referensi

Dokumen terkait

Kesulitan makan dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,195 yang artinya bahwa variabel kompensasi dan motivasi kerja yang mempengaruhi kinerja karyawan

Jumlah aktivitas produksi dan volume produksi pengolahan ikan cakalang banda per tahun oleh setiap responden berbeda-beda. Pada tahun 2013, rata-rata aktivitas

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan

Dari hasil pengujian yang dapat dilihat dari Tabel 4.11 diatas tahap pengujian yang menunjukkan rata-rata nilai error terkecil adalah pada percobaan jumlah

Populasi tidak terdiri dari satu makhluk hidup atau individu, tetapi atas sekumpulan makhluk hidup yang menempati suatu kawasan tertentu.. Namun, sekumpulan makhluk  hidup ini

Selain variabel-variabel tersebut, untuk membentuk suatu model dinamis guna lahan permukiman dalam memproyeksikan besarnya kebutuhan permukiman pada masa mendatang,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN