• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kusno Yuli Widiati Laboratorium Rekayasan dan Pengujian Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kusno Yuli Widiati Laboratorium Rekayasan dan Pengujian Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Sifat Fisika dan Mekanika Laminasi dari Kombinasi Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Kayu Kapur (Dryobalanops sp) dan Meranti Kuning (Shorea sp)

Kusno Yuli Widiati

Laboratorium Rekayasan dan Pengujian Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman

Email: kywidiati@gmail.com Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika dari laminasi hasil kombinasi antara kayu sebetan kapur dan meranti kuning dengan bambu betung. Pengujian sampel kayu yang dilakukan berdasarkan standar DIN (Jerman) di Laboratorium Rekayasa dan Pengujian Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa kayu lamina tiga lapis dan lima lapis dari kayu sebetan kapur dan meranti yang dikombinasikan dengan bambu menghasilkan kelas kuat antara III sampai dengan I. Hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan sebagai subsitusi kayu solid.

Kata kunci: lamina, fisika, mekanika

The purpose of this research is to know physical and mechanical properties from laminated combination of bamboo - Kapur Wood (Dryobalanops sp.) and bamboo – Meranti Kuning.

Pendahuluan

Produksi hasil hutan Kalimantan Timur pada tahun 1998 untuk kayu bundar (gelondongan) sebanyak 3,8 juta m3. Produksi ini selama lima tahun terakhir mengalami penurunan (Anonim, 2003). Pada tahun fiskal 2013 mencapai 1.178.024,07 M3 dari 87.517,83 ha luas panen (Anonim 2016). Penurunan produksi ini selain diakibatkan oleh penurunan luasan hutan produksi juga karena ketersediaan kayu kayu komersial menurun sangat tajam.

Sementara itu kebutuhan kayu untuk bangunan dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk serta sebagai pengganti kayu yang sudah lapuk ataupun rusak karena faktor usia maupun akibat serangan perusak kayu. Kecepatan pertumbuhan tegakan kayu yang tidak seimbang dengan kecepatan pemanfaatan kayu membuat tuntutan alternatif bahan pengganti kayu menjadi sesuatu yang sangat penting. Oleh karena itu perlu dicari alternatif pengganti kayu khususnya sebagai bahan bangunan. Salah satu caranya dengan memanfaatkan bahan baku non kayu maupun kayu-kayu yang tidak mempunyai nilai ekonomis tinggi misalnya dengan memanfaatkan kayu hasil limbah produk dari sawmil atau moulding.

(2)

Kayu sebetan termasuk limbah dari sawmil yang pemanfatannya masih sangat kurang optimal. Sehingga untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kayu sebetan, bahan kayu tersebut harus dijadikan produk olahan yang lain yang mudah dan sederhana seperti kayu lamina.

Supaya lamina dari kayu sebetan kualitasnya meningkat salah satu caranya dengan penggabungan bahan yang lain misalnya bambu. Hal ini karena bambu yang dijadikan lamina sudah terbukti relatif kuat. Bambu juga mempunyai keteguhan lentur yang tinggi rata-rata 840 kg/cm2, modulus elastisitas 200.000 kg/cm2 (Morisco, 1999).

Selain alasan tersebut diatas bambu juga mudah didapat dan harganya juga tidak mahal. Selain itu bambu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, berbeda dengan pohon kayu hutan yang baru siap tebang dengan kualitas baik setelah berumur 40-50 tahun, maka bambu dengan kualitas prima dapat diperoleh hanya pada umur 3-5 tahun. Bambu mempunyai kekuatan cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan dengan baja. Sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum dimanfaatkan dengan baik karena biasanya batang-batang struktur bambu dirangkaikan dengan pasak atau tali yang kekuatannya rendah.

Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mencari alternatif pengganti kayu solid dengan memanfaatkan kayu sebetan dan bambu yang dikombinasikan menjadi kayu lamina. Diharapkan pembuatan kayu lamina kombinasi ini dapat mengoptimalkan effisiensi pemanfaatkan kayu dan bambu sebagai sumber bahan baku yang dapat diperbaharui.

Metode Penelitian

A. Bahan dan Peralatan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah kayu sebetan dari jenis kapur dan meranti kuning. Meranti kuning mewakili bahan sebetan dengan kerapatan sedang dan kapur untuk bahan yang mempunyai kerapatan cukup tinggi. Untuk bahan sebetan dan bambu petung

(Dendrocalamus asper) diambil di Samarinda dan Kec. Kota Bangun Kab. Kutai

Kartanegara. Bahan perekatnya adalah perekat yang mudah dicari di pasaran dan yang sudah umum dipakai oleh masyarakat yaitu polivinil acetat (PVac) dengan merk dagang lem Fox.

Peralatan yang digunakan meliputi mesin gergaji, mesin ketam, alat ukur (meteran, penggaris siku dan kalifer), timbangan analitik, oven pengering, desikator, mesin kempa dingin, klem, kuas, mesin penguji kekuatan kayu, kertas milimeter, plastik transparan, alat tulis-menulis dan kalkulator.

(3)

Parameter yang diuji dalam penelitian ini meliputi keteguhan lentur, kekakuan, keteguhan tekan sejajar serat, keteguhan geser, kadar air, kerapatan dari contoh uji papan lamina dan kontrol.

1. Persiapan Bahan Penelitian

Bambu petung dipotong bagian pangkalnya sepanjang + 80 cm untuk menghilangkan bagian batang bambu dengan ruas yang tidak beraturan. Setelah dipotong bagian pangkalnya, batang bambu tersebut dipotong menjadi beberapa bagian dengan diameter ± 15 cm dan panjang ruas ± 45 cm. Selanjutnya dibelah dan dibuang kulitnya menjadi ukuran lebar 3 cm dan panjang 45 cm, untuk uji keteguhan lentur, kekakuan dan keteguhan tekan sejajar serat. Sedangkan untuk keteguhan geser mengambil potongan yang berukuran lebar 6 cm dan panjang 45 cm. Bilah bambu hasil pembelahan selanjutnya diserut untuk menghasilkan permukaan bilah yang rata. Selanjutnya potongan tersebut dikering udarakan.

Papan sebetan kayu kapur dan meranti juga dibuat dengan ukuran yang sama yaitu panjang 45 cm dan lebar 3 cm untuk uji ketahanan lentur, kekakuan, keteguhan sejajar serat dan ukuran panjang 45 cm dan lebar 6 cm untuk uji keteguhan geser.

2. Pembuatan Papan Lamina

Bambu, sebetan meranti kuning dan kapur yang sudah rata permukaannya serta telah mencapai kadar air + 12 % dibuat lamina dengan variasi jumlah lapisan, 3 lapis dan 5 lapis. Contoh uji sesuai dengan standar DIN 52186 (Scharai-Rad, 1978).

Kemudian masing-masing permukaan lapisan dilaburi perekat polivinil acetat dengan berat labur + 0,03 gr/cm2 dan direkatkan. Selanjutnya dilakukan pengempaan dingin dengan besarnya tekanan antara 1,25 N/mm2 (178,57 Psi) dengan waktu pengempaan selama 12 jam. Kayu lamina yang dihasilkan untuk contoh uji disimpan di dalam ruang konstan selama kurang lebih satu minggu.

Susunan papan lamina yang dibuat sebagai berikut:

1. kayu utuh, lamina bambu dan kayu sebagai kontrol masing-masing 3 dan 5 lapis 2. lamina meranti kuning (face/back) dan bambu sebagai core 3 lapis

3. lamina meranti kuning (face/back) dan bambu sebagai core 5 lapis 4. lamina kapur (face/back) dan bambu sebagai core 3 lapis

5. lamina kapur (face/back) dan bambu sebagai core 5 lapis

6. lamina bambu (face/back) dan meranti kuning sebagai core 3 lapis 7. lamina bambu (face/back) dan meranti kuning sebagai core 5 lapis 8. lamina bambu (face/back) dan kapur sebagai core 3 lapis

9. lamina bambu (face/back) dan kapur sebagai core 5 lapis C. Pengujian

(4)

a. Kadar air

Untuk menghitung kadar air kayu dalam kondisi normal dapat dihitung dengan menggunakan standar DIN 52183-77 dengan persamaan yaitu :

% 100 m m m 0 0 μ

μ

   mμ = massa basah contoh uji (g) mo = massa kering contoh uji (g) b. Kerapatan

Untuk mengetahui kerapatan contoh uji digunakan rumus yaitu : n n

v

m

ρ

 (gr/cm3) (DIN 52182-72)

dimana : ρ = kerapatan normal (gr/cm3) m = massa normal contoh uji (gr/cmn 3) v = volume normal contoh uji (cmn 3)

2. Pengujian Sifat Mekanik

a. Keteguhan lentur statis (MOE dan MOR)

Untuk mengetahui sifat keteguhan lengkung statis MoE dan MoR kayu lamina dan kayu utuh dapat dihitung berdasarkan rumus ASTM D143-52 sebagai berikut :

Δf ΔF 4ba 1 MOE 3 3  2 2ba I F 3 MOR maks

dimana : MOE = keteguhan lentur (N/mm2) MOR = keteguhan patah (N/mm2) a = tebal contoh uji (mm) b = lebar contoh uji (mm)

I = jarak antara kedua penyangga (mm) ΔF = beban pada batas proporsi (N)

Δf = defleksi tertentu pada batas proporsi (mm) Fmaks = beban mekanik yang diberikan (N)

b. Keteguhan geser

Untuk mengetahui besarnya nilai keteguhan geser ditentukan dengan menggunakan rumus (DIN 52187-79) sebagai berikut :

b x a maks F

s

(N/mm2)

c. Keteguhan Tekan Sejajar Serat

) (N/mm axb

Fmaks

(5)

Dimana : c // = Keteguhan tekan sejajar serat (N/mm2) F maks = Gaya maksimum yang bekerja pada kayu (N) a = Lebar bidang tangensial (mm)

b = Lebar bidang radial (mm) D. Analisa Data

Data yang dihasilkan kemudian ditabulasikan dan nilai rata-rata yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai-nilai kayu utuh.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan data–data hasil pengujian sifat fisika dan mekanika kayu lamina kombinasi bambu dengan meranti kuning, dan bambu dengan kapur, diperoleh nilai rata – rata untuk setiap pengujian sebagai berikut :

1. Sifat Fisika Kayu Lamina. a. Kadar Air.

Nilai rataan kadar air kayu lamina kombinasi bambu dengan meranti kuning, bambu dengan kapur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Rataan dan Koefisien Variasi Hasil Pengujian Kadar Air Kayu Lamina.

Jenis Kayu Jumlah lapisan Kadar Air

Rataan (%) KV (%) Bambu-Kapur 3 12.02 5,40 Kapur-Bambu 3 12,04 1,57 Bambu-Meranti kuning 3 12,22 2,28 Meranti kuning-Bambu 3 10,30 6,95 Bambu-Kapur 5 12,53 2,15 Kapur-Bambu 5 11,61 1,98 Bambu-Meranti kuning 5 10,05 2,28 Meranti kuning-Bambu 5 10,88 4,86

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai kadar air contoh uji kombinasi bambu-meranti 3 lapis memiliki nilai tertinggi yaitu 12,22%, dan kadar air terendah terdapat pada contoh uji kombinasi meranti-bambu. Berhubungan dengan hal di atas, pengujian kadar air menunjukkan bahwa kadar air contoh uji sudah sesuai dengan persyaratan JAS 1988, yaitu dibawah 13 % sebelum diujikan sehingga contuh uji tersebut layak untuk diteliti lebih lanjut. b. Kerapatan.

Nilai rataan kerapatan kayu lamina dari Bambu Betung, Meranti Kuning, dan Kapur dapat dilihat pada Tabel 3.

(6)

Tabel 3. Nilai Rataan dan Koefisien Variasi Hasil Pengujian Kerapatan Kayu Lamina.

