DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i
HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA PENGUJI ... v
KATA PENGANTAR ... vi
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... ix
DAFTAR ISI ... x ABSTRAK ... xiii ABSTRACT ... xiv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 7
1.4 Tujuan Penelitian... 8
1.4.1. Tujuan umum ... 8
1.5 Manfaat Penelitian... 8 1.5.1. Manfaat teoritis ... 8 1.5.2. Manfaat praktis ... 9 1.6 Orisinalitas Penelitian ... 9 1.7 Landasan Teoritis ... 10 1.8 Metode Penelitian ... 17 1.8.1. Jenis penelitian ... 17 1.8.2. Jenis pendekatan ... 18 1.8.3. Bahan hukum ... 18
1.8.4. Teknik pengumpulan bahan hukum ... 19
1.8.5. Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum ... 20
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERLINDUNGAN HUKUM PRT, DAN UPAH 2.1 Perjanjian ... 21
2.1.1. Pengertian perjanjian ... 21
2.1.2. Unsur – unsur perjanjian ... 22
2.1.3. Syarat sahnya perjanjian ... 24
2.1.4. Jenis – jenis perjanjian ... 28
2.1.5. Bentuk – bentuk perjanjian ... 31
2.1.6. Berakhirnya perjanjian ... 32
2.2 Perlindungan Hukum PRT ... 38
2.2.1. Pengertian perlindungan hukum ... 38
2.2.3. Tempat perlindungan PRT ... 42
2.3 Upah ... 43
2.3.1. Pengertian upah ... 43
2.3.2. Sistem pengupahan ... 44
2.3.3. Jenis – jenis upah ... 46
BAB III KEDUDUKAN UPAH DILUAR KEWAJIBAN YANG TELAH DISEPAKATI BERDASARKAN PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN ANTARA MAJIKAN DENGAN PRT 3.1 Sifat Hubungan Kerja PRT Menurut Hukum Indonesia ... 49
3.2 Kedudukan Upah Diluar Kewajiban Yang Telah Disepakati Berdasarkan Perjanjian Dibawah Tangan Antara Majikan Dengan PRT ... 51
BAB IV PROSEDUR DALAM MEMPEROLEH HAK PRT DAN UPAH DILUAR KESEPAKATAN YANG DILAKUKAN OLEH MAJIKAN 4.1 Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian antara PRT dengan Majikan pada Umumnya ... 54
4.2 Tata Cara Memperoleh Hak PRT dengan Adanya Wanprestasi dari Majikan ... 56
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan... 61
DAFTAR PUSTAKA RINGKASAN SKRIPSI
PERLINDUNGAN UPAH PEKERJA RUMAH TANGGA YANG KEWAJIBANNYA MELEBIHI DARI ISI KETENTUAN PERJANJIAN
DIBAWAH TANGAN Oleh
Ni Kadek Candika Prawani ABSTRAK
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya penyimpangan terhadap isi atau ketentuan yang ada dalam sebuah perjanjian kerja antara majikan dengan PRT, yang akan menimbulkan suatu kerugian terhadap salah satu pihak, serta tidak adanya suatu peraturan khusus yang mengatur mengenai PRT. Hubungan hukum yang terjadi antara PRT dengan majikan sebagai suatu perikatan yang lahir dari perjanjian, sehingga jika tidak ada kejelasan bentuk hubungan hukum, maka rawan untuk terjadinya perselisihan antara PRT dengan majikan yang berada dalam satu atap. Permasalahan yang diangkat yakni mengenai kedudukan upah diluar kewajiban yang telah disepakati berdasarkan perjanjian dibawah tangan antara majikan dengan PRT dan tata cara memperoleh hak PRT atas upah diluar kesepakatan yang telah dilakukan oleh majikan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, dengan bahan hukum primer serta ditunjang dengan bahan hukum sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang – undangan dan pendekatan analisis konsep hukum.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hubungan antara PRT dengan majikan bukanlah merupakan hubungan kerja namun hubungan PRT dengan majikan merupakan sifat hubungan hukum perjanjian pada umumnya dengan kedudukan upah yang merupakan suatu prestasi tambahan yang harus diberikan oleh majikan karena kewajiban yang melebihi perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak yang apabila tidak dipenuhinya prestasi akan mengakibatkan adanya wanprestasi oleh majikan. hubungan PRT dengan majikan timbul karena adanya perjanjian antara PRT dengan majikan, yang umumnya perjanjian tersebut memuat hak dan kewajiban dari masing – masing pihak. Apabila pihak majikan tidak memenuhi kewajiban atau prestasinya maka pihak tersebut dianggap melakukan wanprestasi dan pihak yang dirugikan yaitu PRT dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri atas dasar wanprestasi yang dilakukan oleh majikannya.
Kata kunci : Perlindungan Upah, Pekerja Rumah Tangga, Perjanjian Dibawah Tangan
PROTECTION OF WAGES MAID OBTAINED OUT OF
THE CONTENTS OF THE HANDLING
AGREEMENT BELOW
ByNi Kadek Candika Prawani ABSTRACT
This paper is motivated by any deviations from the content or provisions contained in an employment agreement between the employer and the maid, which would result in a loss to either party, and the absence of a special regulation governing maid. The legal relationship that exists between maid and employers as an engagement that is born from the agreement, so that if there is no clear form of legal relationship, then prone to the occurrence of disputes between maid and employers who are in one roof. The issues raised are the determination of the wage position beyond the agreed obligations under the contractual agreement between the employer and the domestic worker and the procedure of obtaining the right of the domestic worker to the wage beyond the agreement made by the employer.
The research method used is normative legal research method, with primary law material and supported by secondary and tertiary law material. The approach used in this research is the legislation approach and the legal concept analysis approach.
The results obtained in this study is the relationship between domestic workers and employers is not a working relationship but the relationship of domestic workers with employers is the nature of the relationship of contractual law in general with the position of wages which is an additional achievement that must be given by the employer because the obligations that exceed the agreement agreed by both Sides which, if not fulfilled, will result in a default by the employer. The relationship of domestic workers with employers arises because of an agreement between domestic workers and employers, which generally contains the rights and obligations of each party. If the employer does not fulfill his obligations or achievements then the party is considered to have defaulted and the aggrieved party is that the domestic worker can file the lawsuit to the district court on the basis of the wanprestation committed by the employer.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.
Indonesia sebagai negara berdaulat telah mendeklarasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945, sebuah tonggak sejarah yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah lahir dan siap berdiri diatas kaki sendiri mengelola negara ini lepas dari penjajahan yang beradab-abad. Dengan demikian sejak Indonesia merdeka telah menyatakan sebagai negara yang berdasarkan atas hukum, hal tersebut dengan jelas disebutkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang secara fundamental merupakan norma hukum tertinggi bangsa Indonesia dinyatakan bahwa Republik Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan (machsstaat). Prinsip dasar ini dicantumkan dalam Batang Tubuh Perubahan UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.1
Konsep pertama mengenai keadilan pandangan bangsa Indonesia menyatakan bahwa konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memuat cita Negara Hukum Indonesia, memuat konsep keadilan yang berbeda dengan konsep keadilan yang berkembang di negara Eropa. Filosofis keadilan yang tersurat dalam pembukaan UUD 1945 adalah keadilan sosial yang berakar pada
1 Wiko Garuda, 2011, Pembangunan sistem Hukum Berkeadilan Memahami Hukum dari Kontruksi Sampai Implementasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. h. 5-7.
kolektivitas. Sedangkan konsep keadilan berdasarkan “rule of law” di negara Eropa, lebih berakar pada perlindungan individual.2
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.3 Ciri kolektivitas keadilan dalam nafas hukum bangsa ini dipayungi oleh hukum Negara, sebagai hukum utama dalam mengatur kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Fungsi negara dalam mengatur bentuk hukum negara memiliki unsur adanya kepastian, adanya perlindungan serta adanya rasa keadilan bagi seluruh manusia yang tinggal di wilayah Republik Indonesia. Soedikno Mertokusumo menyebutkan kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.4 Maka dari itu didalam setiap ketentuan hukum, berfungsi mencapai tata tertib antara hubungan manusia dengan kehidupan sosial, sehingga terwujudnya keadilan dalam kehidupan sosial(masyarakat).
Melihat kondisi masyarakat Indonesia saat ini, dapat dikatakan bahwa perekonomian Indonesia masih tergolong lambat, oleh karena itu Indonesia yang merupakan Negara berkembang memiliki banyak masyarakat yang siap menjadi tenaga kerja, hal ini tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia pada saat ini yang belum memenuhi kapasitas dalam menampung tenaga kerja
2 Ibid h.12.
3Ajielaw,2011 Kepastian Hukum & PerlindunganHuku, www.blogsport.com,diakses
Januari 2017
4 E. Fernando M.Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. h.44.
yang ada, sehingga meningkatnya pengangguran yang ada serta mengakibatkan banyaknya inovasi baru dalam hal usaha guna meningkatkan kebutuhan ekonominya.
Dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang menyatakan “Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dapat diuraikan menurut pasal tersebut menghendaki agar semua warga Negara Indonesia yang mampu bekerja agar memperoleh pekerjaan yang layak dan memiliki hak serta kewajiban yang dilindungi oleh hukum. Tenaga kerja adalah setiap orang guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat; pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain; sedangkan pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan – badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja yang membayarkan upah atau imbalan dalam bentuk lainnya. Berdasarkan definisi diatas pembantu rumah tangga dapat dipakai istilah pekerja rumah tangga, yaitu tenaga kerja yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan orang yang mempekerjakan adalah pemberi kerja yang sehari-hari juga dikenal dengan istilah majikan.
Sejalan dengan reformasi pada saat ini banyak yang mengupayakan segala hal dalam mendapatkan suatu pekerjaan, salah satunya dengan menjadi pekerja rumah tangga (selanjutnya disebut PRT). Pekerja rumah tangga/PRT berarti setiap orang yang terikat dalam pekerjaan rumah tangga dalam suatu hubungan
kerja.5 PRT merupakan sektor yang penting dan memegang peran yang strategis dalam mendukung perkembangan ekonomi yang ada di Indonesia. Semakin terbukanya lapangan pekerjaan, maka semakin dibutuhkannya orang dalam membantu pekerjaan – pekerjaan dalam rumah tangga seperti halnya memasak, memebersihkan rumah, menata prabotan rumah, mencuci atau menyetrika pakaian. Hubungan antara PRT ini dengan majikannya sendiri kurang memiliki pola yang tidak eksklusif seperti pekerja pada umumnya. Sikap dari PRT sendiri dengan majikan yang mengangap hubungan seperti keluarga, namun PRT ini sering dianggap murahan dan gengsi untuk disebut sebagai pembantu. Sebagian besar dari PRT tinggal bersama dengan majikan mereka, oleh karena itu hal ini dapat menguntungkan bagi PRT apabila semua keperluan hidupnya ditanggung oleh sang majikan, namun sangat merugikan bagi PRT apabila bekerja tanpa batas waktu karena PRT bersama sang majikan selama dua puluh empat jam dan terkadang upah pun tidak dibayarkan.
PRT terkadang mempunyai permasalahan karena hidup dan tinggal bersama majikan, karena PRT dianggap sebagai pekerjaan informal. Sementara undang – undang ketenagakerjaan nasional dan pemerintah hanya mengatur pekerja formal saja. Namun PRT yang termasuk kedalam tenaga kerja informal belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai PRT, yang mengakibatkan PRT tidak hanya mendapatkan gaji rendah, dan beban kerja yang berat, tapi sangat rentan terhadap pelecehan ditempat kerja
5 Anonim, 2011, Konvensi Tentang Pekerjaan Yang Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga
mereka karena tiada aturan yang jelas tentang PRT. Sebagai langkah penting dalam melindungi upah PRT, sejumlah Negara telah menetapkan persyaratan kerja tertulis atau pernyataan keterangan tertulis, meliputi jam kerja normal, pengupahan termasuk pembayaran dengan barang. Formalisasi hubungan kerja sedemikian rupa membantu dalam memperjelas kewajiban bagi majikan serta menginformasikan bagi pekerja mengenai hak-haknya berkenaan dengan upah dan dapat dijadikan bukti apabila terjadinya kasus perselisihan. Hubungan hukum yang terjadi antara PRT dengan majikan merupakan suatu ikatan yang lahir dari perjanjian.
