• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sementara dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari sellan. Counselling, 2001 dalam Pieter, 2012, hal. 237).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sementara dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari sellan. Counselling, 2001 dalam Pieter, 2012, hal. 237)."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konseling

1. Pengertian Konseling

Konseling berasal dari bahasa latin, yaitu consilium yang berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Sementara dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari sellan yang berarti menyerahkan atau menyampaikan (Prayitno dan Amti, 2004, hal. 99). Kata konseling mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungannya mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis pribadi, psikoterapi, atau pemecahan masalah (British Association of Counselling, 2001 dalam Pieter, 2012, hal. 237).

Pieter (2012, hal. 237) menyimpulkan dari beberapa pendapat pakar bahwa konseling dalam kebidanan merupakan proses pemberian informasi yang lebih objektif dan lengkap yang dilakukan secara sistematik berdasarkan panduan keterampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan, penguasaan pengetahuan klinik, yang bertujuan membantu klien mengenali kondisinya, masalah yang dihadapi klien dan membantunya untuk menentukan solusi dan jalan keluar dalam upaya mengatasi masalah-masalahnya.

2. Macam-Macam Konseling

a. Layanan konseling perorangan

Menurut Prayitno dan Amti (2004, hal.288) pada bagian ini konseling dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan

(2)

langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri.

b. Layanan konseling kelompok

Prayitno dan Amti (2004, hal.311) mengutarakan layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan di dalam suasana kelompok. Keunggulan konseling kelompok ialah dinamika interaksi sosial yang dapat berkembang dengan intensif dalam suasana kelompok yang justru tidak dapat dijumpai dalam konseling perorangan.

Prayitno dan Amti (2004, hal.314) menambahkan ciri-ciri konseling kelompok, yaitu:

1) Jumlah anggota: Terbatas 5-10 orang.

2) Kondisi dan karakteristik anggota: hendaknya homogen; dapat pula heterogen terbatas.

3) Tujuan yang ingin dicapai: a) Pemecahan masalah; b) Pengembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial.

4) Pemimpin kelompok: konselor.

5) Peranan anggota: a) Berpartisipasi dalam dinamika interaksi sosial; b) Menyumbang pengentasan masalah; c) Menyerap bahan untuk pemecahan masalah.

6) Suasana interaksi: a) Interaksi multiarah; b) Mendalam dengan melibatkan aspek emosional.

(3)

8) Frekuensi kegiatan: kegiatan berkembang sesuai dengan tingakat kemajuan pemecahan masalah. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tingkat kemajuan pemecahan masalah.

3. Proses Konseling

Egan (1994) dalam McLEOD (2008, hal.366) mengutarakan proses konseling melalui pendekatan “Manajemen Problem” yang disusun dalam tiga tahap utama: membantu klien mengenali dan menjernihkan situasi masalah; mengembangkan program untuk perubahan yang konstruktif; mengimplementasikan target.

Winkel dan Hastuti (2006, hal. 607-613) menambahkan terdapat lima fase proses konseling dalam kelompok yang meliputi:

a. Pembukaan, dimana diletakkan dasar bagi pengembangan hubungan antarpribadi (working relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah pada penyelesaian masalah.

b. Penjelasan masalah, dimana masing-masing konseli mengutarakan masalah yang dihadapi berkaitan dengan masalah diskusi, sambil mengungkapkan fikiran dan perasaaannya secara bebas.

c. Penggalian latar belakang masalah, dimana karena para konseli pada fase dua biasanya belum menyajikan gambaran lengkap mengenai kedudukan masalah dalam keseluruhan situasi hidup masing-masing, diperlukan penjelasan lebih mendetail dan mendalam.

d. Penyelesaian masalah, diakukan berdasarkan apa yang telah digali dalam fase analisis kasus, konselor dan para konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi.

(4)

e. Penutup, bilamana kelompok sudah siap untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan bersama. Proses konseling dapat diakhiri dan kelompok dapat dibubarkan pada pertemuan terakhir.

4. Tujuan Konseling

Menurut McLEOD (2008, hal.13-14) tujuan dari kegiatan konseling, yaitu:

a. Pemahaman. Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan.

b. Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan orang lain. c. Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang

selama ini ditahan atau di tolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.

d. Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri sendiri yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan penolakan.

e. Aktualisasi diri atau individu. Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.

f. Pencerahan. Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spritual yang tinggi.