Jenis Kayu Jumlah lapisan Kerapatan Kayu

Rataan (gr/cm3) KV (%) Kelas Kuat

Bambu Betung Kontrol 0,72 5,34 II

Meranti Kontrol 0,54 4,70 IV Kapur Kontrol 0,74 7,22 II Kapur-Bambu 3 0.77 8.46 II Bambu-Meranti 3 0.48 10.96 III Meranti-Bambu 3 0.43 12.19 III Bambu-Kapur 5 0.75 3.16 II Kapur-Bambu 5 0.77 9.42 II Bambu-Meranti 5 0.59 2.64 III Meranti-Bambu 5 0.63 4.67 II

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa kerapatan tertinggi kayu lamina 3 lapis terdapat pada kombinasi Bambu-Kapur yaitu 0,88 gr/cm3 dengan KV 3,81% dan terendah pada kombinasi Meranti-Bambu 3 lapis yaitu 0,43 gr/cm3 dengan KV 12,19%. Sedangkan kerapatan tertinggi untuk kayu lamina 5 lapis terdapat pada kombinasi Kapur-Bambu yaitu 0,77 gr/cm3 dengan KV 9,42% dan terendah pada kombinasi Bambu-Meranti yaitu 0,59 gr/cm3 dengan KV 2,64%.

2. Sifat Mekanika Kayu Lamina. a. Keteguhan Lentur (MoE).

Nilai rataan keteguhan lentur (MoE) kayu lamina kombinasi bambu-kapur dan bambu-meranti.

Tabel 4. Nilai rataan dan Koefisien Variasi Hasil Pengujian Keteguhan Lentur (MoE) Kayu Lamina.

Jenis Kayu Jumlah lapisan

Keteguhan Lentur (MoE)

Kelas Kuat Rataan (N/mm2) KV (%) Bambu Kontrol 12173 9,82 II Meranti Kontrol 7897,89 15,67 IV Kapur Kontrol 12764 4,80 II Bambu-Kapur 3 20600,02 8,51 1 Kapur-Bambu 3 21618,73 6,62 1 Bambu-Meranti 3 5032,15 46,28 5 Meranti-Bambu 3 8729,64 17,34 4 Bambu-Kapur 5 20656,08 45,77 1 Kapur-Bambu 5 24857,06 13,79 1 Bambu-Meranti 5 13013,03 17,46 2 Meranti-Bambu 5 9322,71 30,37 3

(7)

Dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa keteguhan lentur (MoE) tertinggi kayu lamina 3 lapis terdapat pada kombinasi kapur-bambu yaitu 21618,73 N/mm2 dengan KV 6,62% dan terendah pada kombinasi bambu-meranti yaitu 5032,15 N/mm2 dengan KV 46,28%. Sedangkan MoE tertinggi kayu lamina 5 lapis terdapat pada kombinasi kapur-bambu yaitu 24857,06 N/mm2 dengan KV 13,79% dan terendah pada kombinasi meranti-bambu yaitu 9322,71 N/mm2 dengan KV 30,37%. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh jumlah lapisan terhadap MoE kayu lamina dapat dilakukan analisis sidik ragam seperti yang diperlihatkan pada tabel 6 berikut ini.

b. Keteguhan Patah (MoR).

Nilai rataan keteguhan patah (MoR) kayu lamina dari jenis Bambu Betung, Meranti Kuning, dan Kapur dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Rataan dan Koefisien Variasi Hasil Pengujian Keteguhan Patah (MoR) Kayu Lamina.

Jenis Kayu Jumlah lapisan

Keteguhan Patah (MoR)

Kelas Kuat Rataan (N/mm2) KV (%) Bambu Kontrol 102,41 6,59 II Kapur Kontrol 149,6 5,32 I Meranti Kontrol 50,72 5,57 IV Bambu-Kapur 3 108,20 20,39 2 Kapur-Bambu 3 88,83 2288 2 Bambu-Meranti 3 53,28 4,54 3 Meranti-Bambu 3 67,73 7,79 3 Bambu-Kapur 5 108,43 10,47 2 Kapur-Bambu 5 99,40 48,97 2 Bambu-Meranti 5 111,30 9,46 1 Meranti-Bambu 5 111,62 6,02 1