Perjanjian kerja merupakan bentuk dari kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja. Dengan adanya perjanjian kerja diharapkan bagi pengusaha ataupun majikan dapat pemperlakukan tenaga kerja dengan tidak sewenang-wenang, sesuai dengan isi dari ketentuan perjanjian yang telah dibuat serta disetujui. Tujuan dari adanya suatu perjanjian kerja juga untuk menciptakan keadilan sosial dibidang ketenagakerjaan, karena dapat dipastikan pihak yang kuat pasti akan selalu menguasi pihak yang lemah (homo homini
lupus). Banyaknya penyimpangan terhadap isi atau ketentuan yang ada dalam
sebuah perjanjian kerja antara majikan dengan PRT diatas, akan menimbulkan suatu kerugian terhadap salah satu pihak, serta peraturan mengenai PRT juga belum terdapat di Indonesia. Di Indonesia hanya mempunyai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketenagakerjaan secara umum atau lebih tepatnya pada tenaga kerja formal saja. Hubungan hukum yang terjadi antara pekerja rumah tangga/PRT dengan majikan sebagai suatu perikatan yang
lahir dari perjanjian, sehingga jika tidak ada kejelasan bentuk hubungan hukum ketenagakerjaan antara pekerja rumah tangga/PRT dan tidak adanya peraturan yang jelas tentang pekerja rumah tangga/PRT, maka rawan untuk terjadinya perselisihan antara pekerja rumah tangga/PRT dengan majikan yang berada dalam satu atap.
Sejalan dengan hal tersebut diatas beberapa di dalam kehidupan sehari – hari tidak terlindunginya pekerja rumah tangga/PRT antara lain : pekerja rumah tangga/PRT seringkali dikecualikan dari cakupan upah minimum; upah seringkali digunakan sebagai alat pengendali dari majikan; pembayaran upah terkadang terlambat, bahkan sering tidak terbayarkan; kamar dan tempat tinggal serta makan biasanya dianggap sebagai suatu pembayaran; adanya perbedaan yang singnifikan antara standar kerja yang berlaku secara umum dengan pekerja rumah tangga/PRT; seringkali pekerja rumah tangga/PRT harus tunduk pada kententuan jam kerja yang bisa mengancam kesehatan sendiri, misalnya bersedia untuk bekerja dengan jam kerja panjang atau bahkan tanpa istirahat dan senantiasa harus melaksanakan tugas – tugas atas perintah majikan. Bahwa mengenai pengaturan tentang pekerja rumah tangga/PRT tidak ada, maka penelitian ini dianggap penelitian normatif karena adanya suatu aturan kosong atau norma kosong.
Dari pemaparan latar belakang tersebut diatas , maka diangkatlah judul penelitian mengenai: “Perlindungan Upah Pekerja Rumah Tangga Yang Kewajibannya Melebihi Dari Isi Ketentuan Perjanjian Dibawah Tangan ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan upah diluar kewajiban yang telah disepakati berdasarkan perjanjian dibawah tangan antara majikan dengan PRT? 2. Bagaimana tata cara memperoleh hak PRT atas upah diluar kesepakatan
yang telah dilakukan oleh majikan?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian, yang menggambarkan batas penelitian; mempersempit permasalahan, dan membatasi area penelitian. Lingkup penelitian juga menunjukkan secara pasti faktor-faktor mana yang akan diteliti, dan mana yang tidak, atau untuk menentukan apakah semua faktor yang berkaitan dengan penelitian akan diteliti ataukah akan dieliminasi sebagian.6
Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan, maka lingkup pembahasan meliputi:
1. Pembahasan mengenai kedudukan upah diluar kewajiban yang telah disepakati berdasarkan perjanjian dibawah tangan antara majikan dengan PRT
6 Bambang Sunggono, 2015, Metodologi Penelitian Hukum, Ed 1, Cet. 15, Rajawali Pers,
2. Pembahasan mengenai tata cara memperoleh suatu hak PRT atas upah diluar kesepakatan yang dilakukan oleeh majikan
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum
a. Untuk mengetahui kedudukan upah diluar kewajiban yang telah disepakati.
