• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1), Januari 2013: 21-27 ISSN 2301-9921

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di

Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

S. Fanani, Y.B.P. Subagyo dan Lutojo

Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta 57126

Email: lut_ojo@yahoo.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja reproduksi sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik survai. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pra survai dan tahap survai. Tahap pra survai dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian dan menentukan jumlah sampel. Tahap survai bertujuan untuk mendapatkan data primer dan sekunder di lapangan. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu Kecamatan Pudak dengan pertimbangan bahwa daerah ini mempunyai populasi sapi perah tertinggi di Kabupaten Ponorogo. Pengambilan sampel ternak menggunakan metode purposive random sampling yaitu ternak sapi perah PFH yang sudah pernah beranak. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini dipilih 100 ekor sapi perah PFH. Data yang dikumpulkan dari sampel ini meliputi service per conception, conception rate, post partum mating dan calving interval. Data ini kemudian dianalisis secara deskriptif melalui persentase, rata-rata dan standar deviasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai service per conception 2,1 ± 1,38 kali, conception rate 33%, post partum mating 63,77 ± 25,61 hari dan calving interval 12,36 ± 1,22 bulan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kinerja reproduksi sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak Ponorogo sudah cukup baik.

Kata kunci: peranakan Friesian Holstein, kinerja reproduksi

Reproduction Perforamance of Friesian Holstein Crossbred (PFH) Dairy Cattle at Pudak District, Ponorogo Regency

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the reproduction performance of Friesian Holstein crossbred (PFH) dairy cattle in Pudak district, Ponorogo, East Java. The basic method used in this research is descriptive method with survey technique. This research was conducted in two stages, pre survey stage and survey stage. Pre survey stage was conducted to determine the location of the research and the amount of the sample. Then, the purpose of survey stage is to get the primary and secondary data in the area. Research location was determined purposively at Pudak district by considered that this location has the higest population of dairy cattle in Ponorogo. The sampling of cattle is used purposive random sampling method, That is Friesian Holstein crossbred dairy cattle which is ever breed. The amount of sample in this research is 100 Friesian Holstein crossbred dairy cattle. The data which was collected from this sample are service per conception, conception rate, post partum mating and calving interval. Then this data was analyzed descriptively through percentage, average and standard deviation. The result of the research indicate that the value of service per conception 2,1 ± 1,38 times, conception rate 33%, post partum mating 63,77 ± 25,61 days and calving interval 12,36 ± 1,22 months. It can be concluded that the reproduction performance of the Friesian Holstein crossbred dairy cattle in Pudak district, Ponorogo has good enough.

(2)

22 Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 2013 PENDAHULUAN

Kebutuhan protein hewani di Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahun seiring dengan terus meningkatnya laju pertambahan penduduk, maka perlu adanya kesinambungan peningkatan produksi peternakan. Menurut Lubis (2009), bahwa program peningkatan produksi ternak yang dilakukan pemerintah merupakan salah satu usaha untuk mengejar target akan kebutuhan gizi terhadap protein hewani bagi masyarakat. Peningkatan populasi dan produksi ternak sangat tergantung kepada keberhasilan reproduksinya, apabila reproduksi tidak diatur dengan sebaik mungkin maka tingkat produksi akan rendah.

Faktor penghambat yang diduga sebagai penyebab penurunan produksi ternak

di Indonesia adalah manajemen

pemeliharaan yang belum optimal, yang ditandai dengan sistem pemeliharaan yang bersifat tradisional, belum berorientasi agribisnis dan tidak memperhatikan faktor produksi (Sardjito et al., 2008). Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak dengan memperbaiki kinerja reproduksi. Proses reproduksi yang berjalan normal akan diikuti oleh produktivitas ternak sapi perah yang semakin baik. Semakin tinggi kemampuan reproduksi, semakin tinggi pula produktivitas ternak tersebut (Oktaviani, 2010).

Efisiensi reproduksi sapi perah pada suatu peternakan dapat diketahui dari kinerja reproduksinya. Kinerja reproduksi sapi perah dapat dilihat dari berbagai parameter, diantaranya adalah umur sapi dara saat birahi, kawin, bunting dan beranak pertama, jarak waktu saat beranak sampai dengan IB pertama (post partum mating), jarak waktu saat beranak sampai terjadi kebuntingan (days open), angka gangguan reproduksi, dan angka keberhasilan pelaksanaan IB (Effendi, 2002 cit. Fitrianti, 2003).

Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang mulai mengembangkan ternak sapi perahnya, dimana Kecamatan Pudak merupakan salah

satu kecamatan yang memiliki populasi ternak sapi perah tertinggi daripada kecamatan lainnya di Kabupaten Ponorogo. Tahun 2010 populasi ternak sapi perah di Kecamatan Pudak yaitu 892 ekor (Badan Pusat Statistik, 2011). Kemampuan reproduksi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kinerja reproduksi sapi perah Peranakan Friesian Holstein untuk mengetahui keadaan yang sebenarnyaterjadi di tingkat peternak. Diharapkan kedepan kebijakan yang akan diterapkan sesuai dengan kebutuhan peternak dalam konteks memperbaiki kinerja reproduksi ternak sapi perah.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2012 di tiga desa di Kecamatan Pudak yaitu: Desa Tambang, Desa Krisik dan Desa Pudak Wetan, dengan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut memiliki populasi ternak sapi perah yang rendah (17 ekor), sedang (168), dan tinggi (386 ekor). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai (survey method). Penelitian survai merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995). Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pra survai dan tahap survai. Tahap pra survai dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian dan menentukan jumlah sampel. Tahap survai bertujuan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara langsung dengan responden peternak sapi perah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi, pencatatan, dan wawancara. Metode pengambilan sampel ternak secara sengaja (purposive random sampling) yaitu ternak sapi perah PFH yang sudah pernah beranak. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini dipilih 100 ekor sapi perah PFH. Sampel diambil dari peternak (responden) yang telah memelihara sapi perah minimal 1,5 tahun. Data primer

(3)

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein … (Fanani et al.) 23 meliputi: karakteristik peternak, kepemilikan

peternak dan kinerja reproduksi ternak sapi perah yang meliputi : Service per Conception, Conception Rate, Post Partum Mating dan Calving Interval. Data sekunder yang berkaitan dengan data penunjang penelitian yang diperoleh melalui instansi yang terkait dengan bidang peternakan, yaitu Dinas Pertanian Ponorogo, Unit Pelaksana Teknis Daerah Pertanian Kecamatan Pudak, Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo, dan Kecamatan Pudak.

Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang terkumpul dianalisis melalui persentase, rata-rata dan standar deviasi, kemudian dipaparkan secara deskriptif. Variabel yang diamati adalah Service per Conception, Conception Rate (Toelihere, 1993), Post partum mating (Salisbury dan Vandemark, 1985) dan Calving Interval (Pramono et al., 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Peternak Sapi

Perah

Berdasarkan hasil survai yang telah dilakukan, Kecamatan Pudak memiliki daya dukung sumber daya manusia yang cukup baik untuk pengembangan peternakan khususnya peternakan sapi perah. Karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Pudak ditunjukkan pada Tabel 1. Peternak dilihat dari segi usia tergolong produktif, dimana 43,3% peternak berusia antara 30-39 tahun, kondisi ini memberikan harapan yang cukup baik terhadap dunia peternakan terbukti dengan banyaknya peternak yang berusia muda. Menurut Tarmidi (1992) cit. Sani et al. (2010), penduduk yang berumur 15 sampai 64 tahun masih dalam usia kerja produktif.

Umur produktif merupakan suatu

keuntungan karena pada usia tersebut masih mempunyai kemampuan yang besar dalam mengembangkan dan mengelola usahanya dengan baik sehingga diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan dan produktivitas kerjanya.

Pengalaman akan mempengaruhi kemampuan seorang peternak dalam mengelola peternakannya. Semakin banyak pengalaman peternak biasanya semakin besar pula kemampuannya dalam beternak (Kurnadi, 2002). Pengalaman beternak responden masih sedikit yaitu baru dibawah 5 tahun atau sekitar 3 sampai dengan 4 tahun. Peternak berpengalaman di bawah 5 tahun sesuai dengan kedatangan sapi perah pertama tahun 2008. Menurut Fitrianti (2003), faktor yang sangat berpengaruh dalam hal pengetahuan tata cara beternak sapi perah adalah pengalaman dan pendidikan peternak. Pengalaman yang banyak akan semakin baik bila ditunjang dengan pendidikan yang cukup. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa gambaran pendidikan peternak sapi perah sangat beragam. Sebagian responden hanya berpendidikan formal sampai tingkat Sekolah Dasar (30%), sekitar 30% responden berpendidikan sampai jenjang SLTP, sebanyak 30% responden lulusan SLTA, dan 10% lulusan Perguruan Tinggi.