Dari Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa keteguhan patah (MoR) tertinggi kayu lamina 3 lapis terdapat pada kombinasi Bambu-Kapur yaitu 108,20 N/mm2 dengan KV 20,39% dan terendah pada kombinasi Bambu-Meranti yaitu 53,28 N/mm2 dengan KV 4,54%. Sedangkan MoR tertinggi kayu lamina 5 lapis terdapat pada kombinasi Meranti-Bambu yaitu 111,62 N/mm2 dengan KV 6,02% dan terendah pada kombinasi Kapur-Bambu yaitu 99,40 N/mm2 dengan KV 48,97%.

c. Keteguhan Geser

Nilai rataan keteguhan geser kayu lamina kombinasi Meranti dan Bambu-Kapur dapat dilihat pada Tabel 6.

(8)

Jenis Kayu Jumlah lapisan Keteguhan Geser Rataan (N/mm2) KV (%) Bambu Kontrol 10,89 10.46 Kapur Kontrol 7,79 10,55 Meranti Kontrol 5,05 12,36 Bambu-Kapur 3 7,70 47,67 Kapur-Bambu 3 4,59 40,10 Bambu-Meranti 3 5,74 71,53 Meranti-Bambu 3 5,66 8,60 Bambu-Kapur 5 8,65 14,43 Kapur-Bambu 5 9,29 10,59 Bambu-Meranti 5 5,66 36,93 Meranti-Bambu 5 5,82 10,06

Dari Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa keteguhan geser tertinggi kayu lamina 3 lapis terdapat pada kombinasi Bambu-Kapur yaitu 7,70 N/mm2 dengan KV 47,67% dan terendah pada kombinasi Bambu-Meranti yaitu 1,74 N/mm2 dengan KV 71,53 %. Sedangkan keteguhan geser tertinggi kayu lamina 5 lapis terdapat pada kombinasi Kapur-Bambu yaitu 9,29 N/mm2 dengan KV 10,59 % dan terendah pada kombinasi Bambu-Meranti yaitu 5,66 N/mm2 dengan KV 36,93%.

Terdapat nilai yang cukup berbeda antara kontrol dan lamina kombinasi. Hal ini dikarenakan struktur anatomi monokotil dan dikotil sangat berbeda sehingga nilai absorbsi perekat dan penjangkaran perekat ke dalam kayupun akan berbeda pula. Jika antara monokotil dan dikotil dikombinasikan maka akan terjadi perubahan nilai sifat fisika dan mekanika dibandingkan kontrol.

Bambu betung (Dendrocalamus asper) memiliki struktur terdiri atas sel-sel parenkim jaringan dasar dan ikatan vaskuler dengan permukaan bidang rekat yang tersusun atas floem dan xilem yang bergabung dengan sel-sel aksial dan serabut berdinding tebal, sehingga memerlukan perekat yang banyak agar menghasilkan perekatan yang baik sedangkan kayu meranti dan kapur terdiri dari struktur anatomi yang lebih seragam jika dibandingkan dengan monokotil. Seperti yang disampaikan oleh Liese, (1985) bahwa sifat anatomi pada batang bambu berbeda jika dibandingkan dengan kayu yang berasal dari kelas dikotil.

Dilihat dari perubahan nilai mekanika dari kayu lamina kombinasi kayu dan bambu pada umumnya terjadi peningkatan dibandingkan kontrol kayu, tetapi kekuatan perekatan akan menurun bila kuantitas (jumlah) pelaburan bertambah. Hal ini dikarenakan jika garis rekat terlalu tebal karena kelebihan bahan perekat, maka yang dominan bekerja adalah gaya kohesi sedangkan pada perekatan yang baik yang dominan adalah gaya adhesi yaitu adhesi

(9)

mekanik dan adhesi kimia. Hal ini sesuai dengan Brown et.al (1952) bahwa perekatan yang baik akan terjadi jika ikatan perekat antara kayu dan perekat terjadi dengan sempurna. Yaitu terjadinya gaya adhesi makanik dimana perekat mengalir ke dalam pori-pori dan celah-celah kayu, kemudian mengeras dan menjangkar. Selanjutnya adhesi kimia yaitu terjadinya gaya tarik-menarik antara molekul-molekul permukaan kayu dan perekat dengan kekuatan yang besar.