b. Untuk mengetahui tata cara memperoleh hak atas upah diluar kesepakatan
1.4.2 Tujuan khusus
a. Untuk memahami suatu kedudukan upah diluar kewajiban PRT yang telah disepakati.
b. Untuk memahami tata cara memperoleh suatu hak PRT atas upah diluar kesepakatan yang dilakukan oleh majikan.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan pemahaman bagi ilmu pengetahuan hukum pada umunya dan perkembangan hukum serta peraturan-peraturan yang terkait tentang nilai perlindungan terhadap upah dari PRT.
b) Selain itu, diharapkan pula digunakan sebagai referensi atau bahan tambahan baik bagi para mahasiswa fakultas hukum maupun bagi masyarakat luas mengenai kedudukn terhadap upah diluar kewajiban bagi PRT.
1.5.2 Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini daharapkan dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sejenis. Sehingga bagi praktisi dan para pihak yang berkempentingan agar dapat menerapakan ketentuan hukum dan regulasi peraturan yang bermanfaat bagi PRT serta masyarakat.
1.6 Orisinalitas Penelitian
Sejauh ini penelitian tentang “Perlindungan Upah Pekerja Rumah Tangga Yang Kewajibannya Melebihi Dari Isi Ketentuan Perjanjian Dibawah Tangan” belum pernah dilakukan. Hal ini diperoleh dengan observasi melalui internet dan beberapa perpustakaan seperti Ruang Koleksi Skripsi Perpustakaan Universitas Udayana. Secara spesifik tidak ada penelitian yang mengangkat mengenai perlindungan terhadap upah dari pekerja rumah tangga yang kewajibannya melebihi dari isi ketentuan perjanjian dibawah tangan.
Adapun penelitian yang terkait yang dapat digunakan sebagai pembanding dengan penelitian ini adalah:
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah 1. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Denis Raja Prima Tarigan dari Fakultas Hukum Universitas
Atmajaya Yogyakarta
1. Upaya – upaya yang dilakukan untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap PRT sebagai korban KDRT?
2. Upaya dan kendala perlindungan hukum terhadap PRT dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang PKDRT?
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan ini berbeda dengan skripsi diatas atau tidak ada persamaan dengan penelitian yang dilakukan penulis, baik dari segi judul maupun permasalahannya.
1.7 Landasan Teori
Sehubungan dengan permasalahan yang diajukan maka dipandang perlu membahas atau mengajukan telaah pustaka. Telaah pustaka tiada lain dimaksudkan agar dapat memberikan landasan-landasan teori terhadap permasalahan yang diajukan. Adapun telaah pustaka yang dapat diajukan disini sebagai berikut :
Perlindungan hukum, menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Perlindungan hukum menurut Philipus M.Hadjon dapat dibagi menjadi, yaitu :
1. Perlindungan hukum preventif, bahwa perlindungan ini bertujuan mencegah terjadinya sengketa.
2. Perlindung hukum represif, bahwa perlindungan hukum ini bertujuan menyelesaikan sengketa7 .
Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja atau buruh, perlindungannya dapat dilakukan dengan jalan memberikan tuntunan maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teksnis secara sosial maupun ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja tersebut. Menurut Iman Soepomo, perlindungan pekerja dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Perlindungan Ekonomis, yakni suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta kelurganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya.
7 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina
2. Perlindungan Sosial, yakni suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyaraktan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.