Pekerjaan responden terbesar adalah sebagai petani yaitu sebanyak 21 orang (70%), Wiraswasta 7 orang (23,3%), dan PNS 2 orang (6,7%). Data tersebut menggambarkan bahwa beternak hanya sebagai pekerjaan sampingan. Tingginya persentase jumlah responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani memberikan gambaran bahwa sektor peternakan dan pertanian tidak dapat dipisahkan dimana keduanya akan bekerja saling terkait.

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Proses reproduksi sangat penting bagi usaha peternakan sapi perah, mengingat tanpa adanya reproduksi mustahil produktivitas dapat diharapkan mencapai hasil yang maksimal. Menurut Pramono et al. (2008), berbagai aspek yang menjadi hal penting diperhatikan dari segi reproduksi antara lain adalah service per conception (S/C), concepton rate (CR), post partum

(4)

24 Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 2013 Tabel 1. Karakteristik responden peternak sapi perah di Kecamatan Pudak Kabupaten

Ponorogo

Karakteristik Jumlah (Orang) Persentase (%)

a. Umur peternak 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50-60 tahun 2 13 9 6 6,7 43,3 30 20 b. Pengalaman Beternak <5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun >15 tahun 30 0 0 0 100 0 0 0 c. Pendidikan Formal SD SMP SMA Perguruan Tinggi 9 9 9 3 30 30 30 10 d. Pekerjaan Pokok Peternak

Petani Wiraswasta PNS 21 7 2 70 23,3 6,7 Sumber : Data Primer diolah, 2012.

Tabel 2. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian holstein di Kecamatan Pudak

Variabel Hasil

Service per Conception 2,1 ± 1,38 kali

Conception Rate 33%

Post Partum Estrus 50,68 ± 24,02 hari

Post Partum Mating 63,77 ± 25,61 hari

Calving Interval 12,36 ± 1,22 bulan

Sumber : Data Primer diolah, 2012.

mating dan calving interval (CI). Kinerja reproduksi sapi perah tertera pada Tabel 2.

Service per Conception (S/C) adalah angka yang menunjukkan jumlah inseminasi untuk menghasilkan kebuntingan dari sejumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh ternak betina sampai terjadi kebuntingan (Toelihere, 1993). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rataan S/C sapi perah di Kecamatan Pudak adalah 2,1 ± 1,38 masuk dalam service per conception sebanyak 2 kali. Nilai S/C ini menunjukkan tingkat kesuburan dari hewan betina. Semakin rendah nilai tersebut maka semakin tinggi kesuburan dari sapi-sapi betina yang di IB dan sebaliknya, semakin tinggi nilai S/C maka semakin rendah tingkat kesuburan sapi betina dalam kelompok tersebut.

Beberapa penelitian lain mengenai pencapaian rata-rata angka S/C untuk sapi perah sebesar 2,75 kali (Saptono, 2011); 2,55 kali (Octaviani, 2010); 2,27 kali (Leksanawati, 2010). Bila dibandingkan dengan hasil S/C peneliti sebelumnya hasil S/C sapi perah di Pudak sudah cukup baik walaupun masih sedikit dibawah optimal yakni berkisar antara 1,6 sampai 2,0 kali (Toelihere, 1993).

Tingkat kesuburan sapi betina ini dipengaruhi oleh faktor internal dari hewannya, termasuk kesehatan reproduksi hewan dan manajemen pemeliharaan (Fitrianti, 2008). Selain kondisi ternak (kesuburan betina), faktor lain yang juga

mempengaruhi nilai S/C adalah

(5)

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein … (Fanani et al.) 25 kegiatan inseminasi, yaitu mengenai teknik

inseminasi (Oktaviani, 2010). Soeharsono et al. (2010) menambahkan, faktor lain yang tidak kalah penting dan berpengaruh terhadap nilai S/C adalah pengetahuan dan keterampilan peternak dalam deteksi birahi. Deteksi birahi yang tepat dan pengetahuan peternak tentang waktu optimum untuk inseminasi disertai pelaporan pada waktu yang tepat akan sangat membantu dalam keberhasilan kegiatan IB. Menurut Pramono et al. (2008), service per conception dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketepatan mendeteksi birahi, kondisi ternak sendiri serta keterampilan dan ketepatan inseminator dalam menginseminasi sapi perah.