(5)

g. Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak bisa dipecahkan oleh klien seorang diri. Menuntut kompetensi umum dalam pemecahan masalah.

h. Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan mengontrol tingkah laku.

i. Memiliki ketrampilan sosial. Mempelajari dan menguasai ketrampilan sosial dan interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif, atau pengendalian kemarahan.

j. Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri.

k. Perubahan tingkah laku. Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptif atau merusak.

l. Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial

m. Penguatan. Berkenaan dengan ketrampilan, kesadaran, dan pengetahuanan yang akan membuat klien mampu mengontrol kehidupannya.

n. Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap prilaku yang merusak.

o. Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk perduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan, dan mengkontribusikan kebaikan bersama (collective good) melalui kesepakan politik dan kerja komunitas.

(6)

5. Fungsi Konseling

Pendapat beberapa ahli dalam Pieter (2012, hal.246) menyimpulkan fungsi konseling, antara lain: a) fungsi pencegahan, yakni upaya mencegah timbulnya lagi masalah-masalah klien; b) fungsi penyesuaian, yakni upaya untuk membantu klien sebagai akibat perubahan biologis dan psikologis atau social klien; c) fungsi perbaikan, yakni upaya melakukan perbaikan terhadap penyimpangan perilaku klien; d) fungsi pengembangan, yakni meningkatkan pengetahuan klien.

6. Hasil Konseling

Menurut McLEOD (2008, hal.17-18) hasil konseling dapat dikategorikan sebagai berikut:

b. Resolusi terhadap sumber dalam hidup, dimana resolusi mencakup pencapaian pemahaman atau perspektif terhadap masalah-masalah, usaha pencapaian penerimaan pribadi terhadap permasalahan dan usaha-usaha pengambilan tindakan untuk mengubah situasi yang dianggap sebagai sumber-sumber permasalahannya.

c. Belajar, dimana setelah mengikuti konseling memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pemahaman, keterampilan, dan strategi baru yang membuat diri klien bisa menangani masalah serupa dengan lebih baik dimasa yang akan datang.

d. Inklusi sosial, dimana kegiatan konseling dianggap sebagai stimulasi energi dan kapasitas personal bagi klien yang diterima melalui konselor. Hasil konseling dianggap berguna apabila klien memperoleh konstribusi pribadi dan kepentingan sosial.

(7)

B. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Menurut David A. Tomb (1993) dalam Riyadi dan Purwanto (2009, hal.43) ansietas (kecemasan) adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis. Dalam pendekatan psikoanalitik kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu yang fungsinya memperingatkan adanya ancaman bahaya (Corey, 2010, hal.17), sementara dalam pendekatan eksistensial-humanistik kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia (Corey, 2010, hal. 76).

Berdasarkan pendapat para pakar tersebut dapat disimpulkan kecemasan merupakan karakteristik manusia yang berbentuk ketegangan terhadap sesuatu yang mengancam yang disertai perubahan fisiologis.

2. Penyebab Kecemasan

Menurut Suliswati et al. (2005, hal.109) kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Riyadi dan Purwanto (2009, hal.45-46) mengutarakan penyebab ansietas (kecemasan) yang dikembangkan dari berbagai teori meliputi:

a. Menurut teori psikoanalitik ansietas merupakan konflik emosional yang terjadi antara id (mewakili dorongan insting dan impuls primitive individu) dan superego (mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya individu), yang berfungsi memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.

(8)

b. Menurut pandangan interpersonal yang dikemukakan oleh Sullivan, ansietas timbul dari perasaan takut dari tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal

c. Menurut pandangan perilaku ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

d. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal biasanya terjadi dalam suatu keluarga.

e. Kajian biologis, dimana telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Adler dan Rodman dalam Ghufron dan Rini (2010, hal.145-146) dalam Novitasari (2013, hal.24-25) menyatakan terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya kecemasan, yaitu:

a. Pengalaman negatif masa lalu

Pengalaman ini merupakan hal yang tidak menyenangkan pada masa lalu mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada masa mendatang, apabila individu tersebut menghadapi situasi atau kejadian yang sama dan juga tidak menyenangkan, hal tersebut merupakan pengalaman umum yang menimbulkan kecemasan.

b. Pikiran yang tidak rasional

Para psikolog memperdebatkan bahwa kecemasan terjadi bukan karena suatu kejadian, melainkan kepercayaan atau keyakinan tentang kejadian itulah yang menjadi penyebab kecemasan.