Kesimpulan:

1. Kombinasi kayu lamina dengan bahan kayu kapur dan bambu menghasilkan sifat fisika dan mekanika yang paling baik dibandingkan kombinasi sebetan meranti kuning dan bambu

2. Kombinasi kayu lamina dengan kerapatan kayu yang tinggi cenderung menghasilkan sifat fisika dan mekanika yang lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Daftar Pustaka

Anonim. 1963. Export Standard Specification of Japanese Plywood. The Japan manufacturer’s Association. Japan.

Anonim. 1983. Annual Book Of ASTM Standard America Society Forestry Material Philadhelphia.

Anonim. 2000. Himpunan Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Pusat Penelitian Hasil Hutan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan.Bogor.

Anonim. 2016. Potensi Hutan Kaltim. www.kaltimprov.go.id. Diunduh 8 November 2016

Frûhwald, A. 1976. Adhesive Testing Procedure and Bending Strenght Testing Equipment Paper.

Kolmann, F.F.P. and W.A.Cote. 1984. Principle of Wood Science and Technology, Volume I Solid Wood. Springer-Verlag, Berlin.

Krisdianto, G. Sumarni dan A.Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor

Loveless, A.R. 1999. Prinsip-prinsip biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Nafiri Offset. Yogyakarta

Scharai- Rad, M. 1985. Wood Testing Indonesia Germany Foretry Project (IGFP). Jurusan Hasil Hutan Fahutan UNMUL Samarinda.

(10)

Shmulsky, R,. 2004. Effect of Lamina Thickness on Parallel-to-Grain Strength in Small Douglas-Fir Samples. J. Bridge Engrg., Volume 9, Issue 3, pp. 308-309 (May/June 2004)

Sulastiningsih, I.M., Nurwati dan Adi Santoso. 2004. Pengaruh Lapisan Kayu terhadap Sifat Bambu Lamina. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (Mapeki) VII. Makasar, 6 – 7 Agustus 2004.

Steel, R.G.D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika (terjemahan). PT Gramedia Pusat Utama. Jakarta.

Gambar

Tabel 2. Nilai Rataan dan Koefisien Variasi Hasil Pengujian Kadar Air Kayu Lamina.
Tabel 3.    Nilai Rataan dan Koefisien  Variasi Hasil Pengujian Kerapatan Kayu   Lamina
Tabel 5. Nilai Rataan dan Koefisien  Variasi Hasil Pengujian Keteguhan Patah (MoR) Kayu  Lamina

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “ Pengaruh Fasilitas Belajar di Rumah dan Persepsi Siswa

Penelitian yang dilakukan oleh Munira, Merawati dan Astuti (2018) dengan menguji pengaruh return on equity (ROE) dan debt to equity ratio (DER) terhadap harga saham perusahaan

ekstraksi tidak memungkinkan untuk mendapatkan hasil analisis kuantitatif. Penggantian natrium nitrat dengan natrium tetrafluroborat meningkatkan secara samar ekstraksi cesium

Medium CTBA mempunyai kemam- puan selektivitas terbatas tidak hanya bakteri Corynebacterium yang tumbuh tapi juga beberapa bakteri lainnya masih dapat tumbuh seperti

Hasil uji validitas untuk semua item pernyataan menunjukkan nilai rhitung lebih besar dari rtabel (0,1888) , sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap pernyataan

Pada hakikatnya Sikap kesalehan sosial diantara anggota sekolah akan bisa terbentuk secara utuh manakala didalamnya tercipta budaya sekolah yang baik. Hal ini bisa

membimbing siswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil dan membawanya dalam diskusi secara on line. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil kegiatan

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang sangat erat hubunganya dengan kehidupan sehari-hari, yang mempelajari tentang