Conception rate menunjukkan angka persentase ternak yang bunting pada perkawinan pertama yang didiagnosa per rectal (Jalius, 2011). Berdasarkan hasil yang didapat diketahui bahwa nilai CR adalah 33%. Nilai tersebut masih belum optimal berdasarkan beberapa literatur dan masih bisa untuk ditingkatkan. Menurut Toelihere (1993), CR yang baik mencapai 60-70%, sedangkan yang dapat dimaklumi untuk

ukuran Indonesia dengan

mempertimbangkan kondisi alam,

manajemen dan distribusi ternak yang menyebar sudah dianggap baik jika nilai CR mencapai 45-50%.

Nilai CR ditentukan oleh kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi (Susilawati, 2005). Kesuburan pejantan salah satunya merupakan tanggung jawab Balai Inseminasi Buatan (BIB) yang memproduksi semen beku disamping manajemen penyimpanan di tingkat inseminator. Kesuburan betina merupakan tanggung jawab peternak dibantu oleh dokter hewan yang bertugas memonitor kesehatan sapi induk. Sementara itu, pelaksanaan IB merupakan tanggung jawab inseminator (Kurnadi, 2002).

Post partum mating adalah jangka waktu yang menunjukkan perkawinan atau inseminasi buatan pertama kali setelah induk melahirkan (Oktaviani, 2010). Kawin pertama setelah melahirkan atau disebut post

partum mating pada sapi perah rata-rata 63,77 ± 25,61 hari. Tetapi sebagian besar sapi perah kembali IB setelah partus umumnya langsung ketika birahi pertama sekitar kurang dari 60 hari. Hal ini kurang baik karena menurut Salisbury dan Vandemark (1985), sapi betina sebaiknya dikawinkan 60-80 hari setelah beranak karena diperlukan waktu minimal 50-60 hari untuk mencapai involusi uteri yang sempurna pada sapi. Dengan demikian pengetahuan peternak mengenai keadaan sapi setelah partus masih kurang baik, atau ada faktor terlalu tergesa-gesa mengawinkan sapi mereka kembali.

Panjang pendeknya post partum mating secara mendasar dipengaruhi oleh

dua pertimbangan utama, yaitu

pertimbangan fisiologis dan ekonomi (Noor, 2011). Secara fisiologi post partum mating memberi kesempatan berlangsungnya involusi uterus atau pemulihan kondisi organ reproduksi induk setelah melahirkan sampai induk siap kembali untuk proses reproduksi selanjutnya. Pertimbangan ekonomis dilakukan berdasarkan pengaruh post partum mating terhadap tingkat konsepsi, kebuntingan, efisiensi tenaga kerja dan produktivitas susu induk.

Calving interval adalah jangka waktu yang dihitung dari tanggal seekor sapi perah beranak sampai beranak berikutnya atau jarak antara dua kelahiran yang berurutan (Leksanawati, 2010). Calving interval merupakan salah satu penilaian terhadap baik buruknya kinerja reproduksi. Rerata calving interval yaitu sebesar 12,36 ± 1,22 bulan. Faktor yang mempengaruhi lama jarak beranak adalah post partum estrus, post partum mating, dan S/C (Winarti dan Supriyadi, 2010). Semakin lama post partum estrus dan post partum mating maka jarak beranak akan semakin lama, serta semakin tinggi nilai S/C maka jarak beranak akan semakin lama pula. Beberapa penelitian mengenai rerata pencapaian calving interval yaitu sebesar 13 bulan (Leksanawati, 2010); 12,63 bulan (Octaviani, 2010). Menurut Hardjopranjoto (1995) efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik apabila jarak antar

(6)

26 Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1) 2013 kelahiran tidak melebihi 12 bulan atau 365

hari. Nilai yang didapatkan menunjukkan bahwa calving interval yang ada di tingkat peternak Kecamatan Pudak sudah cukup baik, serta dapat menunjukkan bahwa peternak mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam melakukan deteksi estrus.