(9)

4. Tingkat Kecemasan

Menurut Peplau dalam Suliswati et al., (2009, hal.44) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu: a) Kecemasan ringan dihubungkan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari; b) Kecemasan sedang dimana individu terfokus hanya pada fikiran yang menjadi perhatiannya; c) Kecemasan berat dimana lapangan persepsi individu sangat sempit dengan pusat perhatiannya pada detail yang sangat spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal-hal lainnya; d) Panik dimana individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang.

5. Gejala Kecemasan

Menurut Hawari (2004, hal.66) keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan, antara lain: a) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah tersinggung; b) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut; Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang; c) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan; d) Gangguan konsentrasi dan daya ingat; e) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan perkemihan, sakit kepala, dan lain sebagainya.

C. Kehamilan

1. Pengertian Kehamilan

Primigravida adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya. Prawirohardjo (2007, hal.55) menyebutkan untuk tiap kehamilan harus ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi hasil konsepsi.

(10)

Prawirohardjo (2007, hal.125) melanjutkan lamanya kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur.

Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi dalam tiga bagian: 1) Kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu); 2) Kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu); 3) Kehamilan triwulan ketiga (antara 28 sampai 40 minggu) (Prawirohardjo, 2007, hal.125). Bobak et al. (2005, hal.106) mengutarakan beberapa perubahan fisiologis yang timbul selama masa hamil dikenal sebagai tanda kehamilan. Ada tiga kategori, presumsi yaitu perubahan yang dirasakan wanita (misalnya amenorea, keletihan, perubahan payudara); kemungkinan, yaitu perubahan yang diobservasi oleh pemeriksa (misalnya tanda hegar, ballottement, tes kehamilan); pasti (misalnya, ultrasonografi, bunyi denyut jaunting janin). 2. Perubahan Psikologis Dalam Kehamilan

Menurut Susanti (2008, hal.24-25) perubahan psikologis dalam kehamilan meliputi:

a. Pada trimester pertama, kenyataan hamil yang dialami ibu meliputi amenorea (tidak haid), uji kehamilan dinyatakan positif, fikiran terpusat pada dirinya, janin adalah bagian dari dirinya, dan janin seolah-olah tidak nyata (Lumley, 1982).

b. Pada trimester kedua, ibu relatif tenang. Morning sickness dan ancaman abortus spontan sudah lewat. Ibu akan menghadapi kenyataan bahwa ada janin yang berada di dalam kandungannya. Hal itu dirasakan melalui janin

(11)

dan perutnya bertambah besar. Hubungan ibu dan anak mulai timbul. Ibu mulai berfantasi tentang bayinya.

c. Pada trimester ketiga terdapat kombinasi perasaan bangga dan cemas tentang apa yang akan terjadi pada saat melahirkan. Pada saat ini ibu akan mengalami:1) Merasa diri diistemewakan dilingkungan umum; 2) Proses kedekatan dengan janinnya berlanjut; 3) Mempersiapkan diri menjadi orang tua/ibu; 4) Spekulasi mengenai jenis kelamin anak dan nama anak; 5) Keluarga berinteraksi dengan menempelkan telinga ke perut ibu, berbicara dengan janinnya.

Pada akhir trimester ketiga ketidaknyamanan fisik meningkat dan ibu memerlukan istirahat. Ibu merasa lebih cemas terhadap kesehatan dan keselamatan melahirkan. Untuk itu, perlu dianjurkan untuk menyiapkan kelahiran dan menyesuaikan diri terhadap kontraksi rahim. Ibu akan menjadi lebih sensitif dan memerlukan perhatian dan dukungan dari suami atau keluarganya.

D. Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Partus (persalinan) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam kurang waktu 24 jam (Prawirohardjo, 2007, hal.180).