3. Perlindungan Teknis, yakni jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan.8
Selain itu terdapat pula teori penemuan hukum yang dapat diartikan sebagai pembentukan hukum oleh Hakim atau penegak hukum lainnya. Hakim tidak boleh menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumannya tidak lengkap atau tidak jelas. Hakim harus mencari dan menemukan hukumnya (rechtsviding)
Pengertian upah secara umum adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan. Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) menyatakan pengertian upah adalah “hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
8 Zainal Asikin (Imam Soepomo), 2012, Dasar – Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.
Ada beberapa teori yang perlu diperhatikan, yaitu teori yang dipergunakan sebagai dasar untuk menetapkan upah. Teori-teori tersebut diantaranya:
1. Teori upah normal
Menurut teori ini, upah ditetapkan dengan berpedoman kepada biaya – biaya yang diperlukan untuk mengongkosi segala keperluan hidup buruh/tenaga kerja.
2. Teori undang-undang upah besi
Menurut teori ini upah normal diatas hanya memenangkan majikan saja, sebab kalau teori itu yang dianut mudah saja majikan itu mengatakan cuma itu kemampuan tanpa berpikir bagaimana susahnya buruh itu. Oleh karena itu menurut teori ini, buruh harus berusaha menentangnya (menentang teori upah normal itu) agar ia dapat mencapai kesejahtraan hidup.
3. Teori dana upah
Menurut teori ini, hal yang dipersoalkan bukanlah seberapa besar upah yang diterima buruh, melainkan sampai seberapa jauhnya upah tersebut mampu mencukupi segala keperluan hidup buruh beserta keluarganya. Karenanya menurut teori ini dianjurkan, bahwa khusus untuk menunjang
keperluan bidup buruh yang besar tanggungannya disedikan dana khusus oleh majikan/Negara yang disebut dengan dana anak – anak9.
Dalam pasal 1 angka 1 UU Ketenagakerjaan menyebutkan pengertian dari “ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja”. Sedangkan dalam pasal 1 angka 2 UU ketenagakerjaan menjelaskan tentang definisi dari “tenaga kerja yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.
Secara umum tenaga kerja dibagi menjadi 2 yaitu tenaga kerja formal dan informal. Tenaga kerja formal adalah tenaga kerja yang diatur oleh undang – undang contohnya karyawan perusahaan. Sedangkan tenaga kerja informal adalah tenaga kerja yang tidak diatur oleh undang-undang contohnya pekerja rumah tangga (PRT). Definisi pekerja rumah tangga/PRT secara umum dapat diartikan sebagai orang yang bekerja dalam lingkup rumah tangga majikannya sedangkan menurut kementrian tenaga kerja yang dimaksud dengan pekerja rumah tangga/PRT adalah orang yang bekerja pada orang perseorangan dalam rumah tangga untuk melaksanakan pekerjaan kerumahtanggaan dengan menerima upah dan/atau imbalan dalam bentuk lain.
Dalam pasal 1313 KUH Perdata “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Perjanjian dengan demikian mengikat para pihak secara hukum,
9 Ibid. h. 88.
untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian itu. Dalam pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan mendefiniskan “perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemeberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”. Unsur – unsur dalam perjanjian kerja adalah sebagai berikut :
a. Adanya unsur pekerja
Suatu perjanjian kerja harus adanya suatu pekerjaan yang diperjanjikan atau objek perjanjian, pekerjaan tersebut harus dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizing dari majikan seorang pekerja dapat menyuruh orang lain.
b. Adanya unsur perintah
Perintah merupakan suatu manifestasi pekerjaan yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja, dimana pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
c. Adanya unsur upah
Upah memegang peranan yang penting dalam hubungan kerja maupun perjanjian kerja, bahwa dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga
apabila unsur dari upah ini tidak ada, maka suatu hubungan tersebut tidak merupakan suatu hubungan kerja.10
Teori akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subyek-subyek hukum yang bersangkutan. Misalnya, dalam mengadakan perjanjian kerja maka telah lahir suatu akibat hukum dari perjanjian kerja tersebut yakni ada subyek hukum yang mendapatkan hak untuk mendapatkan penghasilan atau upah, keselamatan, kesehatan kerja dan mempunyai kewajiban untuk bekerja, begitu pula sebaliknya untuk subyek hukum lainnya. Maka jelas dilihat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum menimbulkan adanya sutau akibat hukum.