SIMPULAN

Kinerja reproduksi sapi perah peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo menunjukkan efisiensi reproduksi yang sudah cukup baik walaupun belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari nilai service per conception 2,1 kali, conception rate 33%, post partum mating 63,77 hari dan calving interval 12,36 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2011. Ponorogo Dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo, Ponorogo.

Fitrianti, A. T. 2003. Penampilan Reproduksi Sapi Perah di Peternakan Sapi Perah Rakyat Wilayah Kerja KUD Mojosongo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hardjopranjoto. 1995. Ilmu Kemajiran Ternak. Airlangga University Press, Surabaya. Jalius. 2011. Hubungan Mortalitas Progresif dan

Keutuhan Membran Sperma dalam Semen Beku Sapi Bali dengan Keberhasilan Inseminasi. Agrinak. 1(1) : 43-47.

Kurnadi, A. 2002. Kinerja Reproduksi dan Keberhasilan Inseminasi Buatan di KUD Mandiri Bayongbong, Garut. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leksanawati, A. Y. 2010. Penampilan

Reproduksi Induk Sapi Perah Peranakan Friesien Holstein di Kelompok Ternak KUD Mojosongo Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Lubis, N. 2009. Evaluasi Tingkat Keberhasilan

Inseminasi Buatan Sapi Perah FH di

Kelompok Tani Permata Ibu Padang Panjang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Noor, A. E. O. 2011. Manajemen Reproduksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Enrekang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasannudin. Makassar.

Oktaviani, T. T. 2010. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) Di Kecamatan Musuk Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Pramono, A., Kustono dan H. Hartadi. 2008. Calving Interval Sapi Perah di Daerah Istimewa Yogyakarta Ditinjau Dari Kinerja Reproduksi. Buletin Peternakan. 32(1) : 38-50.

Salisbury, G.W. dan N. L. Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi (Diterjemahkan oleh R. Djanuar). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sani, L. O. A., K. A. Santosa dan N. Ngadiyono. 2010. Curahan Kerja Keluarga Transmigran dan Lokal pada Pemeliharaan Sapi Potong di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Buletin Peternakan. 34(3) : 194-201.

Saptono, H. S. 2011. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Sardjito, T., A. Hertiwirani dan Sarmanu. 2008. Keberhasilan Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Beku yang Dibawa dengan Es. Jurnal Veterinaria Medika. 1(3) : 137-142.

Singarimbun, M. dan S. Effendi, 1995. Metode Penelitian Survai. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.

Soeharsono, R.A. Saptati dan K. Diwyanto. 2010. Kinerja Reproduksi Sapi Potong Lokal dan Sapi Persilangan Hasil Inseminasi Buatan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. pp. 89-99.

Susilawati, T. 2005. Tingkat Keberhasilan Kebuntingan dan Ketepatan Jenis

(7)

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein … (Fanani et al.) 27 Kelamin Hasil Inseminasi Buatan

Menggunakan Semen Beku Sexing pada Sapi Peranakan Ongole. Animal Production. 7 : 161-167.

Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

Winarti, E. dan Supriyadi. 2010. Penampilan Reproduksi Ternak Sapi Potong Betina di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. pp. 64-67.

Gambar

Tabel 2. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian holstein di Kecamatan Pudak

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan anggaran, aparat pemerintah daerah yang terlibat secara langsung dalam proses implementasi penyusunan dan pengelolaan keuangan daerah yang tertuang

Fasihtas pendukung yang dimaksud disini adalah peraiatan yang mendukung berlangsungnya aktivitas pekerjaan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan peraiatan meliputi kapasitas

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari (1) mesin pendingin yang membuang panas melalui kondensor ke lingkungan, tanpa pemanfaatan panas buang dan

Kita hendaknya juga mulai belajar untuk menerapkan nilai-nilai dalam agama yang telah kita pelajari dan terima, kita juga hendaknya lebih peduli terhadap sesama kita dan juga

Terhadap Motivasi Belajar Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X di. SMA

Hal ini dapat di maklumi mengingat pelabuhan Bima selain sebagai jembatan penghubung antara wilayah Barat Nusantara (Malaka, Jawa), wilayah Utara (Kalimantan,.. Makassar)

Triac akan tersambung (on) ketika berada di quadran I yaitu saat arus positif kecil melewati terminal gate ke MT1,dan polaritas MT2 lebih tinggi dari MT1, saat triac terhubung

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi dengan judul