(12)

2. Permulaan Persalinan

Menurut Prawirohardjo (2007, hal.181) faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Llewellyn dan Jones (2001, hal.68) menambahkan permulaan persalinan sulit ditentukan waktunya dengan tepat dan mungkin didahului oleh beberapa tanda: (1) nyeri persalinan semu menjadi terkoordinasi dan teratur, atau kontraksi uterus yang menyakitkan mengingatkan pasien bahwa persalinan telah dimulai; (2) keluar discharge mucus bercampur sedikit darah.

3. Lama Persalinan

Lama persalinan tidak mudah ditentukan secara tepat karena permulaan persalinan sering tidak jelas dan bersifat subyektif. Dalam studi terhadap wanita, yang persalinannya mulai secara spontan, terdapat variasi yang luas untuk lama persalinan (Jones, 2002, hal.68).

Kilpatrick dan Laros (1989) dalam Cunningham et al. (2012, hal.407) menyimpulkan bahwa durasi rata-rata persalinan kala satu dan dua sekitar 18,5 jam pada perempuan primigravida. Sementara dalam Jones (2002, hal.68) sembilan puluh persen wanita primigravida diharapkan melahirkan dalam waktu 16 jam.

4. Proses Persalinan

Proses persalinan dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala II disebut kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Dalam Kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam, dalam

(13)

kala itu diamati apakah ada terjadi perdarahan atau tidak (Prawirihardjo, 2007, hal.181).

5. Distosia persalinan

Menurut Bobak et al. (2005, hal. 784) distosia persalinan didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang timbul akibat berbagai konsisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan. Setiap keadaan dapat menyebabkan distosia: a) Persalinan disfungsional akibat konstraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya mengedan ibu; b) Perubahan struktur pelvis; c) Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau posisi, bayi besar, dan jumlah bayi; d) Posisi ibu selama persalinan dan melahirka; e) Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, persiapan, budaya dan warisannya, serta sistem pendukung.

Intervensi yang dapat dilakukan pada persalinan dengan distosia meliputi versi sefalik luar (external cephalic version), partus percobaan (trial of labor), induksi/augmentasi dengan oksitosin, amniotomi, dan prosedur operatif, seperti upaya melahirkan dengan bantuan forcep, ekstraksi vakum, dan kelahiran sesaria (Bobak et al., 2005, hal.794).

6. Persiapan Menghadapi Persalinan

Patterson et al. (1990) dalam Bobak et al. (2005, hal.130) mengemukakan banyak wanita, khususnya wanita nullipara secara aktif mempersiapkan diri untuk menghadapi persalinan. Mereka membaca buku, menghadiri kelas untuk orang tua, dan berkomunikasi dengan wanita lain (ibu, saudara perempuan, teman, orang yang tidak dikenal). Mereka akan

(14)

mencari orang terbaik untuk memberi mereka nasehat, arahan, dan perawatan.

Multipara telah mempunyai riwayat melahirkan yang dapat mempengaruhi persiapan persalinannya. Cemas dapat timbul karena perhatian tentang jalan lahir yang aman selama proses melahirkan dan anaknya (Mercer, 1955; Rubin, 1975). Laderman (1984) menambahkan rasa cemas tersebut kadang-kadang tidak diutarakan, tetapi bidan harus tahu isyarat/tanda tersebut. Banyak wanita takut terhadap nyeri melahirkan atau pengguntingan perineum karena mereka tidak mengerti anatomi dan proses melahirkan. Ibu perlu diberi pendidikan tentang perilaku yang benar selama melahirkan. Persiapan yang terbaik untuk melahirkan adalah menyadari kenyataan secara sehat tentang nyeri, menyeimbangkan resiko dengan rasa senang dan keinginan akan hadiah akhir berupa bayi (Susanti, 2008, hal.38).

Nyeri pada persalinan berbeda-beda pada satu wanita ke wanita yang lain. Banyak faktor predisposisi yang dapat mengurangi atau meningkatkan derajat nyeri persalinan yang dirasakan seorang wanita, termasuk pengalaman terdahulu, pengetahuan mengenai pelahiran, latar belakang budaya, kesehatan umum, pandangan tentang dirinya sendiri sebagai seseorang yang dapat atau tidak menghadapi nyeri (Simkin et al., 2008, hal.150).