Akibat hukum yaitu sah apabila dapat dibatalkan dan batal demi hukum. Dalam perjanjian yang dapat dikatan sah apabila memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
i. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
ii. Kecakapan utnutk membuat suatu kesepakatan;
iii. Suatu hal tertentu;
iv. Suatu sebab yang halal
Perjanjian dapat dibatalkan, apabila melanggar syarat subyektif sahnya perjanjian yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata. Sedangkan perjanjian
10 Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, PT. Raja Grafindo Persada,
yang batal demi hukum, apabila melanggar syarat obyektif sahnya perjanjian yaitu syarat yang ditentukan pada pasal 1320 ayat (3) dan (4) KUHPerdata.11
1.8 Medote Penelitan
Metode penelitian adalah suatu cara untuk mendapatkan kebenaran materiil terhadap penelitian itu yaitu dengan cara mengadakan penelitian dan pengumpulkan data untuk dapat menyusun suatu karangan ilmiah atau skripsi sehingga betul-betul akan terarah pada tujuannya dengan melalui cara tertentu dan teratur.
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap yang dianggap pantas.12
11
I Ketut Artadi dan I Dewa Rai Asmara Putra, 2010, Hukum Perjanjian Kedalam
Perancangan Kontrak, Udayana University press, Denpasar-bali, h.71.
12 Amirudin, dan Zainal Asikin, 2013, Pengantar Metoda Penelitian Hukum, Ed. 1,
Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan relevan terhadap asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.
1.8.2 Jenis pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (analytical dan conceptual approach). Pendekatan perundang – undangan (statute
approach), maksudnya adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah
peraturan perundang–undangan13 yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pendekatan perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan Undang-Undang yang lain.
1.8.3 Bahan hukum
Pada penelitian hukum normatif, sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder.
1. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif). Bahan hukum tersebut terdiri atas peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam suatu
13 Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h
peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim.14 Penelitian menggunakan bahan hukum primer dapat berupa asas-asas hukum, prinsip hukum, dan kaidah hukum yang bukanlah merupakan peraturan hukum berbentuk konkrit, selanjutnya bentuk hukum konkrit yang terwujud dalam peraturan perundang-undangan terkait, yakni sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);
2. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum penunjang, yang terdiri atas buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, kamus kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan hakim.15
1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum.
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini ditelusuri dengan teknik sistem kartu atau card system. Teknik ini dimulai dengan mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, baik itu dengan menganalisa buku-buku hukum, tulisan hukum di internet, makalah jurnal, jurnal hukum, dan semua bahan hukum yang relevan dengan objek penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan mencatat poin-poin pokok pikiran dari bahan-bahan tersebut dalam
14H. Zainudin Ali, 2010, Metode penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 47.
kartu yang telah dibuat sedemikan rupa dan diklasifikasikan berdasar pada pembahasan masing-masing, sehinga memudahkan proses pengerjaan penelitian. 1.8.5 Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum
Dalam penelitian ini, teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah teknik deskripsi. Analisis dilakukan dengan memaparkan isu hukum dengan menguraikannya secara lengkap dan jelas untuk selanjutnya dilakukan pengklasifikasian terhadap bahan-bahan hukum tertulis melalui proses analisis dan dikaitkan dengan teori, konsep serta doktrin para sarjana.
Selanjutnya, dilakukan penafsiran sistematis dan gramatikal. Penafsiran sistematis dilakukan dengan titik tolak dari suatu konsep/aturan hukum dan mengkaitkannya dengan konsep/aturan hukum lainnya. Sedangkan penafsiran secara gramatikal dilakukan dengan mencari arti/esensi dari suatu substansi aturan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya per kalimat menurut bahasa hukum ataupun bahasa keseharian.