Dick-Read (1993) memperkenalkan salah satunya metode edukasi (pendidikan kelahiran anak) untuk memutuskan siklus nyeri (Simkin et al., 2008, hal.148). Melzack dan Wall (1991) dan Sloane (1993) mengutarakan pendekatan pada kelahiran anak memfokuskan pada empat area, salah satunya pemberian informasi untuk mengurangi kecemasan (Mander, 2004, hal.160). Penelitian Trenam (1994) dalam Mander (2004, hal.103)

(15)

menyimpukan fokus pendidikan kelahiran anak adalah cenderung mengenai bagaimana menghadapi atau mengontrol atau meredakan nyeri.

E. Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan

Mendekati minggu terakhir menjelang kelahiran, pada umumnya ibu hamil mengalami kegelisahan dan ketidaknyamanan sehingga kondisi memengaruhi kualitas mental ibu. Kondisi-kondisi psikologis yang sering menyertai ibu menjelang kelahiran bayi ialah adanya perasaan takut (Janiwarty & Pieter, 2013, hal.263). Kecemasan dan ketakutan sering menyertai nyeri (Maryunani, 2010, hal.28).

Secara individual, kecemasan menganggu. Menurut Reading (1983) dalam Susanti (2008, hal.21) faktor yang dapat mengurangi efek dari kecemasan salah satunya melalui pengobatan kecemasan. Penjelasan tersebut didukung penelitian secara umum yang dilakukan Ridgeway dan Matthews (1981) dan Wallace (1984) memperlihatkan bahwa intervensi pada kecemasan mempunyai efek yang menguntungkan, yaitu salah satunya melalui persiapan untuk menghadapi kecemasan meliputi antisipasi, pendidikan, pengetahuan dan strategi.

Ibu hamil sebaiknya mendapatkan penjelasan tentang proses persalinan, sehingga ibu merasa yakin ia mampu melewati persalinannya. Nyeri persalinan dapat mempengaruhi kontraksi uterus melalui sekresi kadar katekolamin dan kortisol yang meningkat dan akibatnya mempengaruhi durasi persalinan. Nyeri juga dapat menyebabkan aktifitas uterus yang tidak terkoordinasi yang mengakibatkan persalinan lama (Mander, 2004). Rasa nyeri selama persalinan meningkat jika ibu gelisah, takut dan cemas serta pengetahuan yang kurang

(16)

tentang persalinan, sehingga akan berdampak pada lamanya persalinan, yang pada akhirnya persalinan harus diakhiri dengan tindakan (Jones, 2002). Untuk menghindari hal tersebut, seharusnya dilakukan konseling bagi setiap ibu, tentang bagaimana menghadapi proses persalinan (Mei dan Huang, 2006).

F. Kerangka Teori

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut:

Skema 2.1 Kerangka Teori

(Modifikasi Ghufron dan Rini (2010) dalam Novitasari (2013), Susanti (2008), Mander (2004) dan Mei & Huang (2006))

Primigravida Kecemasan Penyebab kecemasan: 1. Ancaman integritas biologi 2. Ancaman keselamatan diri Proses persalinan Nyeri persalinan Konseling

Referensi

Dokumen terkait

Negara yang indah ini yang memiliki koleksi tujuan pantai barat yang menakjubkan adalah tempat lain untuk dikunjungi untuk liburan penuh yoga. Di Tamil Nadu, salah satu pusat

Pandangan filosofis tentang hakikat sekolah itu sendiri dan hakikat masyarakat, dan bagaimana hubungan antara keduanya. a) Sekolah adalah bagian yang integral

Meningkatkan sikap positif dari para petugas kesehatan dalam menangani ibu-ibu melahirkan ataupun pasien yang datang yang memerlukan tindakan yang terkait dengan

Berita yang terkait dengan garis atau area ditampilkan dalam bentuk chartlet untuk membantu pelaut mengetahui posisi suatu objek, Contoh : Peletakan kabel laut

Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam keadaan flexi dalam keadaan tertentu

52 Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor, 26273163 Belanja Modal Peralatan dan Mesin-Pengadaan Komputer APBDP Karo (Kab.).

Dalam gambaran frekuensi distribusi yang terlihat pada Gambar 1, jumlah cacing yang ditemukan pada domba persilangan ini tidak membentuk suatu distribusi yang normal,

-.) ondongkan kepala ke belakang, tarik kelopak ba+ah mata menggunakan ari telunuk sehingga kelopak mata membentuk  kantung.. .) egang botol tetes